DISUSUN OLEH :
LILIK ZAINIYAH
LINA SETYAWATI
LAELY NORMA
SALWA FITRIANI
ILMIYAH
NURUL HIDAYATI
NOER SIYAH
RINI FEBRIYANI
NABILA HAEDAR
HOLIFAH
DEWI FEBRIANA SUSANTI
Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin,
atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta
kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC.
Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia. Survei
prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa
prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65%. Sedangkan menurut laporan
Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi
TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46%
diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.
Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TBC dimana sekitar 1/3 penderita
terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah sakit atau klinik pemerintah
dan swasta, praktek swasta dan sisanya belum terjangku unit pelayanan kesehatan. Sedangkan
kematian karena TB diperkirakan 175.000 per tahun. Penyakit TB merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang besar karena TB merupakan penyebab kematian nomor dua
terbesar di Indonesia. Pengobatan TBC harus dilakukan secara terus-menerus tanpa terputus
walaupun pasien telah merasa lebih baik atau sehat. Pengobatan yang terhenti ditengah jalan
dapat menyebabkan bakteri menjadi resistendan TBC akan sulit untuk disembuhkan dan
membutuhkan waktu yang lebih lama maka butuh keterlibatan anggota keluarga untuk
mengawasi dan jika perlu menyiapkan obat. Dukungan keluarga penderita sangat dibutuhkan
untuk menuntaskan pengobatan agar benar-benar tercapai kesembuhan.
Banyaknya kasus TB paru dan masih rendahnya angka penyembuhan, kasus kambuh
dan kegagalan pengobatan dan resistensi kuman karena kurang disiplinnya pasien dalam
minum obat maka penulis berkeinginan untuk melakukan asuhan keperawatan keluarga
dengan TBC.
1.3 TUJUAN
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan TBC
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mengetahui konsep tahap perkembangan
2) Mengetahui tinjauan medis katarak meliputi pengertian, etiologi, manifestasi klinis,
komplikasi, penatalaksanaan, dan prognosis
3) Mengetahui ciri-ciri klien TBC dengan melakukan pengkajian keperawatan
4) Mengetahui intervensi keperawatan pada klien dengan TBC
5) Mengetahui tindak lanjut intervensi dalam evaluasi keperawatan pada klien TBC
6) Mengetahui konsep proses keperawatan keluarga
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menahun menular yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh
manusia melalui udara (pernapasan) ke dalam paru-paru, kemudian menyebar dari paru-paru
ke organ tubuh yang lain melalui peredaran darah, yaitu : kelenjar limfe, saluran pernafasan
atau penyebaran langsung ke organ tubuh lain (Depkes RI, 2002).
Tuberkulos adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya termasuk meningen, ginjal, tulang
dan nodus limfe (Smeltzer 2001). Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah
pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau
ketidakefektifan respon imun.
B. Etiologi
Penyebab Tuberculosis adalah Mycobacterium Tuberkulosis. dengan ukuran panjang
1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Kuman Mycobacterium Tuberkulosis adalah kuman berbentuk
batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap panas dan
sinar ultraviolet (Smelzer, 2001: 5584).
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat
kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman
dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-
tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat
dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberculosis aktif lagi (Bahar,
1999: 715).
Sifat lain kuman ini adalah kuman aerob, sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenani jaringan yang lebih tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen
pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lain, sehingga bagian apikal ini
merupakan tempat prediksi penyakit tuberculosis. Kuman TBC menyebar melalui udara
(batuk, tertawa dan bersin) dan melepaskan droplet. Sinar matahari langsung dapat
mematikan kuman, akan tetapi kuman dapat hidup beberapa jam dalam suhu kamar (Dep Kes
RI 2002).
C. Anatomi Fisiologi
Paru-paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang
merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Paru-paru ada
dua, merupakan alat pernafasan utama, paru-paru mengisi rongga dada, terletak di sebelah
kanan dan kiri dan di tengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan
struktur lainnya yang terletak di dalam mediastinum.
Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian.
Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktur toraks kecuali paru-paru terletak
diantara kedua lapisan pleura.
Bagian terluar paru-paru dilindungi oleh membran halus dan licin yang disebut pleura
yang juga meluas untuk membungkus dinding interior toraks dan permukaan superior
diafragma, sedangkan pleura viseralis melapisi paru-paru. Antara kedua pleura ini terdapat
ruang yang disebut spasium pleura yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan
permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi.
Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus atas dan bawah.
Sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah dan bawah. Setiap lobus lebih jauh dibagi
lagi menjadi segmen yang dipisahkan oleh fisurel yang merupakan perluasan pleura.
Dalam setiap lobus paru terdapat beberapa divisi-divisi bronkus.Pertama adalah
bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi
bronkus segmental (sepuluh pada paru kanan dan delapan pada paru kiri). Bronkus segmental
kemudian dibagi lagi menjadi bronkus sub segmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat
yang memiliki arteri, limfotik dan syaraf.
Bronkus subsegmental membantu percabangan menjadi bronkiolus. Bronkiolus
membantu kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak
terputus untuk laposan bagian dalam jalan nafas. Bronkus dan bronkiolus juga dilapisi sel-sel
yang permukaannya dilapisi oleh silia dan berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda
asing menjauhi paru-paru menuju laring.
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar, yaitu
tipe I adalah sel membentuk dinding alveolar. Sel-sel alveolar tipe II adalah sel-sel yang aktif
secara metabolik, mensekresi sufraktan, suatu fostolipid yang melapisi permukaan dalam dan
mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-
sel fagosit besar yang memakan benda asing, seperti lendir dan bakteri, bekerja sebagai
mekanisme pertahanan yang penting (Brunner & Suddarth, 2001: 512).
D. Patofisiologi
Tempat masuk kuman Mycobacterium Tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis (TBC) terjadi melalui
udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang
berasal dari orang yang terinfeksi.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas dengan
melakukan reaksi inflamasi Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas, basil tuberkel yang
mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu
sampai tiga basil, gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang
besar bronkhus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus, basil
tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat
tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut. Setelah hari-hari
pertama leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan
timbul gejala pneumonia akut.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang
tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang-biak
di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar getah bening
regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini
membutuhkan waktu 10 – 20 hari .
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju,
isi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Bagian ini disebut dengan lesi primer. Daerah yang
mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid
dan fibroblast, menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa
membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi
tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dan lesi primer dinamakankompleks Ghon. Respon lain yang dapat terjadi pada
daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkhus dan menimbulkan
kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalam
percabangan trakheobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain di paru-paru, atau
basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah, atau usus. Lesi primer menjadi rongga-
rongga serta jaringan nekrotik yang sesudah mencair keluar bersama batuk. Bila lesi ini sampai
menembus pleura maka akan terjadi efusi pleura tuberkulosa.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkhus dapat menyempit dan tertutup
oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat
mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh
dengan bahan perkejuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini
dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus
dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang
lolos melalui kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang
kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal
sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen
merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi
apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam
sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh. Komplikasi yang dapat timbul akibat
tuberkulosis terjadi pada sistem pernafasan dan di luar sistem pernafasan. Pada sistem pernafasan
antara lain menimbulkan pneumothoraks, efusi pleural, dan gagal nafas, sedang diluar sistem
pernafasan menimbulkan tuberkulosis usus, meningitis serosa, dan tuberkulosis milier.
E. PATHWAY
F. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang sering terjadi pada tuberkulosis adalah batuk yang tidak
spesifik tetapi progresif. Penyakit TBC biasanya tidak tampak adanya tanda dan gejala yang
khas. Biasanya keluhan yang muncul adalah :
1. Demam : terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari.
2. Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang /
mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulent
(menghasilkan sputum).
3. Sesak nafas : terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah
paru.
4. Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke
pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
5. Malaise : ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri
otot dan keringat di waktu di malam hari.
G. KLASIFIKASI
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan untuk
menetapkan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang sesuai dan dilakukan sebelum
pengobatan dimulai. Klasifikasi penyakit TB Paru :
1. Tuberculosis Paru
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru dibagi dalam :
a) Tuberkulosis Paru BTA (+)
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+).
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya (+) dan foto rontgen dada menunjukan gambaran
tuberculosis aktif.
b) Tuberkulosis Paru BTA (-)
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (-) dan foto rontgen dada menunjukan
gambaran tuberculosis aktif. TBC Paru BTA (-), rontgen (+) dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan.Bentuk berat bila gambaran foto rontgan
dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas.
2. Tuberculosis Ekstra Paru
TBC ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu :
1. TBC ekstra-paru ringan. Misalnya : TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral,
tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
H. Jenis-jenis Penyakit TBC
Penyakit tuberkulosis (TBC) terdiri atas 2 golongan besar, yaitu :
1. TB paru (TB pada organ paru-paru)
2. TB ekstra paru (TB pada organ tubuh selain paru) :
- Tuberkulosis milier
- Tuberkulosis sistem saraf pusat (TB meningitis)
- Tuberkulosis empyem dan Bronchopleural fistula
- Tuberkulosis Pericarditis
- Tuberkulosis Skelet / Tulang
- Tuberkulosis Benitourinary / Saluran Kemih
- Tuberkulosis Peritonitis
- Tuberkulosis Gastriontestinal (Organ Cerna)
- Tuberkulosis Iymphadenitis
- Tuberkulosis Catan / Kulit
- Tuberkulosis Laringitis
- Tuberkulosis Otitis
I. KOMPLIKASI
Komplikasi dari TB paru adalah :
- Pembesaran kelenjar sevikalis yang superfisial
- Pleuritis tuberkulosa
- Efusi pleura (cairan yang keluar ke dalam rongga pleura)
- Tuberkulosa milier
- Meningitis tuberkulosa
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita TB paru adalah :
1) Pemeriksaan Diagnostik.
2) Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum sangat penting karena dengan di ketemukannya kuman
BTA diagnosis tuberculosis sudah dapat di pastikan. Pemeriksaan dahak dilakukan 3
kali yaitu: dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak sewaktu kunjungan
kedua.Bila didapatkan hasil dua kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA
positif. Bila satu positif, dua kali negatif maka pemeriksaan perlu diulang kembali.
Pada pemeriksaan ulang akan didapatkan satu kali positif maka dikatakan
mikroskopik BTA negatif.
3) Ziehl-Neelsen (pewarnaan terhadap sputum)
Positif jika ditemukan bakteri tahan asam.
4) Skin test (PPD, Mantoux)
Hasil tes mantoux dibagi menjadi dalam :
- Indurasi 0-5 mm (diameternya) : mantoux negative
- Indurasi 6-9 mm (diameternya) : hasil meragukan
- Indurasi 10-15 mm (diameternya) : hasil mantoux positif
- Indurasi lebih dari 16 mm (diameternya) : hasil mantouk positif kuat
- Reaksi timbul 48 – 72 jam setelah injeksi antigen intra kutan, berupa
indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni
persenyawaan antara antibody dan antigen tuberculin.
5) Rontgen dada menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas,
timbunan kalsium dari lesi primer atau penumpukan cairan. Perubahan yang
menunjukkan perkembangan tuberkulosis meliputi adanya kavitas dan area
fibrosa.
6) Pemeriksaan histology / kultur jaringan
Positif bila terdapat mikobakterium tuberkulosis.
7) Biopsi jaringan paru
Menampakkan adanya sel-sel yang besar yang mengindikasikan terjadinya
nekrosis.
8) Pemeriksaan elektrolit
Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi.
9) Analisa gas darah (AGD)
Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa kerusakan jaringan
paru.
10) Pemeriksaan Fungsi Paru
Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang fungsi, meningkatnya rasio residu
udara pada kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi oksigen sebagai akibat
infiltrasi parenkim / fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan kelainan pleura (akibat
dari tuberkulosis kronis).
K. PENATALAKSANAAN
TINJAUAN KASUS
1. PENGKAJIAN
A. Data Subjektif
Nama KK : Tn. “M”
Anggota KK : 5 (Ayah, Ibu, 3 Anak)
Alamat : Dsn. Barat. Ds. Gugul, Kec. Tlanakan, Kab. Pamekasan
Penghasilan :-
Keluhan : Ny. “M” usia 38 Th sering sesak dan batuk
B. Perilaku Sehari-hari
1. Pola makan
Keluarga Tn.”M” makan 3x/hari (nasi, lauk, sayur)
2. Istirahat
Ayah : Tidur siang : Tidak pernah tidur
Tidur malam : ± 6 jam
Ibu : Tidur siang : Tidak penah tidur
Tidur malam : ± 6 jam
Anak 1 : Tidur siang : ± 1 jam
Tidur malam : ± 7 jam
Anak 2 : Tidur siang : Tidak pernah tidur
Tidur malam : ± 7 jam
Anak 3 : Tidur siang : Tidak pernah tidur
Tidur malam : ± 7 jam
3. Aktifitas
Ayah : Petani
Ibu : Petani
Anak 1 : Wiraswasta
Anak 2 : Pelajar
Anak 3 : Pelajar
4. Kebersihan
Ayah : Mandi 2x/hari, gosok gigi 2x/hari, ganti pakaian 2x/hari.
Ibu : Mandi 2x/hari, gosok gigi 2x/hari, ganti pakaian 2x/hari.
Anak 1 : Mandi 3x/hari, gosok gigi 2x/hari, ganti pakaian 2x/hari.
Anak 2 : Mandi 3x/hari, gosok gigi 2x/hari, ganti pakaian 2x/hari.
Anak 3 : Mandi 3x/hari, gosok gigi 2x/hari, ganti pakaian 2x/hari.
5. Pola Kesehatan
Keluarga Tn.”M” apabila sakit berobat ke Bidan.
C. Data Objektif
1. Pemeriksaan umum
K/U : Baik
Kesadaran : Composmentis
TTV : -TD : 130/90 mmHg
-Nadi : 82x/menit
-Suhu : 36,70C
-RR : 22x/menit
2. Pemeriksaan fisik
a. Muka
Kelopak Mata : Tidak oedema
Konjungtiva : Tidak anemis
Sklera : Tidak Ikterus
Simetris : Simetris
b. Mulut dan gigi : Tidak ada stomatitis, gigi karies, dan tanggul
c. Leher
Vena Jugularis : Tidak ada bendungan
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran
Kelenjar thyroid : Tidak ada Pembesaran
d.Payudara
Pembesaran : Normal
Simetris : Simetris
Benjolan : Tidak ada
e.Dada
Esktraksi dada : Ada
Suara tambahan : Ronchi
f.Abdomen
Bekas luka/operasi : Tidak ada
Bentuk : Normal
Konsistensi : Lembek
Pembesaran : Normal
g.Ekstremitas
Kulit : Keriput
Elastis : Elastis
Oedema : Tidak oedema
Bentuk : Normal
Reflek Patella : +/+
D. Analisa Lingkungan
1. Luas rumah :-
Ventilasi :-
Keadaan ubin :-
Penerangan :-
Keadaan langi-langit :-
2. Lingkungan
SPAL :-
Keadaan jamban :-
Kamar mandi :-
Kandang :-
E. Gnogram
AYAH
IBU
G. PERENCANAAN
1. Jelaskan tentang TBC.
2. Anjurkan Ibu untuk berobat kembali.
3. Anjurkan Ibu untuk banyak istirahat, dan makan teratur.
4. Beritahu Ibu untuk menggunakan masker.
5. Beritahu Ibu untuk memisahkan alat-alat makanan degan anggota keluarga yang lain.
H. PENATALAKSAAN
1. Menjelaskan tentang TBC.
2. Menganjurkan Ibu untuk berobat kembali.
3. Menganjurkan Ibu untuk banyak istirahat dan makan teratur.
4. Memberitahu Ibu untuk menggunakan masker.
5. Memberitahu Ibu untuk memisahkan alat-alat makanan dengan anggota keluarga yang lain.
I. EVALUASI
S : Ibu mengeluh batuknya belum sembuh.
O : TD : 130/90 mmHg
N : 82x/menit
S : 36,70C
RR : 22x/menit
A : Ny.”M” dengan TBC
P : Informasikan hasil pemeriksaan
Anjurkan Ibu untuk segera memeriksakan ke nakes
Anjurkan Ibu untuk menggunakan masker unutk mengurangi penularan
I : Menginformasikan hasil pemeriksaan
Menganjurkan Ibu untuk segera memeriksakan ke nakes
Menganjurkan Ibu untuk menggunakan masker untuk mengurangi penularan
E : Ibu mengerti hasil pemeriksaan
Ibu bersedia memeriksakan diri ke nakes
Ibu bersedia menggunakan masker
R : Ibu sudah memeriksakan diri ke nakes keesokan harinya
Ibu sudah menggunakan masker
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Faktor yang mempengaruhi terjadinya kasus TBC pada Ny.”M” adalah
lingkungan yang lembab, kurangnya ventilasi dan sinar matahari, Kemudian
perilaku adalah tidak ada tempat khusus untuk dahak dan kalau batuk tidak menutup mulut.
Saran
1. Perbaikan lingkungan (Pembuatan jendela, genting kaca dankebersihan rumah/lantai).
2. Menutup mulut waktu batuk dan tempat khusus untuk dahak danpembuangan dahak tidak
sembarang.
DAFTAR PUSTAKA
Lynda Juall Carpenito, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, edisi 2, EGC, Jakarta, 1999.
Mansjoer dkk, Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, FK UI, Jakarta 1999.
Price, Sylvia Anderson, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, alih bahasa Peter
Anugrah, edisi 4, Jakarta, EGC, 1999.
Hari : Selasa
Mengetahui