Anda di halaman 1dari 2

22.03.21 3.

20 wib

jam sudah menunjukan pukul 4.30 dini hari aku masih ,tetap
dan akan selalu kehilangan satu hal yang teramat asing
bagiku. ya, rasa kantuk. maka seperti biasa, kucoba meraih
beberapa butir benzo di meja yang kuperoleh dari dokter
pribadi ku itu dan berharap akan segera terlelap dari
kumpulan duka yang siap merajam ku tanpa ampun dari segala
penjuru arah jika aku masih ngeyel untuk tetap terjaga.
lalu ku coba menelan entah 3 atau 4 butir pada waktu itu
aku juga tidak begitu mengingat pas nya dan tidak terlalu
penting juga. beberapa saat kemudian, dalam kondisi
setengah sadar dan mulai mengantuk aku terkejut bukan
kepalang melihat sesosok yang jelas tidak asing paras nya
bagiku sedang berdiri di ujung kamar dan bersenden pada
samping kusen pintu. belum sempat berfikir angin apa yang
mampu membawa dia berada di kamarku, ia langsung berjalan
pelan menghampiriku seperti secercah wahyu yang tiba-tiba
datang kepada nabi dan langsung direbahkan tubuh nya yang
mungil tepat di samping ku.
tanpa mengucap satu kata apalagi bercakap panjang lebar,
wajahnya yang cantik tapi tidak teramat cantik namun jelas
memancarkan aura yang menenangkan sukmaku pada saat itu
sudah berada pas di sebelah wajahku. aku masih sangat ingat
tempo jantungku yang begitu kencang seperti gebugan drum
bergenre crust-punk yang kencang tidak beraturan namun
tetap konsisten pada satu ketukan metronom. ia langsung
mendekap ku dengan tangannya yang begitu lembut dari
belakang dan nafas nya yang terasa begitu hangat menyengat
leherku.
dia tidak lain dan tidak bukan adalah orang yang selama ini
sedikit banyak nya berpengaruh dalam kondisiku yang
sekarang.
benar, tidak dalam kondisi cukup baik namun setidaknya
masih mampu melangkah satu demi satu derap yang beratnya
seperti membawa jangkar ribuan ton. ia rela berkorban
secara sukarela membantu menmbereskan sedikit demi sedikit
masalah traumatis di masa lalu ku yang jelas tidak bisa
dikatakan ringan itu. sampai di suatu ketika aku menyadari
bahwa disatu sisi dia menyeret beban ku yang berat ternyata
ia juga menyeret beban nya yang beberapa kali lipat dari
milikku di satu kaki nya yang lain. ah pecundang macam apa
aku ini melimpahkan bencana yang wajarnya menjadi aset
pribadi tapi harus ku limpahkan ke orang yang seharusnya
lebih membutuhkan uluran tangan itu. dengan kata lain aku
tertarik dengan makhluk yang satu ini. entah mengapa ia
mampu memukul mundur keinginan ku selama beberapa tahun
kebelakang untuk tidak terlena dengan hubungan antar
manusia.
entah aku tidak begitu paham dengan yang namanya cinta
sesama manusia. karena menurutku cinta cenderung sama
seperti prinsip ekonomi. semua tergantung supply dan
demand.

Anda mungkin juga menyukai