Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEBIDANAN KELUARGA

PADA NY. “M” USIA 38 TH DENGAN TBC

DISUSUN OLEH :
LILIK ZAINIYAH
LINA SETYAWATI
LAELY NORMA
SALWA FITRIANI
ILMIYAH
NURUL HIDAYATI
NOER SIYAH
RINI FEBRIYANI
NABILA HAEDAR
HOLIFAH
DEWI FEBRIANA SUSANTI

AKADEMI KEBIDANAN AIFA HUSADA MADURA


2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin,
atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta
kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC.
Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia. Survei
prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa
prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65%. Sedangkan menurut laporan
Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi
TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46%
diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.
Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TBC dimana sekitar 1/3 penderita
terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah sakit atau klinik pemerintah
dan swasta, praktek swasta dan sisanya belum terjangku unit pelayanan kesehatan. Sedangkan
kematian karena TB diperkirakan 175.000 per tahun. Penyakit TB merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang besar karena TB merupakan penyebab kematian nomor dua
terbesar di Indonesia. Pengobatan TBC harus dilakukan secara terus-menerus tanpa terputus
walaupun pasien telah merasa lebih baik atau sehat. Pengobatan yang terhenti ditengah jalan
dapat menyebabkan bakteri menjadi resistendan TBC akan sulit untuk disembuhkan dan
membutuhkan waktu yang lebih lama maka butuh keterlibatan anggota keluarga untuk
mengawasi dan jika perlu menyiapkan obat. Dukungan keluarga penderita sangat dibutuhkan
untuk menuntaskan pengobatan agar benar-benar tercapai kesembuhan.
Banyaknya kasus TB paru dan masih rendahnya angka penyembuhan, kasus kambuh
dan kegagalan pengobatan dan resistensi kuman karena kurang disiplinnya pasien dalam
minum obat maka penulis berkeinginan untuk melakukan asuhan keperawatan keluarga
dengan TBC.

1.2      RUMUSAN MASALAH


Rumusan masalah dari makalah ini adalah “Bagaimanakah Asuhan Keperawatan
keluarga dengan penyakit TBC?”

1.3      TUJUAN

1.3.1.  Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan TBC
1.3.2   Tujuan Khusus
1) Mengetahui konsep tahap perkembangan
2) Mengetahui tinjauan medis katarak meliputi pengertian, etiologi, manifestasi klinis,
komplikasi, penatalaksanaan, dan prognosis
3) Mengetahui ciri-ciri klien TBC dengan melakukan pengkajian keperawatan
4) Mengetahui intervensi keperawatan pada klien dengan TBC
5) Mengetahui tindak lanjut intervensi dalam evaluasi keperawatan pada klien TBC
6) Mengetahui konsep proses keperawatan keluarga
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR KELUARGA

2.1. Pengertian Keluarga


Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan
keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang
merupakan bagian dari keluarga. (Friedman 1998).
Keluarga adalah suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara
orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang
perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi,
dan tinggal dalam sebuah rumah tangga. (Sayekti 1994).
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan
beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu atap dalam keadaan saling
ketergantungan. (Effendy, 1998).

2.2. Bentuk atau Type Keluarga


a. Keluarga inti (nuclear family)
Keluarga yang hanya terdiri ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunannya,
adopsi atau keduanya.
b. Keluarga besar (extended family)
Keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan
darah (kakek-nenek, paman bibi).
c. Keluarga bentukan kembali (dyadic family)
Keluarga baru yang bentuk terbentuk dari pasangan yng bercerai atau kehilangan
pasangannya.
d. Orang tua tunggal (single parent family)
Keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anak akibat perceraian
atau ditinggal pasangannya.
e. Ibu dengan anak tanpa perkawinan (the unmarried teenage mother)
Orang dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah
(the single adult living alone). Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya
(the non marital heterosexsual cobabiting family)
f. Keluarga yang di bentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (gay and lesbian
family).
g. Keluarga Indonesia menganut keluarga besar (extended family), karena masyarakat
Indonesia terdiri dari berbagai suku hidup dalam satu kominiti dengan adat istiadat
yang sangat kuat.(Depkes RI. 2002)

2.3.Konsep Tahap Perkembangan


Siklus kehidupan setiap keluarga mempunyai tahapan-tahapan. Seperti individu-
individu yang mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan yang berturut-turut,
keluarga juga mengalami tahap perkembangan yang berturut-turut. Adapun tahap-tahap
perkembangan menurut Duvall dan Miller dalam Friedman (1998) adalah :
 Tahap I : keluarga pemula
Perkawinan dari sepasang insan menandai bermulanya sebuah keluarga baru dan perpindahan
dari keluarga asal atau status lajang ke hubungan baru yang intim.
 Tahap II : keluarga sedang mengasuh anak
Dimulai dengan kelahiran anak pertama hingga bayi berusia 30 bulan.
 Tahap III : keluarga dengan anak usia pra sekolah
Dimulai ketika anak pertama berusia dua setengah tahun, dan berakhir ketika anak berusia
lima tahun.
 Tahap IV : keluarga dengan anak usia sekolah
Dimulai ketika anak pertama telah berusia enam tahun dan mulai masuk  sekolah dasar dan
berakhir pada usia 13 tahun, awal dari masa remaja.
 Tahap V : keluarga dengan anak remaja
Dimulai ketika anak pertama melewati umur 13 tahun, berlangsung selama enam hingga tujuh
tahun. Tahap ini dapat lebih singkat jika anak meninggalkan keluarga lebih awal atau lebih
lama jika anak masih tinggal di rumah hingga berumur 19 atau 20 tahun.
 Tahap VI : keluarga yang melepas anak usia dewasa muda
Ditandai oleh anak pertama meninggalkan rumah orang tua dan berakhir dengan “rumah
kosong,” ketika anak terakhir meninggalkan rumah.
 Tahap VII : orangtua usia pertengahan
Dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir pada saat pensiun atau
kematian salah satu pasangan.
 Tahap VIII : keluarga dalam masa pensiun dan lansia
Dimulai dengan salah satu atau kedua pasangan memasuki masa pensiun, hingga salah satu
pasangan meninggal dan berakhir dengan pasangan lainnya meninggal.

B. KONSEP DASAR TUBERKULOSIS

A. Definisi
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menahun menular yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh
manusia melalui udara (pernapasan) ke dalam paru-paru, kemudian menyebar dari paru-paru
ke organ tubuh yang lain melalui peredaran darah, yaitu : kelenjar limfe, saluran pernafasan
atau penyebaran langsung ke organ tubuh lain (Depkes RI, 2002).
Tuberkulos adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya termasuk meningen, ginjal, tulang
dan nodus limfe (Smeltzer 2001). Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah
pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau
ketidakefektifan respon imun.
B. Etiologi
Penyebab Tuberculosis adalah Mycobacterium Tuberkulosis. dengan ukuran panjang
1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Kuman Mycobacterium Tuberkulosis adalah kuman berbentuk
batang aerobik tahan asam  yang tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap panas dan
sinar ultraviolet (Smelzer, 2001: 5584).
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat
kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman
dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-
tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat
dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberculosis aktif lagi (Bahar,
1999: 715).
Sifat lain kuman ini adalah kuman aerob, sifat ini menunjukkan bahwa kuman  lebih
menyenani jaringan yang lebih tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen
pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lain, sehingga bagian apikal ini
merupakan tempat prediksi penyakit tuberculosis. Kuman TBC menyebar melalui udara
(batuk, tertawa dan bersin) dan melepaskan droplet. Sinar matahari langsung dapat
mematikan kuman, akan tetapi kuman dapat hidup beberapa jam dalam suhu kamar (Dep Kes
RI 2002).
C. Anatomi Fisiologi
Paru-paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang
merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Paru-paru ada
dua, merupakan alat pernafasan utama, paru-paru mengisi rongga dada, terletak di sebelah
kanan dan kiri dan di tengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan
struktur lainnya yang terletak di dalam mediastinum.
Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian.
Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktur toraks kecuali paru-paru terletak
diantara kedua lapisan pleura.
Bagian terluar paru-paru dilindungi oleh membran halus dan licin yang disebut pleura
yang juga meluas untuk membungkus dinding interior toraks dan permukaan superior
diafragma, sedangkan pleura viseralis melapisi paru-paru. Antara kedua pleura ini terdapat
ruang yang disebut spasium pleura yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan
permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi.
Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus atas dan bawah.
Sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah dan bawah. Setiap lobus lebih jauh dibagi
lagi menjadi segmen yang dipisahkan oleh fisurel yang merupakan perluasan pleura.
Dalam setiap lobus paru terdapat beberapa divisi-divisi bronkus.Pertama adalah
bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi
bronkus segmental (sepuluh pada paru kanan dan delapan pada paru kiri). Bronkus segmental
kemudian dibagi lagi menjadi bronkus sub segmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat
yang memiliki arteri, limfotik dan syaraf.
Bronkus subsegmental membantu percabangan menjadi bronkiolus. Bronkiolus
membantu kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak
terputus untuk laposan bagian dalam jalan nafas. Bronkus dan bronkiolus juga dilapisi sel-sel
yang permukaannya dilapisi oleh silia dan berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda
asing menjauhi paru-paru menuju laring.

Bronkiolus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis yang


tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi saluran
transisional antara kalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Bronkiolus respiratori
kemudian mengarah ke dalam duktus alveolus dan jakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran
oksigen dan karbondioksida terjadi di dalam alveoli.

Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar, yaitu
tipe I adalah sel membentuk dinding alveolar. Sel-sel alveolar tipe II adalah sel-sel yang aktif
secara metabolik, mensekresi sufraktan, suatu fostolipid yang melapisi permukaan dalam dan
mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-
sel fagosit besar yang memakan benda asing, seperti lendir dan bakteri, bekerja sebagai
mekanisme pertahanan yang penting (Brunner & Suddarth, 2001: 512).

D. Patofisiologi
Tempat masuk kuman Mycobacterium Tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis (TBC) terjadi melalui
udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang
berasal dari orang yang terinfeksi.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas dengan
melakukan reaksi inflamasi Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas, basil tuberkel yang
mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu
sampai tiga basil, gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang
besar bronkhus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus, basil
tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat
tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut. Setelah hari-hari
pertama leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan
timbul gejala pneumonia akut.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang
tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang-biak
di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar getah bening
regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini
membutuhkan waktu 10 – 20 hari .
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju,
isi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Bagian ini disebut dengan lesi primer. Daerah yang
mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid
dan fibroblast, menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa
membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi
tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dan lesi primer dinamakankompleks Ghon. Respon lain yang dapat terjadi pada
daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkhus dan menimbulkan
kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalam
percabangan trakheobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain di paru-paru, atau
basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah, atau usus. Lesi primer menjadi rongga-
rongga serta jaringan nekrotik yang sesudah mencair keluar bersama batuk. Bila lesi ini sampai
menembus pleura maka akan terjadi efusi pleura tuberkulosa.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkhus dapat menyempit dan tertutup
oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat
mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh
dengan bahan perkejuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini
dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus
dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang
lolos melalui kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang
kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal
sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen
merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi
apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam
sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh. Komplikasi yang dapat timbul akibat
tuberkulosis terjadi pada sistem pernafasan dan di luar sistem pernafasan. Pada sistem pernafasan
antara lain menimbulkan pneumothoraks, efusi pleural, dan gagal nafas, sedang diluar sistem
pernafasan menimbulkan tuberkulosis usus, meningitis serosa, dan tuberkulosis milier.
  
E. PATHWAY

F. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala yang sering terjadi pada tuberkulosis adalah batuk yang tidak
spesifik tetapi progresif. Penyakit TBC biasanya tidak tampak adanya tanda dan gejala yang
khas. Biasanya keluhan yang muncul adalah :
1. Demam : terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari.
2. Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang /
mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulent
(menghasilkan sputum).
3. Sesak nafas : terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah
paru.
4. Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke
pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
5. Malaise : ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri
otot dan keringat di waktu di malam hari.
G. KLASIFIKASI
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan untuk
menetapkan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang sesuai dan dilakukan sebelum
pengobatan dimulai. Klasifikasi penyakit TB Paru :
1. Tuberculosis Paru
            Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru dibagi dalam :
a) Tuberkulosis Paru BTA (+)
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+).
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya (+) dan foto rontgen dada menunjukan gambaran
tuberculosis aktif.
b) Tuberkulosis Paru BTA (-)
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (-) dan foto rontgen dada menunjukan
gambaran tuberculosis aktif. TBC Paru BTA (-), rontgen (+) dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan.Bentuk berat bila gambaran foto rontgan
dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas.
2. Tuberculosis Ekstra Paru
TBC ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu :
1. TBC ekstra-paru ringan. Misalnya : TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral,
tulang   (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

2. TBC ekstra-paru berat. Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis


eksudativa duplex, TBC tulang belakang, TBC usus, TBC saluran kencing dan alat
kelamin.
 Tipe Penderita
Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, ada beberapa tipe penderita yaitu :
a. Kasus Baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
b. Kambuh (Relaps) adalah penderita tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi
berobat denga hasil pemeriksaan dahak BTA (+).
c. Pindahan (Transfer In) adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu
kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahhhan
tersebut harus membawa surat rujukan/pindah (Form TB.09).
d. Setelah Lalai (Pengobatan setelah default/drop out) adalah penderita yang sudah
berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian dating
kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+).

H. Jenis-jenis Penyakit TBC
Penyakit tuberkulosis (TBC) terdiri atas 2 golongan besar, yaitu :
1. TB paru (TB pada organ paru-paru)
2. TB ekstra paru (TB pada organ tubuh selain paru) :
- Tuberkulosis milier
- Tuberkulosis sistem saraf pusat (TB meningitis)
- Tuberkulosis empyem dan Bronchopleural fistula
- Tuberkulosis Pericarditis
- Tuberkulosis Skelet / Tulang
- Tuberkulosis Benitourinary / Saluran Kemih
- Tuberkulosis Peritonitis
- Tuberkulosis Gastriontestinal (Organ Cerna)
- Tuberkulosis Iymphadenitis
- Tuberkulosis Catan / Kulit
- Tuberkulosis Laringitis
- Tuberkulosis Otitis 
                                                                         
I. KOMPLIKASI
Komplikasi dari TB paru adalah :
- Pembesaran kelenjar sevikalis yang superfisial
- Pleuritis tuberkulosa
- Efusi pleura (cairan yang keluar ke dalam rongga pleura)
- Tuberkulosa milier
- Meningitis tuberkulosa

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita TB paru adalah :
1) Pemeriksaan Diagnostik.
2) Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum sangat penting karena dengan di ketemukannya kuman
BTA diagnosis tuberculosis sudah dapat di pastikan. Pemeriksaan dahak dilakukan 3
kali yaitu: dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak sewaktu kunjungan
kedua.Bila didapatkan hasil dua kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA
positif. Bila satu positif, dua kali negatif maka pemeriksaan perlu diulang kembali.
Pada pemeriksaan ulang akan didapatkan satu kali positif maka dikatakan
mikroskopik BTA negatif.
3) Ziehl-Neelsen (pewarnaan terhadap sputum)
Positif jika ditemukan bakteri tahan asam.
4) Skin test (PPD, Mantoux)
Hasil tes mantoux dibagi menjadi dalam :
- Indurasi 0-5 mm (diameternya) : mantoux negative
- Indurasi 6-9 mm  (diameternya) : hasil meragukan
- Indurasi 10-15 mm (diameternya) : hasil mantoux positif
- Indurasi lebih dari 16 mm (diameternya) : hasil mantouk positif kuat
- Reaksi timbul 48 – 72 jam setelah injeksi antigen intra kutan, berupa
indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni
persenyawaan antara antibody dan antigen tuberculin.            
5) Rontgen dada menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas,
timbunan kalsium dari lesi primer atau penumpukan cairan. Perubahan yang
menunjukkan perkembangan tuberkulosis meliputi adanya kavitas dan area
fibrosa.
6) Pemeriksaan histology / kultur jaringan
Positif bila terdapat mikobakterium tuberkulosis.
7) Biopsi jaringan paru
Menampakkan adanya sel-sel yang besar yang mengindikasikan  terjadinya
nekrosis.
8) Pemeriksaan elektrolit
Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi.
9) Analisa gas darah (AGD)
Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa kerusakan jaringan
paru.
10) Pemeriksaan Fungsi Paru
Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang fungsi, meningkatnya rasio residu
udara pada kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi oksigen sebagai akibat
infiltrasi parenkim / fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan kelainan pleura (akibat
dari tuberkulosis kronis).

K. PENATALAKSANAAN

1. Pengobatan TBC Paru


Paduan obat jangka pendek 6–9 bulan yang selama ini dipakai di Indonesia
dan dianjurkan juga oleh WHO adalah 2 RHZ/4RH dan variasi lain adalah 2
RHE/4RH, 2 RHS/4RH, 2 RHZ/4R3H3/ 2RHS/4R2H2, dan lain-lain. Untuk TB paru
yang berat  (milier) dan TB Ekstra Paru, therapi tahap lanjutan diperpanjang jadi 7
bulan yakni 2RHZ/7RH. Departemen Kesehatan RI selama ini menjalankan program
pemberantasan TB Paru dengan panduan 1RHE / 5R2H2.
Bila pasien alergi / hipersensitif terhadap Rifampisin, maka paduan obat
jangka panjang 12–18 bulan dipakai kembali yakni SHZ, SHE, SHT, dan lain-lain.
Beberapa obat anti TB yang dipakai saat ini adalah :
- Obat anti TB tingkat satu : Rifampisin (R), Isoniazid (I), Pirazinamid (P),
Etambutol (E), Sterptomisin ( S ).
- Obat anti TB tingkat dua : Kanamisin (K), Para-Amino-Salicylic Acid
(P), Tiasetazon (T), Etionamide, Sikloserin, Kapreomisin, Viomisin,
Amikasin, Ofloksasin, Sifrofloksasin, Norfloksasin, Klofazimin dan lain-
lain.
2. Pengobatan tetap dibagi dalam dua tahap yakni
Tahap intensif (initial), dengan memberikan 4–5 macam obat anti TB per hari
dengan tujuan :
- Mendapatkan konversi sputum dengan cepat (efek bakterisidal).
- Menghilangkan keluhan dan mencegah efek penyakit lebih lanjut.
- Mencegah timbulnya resistensi obat.
Tahap lanjutan (continuation phase), dengan hanya memberikan 2 macam
obat per hari atau secara intermitten dengan tujuan :
- Menghilangkan bakteri yang tersisa (efek sterilisasi)
- Mencegah kekambuhan : Pemberian dosis diatur berdasarkan Berat
Badan yakni kurang dari 33 kg, 33 – 50 kg dan lebih dari 50 kg.
3. Evaluasi Pengobatan
Kemajuan pengobatan dapat terlihat dari perbaikan klinis (hilangnya keluhan,
nafsu makan meningkat, berat badan naik dan lain-lain), berkurangnya kelainan
radiologis paru dan konversi sputum menjadi negatif. Kontrol terhadap sputum BTA
langsung dilakukan pada akhir bulan ke-2, 4, dan 6. Pada yang memakai paduan obat
8 bulan sputum BTA diperiksa pada akhir bulan ke-2, 5, dan 8. Biakan BTA
dilakukan pada permulaan, akhir bulan ke-2 dan akhir pengobatan. Kontrol terhadap
pemeriksaan radiologis dada, kurang begitu berperan dalam evaluasi pengobatan. Bila
fasilitas memungkinkan foto dapat dibuat pada akhir pengobatan sebagai
dokumentasi untuk perbandingan bila nanti timbul kasus kambuh.
Ada 3  Dampak masalah dari TB Paru :
a. Terhadap individu.
- Biologis, adanya kelemahan fisik secara umum, batuk yang terus
menerus, sesak napas, nyeri dada, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, keringat pada malam hari dan kadang-kadang panas yang
tinggi.
- Psikologis, biasanya klien mudah tersinggung , marah, putus asa oleh
karena batuk yang terus menerus sehingga keadaan sehari-hari yang
kurang menyenangkan.
- Sosial, adanya perasaan rendah diri oleh karena malu dengan keadaan
penyakitnya sehingga klien selalu mengisolasi dirinya.
- Spiritual, adanya distress spiritual yaitu menyalahkan Tuhan karena
penyakitnya yang tidak sembuh-sembuh juga menganggap penyakitnya
yang manakutkan.    
- Produktifitas menurun oleh karena kelemahan fisik.
b. Terhadap keluarga.
- Terjadinya penularan terhadap anggota keluarga yang lain karena
kurang    pengetahuan dari keluarga terhadap penyakit TB Paru serta
kurang pengetahuan penatalaksanaan pengobatan dan upaya pencegahan
penularan penyakit.
- Produktifitas menurun. Terutama bila mengenai kepala keluarga yang
berperan sebagai pemenuhan kebutuhan keluarga, maka akan
menghambat biaya hidup sehari-hari terutama untuk biaya pengobatan.
- Psikologis. Peran keluarga akan berubah dan diganti oleh keluarga yang
lain.
- Sosial. Keluarga merasa malu dan mengisolasi diri  karena sebagian
besar masyarakat belum tahu pasti tentang penyakit TB Paru .
c. Terhadap masyarakat.
Apabila penemuan kasus baru TB Paru tidak secara dini serta pengobatan Penderita
TB Paru positif tidak teratur atau droup out pengobatan maka resiko penularan pada
masyarakat luas akan terjadi oleh karena cara penularan penyakit TB Paru.
Lima langkah strategi DOTS adalah dukungan dari semua kalangan, semua orang
yang batuk dalam 3 minggu harus diperiksa dahaknya, harus ada obat yang disiapkan
oleh pemerintah, pengobatan harus dipantau selama 6 bulan oleh Pengawas Minum
Obat (PMO) dan ada system pencatatan / pelaporan.
4. Perawatan bagi penderita TBC
Perawatan yang harus dilakukan pada penderita tuberculosis adalah :
a. Awasi penderita minum obat, yang paling berperan disini adalah orang
terdekat yaitu keluarga.
b. Mengetahui adanya gejala efek samping obat dan merujuk bila diperlukan.
c. Mencukupi kebutuhan gizi seimbang penderita.
d. Istirahat teratur minimal 8 jam per hari.
e. Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua, kelima
dan enam.
f. Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan yang baik
(Depkes RI, 2002).
5. Pencegahan penularan TBC
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah :
a. Menutup mulut bila batuk.
b. Membuang dahak tidak di sembarang tempat. Buang dahak pada wadah
tertutup yang diberi lisol.
c. Makan, makanan bergizi.
d. Memisahkan alat makan dan minum bekas penderita.
e. Memperhatikan lingkungan rumah, cahaya dan ventilasi yang baik.
f. Untuk bayi diberikan imunisasi BCG (Depkes RI, 2002).
6. Prioritas Keperawatan
a. Meningkatakan / mempertahankan ventilasi / oksigenasi adekuat.
b. Mencegah penyebaran infeksi.
c. Mendukung prilaku / tugas untuk mempertahankan kesehatan.
d. Meningkatkan strategi koping efektif.
e. Memberikan informasi tentang proses penyakit / prognosis dan kebutuhan
pengobatan.
7. Tujuan Pemulangan 
a. Fungsi pernafasan adekuat untuk memenuhi kebutuhan individu.
b. Komplikasi dicegah.
c. Pola hidup / prilaku berubah diadopsi untuk mencegah penyebaran infeksi.
d. Proses penyakit / prognosis dan program pengobatan dipahami.
BAB III

TINJAUAN KASUS

1. PENGKAJIAN

A. Data Subjektif
Nama KK : Tn. “M”
Anggota KK : 5 (Ayah, Ibu, 3 Anak)
Alamat : Dsn. Barat. Ds. Gugul, Kec. Tlanakan, Kab. Pamekasan
Penghasilan :-
Keluhan : Ny. “M” usia 38 Th sering sesak dan batuk
B. Perilaku Sehari-hari
1. Pola makan
Keluarga Tn.”M” makan 3x/hari (nasi, lauk, sayur)
2. Istirahat
Ayah : Tidur siang : Tidak pernah tidur
Tidur malam : ± 6 jam
Ibu : Tidur siang : Tidak penah tidur
Tidur malam : ± 6 jam
Anak 1 : Tidur siang : ± 1 jam
Tidur malam : ± 7 jam
Anak 2 : Tidur siang : Tidak pernah tidur
Tidur malam : ± 7 jam
Anak 3 : Tidur siang : Tidak pernah tidur
Tidur malam : ± 7 jam
3. Aktifitas
Ayah : Petani
Ibu : Petani
Anak 1 : Wiraswasta
Anak 2 : Pelajar
Anak 3 : Pelajar
4. Kebersihan
Ayah : Mandi 2x/hari, gosok gigi 2x/hari, ganti pakaian 2x/hari.
Ibu : Mandi 2x/hari, gosok gigi 2x/hari, ganti pakaian 2x/hari.
Anak 1 : Mandi 3x/hari, gosok gigi 2x/hari, ganti pakaian 2x/hari.
Anak 2 : Mandi 3x/hari, gosok gigi 2x/hari, ganti pakaian 2x/hari.
Anak 3 : Mandi 3x/hari, gosok gigi 2x/hari, ganti pakaian 2x/hari.
5. Pola Kesehatan
Keluarga Tn.”M” apabila sakit berobat ke Bidan.
C. Data Objektif
1. Pemeriksaan umum
K/U : Baik
Kesadaran : Composmentis
TTV : -TD : 130/90 mmHg
-Nadi : 82x/menit
-Suhu : 36,70C
-RR : 22x/menit
2. Pemeriksaan fisik
a. Muka
Kelopak Mata : Tidak oedema
Konjungtiva : Tidak anemis
Sklera : Tidak Ikterus
Simetris : Simetris

b. Mulut dan gigi : Tidak ada stomatitis, gigi karies, dan tanggul
c. Leher
Vena Jugularis : Tidak ada bendungan
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran
Kelenjar thyroid : Tidak ada Pembesaran
d.Payudara
Pembesaran : Normal
Simetris : Simetris
Benjolan : Tidak ada
e.Dada
Esktraksi dada : Ada
Suara tambahan : Ronchi
f.Abdomen
Bekas luka/operasi : Tidak ada
Bentuk : Normal
Konsistensi : Lembek
Pembesaran : Normal
g.Ekstremitas
Kulit : Keriput
Elastis : Elastis
Oedema : Tidak oedema
Bentuk : Normal
Reflek Patella : +/+

D. Analisa Lingkungan
1. Luas rumah :-
Ventilasi :-
Keadaan ubin :-
Penerangan :-
Keadaan langi-langit :-
2. Lingkungan
SPAL :-
Keadaan jamban :-
Kamar mandi :-
Kandang :-

E. Gnogram
AYAH

IBU

ANAK 1 ANAK 2 ANAK 3


F. DIAGNOSA
Ny.”M” usia 38 tahun dengan TBC
Masalah :-
Kebutuhan :-

G. PERENCANAAN
1. Jelaskan tentang TBC.
2. Anjurkan Ibu untuk berobat kembali.
3. Anjurkan Ibu untuk banyak istirahat, dan makan teratur.
4. Beritahu Ibu untuk menggunakan masker.
5. Beritahu Ibu untuk memisahkan alat-alat makanan degan anggota keluarga yang lain.

H. PENATALAKSAAN
1. Menjelaskan tentang TBC.
2. Menganjurkan Ibu untuk berobat kembali.
3. Menganjurkan Ibu untuk banyak istirahat dan makan teratur.
4. Memberitahu Ibu untuk menggunakan masker.
5. Memberitahu Ibu untuk memisahkan alat-alat makanan dengan anggota keluarga yang lain.

I. EVALUASI
S : Ibu mengeluh batuknya belum sembuh.
O : TD : 130/90 mmHg
N : 82x/menit
S : 36,70C
RR : 22x/menit
A : Ny.”M” dengan TBC
P : Informasikan hasil pemeriksaan
Anjurkan Ibu untuk segera memeriksakan ke nakes
Anjurkan Ibu untuk menggunakan masker unutk mengurangi penularan
I : Menginformasikan hasil pemeriksaan
Menganjurkan Ibu untuk segera memeriksakan ke nakes
Menganjurkan Ibu untuk menggunakan masker untuk mengurangi penularan
E : Ibu mengerti hasil pemeriksaan
Ibu bersedia memeriksakan diri ke nakes
Ibu bersedia menggunakan masker
R : Ibu sudah memeriksakan diri ke nakes keesokan harinya
Ibu sudah menggunakan masker
BAB IV
PENUTUP

 Kesimpulan
Faktor yang mempengaruhi terjadinya kasus TBC pada Ny.”M” adalah
lingkungan yang lembab, kurangnya ventilasi dan sinar matahari, Kemudian
perilaku adalah tidak ada tempat khusus untuk dahak dan kalau batuk tidak menutup mulut.
 Saran
1. Perbaikan lingkungan (Pembuatan jendela, genting kaca dankebersihan rumah/lantai).
2. Menutup mulut waktu batuk dan tempat khusus untuk dahak danpembuangan dahak tidak 
sembarang.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta, 2000.

Lynda Juall Carpenito, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, edisi 2, EGC, Jakarta, 1999.
Mansjoer dkk, Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, FK UI, Jakarta 1999.

Price, Sylvia Anderson, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, alih bahasa Peter
Anugrah, edisi 4, Jakarta, EGC, 1999.

Widoyono. 2008. Penyakit Tropis : Epidemiologi, penularan, pencegahan dan pemberastasannya.


Erlangga. Jakarta
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan kebidanan ini telah disetujui pada :

Hari : Selasa

Tanggal : 20 Februari 2018

Tempat : Dsn.Barat, Ds.Gugul, Kec.Tlanakan, Kab.Pamekasan

Mengetahui

Pembimbing lahan praktek Pembimbing Akademik

Titik Yulia Ningsih, Amd.Keb Sylvina Rahmawati SST,M.Kes


 FOTO RUMAH

Anda mungkin juga menyukai