Anda di halaman 1dari 4

HABERNAS : Situasi pidato yang ideal dan disabilitas

Jurgen Habernas merupakan Filosofer abad 21 dari Jerman, merupakan pemuka utama teori kritis, dan
salah satu pemikir yang paling berpengaruh di Jerman. Habernas pernah mendeskripsikan situasi ideal
untuk berpidato dan menemukan hubungannya terhadap isu-isu komunikasi yang muncul pada bab ini.
Dalam harmony yang hampir sempurna dengan resolusi TASH, Habernas menjelaskan situasi pidato
yang ideal muncul pada saat tidak terdapat pembatasan bagi komunikasi atau diskusi. Tidak terdapat
penggunaan kekuasaan atau pembatasan akses kepada media komunikasi. Elemen dari situasi pidato
ideal Habernas adalah sebagai berikut:

Aturan (3.1) menentukan sekumpulan peserta potensial. Termasuk semua subjek tanpa
eksepsi mereka yang memiliki kapasitas untuk turut serta dalam argumentasi. Aturan (3.2)
menjamin semua perserta memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi terhadap
argumentasi yang terjadi dan memunculkan argument pribadi mereka. Aturan (3.3) menentukan
kondisi dimana semua partisipan memiliki hak untuk mendapatkan akses secara adil dan
menikmati kondisi keadilan tersebut, apabila terjadi tanpa kemungkinan represi baik secara
halus maupun tersembunyi.

Kami menekankan dua teori utama lainnya yang memiliki kontribusi dalam bidang komunikasi etika
terhadap masyarakat dengan disabilitas. Salah satu pemikir utama adalah John Rawls. Kami akan
menunjukkan kepada kalian bagaimana teori keadilan sosialnya membicarakan secara langsung
terhadap isu-isu.

Rawls: Keadilan Sosial Kontemporer

Mungkin tidak terdapat system etika yang lebih jelas membicarakan mengenai isu-isu disabilitas apabila
dibandingkan dengan yang dimunculkan dalam teori Keadilan Sosial, tergambar pada teori dari John
Rawls. Teori Keadilan Sosial Rawls merupakan konsep keadilan dan timbal-balik. Kemerataan dalam
seting komunikasi membutuhkan kondisi dasar kesempatan yang sama rata. Konsep Rawls mengenai
tudung ketidakpedulian meminta kita untuk mengasumsikan posisi orisinal dibalik tudung
ketidakpedulian. Dari balik tudung kita tidak memiliki pengetahuan mengenai orang yang akan menjadi
disabilitas dan oleh karena itu pemikiran kita mengenai etika komunikasi itu bebas dari prasangka dan
bias. Dari sudut pandang tersebut tidak ada orang yang diuntungkan atau dirugikan dalam mencapai
kemampuan pribadi untuk berkomunikasi secara adil. Posisi orisinal dari Rawls, memperbolehkan
dibentuknya posisi yang adil, tidak ada prasangka dan tidak bias dalam berkomunikasi yang melibatkan
orang-orang disabilitas. Keberadaan dari tudung memiliki arti bahwa kita tidak mengetahui apakah kita
akan atau tanpa menjadi disabilitas. Tudung ketidakpedulian membutakan kita dari pengetahuan
tertentu dari karakteristik personal atau status yang akan kita miliki di kehidupan kita, mengajak kita
untuk menyamakan dan secara sabar mendengar semua pendapat di masyarakat – terutama pendapat
mereka yang berbicara pelan dan duduk di kursi roda.
Rawls percaya bahwa sebagai manusia yang rasional dan memikirkan diri sendiri, kita
mengharapkan tujuan untuk mengejar kebahagiaan dan kepuasan dengan jalan kita sendiri. Dari balik
tudung ketidakpedulian kita berkomunikasi tanpa mengetahui apakah kita memiliki disabilitas atau
tidak. Kita tidak akan mengetahui disabitas ras, gender, fisik, mental maupun disabilitas generasi kita.
Kita tidak akan mau menjadi bagian masyarakat yang terdapat diskriminasi, atau menjadi disabilitas
yang tidak diperlakukan dengan hormat dan harga diri. Kita juga tidak berharap untuk dipinggirkan
ataupun direndahkan karna kesulitan yang dapat muncul akibat cara komunikasi kita. Tudung
ketidakpedulian Ralws memberikan kita bingkai yang dapat kita gunakan untuk membentuk model
mental dari komunikasi. Seperti yang digambarkan dalam teori keadilan sosialnya, prinsip yang
terpenting dalam menampilkan protocol komunikasi yang jelas dan berarti diantara orang yang memiliki
disabilitas dan tidak adalah sebagai berikut:

Prinsip pertama, setiap orang memiliki hak yang sama pada sebagian besar dari seluruh
system kebebasan dasar yang sesuai dengan system kebebasan untuk semua yang mirip. Prinsip
kedua, ketidak adilan social ekonomi diatus agar: a. memberikan keuntungan terbaik kepada
yang tidak beruntung, konsisten dengan prinsip penyelamatan. b. terikat kepada posisi dan
kantor yang terbuka kepada seluruh kondisi yang adil kepada seluruh kesempatan.

Kita dapat mencatat bahwa dalam pembahasan etika berdasarkan keadilan ini tidak ditemukan
klaim bahwa tiap anggota masyarakat harus memberikan kontribusi yang sama untuk mendapatkan
perlakuan etika yang adil dan serupa. Semua anggota masyarakat memiliki pertimbangan etik tersendiri
terhadap bagaimana, dimana dan seberapa sering dirinya berkontribusi kepada masyarakat. Kita akan
melihat isu spesifik ini dan memberikan bingkai etis di ujung bab ini.

Mari kita lihat bagaimana konsep ini diterapkan dalam prakteknya. Bagaimana pada situasi
komunikasi etis. Kita akan menemukan bahwa apa yang kita lihat sebagai saran yang simple dan
rasional, setiap saran ini memiliki hubungan jelas dengan teori keadilan social Rawls. Komponen teori
Keadilan social Rawls ini tampak pada sepuluh perintah dalam berkomunikasi dengan orang disabilitas ,
yaitu sebagai berikut:

1. Berbicara langsung dibandingkan dengan bantuan rekan atau menggunakan bahasa isyarat.
2. Mengajak berjabat tangan pada saat diperkenalkan. Orang dengan penggunaan tangan yang
terbatas atau organ buatan dapat dengan biasa berjabat tangan dan menyodorkan tangan
kiri adalah sapaan yang wajar.
3. Selalu mengidentifikasikan diri sendiri dan orang lain yang bersama denganmu pada saat
bertemu dengan seseorang yang memiliki kekurangan visual. Pada saat bicara dalam forum,
jangan lupa untuk mengidentifikasikan dirimu.
4. Jika kamu menawarkan bantuan, tunggu sampai tawaran anda diterima, kemudian
dengarkan dan mintalah instruksi.
5. Perlakukan orang dewasa sebagai orang dewasa. Panggil orang disabilitas dengan nama
panggilan mereka hanya pada saat anda memperlakukan seperti orang yang setara. Jangan
pernah merendahkan orang dengan kursi roda melalui elusan kepala dan tepukan di bahu.
6. Jangan bersender kepada kursi roda seseorang. Ingatlah bahwa orang disable
memperlakukan kursi rodanya sebagai perpanjangan anggota tubuhnya.
7. Dengarkan dengan baik saat bicara dengan orang yang memiliki kesulitan bicara dan
tunggulah sampai mereka selesai bicara. Jika diperlukan tanyakan pertanyaan pendek yang
memerlukan jawaban pendek. Jangan berpura-pura mengerti padahal tidak mengerti apa
yang disampaikan, lebih baik anda mengulangi apa yang kamu mengerti dan biarkan dia
merespon.
8. Tempatkan dirimu di level mata saat bicara dengan orang yang di kursi roda
9. Tepuk pundak orang yang memiliki kekurangan mendengar agar mendapatkan perhatian
mereka, lihatlah orang tersebut secara langsung dan bicaralah dengan jelas, pelan dan
ekspresif untuk membentuk komunikasi apabila orang tersebut dapat membaca bibir. Jika
demikian cobalah untuk menghadap cahaya dan jangan ada yang menghalangi mulut anda.
10. Rileks, jangan malu jika anda menggunakan ekspresi normal seperti “See u later” ke orang
kekurangan penglihatan.

Pada awalnya daftar ini tampak seperti hal wajar, namun pada saat kita mempertimbangkan
bagaimana cara kita berinteraksi dengan orang lain setiap hari, tanpa benar-benar dipikirkan cara kita
berkomunikasi, saran diatas tidak hanya membantu namun juga menempatkan komunikasi dengan
disabilitas pada bingkai etika.

Terdapat tokoh terakhir yang ingin kami tunjukkan dalam mendiskusikan etika komunikasi
dengan disabilitas. Sekarang kita akan berpaling kepada prespektif yang umum, berdasarkan peraturan
dan terikat dengan tugas dalam penelitian ini.

Kant Etika Deontologikal dan Disabilitas

Sistem etika terakhir yang kita bahas saat berkomunikasi dengan orang yang memiliki disabilitas
mungkin yang paling mudah untuk dimengerti. Hal tersebut merespon dengan pertanyaan mengenai
hak dan pertimbangan etis dalam dan dengan orang yang memiliki disabilitas.

Ingat bab 3 mengenai pendekatan deontological Kant kepada etika selalu memperlakukan orang
lain tidak hanya sebagai tujuan namun juga sebagai arti. Setiap orang itu etis dikarenakan dukungan dan
komunikasi jujur yang terlaksana diantara kita dikarenakan satu kriteria yaitu kesamaan sebagai seorang
manusia. Mereka ditakdirkan untuk memiliki keberhargaan instrinsik, oleh karena itu layak untuk
diberikan upaya terbaik kita dalam komunikasi dan pertimbangan. Jika kita pribadi menganggap diri kita
untuk diperlakukan sama dengan orang lain , hal ini tentunya termasuk cara kita untuk berkomunikasi.
Studi kasus dibawah ini, merupakan studi kasus yang selalu menjadi kontroversi pada para disabilitas,
memberikan kita gambaran menarik dalam mengerti pinsip-prinsip penganut Kant.
Studi Kasus: Etika dan anak Jerry

Merupakan formulasi kedua milik Kant dari kategori imperative yang mengacu kepada isu yang masih
berkembang dimasyarakat disabilitas. Isu yang kita angkat adalah Jerry Lewis Telethon, disiarkan setiap
tahun di hari buruh Nasional. Saat kita mendalami konsiderasi etis dari isu ini, yang menimbulkan hasrat
bagai banyak orang dengan disabilitas, mari kita tetap di awal imperative Kant “perilaku seperti itu
merupakan cara kamu memperlakukan manusia , baik itu olehmu sendiri maupun oleh orang lain, tidak
pernah memiliki arti, namun pada saat yang sama adalah suatu akhir”.

Anda mungkin juga menyukai