Anda di halaman 1dari 13

BAB II

PEMBAHASAN

A . Pengertian Teknologi Informasi

Teknologi informasi dan komunikasi atau ICT (Information and


Communication Technology) merupakan sarana yang digunakan untuk
menyampaikan informasi kepada pengguna melalui jaringan berbasis teknologi
informasi. Teknologi Informasi dilihat dari kata penyusunnya adalah teknologidan
informasi. Kata teknologi bermakna pengembangan dan penerapan
berbagaiperalatan atau sistem untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang
dihadapioleh manusia dalam kehidupan sehari-hari, kata teknologi berdekatan
artinya dengan istilah tata cara. Menurut Azmi, Yan (2009: 2), “informasi adalah
data yang diproses kedalam bentuk yang lebih berarti bagi penerima dan berguna
dalam pengambilan keputusan, sekarang atau untuk masa yang akan datang”.

Untuk lebih jelasnya berikut ini penulis kemukakan beberapa defenisi


mengenai teknologi informasi. Menurut McKeown yang dikutip oleh Suyanto
(2005: 3), “teknologi informasi merujuk pada seluruh bentuk teknologi yang
digunakan untuk menciptakan, menyimpan, mengubah dan menggunakan
informasi dalam segala bentuknya”.

Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Williams dan saywer yang
dikutip oleh Seesar (2010: 6), bahwa “teknologi informasi merupakan sebuah
bentuk umum yang menggambarkan setiap teknologi yang membantu
menghasilkan, memanipulasi, menyimpan, mengkomunikasikan dan atau
menyampaikan informasi”.

Sedangkan menurut Ishak (2008: 87), “teknologi informasi adalah hasil


rekayasa manusia terhadap proses penyampaian informasi dari pengirim
kepenerima sehingga pengiriman informasi akan lebih cepat, lebih luas
sebarannya, dan lebih lama penyimpanannya”.
Selain pendapat di atas, Information Technology Association of America
(ITAA) yang dikutip oleh Sutarman (2009: 13) menyatakan bahwa, “teknologi
informasi adalah suatu studi, perancangan, pengembangan, implementasi,
dukungan atau manajemen system informasi berbasis komputer, khususnya
aplikasi perangkat lunak dan perangkat keras komputer”.

Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa teknologi informasi adalah


suatu kombinasi antara teknologi komputer dan teknologi komunikasi yang
digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun,
menyimpan, memanipulasi data dengan mendalam berbagai cara untuk
menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu informasi yang relevan, akuratdan
tepat waktu, yang digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan
dan merupakan informasi yang strategis untuk pengambilan keputusan.

B . Kebijakan pemerintah Di bidang teknolkogi informasi dan komunikasi

Beberapa kebijakan pemerintah tentang perlunya ICT telah diatur oleh


berbagai peraturan perundangan yang berlaku. Kebijakan awal pemerintah yang
berhubungan dengan ICT ditujukan untuk meningkatkan kemampuan daya saing
bangsa melalui Program Nusantara 21 tahun 1996. Kebijakan ini merupakan
upaya pemerintah mempersiapkan diri dalam memasuki era globalisasi untuk
mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia agar memiliki kemampuan daya
saing global yang tinggi. Setelah itu dilanjutkan dengan Pembentukan Tim
Koordinasi Telematika Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 30
Tahun 1997 dan kemudian Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 2000 tentang
Tim Koordinasi Telematika Indonesia. Kebijakan pemerintah berikutnya adalah
pembentukan Action Plan yang melibatkan berbagai instansi terkait, swasta dan
masyarakat telematika berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2001.
Terakhir kebijakan pemerintah tentang ICT ini diatur dengan Keputusan Presiden
Nomor 9 Tahun 2003 tentang Tim Koordinasi Telematika Indonesia sebagai
pengganti Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri
Nomor 24/Kep/M.Kominfo/6/2003 tentang Pembentukan Kelompok Kerja
Bidang Sumber Daya Manusia Telematika.
Khusus untuk pendayagunaan ICT di lingkungan pemerintah (e-goverment) telah
diatur dengan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan
Strategi Nasional dalam Pengembangan E-government, merupakan sebuah
aplikasi berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang digunakan oleh
instansi pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan. Prinsip utama dari e-
government adalah menciptakan sebuah pemerintahan yang efektif, efisien dan
transparan dengan bantuan teknologi informasi. Dampak positif dari e-
government ini adalah pelayanan pemerintah kepada masyarakat menjadi sangat
cepat, akses ke informasi pemerintah terbuka lebar, dan sekaligus berarti
penghematan besar dalam penggunaan waktu, energi dan sumberdaya.

Adanya kebijakan pemerintah di bidang teknologi informasi dan komunikasi


diharapkan dapat mendorong pembangunan dan pengembangan infrastruktur di
bidang teknologi informasi secara lebih efektif dan efisien sehingga peman-
faatannya dapat dinikmati secara merata di seluruh tanah air.

C . Masalah dalam penerapan ICT di Indonesia


Terdapat tiga masalah utama yang menyebabkan penerapan ICT di
Indonesia tidak dapat dilaksanakan sebagaimana yang diharapkan. Ketiga masalah
utama tersebut berkaitan dengan (1) infrastruktur, (2) koordinasi, (3) sumber daya
manusia (SDM) dan (4) ICT Literacy1.

1. Infrastruktur

Infrastruktur merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan keberhasilan


pendayagunaan ICT. Berbagai hasil studi empiris menunjukkan bahwa rendahnya
kualitas infrastruktur menjadi masalah utama dalam pelaksanaan ICT di negara
berkembang termasuk Indonesia yang meliputi infrastruktur telekomunikasi,
internet dan komputer.

1
http://www.kompasiana.com/akbarisation/kendala-penerapan-teknologi-dalam-
pendidikan_55123d8c8133116354bc62fb. Diakses,26 juni,2015.jam 10:20 PM
Untuk infrastruktur telekomunikasi masalah yang dihadapi adalah adanya
monopoli di bidang telekomunikasi yang saat ini masih dikuasai oleh PT Telkom.
Monopoli pada infrastruktur telekomunikasi berdampak pada timbulnya masalah
teledensiti (indikator yang digunakan untuk menunjukkan satuan sambungan
telepon terpasang = SST, dalam perseratus jiwa). Hal ini merupakan faktor
penting karena ICT sangat tergantung dari ketersediaan SST di setiap negara yang
bersangkutan.

Pada saat ini kondisi teledensity di Indonesia baru mencapai 3% yang berarti
bahwa untuk setiap 100 orang hanya tersedia 3 saluran telepon terpasang. Angka
ini tergolong rendah apabila dibandingkan dengan negara maju atau bahkan
dengan negara tetangga ASEAN lainnya seperti Singapura 67%, Malaysia 12%,
Thailand 8%, dan Philipina 6%.

Masalah infrastruktur telekomunikasi di Indonesia rupanya tidak hanya terbatas


pada masalah teledensiti yang dikaitkan dengan rendahnya fasilitas SST yang
tersedia tetapi juga pada masalah pemerataan dalam penyebarannya di seluruh
wilayah Indonesia. Dari sekitar 6 juta SST, 40% berada di wilayah Jabotabek,
20% di Pulau Jawa dan 30% sisanya tersebar di berbagai pula di luar pulau Jawa.

2. Koordinasi

Kurangnya koordinasi dalam pembangunan fasilitas ICT menyebabkan sering


terjadinya tumpang tindih dalam penyediaan sarana dan prasarananya. Melalui
koordinasi yang baik tidak perlu beberapa lembaga pemerintah melakukan
pengalihmediaan untuk suatu informasi yang sama. Selain kurang efisien, hal ini
merupakan pemborosan biaya, waktu dan tenaga. Melalui koordinasi dan sistem
jaringan kerja sama hal ini dapat dihindari sehingga informasi yang dapat diakses
akan lebih bervariasi, lengkap dan lebih bermanfaat bagi masyarakat yang
membutuhkannya. Pada umumnya terjadinya tumpah tindih (duplikasi) hasil kerja
di lingkungan lembaga pemerintahan disebabkan oleh tata kerja pemerintah yang
berpola pada pendekatan proyek. Hasil kerja berdasarkan proyek sering terjadi
kesamaan/ duplikasi pada produk yang dihasilkan sehingga yang seharusnya dapat
dikerjakan oleh satu instansi dikerjakan oleh lebih dari satu instansi.

3. Sumber Daya Manusia

Di Indonesia SDM yang menguasai ICT masih sangat terbatas, pada umumnya
hanya terdapat di kota-kota besar saja. Keterbatasan SDM ini sudah tentu akan
menghambat pengelolaan dan pendayagunaan ICT. Di bidang perpustakaan, latar
belakang pendidikan pustakawan umumnya tidak berbasis teknologi komputer.
Kondisi inilah yang menyebabkan perlunya rekrutmen SDM yang menguasai
bidang komputer dan otomasi yang mengelola teknologi informasi di
perpustakaan. Keadaan inilah yang menjadi masalah utama bagi pengelola
perpustakaan dalam menerapkan teknologi informasi dalam pelayanan
informasinya sehingga dapat diakses secara luas oleh pemakainya.

4. ICT Literacy

Rendahnya kesadaran pengelola perpustakaan atas manfaat yang dapat diperoleh


dari penerapan ICT masih merupakan masalah yang cukup serius di tanah air ini
yang menyebabkan penerapan ICT di perpustakaan belum menjadi prioritas
utama. Salah satu penyebab tingginya indikator "buta ICT" (ICT Literacy) ialah
masih rendahnya jumlah pengguna internet. Di Indonesia, pada tahun 1998 jumlah
pemakai sebesar 512.000 orang, Tahun 1999 menjadi 1.000.000 orang, Tahun
2000 menjadi 1.900.000 orang, Tahun 2001 menjadi 4.200.000 orang, Tahun
2002 menjadi 4.200.000 orang dan pada Tahun 2003 meningkat menjadi
7.550.000 orang. Prosentase kenaikan tersebut masih terhitung sangat kecil
dibandingkan dengan jumlah seluruh penduduk Indonesia.

Masih tingginya angka ICT Literacy ini menyebabkan sulitnya terbentuk


masyarakat sadar informasi yang merupakan modal utama dalam pemanfaatan dan
pendayagunaan ICT di semua sektor kegiatan tidak terkecuali kegiatan di bidang
perpustakaan.

D . Penyediaan Akses Informasi melalui Teknologi Informasi

Kemajuan teknologi memungkinkan penyebaran informasi dapat


dilakukan tanpa mengenal batas (borderless information dissemination).
Pendistribusiannya telah menembus dinding pemisah geografis, sosial, dan
budaya sehingga informasi yang dibutuhkan dapat dinikmati pada waktu dan
secara bersamaan yang menyebabkan hubungan dan komunikasi global dapat
dilakukan secara cepat2.

Ternyata perkembangan dan terobosan di bidang teknologi informasi dan


komunikasi di era globalisasi ini terjadi lebih cepat di luar perkiraan manusia.
Globalisasi di berbagai sektor telah membuat kehidupan manusia bersifat terbuka,
tanpa batas ruang dan waktu yang mengakibatkan tantangan dalam kehidupan
manusia semakin berat, khususnya bagi mereka yang tidak siap atas terjadinya
perubahan ini. Derasnya arus informasi yang dapat diakses melalui teknologi
komunikasi sebagai salah satu bentuk perubahan telah memaksa setiap individu
untuk mempelajari, memahami dan memanfaatkannya agar tidak tertinggal dalam
mengikuti kemajuan yang terjadi di era globalisasi ini.

Gambaran di atas menunjukkan bahwa kebutuhan akan informasi yang dapat


diperoleh secara cepat dan akurat merupakan kebutuhan yang tidak dapat
dihindari pada era globalisasi ini yang realisasinya sangat ditunjang oleh per-
kembangan teknologi informasi khususnya yang dapat mengemas informasi ke
dalam bentuk yang lebih praktis dan menarik. Pada saat ini telah tampak gejala ke
arah tersebut dan di masa yang akan datang dapat dipastikan bahwa kebutuhan
informasi akan dapat diperoleh/ diakses melalui layar monitor tanpa perlu
pemakai datang ke perpustakaan atau pusat dokumentasi lainnya untuk
mendapatkan informasi yang diperlukannya. Melalui perpustakaan maya (virtual

2
Lucas, H.C.Jr. 1987. Analisis Desain dan Implementasi Sistem Informasi. Erlangga.
library), harapan ini bukanlah sesuatu yang tidak mungkin untuk dapat diwujud-
kan, adanya peningkatan kualitas infrastruktur pada jaringan telekomunikasi serta
peningkatan kemampuan teknologi informasi dalam memproses data akan
berdampak langsung pada sistem pengelolaan dan layanan pada lembaga/ instansi
penyedia informasi seperti halnya perpustakaan3.

Kemampuan akses yang begitu tinggi apabila tidak diimbangi dengan penye-diaan
informasi yang berkualitas dikhawatirkan pada suatu saat akan menjadi bumerang
bagi generasi muda kita di masa datang. Keanekaragaman informasi yang
ditawarkan melalui internet dan kebebasan dalam menentukan pilihan merupakan
tantangan bagi bangsa ini untuk secara serius mulai mencermati upaya-upaya
strategis dalam mengemas karya dan hasil pemikiran bangsa sendiri. Hal ini perlu
dilakukan sehingga mampu menarik minat para generasi muda untuk lebih tekun
dan serius dalam menghayati, mencermati, dan mempelajari serta menghargai
kekayaan dan potensi bangsa sendiri.

Pengalihan sistem layanan secara tradisional ke sistem yang memanfaatkan


teknologi informasi menyebabkan pergeseran dan perubahan dalam infra-struktur,
proses pengolahan dan sistem pengelolaannya. Manfaat yang ditawar-kan dalam
penyampaian secara ini mampu melipat gandakan pendayagunaan informasi yang
dimilikinya. Hal ini dapat dicapai karena informasi yang diolahnya tidak saja
dimanfaatkan secara fisik oleh pemakai yang berdomisili di sekitar perpustakaan
tetapi mampu diakses secara luas oleh para pemakai yang membutuhkannya.
Peluang ini seharusnya dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam mempercepat,
memperluas dan meratakan penyebaran informasi yang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat.

Kendala utama yang dihadapi saat ini adalah seberapa banyak informasi yang
yang dapat dikemas dan disajikan secara profesional melalui saluran ini. Karena
secanggih apapun sarana yang tersedia apabila tidak dimanfaatkan secara optimal
disebabkan karena ketidakmampuan dalam pengemasannya maka sarana ini tidak
dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Apabila hal ini tidak diantisipasi secara
cepat dan tepat maka informasi yang dapat diakses oleh masyarakat lebih banyak
3
O’Brien, James A, 2003, Introduction to Information System, Irwin/McGraw-Hill.
berasal dari negara lain yang belum tentu sesuai dan bermanfaat bagi masyarakat
kita yang ingin mengetahui, memperdalam dan mengkaji potensi nasional yang
dimiliki oleh bangsa ini.

Hak Cipta

Sejak informasi dapat diakses secara global maka masalah hak cipta telah menjadi
masalah internasional di mana setiap negara memiliki perbedaan persepsi dalam
menanggapi masalah ini. Terdapat perbedaan dalam pemberlakuan hak cipta, hal
ini sangat ditentukan oleh jenis bahan pustaka yang bersangkutan, misalnya hak
pertunjukan (performance rights) untuk musik, ataupun hak tayang (exhibition
rights) untuk film berbeda dengan hak non-pertunjukan (non-performance rights)
untuk majalah elektronik ataupun dokumentasi foto.

Untuk karya berupa teks yang sudah dikategorikan wewenang publik (public
domain) maka secara penuh/keseluruhan (fulltex) dapat dilayankan kepada
masyarakat, demikian pula halnya untuk karya lukisan maupun gambar. Lain
halnya apabila karya tersebut masih dilindungi hak cipta maka perlu mendapat ijin
dari pemegang hak cipta untuk mendistribusikannya secara luas dalam bentuk
digital.

Permasalahan yang sama yang dihadapi oleh Perpustakaan Nasional, meskipun


sebagai lembaga pemerintah yang mempunyai kewajiban menyediakan jasa
informasi kepada masyarakat berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 178 Tahun
2000 dan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1990 tidak memiliki hak untuk
menggandakan atau mengalihmediakan ke bentuk lain tanpa seizin pemegang hak
cipta yang dalam hal ini penerbit, perusahaan rekaman ataupun perorangan.
Alasan lain yang masih dapat diterima untuk melakukan hal itu adalah selama
kegiatan penggandaan dan pengalihmediaan tersebut dimanfaatkan untuk
kepentingan pendidikan dan penelitian yang bersifat nonkomersial maka tindakan
tersebut masih dikategorikan "legal". Hanya saja seberapa jauh batasan legal di
sini secara rinci belum diatur lebih lanjut4 .

4
IFLA: Copyright and Intelectual Property Resources(http://www.nlc-bnc.ca/ifla/II/copyright.htm).
Lembaga/institusi yang bergerak dalam penyediaan informasi kepada masyarakat
harus memiliki prosedur yang jelas tentang mengelola kepemilikan karya
intelektual ini. Suatu sumber informasi yang cukup lengkap dan dapat dijadikan
acuan dalam membahas tentang masalah hak cipta ini dapat diperoleh dari situs
internet IFLA: Copyright and Intelectual Property Resources (http://www.nlc-
bnc.ca/ifla/II/copyright.htm).

E .Penerapan Teknologi Informasi di Perpustakaan

Sejak akhir tahun 1970 gagasan untuk menerapkan teknologi informasi


secara lebih efektif mulai menjadi suatu kebutuhan yang menyatu. Hal ini
disampaikan oleh Kennedy bahwa pada gagasan tersebut mulai dijelaskan
bagaimana sistem otomasi dapat meningkatkan kinerja karyawan. Agar informasi
dapat disampaikan secara efektif maka perlu adanya suatu sistem yang dapat
memproses penyampaiannya. Kecepatan dan ketepatan penyampaian informasi
tersebut harus didukung oleh suatu sistem otomasi yang saat ini sudah merupakah
kebutuhan setiap organisasi untuk mengolah data maupun informasi yang
dimilikinya. Dilanjutkan oleh Kennedy bahwa penerapan sistem otomasi dalam
organisasi dapat (a) mengubah struktur organisasi secara menyeluruh, (b)
menciptakan keunggulan kompetitif dengan memberikan cara-cara baru pada
organisasi untuk berkinerja lebih baik, (c) menciptakan peluang baru dari kegiatan
yang telah ada5.

Khusus pada bidang perpustakaan pemanfaatan sistem otomasi menurut


Underwood dan Hartley telah diterapkan untuk kepentingan sistem pengamanan
koleksi, sistem manajemen pangkalan data dan pengoperasian CD-ROM . Lebih
lanjut dijelaskan oleh Storey dan Chang bahwa pemanfaatan sistem otomasi
secara online dapat digunakan untuk pemesanan buku, manajemen dan laporan

Suprawoto, Disampaikan dalam Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia ke-1, Bali, 2-5
5

Desember 2008,diakses dari : ww.pnri.com


katalog, serta penyampaian saran yang sangat berguna dalam proses evaluasi
kinerja pustakawan.

Tiga komponen penting yang harus dipenuhi oleh pengelola perpustakaan yang
akan menerapkan sistem otomasi dalam pelayanan informasinya dikemukakan
oleh Korfhage yaitu adanya pengguna (user), penyandang dana (funder) dan
server yang penanganannya dilakukan oleh tenaga profesional di bidang informasi
yang mengendalikan sistem tersebut guna menyiapkan layanan kepada pengguna.

Ketika fasilitas komputerisasi belum menjadi bagian dari perpustakaan, seluruh


pekerjaan dilaksanakan secara manual. Keterbatasan tenaga, ruang koleksi,
pelayanan informasi merupakan masalah besar yang dihadapi oleh para pengelola
perpustakaan untuk dapat memberikan layanan yang memuaskan kepada para
penggunanya. Profesi pustakawan tidak banyak menarik minat para generasi
muda untuk menggelutinya sekaligus tidak mempunyai daya tarik masyarakat
untuk datang mengunjunginya. Slogan "siapa yang menguasai informasi akan
menggenggam dunia" dalam kurun waktu yang cukup lama hanya merupakan
slogan tanpa bukti yang nyata. Namun dewasa ini, setelah fasilitas komputerisasi
merambah perpustakaan terjadi perubahan dan perkembangan yang sangat drastis
yang menyebabkan perpustakaan sangat diperhitungkan dalam bidang pendidikan,
ekonomi, politik, seni dan kebudayaan.

Adams menjelaskan bahwa saat ini perpustakaan memiliki fungsi sebagai sarana
penyimpan informasi terbesar, yang menerapkan sistem otomasi untuk
pengelolaan bahan pustaka dan dokumen, serta teknologi pemanfaatan CD-ROM
dan sistem online pangkalan data yang memiliki sistem pelayanan baru melalui
fasilitas Jaringan Area Lokal (Local Area Network/LAN) yang dapat
menghubungkan beberapa komputer sekaligus dalam berbagi satu sumber
informasi. Jaringan Area Lokal pertama kali dibuat untuk komputer pribadi
(Personal Computer) oleh Corvus Omnimet pada tahun 1981.

Lebih jauh Convey menjelaskan bahwa melalui LAN informasi dapat diakses dari
data yang disimpan dalam pangkalan data di sebuah komputer untuk
disebarluaskan bagi mereka yang membutuhkannya. Dengan demikian setiap
pustakawan dapat melakukan tugasnya secara terintegrasi meskipun mereka tidak
dalam suatu ruang kerja yang sama hal ini merupakan salah satu kelebihan dari
penggunaan fasilitas komputerisasi di bidang perpustakaan.

Meskipun begitu canggihnya fasilitas komputerisasi ini dalam menyediakan


informasi yang dibutuhkan oleh pengguna tetapi masih tetap harus mematuhi
aturan yang berlaku ditinjau dari pengaruh negatifnya yang dinilai dari aspek
psikologisnya seperti yang dikemukakan oleh Wallace.

Perpustakaan sebagai salah satu lembaga penyedia informasi tidak akan dapat
berperan sebagaimana mestinya apabila tidak didukung oleh SDM yang mampu
mengolah informasi yang dapat diakses secara cepat dan memuaskan masyarakat.
Kecanggihan sistem teknologi informasi baru dapat dinilai positif apabila
memberikan manfaat bagi penggunanya, dan fasilitas canggih ini tidak akan
bermanfaat apabila SDM yang menanganinya tidak mampu mengoperasi-kannya
secara optimal. Jika demikian halnya maka diperlukan pendidikan yang tepat agar
dapat meningkatkan pengetahuan SDM dalam memanfaatkan teknologi informasi
dan sekaligus meningkatkan kualitas kerja yang dihasilkannya.

Konteks yang paling erat dengan keadaan tersebut di atas adalah bagaimana upaya
dan strategi perpustakaan dalam memberikan layanan informasi yang dibutuhkan
masyarakat baik secara langsung maupun melalui sistem jaringan yang dapat
diakses oleh pengguna di manapun mereka berada.

Bagaimanapun juga mendapatkan layanan yang cepat merupakan kebutuhan


pembaca yang harus dipenuhi, hal ini akan lebih banyak memerlukan tenaga
pustakawan apabila dilakukan secara manual (tradisional) dibandingkan dengan
cara modern melalui penerapan sistem otomasi sehingga secara mandiri pembaca
dapat memilih dan mencari buku yang diinginkannya. Tugas utama Pustakawan
menurut Basch terdapat tiga tugas pokok yang dapat dilakukan pustakawan
berdasarkan kode etik asosiasi profesi pustakawan tingkat inter-nasional yaitu (1)
memberikan informasi yang terbaru dan terakurat mungkin; (2) membantu
pengguna untuk mengerti tentang sumber informasi yang digunakan; dan (3)
membantu pengguna mengerti akan tingkat realitas layanan yang dapat
diharapkan oleh mereka.

Adanya pergeseran kepentingan dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan


maka diperlukan perubahan dalam sistem pengelolaan perpustakaan. Untuk itu
perlu adanya peningkatan kemampuan dari pustakawan yang sekaligus akan
mempengaruhi kinerjanya. Melalui pelatihan maka penerapan sistem otomasi di
bidang perpustakaan akan dapat di atasi. Beberapa hal yang dapat dicapai dengan
pemahaman dan penguasaan komputerisasi di bidang perpustakaan ini adalah
kemampuan dalam mempercepat proses pengolahan, meminimalisasi kesalahan,
memberikan kemudahan pengaksesan informasi dan kemampuan mendistribusi
informasi secara lintas sektoral melalui sistem jaringan perpustakaan. Tanpa
adanya motivasi kerja yang kuat pada diri pustakawan untuk berusaha dan
menguasai sistem otomasi ini maka agak sulit bagi dirinya untuk dapat
meningkatkan kinerjanya melalui pemanfaatan teknologi informasi canggih ini.

Dari uraian di atas cukup banyak masalah yang dihadapi oleh perpustakaan agar
dapat menerapkan secara optimal sistem otomasi yang sangat dibutuhkan oleh
para pengelola maupun pengguna perpustakaan dewasa ini. Agar masalah ini
dapat diatasi maka terdapat empat faktor yang harus diperhatikan agar kinerja
pustakawan dapat ditingkatkan yaitu melalui pelatihan yang intensif, memiliki
motivasi kerja yang kuat guna meningkatkan kemampuan diri, memiliki penge-
tahuan dan kemampuan tentang fasilitas komputerisasi, dan mampu meman-
faatkan pengetahuannya dalam mendayagunakan sistem otomasi perpustakaan
secara optimal.

Diterapkannya teknologi informasi di bidang perpustakaan mengakibatkan ter-


jadinya perubahan yang cukup mendasar dalam sistem pengelolaan maupun
layanan yang dapat diberikan kepada pembaca. Penerapan sistem otomasi di
bidang perpustakaan tidak saja berdampak pada kecepatan, ketepatan dan
keakuratan informasi yang dapat dilayankan tetapi juga berdampak pada upaya
yang harus dilakukan oleh para pustakawan dalam menguasai teknologi informasi
ini agar dapat didayagunakan secara optimal.
Pengaruh penerapan teknologi informasi secara global di bidang perpustakaan
menyebabkan sistem layanan informasi telah sampai pada tahap penyampaian
informasi tanpa batas, waktu, dan wilayah dari suatu negara. Hal ini merupakan
tantangan bagi setiap perpustakaan untuk mempersiapkan diri agar dapat berperan
aktif dalam berkolaborasi dengan sistem jaringan informasi baik secara nasional
maupun global. Munculnya Perpustakaan Digital (Digital/Virtual Library)
merupakan suatu kemajuan besar di bidang perpustakaan karena pemanfaatan
informasi dapat dilakukan secara lebih universal.

Sebagai suatu organisasi yang berkembang dan bertambah kompleks dalam


mengelola informasi yang dimilikinya maka perlu adanya suatu penyesuaian
dalam sistem pengolahan informasi. Seperti yang dikatakan oleh Lim bahwa
penerapan Sistem Informasi Manajemen (SIM) dapat mempercepat pekerjaan,
meningkatkan kualitas pekerjaan dan mengurangi jumlah karyawan serta
meningkatkan pelayanan untuk kepuasan pembaca. Penerapan sistem ini
ditujukan untuk mengantisipasi perubahan yang terjadi dari cara tradisional ke
cara modern yang dipandang sudah tidak sesuai lagi dalam memproses kebutuhan
informasi yang menuntut waktu penyelesaian yang lebih singkat dengan kualitas
yang lebih baik. Sebagai dampak dari penerapan sistem otomasi dalam penerapan
dan pemanfaatan sistem komputerisasi di bidang perpustakaan secara langsung
berpengaruh pula pada kecepatan serta kualitas kerja pustakawan.

Anda mungkin juga menyukai