BAB 2
KAJIAN TEORITIS
Penataan daerah otonom atau penataan wilayah, sebenarnya merupakan hal yang
umum dilakukan dalam kaitannya dengan manajemen pemerintahan karena berkaitan
dengan rentang kendali.Rentang kendali ini berkaitan dengan kapasitas koordinasi dan
aksesibilitas dalam pelayanan publik. Dengan kondisi geografis yang beragam,
kemampuan koordinasi dan aksesibilitas pelayanan akan berbeda pula. Semakin luas
suatu daerah, akan semakin sulit rentang kendalinya. Demikian pula, semakin banyak
bagian dari suatu daerah, kapasitas koordinasi dan pelayanan akan semakin kecil.
Disinilah diperlukan adanya penataan wilayah, sebagai suatu mekanisme untuk
mengelola wilayah suatu daerah agar rentang kendali dan aksesibilitas pelayanan
publik dapat dinikmati secara merata.
Dimensi wilayah mempunyai arti penting dalam pembangunan karena setiap kegiatan
pembangunan pasti akan berlangsung dan membutuhkan sumberdaya yang berupa
lahan. Dalam dimensi spatial, lahan merupakan sumber daya lingkungan yang menjadi
ruang bagi berlangsungnya kegiatan dan juga pendukung struktural wadah kegiatan
regional.Karena sifat dan posisinya inilah maka perencanaan wilayah yang berdimensi
spatial dapat memainkan posisi strategis dalam menjembatani persoalan desentralisasi
dan otonomi daerah terutama yang berkaitan dengan perencanaan pembangunan.
2-1
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
Keputusan mengenai pembentukan daerah baru harus lebih cermat dan bijaksana
untuk melakukan penyelenggaraan otonomi daerah berdasarkan kapasitas yang
dimiliki, sehingga dalam pelaksanaanya tidak tergesa-gesa dan cenderung bersifat
politis. Bila hal ini tidak diindahkan, maka hasil dari pemekaran tidak akan memberikan
dampak terhadap peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat secara makro
maupun mikro, tetapi cenderung akan membebani keuangan negara dan masyarakat
akibat adanya pemekaran karena social dan political cost pemekaran suatu wilayah
akan lebih besar jika dibandingkan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dampak pemekaran, penggabungan, dan penghapusan daerah baru akan terasa
dalam jangka panjang, tetapi bila prosesnya hanya didasari oleh pertimbangan politis
tanpa memperhatikan kriteria-kriteria obyektif maka akan memberikan pengaruh yang
kecil dan parsial terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, aksesibilitas
pelayanan publik, dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan. Idealnya, pemekaran
wilayah terjadi bila penguatan kapasitas dan kapabilitas daerah dilakukan secara
bertahap, misalnya peningkatan kapasitas dalam pembangunan infrastruktur (jalan,
bangunan, pemerintahan, dan lain-lain), aktifitas ekonomi, serta fiskal daerah
sehingga sampai jangka waktu tertentu ketika daerah tersebut lepas dari daerah
induknya. Dengan demikian, daerah yang bersangkutan akan mandiri dengan
sendirinya dan tidak tergantung pada daerah.
2-2
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
Implikasi politik yang harus dipertimbangkan dari kebijakan penataan daerah otonom
yang menyangkut pemekaran, penggabungan atau penghapusan daerah-daerah
otonom adalah kemungkinan terjadinya konflik antar daerah yang menyangkut batas-
batas teritorial yang ada kaitannya dengan wilayah potensi sumber daya alam.
Kepemilikan akan sumber daya alam yang potensial dapat memicu tuntutan untuk
membentuk daerah otonom baru.
Pembentukan atau pemekaran daerah otonom memang dapat menambah ruang politik
lokal bagi tumbuhnya partisipasi politik dan demokratisasi di tingkat lokal.Namun,
kebijakan ini juga harus mempertimbangkan ketersediaan anggaran nasional maupun
2-3
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
1. Pemekaran;
1. Penggabungan; dan
2. Re-groupping sub-sub wilayah dalam daerah yang bersangkutan.
Keputusan untuk memilih salah satu cara didasarkan pada outcomes yang ingin
dicapai, apakah efektifitas pelayanan publik, pertumbuhan ekonomi, pemerataan
pembangunan, pemberdayaan masyarakat setempat dan lain-lain. Kemudian
ditentukan pula apa yang menjadi output dengan realisasi dapat dirasakan secara
konkrit, misalnya jika outcomesnya efektifitas pelayanan publik maka output nya
kemudahan akses masyarakat untuk dilayani. Atas dasar itu, disusun aktifitas-aktifitas
yang akan dilakukan dalam bentuk berbagai program atau kebijakan. Alternatif
pemekaran wilayah atau tidak, berada pada tahap ini, apakah pelayanan dapat lebih
efektif jika daerah dimekarkan atau bisa juga efektif dengan membentuk sub-sub
dinas ditingkat kecamatan dan/atau desa. Pertimbangan alternatif mana yang akan
diambil akan menentukan aparat pelaksananya dan anggaran yang dibutuhkan.
Dengan demikian, keputusan penataan daerah otonom harus disesuaikan dengan
kebutuhan dan potensi riil dengan berpedoman pada prinsip penyelenggaraan
pemerintahan yang efektif.
Dengan demikian, dalam dimensi politik, penataan daerah otonom tidak sekedar
ditentukan oleh perhitungan kemampuan ekonomi daerah tersebut tapi juga implikasi
yang ditimbulkannya terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat. Pertanyaan
yang paling penting untuk dijawab dalam merumuskan kebijakan penataan daerah
otonom adalah apakah kebijakan itu dapat (1) mewujudkan distribusi pertumbuhan
2-4
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
ekonomi yang serasi dan merata antar daerah; (2) mewujudkan distribusi kewenangan
yang sesuai dengan kesiapan pemerintah dan masyarakat lokal; (3) penciptaan ruang
politik bagi pemberdayaan dan partisipasi institusi-institusi politik lokal; serta (4)
mewujudkan distribusi layanan publik yang mudah dijangkau oleh masyarakat.
Pemekaran wilayah merupakan suatu proses pembagian wilayah menjadi lebih dari
satu wilayah, dengan tujuan meningkatkan pelayanan dan mempercepat
pembangunan. Pemekaran wilayah juga diharapkan dapat menciptakan kemandirian
daerah. Tujuan pemekaran sebagaimana tertuang dalam berbagai peraturan
perundangan dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui:
Pada dasarnya usaha pemekaran suatu daerah menjadi dua atau lebih tidak dilarang,
asalkan didukung oleh keinginan sebagian besar masyarakat dan memenuhi
persyaratan administratif, teknis dan fisik wilayah.Selain itu, berdasarkan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, pembentukan daerah
pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Dalam pembentukan daerah, tidak boleh mengakibatkan daerah induk menjadi tidak
mampu menyelenggarakan otonomi daerah, dengan demikian baik daerah yang
2-5
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
Dari sudut pandang yang berbeda, masyarakat yang menyetujui dan atau menolak
pemekaran suatu daerah, hendaknya secara sadar memiliki alasan rasional.Artinya,
tidak hanya asal menyetujui dan atau menolak tanpa kelengkapan informasi yang
memadai. Dari seluruh kasus pemekaran daerah, selalu akan ada masyarakat di
daerah setempat yang menolak. Suatu hal yang bersifat manusiawi.Namun, hal yang
perlu dihindari adalah alasan politik yang berlebihan sehingga melupakan aspek
rasional dan mementingkan politik sesaat semata.
Beberapa perspektif yang diharapkan akan memberikan perluasan wawasan dan cara
pandang guna melengkapi kita dalam menyikapi fenomena pemekaran daerah adalah
sebagai berikut:
1. Alasan Normatif.
Produk hukum yang dilandasi Undang-Undang otonomi daerah adalah wadah yang
paling terbuka bagi daerah untuk memiliki akses sebanyak mungkin dalam pemekaran
daerah.Dalam pandangan yang bersifat normatif tersebut, daerah punya hak otonom
seluas-luasnya untuk mengatur dan mengelola urusan rumah tangganya sendiri.
Namun demikian, pada sisi lain ternyata tidak semua daerah hasil pemekaran memiliki
kesempatan yang sama. Sebagian dari daerah otonom baru menjadi beban bagi
pemerintah pusat, katakanlah karena Pendapatan Asli Daerah (PAD) lebih sedikit
daripada pembiayaan daerah), akibatnya mereka hanya mengharapkan Dana Alokasi
2-6
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
Umum (DAU) yang masih banyak bergantung pada pemerintah pusat.Hal ini dilandasi
realita bahwa usaha-usaha daerah memacu PAD, terutama bagi daerah yang miskin
sumber daya alam, tidak terlalu signifikan.
Alasan lain yang dikemukakan untuk melakukan pemekaran wilayah adalah aturan
hukum yang membolehkan pemekaran wilayah sepanjang syarat-syarat administratif
dan teknisnya dipenuhi. Alasan lain munculnya inisiatif pemekaran wilayah dari daerah
adalah terkait dengan rentang kendali pelayanan yang tidak merata dan jauh serta
peningkatan kualitas pelayanan publik, dan pembangunan ekonomi.
2. Alasan Kompetisi.
Dalam kacamata kompetisi, pemekaran daerah dapat diartikan sebagai strategi untuk
mendapatkan peluang dan akses yang baru dalam upaya mendapatkan dan mengelola
sumberdaya daerah. Artinya semua daerah punya hak yang sama berkompetisi dalam
mengembangkan daerahnya.
Namun demikian, makna kompetisi bisa saja berbalik menjadi ancaman bahkan
bencana, ketika daerah tidak mampu berkompetisi. Dengan adanya kebijakan otonomi
daerah, tanpa memandang daerah induk maupun daerah pemekaran akan melakukan
kompetisi yang sama.
Setiap daerah harus berjuang guna mendapatkan akses seluas-luasnya bagi transaksi
bermacam sumber daya yang dimiliki, baik yang menyangkut sumber daya alam
maupun sumber daya manusia. Pengelolaan sektor riil mulai dari bidang perdagangan,
jasa, pariwisata, transportasi, dan lain-lain akan ramai diperebutkan. Pemerintahan
baru pada awal persaingannya banyak yang tersandung oleh masa transisi politik di
daerah yang bersangkutan, sehingga perhatian terhadap pembangunan menjadi
kurang. Jika pemerintah baru tidak segera menata diri maka ancaman kebangkrutan
akan terjadi.
2-7
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
3. Perspektif Rasional.
Motivasi pemekaran satu wilayah yang paling baik adalah melalui perspektif rasional,
ketika isu pemekaran daerah ditinjau secara rasional, maka aspek politis, normatif, dan
lainnya harus disingkirkan terlebih dahulu. Kebutuhan daerah untuk mekar atau tidak,
sepenuhnya dilandasi pertimbangan rasionalitas. Aspek logis yang harus dipenuhi
antara lain rasio antara daerah otonom baru dengan kondisi riil penduduk, harus jadi
titik tumpu utama.
Untuk alasan yang ketiga itulah, perspektif normatif perlu mencoba mengakomodasi
alasan rasional.Jalan tengahnya perlu ada suatu studi atau penelitian yang rasional
sesuai dengan tuntutan normatif dan atau perundang-undangan.
Salah satu kebijakan strategis untuk melaksanakan otonomi luas adalah dengan
menyusun suatu perencanaan pembangunan yang terpadu dan komprehensif dengan
melibatkan seluruh unsur pelaku pembangunan dan mempertimbangkan potensi serta
peluang yang ada di daerah bersangkutan, sehingga akan terwujud pembangunan
yang multi sektor.
Secara umum, kinerja pemerintahan dapat diukur dan ditentukan dari kebijakan-
kebijakan yang ditetapkan dan diimplementasikan di daerah tersebut. Kebijakan
pemerintah/kebijakan publik adalah merupakan rumusan keputusan pemerintah yang
menjadi pedoman tingkah laku guna mengatasi masalah publik yang mempunyai
tujuan, rencana dan program yang akan dilaksanakan secara jelas.
2-8
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
Selanjutnya Eulau dan Prewitt dalam Jones (1985) mengatakan bahwa suatu kebijakan
dapat dikatakan sebagai kebijakan publik atau bukan dapat dilihat dari komponen
public policynya, yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
2-9
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
Jan Merse dalam Sunggono (1994) mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menjadi
penyebab kegagalan dalam implementasi suatu kebijakan, yaitu:
- Informasi
- Isi kebijakan
- Dukungan
- Pembagian potensi
Dalam kaitan dengan rencana pembentukan suatu daerah otonom, apapun yang
menjadi dasar kebijakan pembentukannya, tampaknya otonomi daerah yang
menyertainya haruslah otonomi yang membuat daerah dan masyarakatnya lebih
berdaya/berkemampuan, sehingga ketergantungan kepada pemerintah pusat menjadi
berkurang dan karenanya beban pusat berangsur-angsur menurun (Suryawikarta,
1995).
Dengan demikian, harus diupayakan bahwa melalui pembentukan daerah otonom baru
maka penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada
2-10
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
1. Penduduk;
Jumlah penduduk dan kualitas penduduk merupakan variabel yang sangat penting
dipertimbangkan dalam pelayanan.Jumlah penduduk yang besar menuntut
cakupan pelayanan yang lebih besar pula. Sebaran dan kepadatan penduduk juga
akan memengaruhi keefektifan dan efisiensi pelayanan.
Kualitas penduduk secara individu, keluarga atau sebagai masyarakat juga
merupakan variabel penting, karena baik secara individu maupun berkelompok
mereka secara alamiah selalu memiliki keinginan untuk berkembang dan maju.
Motivasi-motivasi tersebut apabila dapat digali dengan baik, akan sangat
membantu mengoptimalkan pelayanan masyarakat dan pendayagunaan potensi
masyarakat.
2. Aktifitas dan Produktivitas;
Aktifitas dan produktivitas berkaitan dengan kondisi dan perkembangan
perekonomian, perdagangan, industri dan sosialnya serta pemanfaatannya.
Aktifitas dan produktivitas ini berkaitan dengan upaya pendayagunaan oleh
pemerintah daerah.
3. Interaksi antar penduduk dengan daerah sekitarnya;
Interaksi antar penduduk yang ada selama ini perlu menjadi pertimbangan apabila
suatu kelurahan akan dipecah atau digabungkan dalam suatu kabupaten.
Aktifitas penduduk dan pemerintah untuk Kalimantan Tengah sangat berkaitan erat
2-11
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
dengan daerah sekitarnya, yaitu Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Kondisi
ini akan berimplikasi pada pelayanan dan pendayagunaan di Kalimantan Tengah.
4. Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Buatan;
Sumber daya alam antara lain mengenai penggunaan lahan, kondisi geografis,
infrastruktur jalan dan lain sebagainya.
5. Kesiapan Pemerintah;
Aspek kepemerintahan menempati posisi sentral dalam kajian ini, yaitu pada
ketersediaan sumber daya manusia, fasilitas pendukung yang ada di calon wilayah
pemekaran serta implikasi pada kebutuhan biaya rutin yang lebih besar dengan
adanya pemekaran wilayah secara internal. Uraian di atas dapat ditampilkan pada
Gambar 1 mengenai kerangka pikir.
Bertitik tolak dari pemikiran-pemikiran dasar tersebut, disusun prinsip-prinsip dasar
dalam pembentukan daerah otonom baru/pemekaran Kalimantan Tengah sebagai
berikut:
1. Pemekaran provinsi dilakukan dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektifitas
penyelenggaraan pemerintahan dengan cara memperpendek rentang kendali
(span of control);
12. Pemekaran provinsi berorientasi kepada upaya pencapaian efektifitas pelayanan
publik.
13. Pemekaran provinsi sebagai upaya merealisasikan dan menumbuhkan kehidupan
demokrasi di masyarakat (grassroot democracy);
14. Pemekaran provinsi diarahkan untuk mengoptimalkan penggalian, pemanfaatan,
dan pengelolaan berbagai potensi sumberdaya daerah sesuai kondisi obyektifnya.
15. Pemekaran provinsi diarahkan untuk terjadinya pemerataan dan keadilan
pembangunan (equity and prosperity);
16. Pemekaran provinsi dimaksudkan untuk terjadinya penatagunaan lahan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang lebih baik (sustainable development);
17. Pemekaran provinsi dimaksudkan untuk lebih meningkatkan pemberdayaan
masyarakat (empowerment);
18. Pemekaran provinsi bersifat akomodatif, aspiratif dan fasilitatif terhadap
problematika sosial politik yang berkembang di masyarakat.
2-12
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
INPUT
Aspirasi Masyarakat PEMERINTAH KALIMANTAN TENGAH
Kebijakan Pemerintah
Span of Control
Efektivitas& Efisiensi
PROSES
KAJIAN PEMEKARAN
Metode Kualitatif
Metode Kuantitatif
Penelaahan Wilayah
Penilaian
Kajian Pemekaran
Provinsi Kalimantan Tengah Analisis Calon Ibu
Kota Provinsi
Sesuai dengan kriteria kelayakan pemekaran wilayah (PP.78/2007):
a. Kependudukan;
b. Kemampuan Ekonomi;
c. Potensi Daerah; Rekomendasi
d. Kemampuan Keuangan;
e. Sosial Budaya;
f. Sosial Politik;
g. Luas Daerah;
h. Pertahanan;
i. Keamanan;
j. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat;
k. Rentang Kendali.
2-13
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, diatur dalam konstitusi UUD 1945
pasal 18 yaitu :
Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan
pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang, dengan memandang dan
mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak
asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa.
Setiap urusan yang telah diserahkan kepada suatu daerah, menghendaki adanya
pengurangan campur tangan pemerintah pusat, baik pada proses pengambilan
keputusan, maupun pada tahap pelaksanaannya. Pernyataan ini cukup beralasan,
karena sesuai dengan obsesi dari dua prinsip dasar sistem otonomi daerah, yakni demi
tercapainya efektifitas pemerintahan dan demi terlaksananya demokrasi dari bawah
(grass root democracy). Dengan kata lain mengandung makna pula bahwa semakin
banyak urusan yang diserahkan pada suatu daerah, maka akan semakin mendorong
tercapainya efektifitas pemerintahan dan terlaksananya demokratisasi di bawah.
Untuk dapat melaksanakan tujuan tersebut, kepada daerah perlu diakui haknya dan
diberikan kewenangan serta tanggungjawab untuk melaksanakan berbagai urusan
pemerintahan dan pembangunan menjadi urusan rumah tangganya atas inisiatif dan
prakarsa sendiri. Tindakan atau keputusan tersebut sangat dibutuhkan karena
berdasarkan Douglas Mc. Gregor ( dalam Koswara, 2000: 73 ) mengatakan bahwa :
2-14
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
dikenal dengan istilah 3P. Tanpa itu, penyerahan urusan dalam rangka pemberian
otonomi kepada daerah hanya merupakan beban yang tidak akan mampu
dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
Dalam Undang-Undang ini tentang ketentuan minimal kabupaten dan kota maka
dalam Pasal 5 UU Nomor 32 tahun 2004 ayat (5) dijelaskan bahwa syarat fisik
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi paling sedikit 5 (lima) kabupaten atau
kota untuk pembentukan provinsi dan paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk
kabupaten, dan 4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibu kota,
sarana, dan prasarana pemerintahan.
2-15
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
hak dan kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan, dengan tidak mengabaikan kewajiban
sebagai bagian dari wilayah negara kesatuan, terutama untuk menjaga persatuan dan
kesatuan wilayah.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa definisi otonomi daerah dalam konteks
Indonesia, mencakup empat pengertian pokok, yaitu:
1. Daerah memiliki hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri;
19. Daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri;
20. Daerah mempunyai kewajiban untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri;
21. Daerah bertanggungjawab untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri.
Hakekat lain dari konsep otonomi daerah, adalah mensyaratkan adanya pengakuan
terhadap pluralisme atau keanekaragaman masyarakat dan daerah, dengan
memberikan kesempatan kepada masyarakat di daerah untuk mengatur diri sendiri
melalui local self government, dan melaksanakan model pembangunan yang sesuai
dengan kekhasan masing-masing daerah.
2-16
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
yang dilaksanakan oleh rakyat. Rakyat tidak saja menentukan nasibnya sendiri,
melainkan juga dan terutama memperbaiki nasibnya sendiri.
Sebagai akibat dari pelaksanaan otonomi daerah dan penerapan azas desentralisasi
tersebut, maka muncullah apa yang dikenal dengan sebutan daerah otonom yang oleh
Kaho (1997:14), diartikan sebagai: “daerah yang berhak dan berkewajiban untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri”.
Pertama, ditinjau dari segi politik, sebagai permainan kekuasaan, pemberian otonomi
kepada daerah dipandang perlu untuk mencegah bertumpuknya kekuasaan di satu
tangan yang akhirnya dapat menimbulkan pemerintahan tirani. Kedua, dari segi
demokrasi, pemberian otonomi kepada daerah dipandang perlu, dengan maksud
mengikutsertakan rakyat dalam kegiatan pemerintahan dan sekaligus mendidik rakyat
untuk menggunakan hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Ketiga, dari segi teknis organisatoris pemerintahan, pemberian otonomi daerah
dipandang sebagai cara untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien. Apa yang
dianggap lebih baik jika diurus oleh pemerintah setempat diserahkan kepada daerah.
Hal-hal yang lebih tepat berada di tangan pusat tetap diurus oleh pemerintah
pusat.Keempat, dari segi manajemen, sebagai salah satu unsur administrasi, suatu
pelimpahan wewenang dan kewajiban memberikan pertanggungjawaban bagi
penunaian suatu tugas merupakan hal yang wajar.Dalam beberapa hal, pemberian
otonomi daerah dipandang dapat mendorong pengambilan keputusan yang lebih cepat
2-17
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
dan luwes.Ia dapat memberikan dukungan yang lebih konstruktif dalam proses
pengambilan keputusan.
Dari berbagai penjelasan tersebut, Departemen Dalam Negeri bekerja sama Fisipol
Universitas Gajah Mada (1977 : 19) kemudian membuat ciri-ciri daerah otonom
sebagai berkut:
Dalam kaitan dengan rencana pembentukan suatu daerah otonom, apapun yang
menjadi dasar legalitas pembentukannya, tampaknya otonomi daerah yang
menyertainya haruslah “otonomi yang membuat daerah dan masyarakatnya lebih
berdaya (mampu) sehingga ketergantungan kepada pemerintah pusat menjadi
berkurang dan karenanya beban pusat berangsur-angsur menurun”
(Suryawikarta,1995). Pelaksanaan otonomi daerah yang ditopang oleh political will
akan memberikan implikasi strategis dalam menajemen pembangunan dan pelayanan
umum kepada masyarakat.
2-18
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
pembangunan dapat diatasi dengan lebih cepat, karena pengambilan keputusan lebih
bersandar pada inisiatif pimpinan daerah sesuai dengan akala prioritas.
Apabila pemerintah pusat yang mewakili lembaga negara bangsa tidak mau secara
sukarela dan berkesinambungan melakukan desentralisasi, ada kemungkinan
masyarakat akan mencari alternatif jalan keluar yang lain. Seperti dikatakan oleh
Dorodjatun Kuntjoro Jakti dalam kata pengantar buku tulisan Paul Kennedy (1995)
bahwa :
2-19
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
Berkenaan dengan hal ini Maddlick (1971:39) mengemukakan 5 (lima) hal yang dapat
diurus atau dipelihara oleh pemerintah daerah yaitu:
Dari sudut pandang yang lain, relokasi kekuasan maupun kewenangan dari lembaga
nasional kepada lembaga-lembaga subnasional berarti menunjukan adanya
desentralisasi. Agar desentralisasi dapat berjalan dengan baik dan memberi manfaat
bagi kehidupan masyarakat luas, maka lembaga subnasional tersebut harus mampu
melaksanakan kekuasaan dan wewenang yang diberikan serta di
pertanggungjawabkan hasil-hasilnya. Dalam konteks Negara Kesatuan Republik
Indonesia, lembaga-lembaga subnasional tersebut tidak lain adalah Pemerintah
Propinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai pelaksana dari kekuasaan dan
kesatuan masyarakat hukum yang disebut daerah otonom.
Disisi lain, dengan terbentuknya daerah otonom yang memilki otonomi daerah (yaitu
dicerminkan oleh adanya pemerintah daerah, yang terdiri atas kepala daerah dan
DPRD) dapat diupayakan bahwa fungsi pemerintah daerah adalah sebagai “front-line
2-20
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
Tujuan ekonomis, dalam arti pembentukan daerah otonom dapat membuat proses
bernegara menjadi lebih efektif dan efisien. Tujuan ini sangat cocok untuk negara
Indonesia yang wilayahnya terdiri dari ribuan pulau dan kepulauan serta
masyarakatnya terdiri dari banyak etnis. Melalui desentralisasi yang dilanjutkan dengan
pembentukan daerah otonom, berarti masyarakat setempat diberi kekuasaan dan
wewenang untuk menyelesaikan masalah setempat dengan cara setempat oleh orang
setempat. Hal semacam ini akan membuat kemungkinan terjadi keadaan yang lebih
baik secara cepat, tepat dan hemat.
2-21
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
Tujuan pembentukan daerah otonom yang ke empat mencakup aspek sosial budaya.
Maksud dari pernyataan ini yaitu bahwa dengan terbentuknya daerah otonom yang
merupakan suatu kesatuan masyarakat hukum, maka keanekaragaman kehidupan
sosial dan kebudayaan dari masyarakat setempat akan tetap terpelihara dan
berkembang sejalan dengan kemajuan jaman.
J. Piry (dalam The Liang Gie, 1969 : 133-144) mengemukakan 3 (tiga) kriteria yang
perlu diperhatikan di dalam pengembangan wilayah Indonesia, yaitu: pertama, fakta-
fakta objektif, yang mencakup:
1) Daerah, terdiri dari luas, keadaan geografis, wilayah administratif di masa lampau,
status daerah (swapradja atau bukan), perhubungan dalam daerah dan antar daerah,
dan banyaknya Kabupaten/Kota dalam suatu provinsi;
Dipertegas kembali oleh Sadu Wasistiono (STPDN, 1994 dan 1995) membuat variabel
dan indikator pembentukan Kabupaten/Kota sebagai berikut:
2-22
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
Ketiga, variabel luas wilayah, yang diperluas menjadi variabel kewilayahan yang
meliputi indikator: 1) Luas wilayah dalam satuan km 2 atau hektar; 2) Bentuk geografi
dan topografi wilayah (dataran-pegunungan, daratan kepulauan dsb); 3) Sarana dan
prasarana komunikasi dan perhubungan yang memungkinkan daerah tersebut secara
nyata menjadi suatu kesatuan daerah teritorial yang utuh. Indikator ini dapat diukur
antara lain dari tingkat kepadatan telepon dibandingkan jumlah penduduk, nisbah
pemilikan kendaraan pribadi dan angkutan umum dibandingkan dengan jumlah
penduduk; 4) Rentang kendali antara satuan pemerintah dengan satuan pemerintah
yang lainnya yang lebih rendah tingkatannya.
2-23
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
Kelima, variabel lainnya yang dapat meliputi dua variabel yaitu: 1. Sub variabel situasi,
kondisi dan potensi yang memungkinkan daerah melaksanakan pembangunan, yang
meliputi indikator: a) aparatur daerah dilihat dari jumlah dan kuantitasnya; b)
peralatan pemerintah dilihat dari jumlah dan kualitasnya; c) organisasi sosial dan
organisasi politik dilihat dari jumlah dan jenisnya; d) organisasi profesi dilihat dari
jumlah dan jenisnya; 2. Sub variabel situasi, kondisi dan potensi yang memungkinkan
daerah melaksanakan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa, yang
meliputi indikator-indikator a) tingkat kesadaran politik masyarakat yang antara lain
dilihat dari tingkat partisipasi pada saat pemilu serta persentase penduduk yang telah
mengikuti penataran P4; b) potensi dan intensitas konflik-konflik politik yang sekiranya
dapat menimbulkan ketidakstabilan politik.
2-24
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
2-25
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
1. Syarat teknis meliputi faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya,
sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, kemampuan
keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendalipenyelenggaraan
pemerintahan daerah;
5. Suatu calon daerah otonom direkomendasikan menjadi daerah otonom baru
apabila calondaerah otonom dan daerah induknya mempunyai total nilai seluruh
indikator dan perolehannilai indikator faktor kependudukan, faktor kemampuan
ekonomi, faktor potensi daerah danfaktor kemampuan keuangan dengan kategori
sangat mampu atau mampu.
2-26
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
Lokasi calon ibu kota dalam pembentukan daerah sesuai pasal 12 antara lain:
1. Lokasi calon ibukota ditetapkan dengan keputusan gubernur dan keputusan DPRD
provinsi untuk ibukota provinsi, dengan keputusan bupati dan keputusan DPRD
kabupaten untuk ibukota kabupaten;
2. Penetapan dilakukan hanya untuk satu lokasi ibukota;
3. Penetapan lokasi ibukota dilakukan setelah adanyakajian daerah terhadap aspek
tata ruang, ketersediaan fasilitas, aksesibilitas, kondisi dan letakgeografis,
kependudukan, sosial ekonomi, sosial politik, dan sosial budaya;
4. Pembentukan kota yang cakupan wilayahnya merupakan ibukota kabupaten, maka
ibukota kabupaten tersebut harus dipindahkan ke lokasi lain secara bertahap paling
lama 5 (lima) tahun sejak dibentuknya kota.
Pemerintah Daerah adalah unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang terdiri dari
Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah. Pemerintah daerah dapat
berupa Pemerintah Daerah Provinsi (Pemprov), yang terdiri atas gubernur dan
perangkat daerah, yang meliputi sekretariat daerah, dinas daerah, dan lembaga teknis
daerah. Selain itu pemerintah daerah dapat berupa pemerintah daerah kabupaten
yang terdiri atas bupatidan perangkat daerah, yang meliputi sekretariat daerah, dinas
daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan.
2-27
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
2-28
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
lebih menjamin efisiensi dan keadilan serta belum memperhatikan implikasi kebijakan
yang akan ditimbulkan.
2-29
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
Berdasarkan uraian diatas dalam hal ini pemerintah daerah memperoleh keuntungan
besar dengan pelaksanaan otonomi daerah karena ada perhatian pemerintah pusat
untuk menetapkan ruang lingkup kekuasaanya menjadi kewenangan daerah.Dengan
ketetapan ini daerah diperbolehkan untuk menetapkan keputusan-keputusan sendiri
serta berusaha memperkuat kemampuannya agar dapat menjalankan kewenangannya
agar lebih efektif.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai negara kesatuan menganut asas
desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan kesempatan
dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah.Dengan
memperhatikan pengalaman penyelenggaraan pemerintah daerah di masa lampau
yang menganut prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab dengan
penekanan pada otonomi yang lebih merupakan kewajiban daripada hak, maka
pemberian kewenangan otonomi kepada daerah didasarkan kepada asas desentralisasi
dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
Menurut (UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah :167) ”, prinsip-
prinsip pemberian otonomi daerah adalah prinsip otonomi seluas-luasnya, prinsip
otonomi nyata dan prinsip otonomi yang bertanggungjawab”.
Prinsip otonomi seluas - luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus
dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan pemerintah
yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan
pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang
nyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai
dengan potensi dan kekhasan daerah.
2-30
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
Dari penjelasan di atas dalam hal ini pemerintah daerah mempunyai tugas dan
kewajiban dalam mencapai tujuan otonomi daerah, yang berupa peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat serta memelihara hubungan yang serasi
antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
2-31
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah sehingga
persatuan dan kesatuan bangsa tetap terjaga.
2-32
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
otonom baru (kabupaten, kota maupun provinsi) adalah apakah pembentukan daerah
otonom baru akan mampu meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat,
mempermudah akses masyarakat terhadap pelayanan, mempercepat gerak roda
perekonomian daerah, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta membuat
kehidupan masyarakat menjadi lebih baik?.Oleh karena itu sejalan dengan
pembentukan daerah otonom yang baru diperlukan pengkajian atau analisis atas
berbagai aspek yang diduga memiliki kontribusi terhadap jawaban pertanyaan-
pertanyaan tersebut.
Sejalan dengan itu dalam rangka pembentukan daerah otonom baru perlu dilakukan
pula upaya pemberdayaan (empowering) pemerintah dan masyarakat daerah.Hal ini
agar pelaksanaan azas desentralisasi sejalan dengan pembentukan daerah otonom
baru dapat berjalan dengan sebaik-baiknya.Sejalan dengan kedudukan pemerintah
daerah selaku daerah otonom maka pemberdayaan pemerintah daerah tidak hanya
menyangkut organisasi beserta aparat yang mendukung ( capicity building)
masyarakatnya, serta kemampuan keuangannya, karena tanpa sumber keuangan yang
memadai maka daerah tidak mungkin dapat melaksanakan fungsinya dalam
pemberian pelayanan kepada masyarakat.
Beberapa landasan hukum yang menjadi pertimbangan dalam Studi Kajian Pemekaran
Wilayah Provinsi Kotawaringin adalah:
a) Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
b) Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
c) Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
2. Peraturan Pemerintah, antara lain :
2-33
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
Pengembangan wilayah sebagai upaya melakukan perubahan yang lebih baik dari
sebelumnya yang ditandai oleh membaiknya faktor-faktor produksi. Berikut merupakan
faktor faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu pengembangan wilayah yaitu:
2-34
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
Perbedaan pendapatan
Bantuan makin tajam
Proses siklis
Pendapatan naik
Tidak ada
proses siklis Konsumsi naik
Skema berikut menunjukkan proses siklis yang terjadi karena pengaruh daerah maju
(A) kepada daerah yang kurang maju atau terbelakang (B). daerah A yang sudah maju
memberikan bantuan kepada daerah B yang belum maju sehingga pendapatan
2-35
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
Kegiatan impor ini menyebabkan adanya arus uang kembali ke daerah A dan terjadilah
siklus balik. Bagi daerah B tidak terjadi proses siklis tersebut, karena produksi daerah
belum ada atau sangat rendah. Jika tidak ada perubahan kebijakan pembangunan
daerah B, maka daerah B selamanya akan tergantung kepada daerah lain karena
sifatnya yang konsumtif.
Keadaan sosial ekonomi yang berbeda dari setiap daerah akan membawa implikasi
bahwa cakupan campur tangan pemerintah untuk tiap daerah berbeda pula.
Perbedaan tingkat pembangunan antar daerah, mengakibatkan perbedaan tingkat
kesejahteraan antar daerah, karena kegiatan ekonomi akan menumpuk di tempat-
tempat dan daerah tertentu, sedangkan tempat-tempat atau daerah lainnya akan
semakin tertinggal (Lincolin, 2002:129).
Disamping adanya pengaruh kurang menguntungkan bagi daerah lain, pengaruh yang
menguntungkan didapatkan daerah-daerah di sekitar di mana ekspansi ekonomi
terjadi, misalnya terjualnya hasil produksi daerah, adanya kesempatan kerja baru, dan
sebagainya. Pengaruh yang menguntungkan karena terjadinya ekspansi ekonomi ini
disebut spread effect (Lincolin, 2002:129).
2-36
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
Di pihak lain, daerah-daerah maju pada mulanya akan menikmati banyak keuntungan
dari ekspansi ekonominya, namun pada akhirnya akan mengalami kesulitan juga
(Lincolin 2002:130)antara lain:
2-37
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
2-38
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
Dalam konteks ini, kebijakan desentralisasi bertujuan agar semua potensi yang dimiliki
oleh daerah dapat bergerak dan dimanfaatkan menjadi suatu sinergi yang dinamis
dalam memberdayakan ekonomi masyarakat di daerah, sehingga tujuan peningkatan
kesejahteraan absolut dan kesejahteraan relatif dapat segera diwujudkan. Selain itu,
pemerintah daerah melalui berbagai instrumennya harus mampu menggiring semua
sumber daya yang ada menujupola produksi, alokasi dan distribusi yang lebih baik,
sehingga pada gilirannya daerah lebih mandiri dalam kesejahteraan masyarakat yang
lebih tinggi.
Ada beberapa indikator untuk melihat berhasil atau tidaknya kebijakan desentralisasi
tersebut, sekaligus sebagai indikator tercapai atau tidaknya suatu tujuan
pembangunan. Diantara indikator-indikator tersebut, indikator pada bidang ekonomi,
sosial, sarana dan prasarana dasar, serta keuangan daerah, merupakan indikator yang
sangat penting dan relevan untuk dijadikan ukuran keberhasilan pembangunan dalam
jangka pendek, dan terutama dalam kaitannya dengan implementasi kebijakan
desentralisasi yang direspon oleh daerah dengan tuntutan pemekaran wilayah.
2-39
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
dilihat dari indikator kinerja sektor pendidikan adalah adanya kesempatan bagi
masyarakat usia didik untuk mendapatkan pendidikan yang layak secara kualitas
dankuantitas. Dari sisi kualitas, indikator ini secara operasional dapat dilihat dari
rasio guru terhadap murid. Rasio ini secara teoritis berkorelasi positif dengan daya
serap murid terhadap materi ajaran yang diberikan. Artinya, makin tinggi rasio
guru terhadap murid, maka makin baik daya serap murid terhadap materi yang
diajarkan, sehingga makin tinggi kualitas pendidikan yang didapatkan. Indikator
kesehatan yang paling utama adalah pemerataan kesehatan bagi masyarakat.
Indikator ini dapat dilihat dari rasio tenaga kesehatan terhadap seluruh penduduk.
Makin tinggi rasio tenaga kesehatan terhadap penduduk maka makin besar
peluang masyarakat secara umum untuk mendapatkan layanan kesehatan yang
makin baik.
3. Dalam bidang sarana dan prasarana dasar, keberhasilan pembangunan dapat
diukur dan dinilai dari ketersediaan dan kecukupan sarana dan prasarana yang
mempunyai peranan penting terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Beberapa indikator yang secara empirik dan teoritik mempunyai peran penting ini
antara lain adalah sarana dan prasarana perhubungan serta sarana dan prasarana
penerangan. Keberhasilan pada sektor perhubungan antara lain dapat dilihat
daripanjang jalan yang dimiliki oleh daerah. Hal ini didasari pemikiran, makin
panjang jalan yang dimiliki, maka makin tinggi akses masyarakat kepada berbagai
aktifitas kehidupan termasuk aktifitas perekonomian, sehingga mobilisasi
penduduk antar wilayah atau antarkota dan desa juga makin tinggi. Masih dalam
kaitannya dengan indikator untuk mengukur kinerja pembangunan pada bidang
sarana dan prasarana dasar, sektor listrik merupakan sektor yang penting dan
memberikan daya dongkrak yang besar terhadap aktifitas ekonomi masyarakat
dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Atas dasar hal tersebut, rasio jumlah
pelanggan listrik terhadap keseluruhan rumah tangga dijadikan salah satu
indikator keberhasilan pembangunan.
4. Keuangan daerah merupakan salah satu indikator kinerja pembangunan yang
sangat penting dalam kaitannya dengan kebijakan pemekaran wilayah. Secara
langsung pemekaran wilayah berimplikasi kepada pembagian sumber sumber
keuangan. Dampak langsung dan sangat terasa oleh pemerintah daerah terutama
adalah pada sisi penerimaan, khususnya Pendapatan Asli Daerah (PAD), karena
PAD merupakan sumber pendapatan yang objek penerimaannya berada di daerah
2-40
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
Pemekaran berasal dari kata-kata ‘mekar’ yang artinya yaitu berkembang menjadi
terbuka. Pemekaran yaitu proses menjadi bertambah besar (luas, banyak, lebar).
Pemekaran daerah yaitu suatu proses membagi satu daerah administratif (daerah
otonom) yang sudah ada menjadi dua atau lebih daerah otonom baru (Djoko
Harmantyo, 2007).
1. Dimensi Administratif
2-41
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
2. Dimensi Ekonomi
Dimensi lain mendasarkan pada prinsip teknis, yaitu suatu daerah atau wilayah
bagi suatu fungsi pemerintahan ditentukan oleh lingkungan kerja (alam) ataupun
ekonomi seperti air, iklim, kondisi pantai, topografi dan lokasi sumber daya alam
serta distribusi industri. Sumber-sumber alam yang ada di daerah mungkin
memiliki persamaan secara administratif serta menyediakan suatu pola daerah
berdasarkan ciri-ciri fisiknya. Walaupun daerah-daerah memiliki perbedaan secara
geografis dan administratif akan tetapi administrasi daerah dibuat selalu
berdasarkan pada letak geografisnya yaitu karakteristik-karakteristik serta hal-hal
lain yang berada di daerah itu sendiri.
Bagi para geografer hal-hal lain yang dimaksudkan diatas termasuk di dalamnya
sosial dan ekonomi, lahan batu bara atau daerah-daerah pertanian. Melalui pola-
pola pemukiman serta ciri-ciri komunikasi yang digunakan, ciri-ciri alam
berpengaruh terhadap sosial ekonomi dan juga dapat berpengaruh pada
pandangan masyarakat di wilayah itu (Smith, 1985). Dengan kata lain, dimensi
teknis pembentukan daerah otonom juga terkait dengan aspek-aspek ekonomi.
Menurut teori ini, daerah otonom tidaklah mungkin terbentuk jika daerah tidak
dapat memenuhi pelayanan minimal yang dibutuhkan oleh masyarakatnya. Ini
berarti pembentukan daerah otonom memerlukan persiapan yang sangat panjang
dan matang. Daerah otonom dinilai dari serangkaian parameter yang bersifat
2-42
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
Pertimbangan aspek ekonomi ini menjadi benar jika digunakan bagi daerah-daerah
yang memang berada dalam jalur atau arah perkembangan ekonomi, misalnya di
daerah industrialisasi dan perkotaan. Akan tetapi akan sangat bias jika digunakan
bagi daerah dengan karakteristik tradisional/pedalaman. Sudah dapat dipastikan
jika menggunakan pendekatan ekonomi ini, maka pembentukan daerah otonom
tidaklah dimungkinkan di daerah-daerah pedalaman, karena semua standar yang
ditetapkan sudah pasti tidak tercapai.
3. Dimensi Politik
Kebutuhan akan pembentukan daerah otonom sejak awal sebenarnya tidak bisa
hanya didasarkan pada pertimbangan teknis semata, tetapi lebih merupakan hasil
dari tarik menarik atau konflik politik antara daerah dengan pusat (Dahl, 1989).
Teori politik dalam pembentukan suatu daerah otonom, jika dicermati sebetulnya
mengacu pada teori masyarakat dan wilayah. Menurut teori ini kehadiran
2-43
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
Budaya dan etnik selalu membentuk bagian sosial dari suatu daerah yang khusus
berdasarkan sejarah yang dibentuk dari elemen-elemen yang saling berbeda dari
suatu kelompok etnik ke kelompok etnik yang lain (Urwin, 1982). aspek sosial
budaya mengasumsikan, jika suatu masyarakat terikat dengan suatu sistem
budaya tersendiri yang memberi perbedaan identitas budaya dengan masyarakat
lain, maka secara politis ikatan kesatuan masyarakat tersebut akan lebih kuat.
Aspek ini secara langsung terkait dengan persoalan etnisitas dan keagamaan.
Faktor ini sebetulnya terkait pula dengan faktor geografi, karena faktor etnisitas
tidak mungkin muncul dengan sendirinya. Pembentukan sebuah identitas etnis
merupakan proses yang sangat panjang terkait dengan faktor-faktor geografis dan
demografis secara langsung. Disamping itu seringkali suatu etnis atau masyarakat
tertentu lebih merupakan komunitas moral dan politik dari sekedar kelompok
masyarakat keturunan atapun bahasa. Faktor-faktor yang menekan secara politis
ataupun ekonomipun bisa kian mendorong dominasi etnik dari suatu komunitas
tertentu. Berdasarkan sejarah, agama, bahasa dan budaya tradisional suatu
komunitas membedakan atau membuat perbedaan antara bagian suatu
masyarakat yang satu terhadap masyarakat yang lainnya. Tak jarang, polarisasi
etnisitas mengarah sebagai upaya-upaya perebutan sumber daya suatu etnis
masyarakat tertentu dari komunitas besarnya.
2-44
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
1985). Perasaan latar belakang dan otoritas daerah akan mempererat kesatuan
diantara penduduk daerah.
Dalam konteks pemekaran yang lebih dikenal dengan pembentukan daerah otonom
baru, bahwa daerah otonom tersebut diharapkan mampu memanfaatkan peluang yang
lebih besar dalam mengurus dirinya sendiri, terutama berkaitan dengan pengelolaan
sumber sumber pendapatan asli daerah, sumber daya alam, dan pengelolaan bantuan
pemerintah pusat kepada daerah otonom dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
dan pelayanan kepada masyarakat setempat yang lebih baik (J. Kaloh, 2007:194).
Terdapat beberapa urgensi dari pembentukan dan pemekaran wilayah, yaitu (J Kaloh,
2007:195) mengemukakan:
2-45
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
Berkaitan dengan penentuan kriteria, maka terdapat beberapa prinsip dasar yang
harus diperhatikan, yaitu (Arief Roesman Effendy, 2008).
Oleh karena itu, dilatarbelakangi oleh proses teknis/administratif yang kurang jelas,
kurang lengkap, dan terlalu mengandalkan pada pendekatan teknis yang kompleks
(terlalu banyak indikator yang kurang menyentuh), dan kuantitatif namun dengan
rumusan simplistis dan mekanistis, maka persyaratan pembentukan daerah hanya
akan mencakup (Arief Roesman Effendy, 2008):
2-46
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
1. Persyaratan Teknis;
Persyaratan teknis meliputi faktor spesifik dari kategori faktor: a) kemampuan
administratif; b) aksesibilitas kepada pelayanan publik; c) kemampuan ekonomi
dan potensi penerimaan asli; d) sosial budaya, sosial politik; e) luas daerah dan
kondisi geografis dan; f) pertahanan/keamanan, serta faktor lain yang
memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.
2. Persyaratan administratif;
Persyaratan administratif meliputi:a) adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota; b)
bupati/walikota yang bersangkutan; c) persetujuan DPRD provinsi dan gubernur
serta; d) rekomendasi Menteri Dalam Negeri.
3. Persyaratan fisik;
2-47
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
BAB 2...................................................................................................................13
Kajian Teoritis.........................................................................................................1
2-48
LAPORAN AKHIR
Studi Kajian Pemekaran Wilayah Provinsi Kotawaringin
2-49