Anda di halaman 1dari 2

Kebanyakan gangguan jiwa didiagnosis dan diobati di rumah sakit, sedangkan

pelayanan kesehatan jiwa di fasilitas kesehatan primer kurang berjalan. Akibatnya,


kebanyakan penderita gangguan jiwa berat yang tinggal jauh dari fasilitas yang
memadai tidak bisa mengakses pengobatan serta penderita gangguan jiwa ringan
seperti depresi, gangguan cemas dan penyalahgunaan obat-obatan tidak berobat.

Salah satu penyebab masalah kurangnya pengobatan penyakit jiwa adalah


kurangnya deteksi gangguan jiwa pada masyarakat. Alat bantu skrining dianggap
esensial dalam meningkatkan pelayanan kesehatan jiwa di negara berkembang di
mana pekerja kesehatan tidak mempunyai waktu dan pelatihan yang cukup untuk
melakukan wawancara psikiatri yang kompleks kepada setiap orang yang berisiko
menderita gangguan jiwa. Langkah awal untuk integrasi kesehatan jiwa di layanan
primer adalah dengan mengadopsi alat skrining yang memadai (Ali et al., 2016)

Salah satu alat bantu deteksi dini gangguan jiwa yang disarankan adalah The Self
Reporting Questionnaire (SRQ). Sebuah penelitian mengumpulkan penelitian-
penelitian mengenai validitas dari beberapa alat skrining untuk gangguan jiwa ringan
di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Dari hasil penelitian tersebut, SRQ-
20 direkomendasikan untuk skrining gangguan jiwa ringan secara umum di negara
berpenghasilan rendah dan menengah karena format jawaban berupa ya atau tidak,
mudah dikerjakan bahkan oleh orang awam dengan pelatihan minimal, serta mudah
dimengerti dan diisi responden yang kemampuan membacanya rendah. Nilai batas
pisah di Indonesia adalah 6 yaitu apabila responden menjawab “ya” minimal
sebanyak 6 butir pertanyaan (Idaiani et al., 2015)

Cara yang juga efektif untuk mengurangi beban yang terus meningkat dari
gangguan jiwa adalah melalui pencegahan dini dan promosi kesehatan jiwa
(Sharmitha et al., 2017). Salah satu pelayanan inti dan penting kesehatan masyarakat
adalah memberikan informasi, edukasi dan penguatan orang-orang tentang isu
kesehatan dengan edukasi kesehatan. Hal ini dapat mengurangi stigma dengan
meningkatkan kesadaran prevalensi masalah kesehatan jiwa dan layanan yang
tersedia bagi orang yang membutuhkan.
Faktor yang menghambat penyakit jiwa diobati adalah tingkat pengetahuan yang
rendah terkait penyakit jiwa dan diskriminasi terhadap orang dengan gangguan jiwa.
Stigma bahwa penyakit jiwa merupakan hukuman Tuhan, tanda kelemahan
seseorang, dan penyakit turunan masih ada di masyarakat. Intervensi promosi dan
pencegahan penyakit jiwa paling baik berfokus pada kesehatan jiwa anak karena
rata-rata usia munculnya gangguan jiwa pada anak-anak dan remaja. Gangguan jiwa
yang tidak diobati sejak dini, bisa berakibat kecacatan seumur hidup. Promosi
kesehatan jiwa di sekolah-sekolah termasuk cara yang efektif (Wainberg et al.,
2017). Selain itu, membagi tugas kepada pekerja kesehatan awam bisa menjadi
strategi yang menjanjikan untuk kurangnya tenaga kesehatan jiwa. Perlu adanya
edukasi, supervisi dan dukungan bagi pekerja awam. Bantuan tenaga awam yang
terlatih ini akan meningkatkan akses pengobatan penyakit jiwa.

Anda mungkin juga menyukai