Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2021/2022

PRAKTIKUM I
ISOLASI GLIKOSIDA FLAVONOID DARI DAUN KENITU

Nama Mahasiswa : Umi Darozah Zain


NIM : 1908010030
Nama Asisten Praktikum : Zulaikhah Husein

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM I
ISOLASI GLIKOSIDA FLAVONOID DARI DAUN KENITU

1. Identitas Bahan
No. Tanaman Asal Kandungan Kimia Khasiat
a. Nama Indonesia : Kenitu Mengandung senyawa sebagai obat
Nama Ilmiah : flavonoid seperti kanker, diabetes
Chrysophyllum cainito quercetin, catechin, dan rematik
Famili : Sapotaceae gallocatechin, rutin persendian.
(Luo et al. 2002). Dekok daun
Mengandung alkaloid, digunakan untuk
resin, asam resinat mengobati nyeri
dan senyawa pahit dada (Das et al.,
lainnya 2010).
(Das et al., 2010).

2. Prinsip Ekstraksi Metode Infundasi

Flavonoid di dalam bahan yang diisolasi bersifat polar sehingga dapat disari dengan air
panas dengan suhu 90oC selama 15 menit dan dikristalkan dengan pendinginan, sedangkan
pemisahan aglikon dari glikosidanya dapat dilakukan dengan hidrolisis asam.

3. Prosedur Kerja Praktikum


Menimbang 40 gram serbuk daun kenitu

Memasukan kedalam panci infuse yang telah dipanaskan

Menambahkan 400 mL akuades dan diaduk, lalu tutup panci infus. (cek suhunya)

Apabila sudah mencapai 90 ⁰ C, menutup kembali dan tunggu selama 15 menit

Setelah 15 menit matikan kompor dan tunggu infusa dingin


Setelah dingin saring campuran pada cawan porselin melalui sorong Buchner

Melakukan kristalisasi pendinginan dengan memindahkan ekstrak pada Erlenmeyer 500 mL


dan menyimpannya kedalam lemari es selama 1 minggu sampai terbentuk Kristal amorf
kekuningan

Menuangkan sebagian besar larutan jernih agar Kristal tidak tertuang

Menimbang kertas saring dan gunakan untuk menyaring Kristal pada Erlenmeyer
Mencuci kristal dengan 10 mL air es

Mengeringkan kertas saring bersama endapan pada suhu 50 ⁰ C sampai kering

Menimbang untuk memperoleh hasil rendemen

Menimbang untuk memperoleh rendemen Kristal

Penyarian :
Pada penyarian 1 Ambil endapan Kristal menggunakan ujung spatel dan dilarutkan
menggunakan 2 ml etanol : air (1:1)

Pada penyarian 2 mengambil sisa padatan ektrak dan dimasukan ke dalam tabung reaksi

Menambahkan 10 ml HCL 2N

Lakukan refluks pada penangas selama 1 jam

setelah 1 jam diamkan hasil sampai dingin. Hasil ini kemudian dimasukan ke corong pisah
dan ditambahkan eter

Mengojog hingga membentuk dua lapisan, ambil lapisan bawah ( eter 1)

pada lapisan atas (asam) ditambahkan 10 ml eter lalu gojog kembali

Memisahkan eter pada bagian bawah dan dicampur dengan eter 1

Menyaring dengan kertas saring yang berisi 1 gram serbuk natrium sulfat anhidrat
Memindahkan kedalam cawan porselen

Menguapkan tnpa pemanasan dilemari asam

Residu yang diperoleh dilarutan dengan methanol 2ml (sari 2)

Air asam yang diperoleh dihidrolisis pada penyarian 2 kemudian diuapkan pada cawan
porselen diatas penangas air sebagai sari 3
Analisis kualitatif 1
Menyiapkan fase gerak asam asetat 15 % kedalam chamber

dijenuhkan selama beberapa saat untuk menghilangkan uap air/gas yang tersisa

Menyiapkan fase diam selulosa dengan ukuran (5x10) cm

Siapkan fase diam selulosa dengan ukuran (5x10) cm

sampel ditotolkan pada lempeng dengan ukuran 10 mikriliter untuk sari 1,2 dan 3 5
mikroliter untuk pembanding rutin 0,1 % dalam methanol

Memasukan fase diam pada chamber yang sudah dijenuhkan dengan fase gerak

Menunggu elusi sampai batas atas lempeng KLT

Mengambil plat KLT dan kering anginkan

Mengamati dibawah sinar UV 366nm

Tandai dan amati bercak lalu hitung masing-masing bercak


Masukan lempeng pada lemari asam untuk diberi uap ammonia

Mengamati dibawah sinar tampak dan sinar uv 366 nm

semprot menggunakan pereaksi sitroborat dan panaskan dalam oven dengan suhu 110 ⁰ C
selama 5 menit lalu amati dibawah sinar uv 366 nm, tandai bercak dan hitung masing-
masing RF

Analisis kualitatif 2
Menyiapkan fase gerak n-heksana dan etil asetat (1:1)

Memasukan kedalam chamber dan dijenuhkan selama beberapa saat

Sampel ditotolkan pada lempeng 10 mikroliter untuk sari 1,2, dan 3 pembanding glukosa 10
% dan ramnosa 10 %.

Memasukan fase diam pada chamber yang sudah dijenuhkan pada fase gerak

Mengambil plat KLT lalu angin keringkan, amati dibawah sinar UV 366 nm

Tandai bercak dan catat nilai Rf serta warna yang dihasilkan bercaknya.

4. Perhitungan Rendemen Kristal


Pengamatan Hasil
Bobot simplisia 40 gram
Bobot cawan 24,428 gram
Bobot cawan + 29,228 gram
kristal
Bobot Kristal 4,8 gram
% Rendemen = Bobot Kristal x 100%
bobot serbuk
= 4,8 gram x 100%
40 gram
= 12 %
5. Analisis KLT I
Gambar lempeng KLT
UV 366 nm Keterangan :
Fase Diam :
Lempeng selulosa
FaseGerak :
Asam asetat 15%
Deteksi :
UV 366 nm
Sitoborat, UV 366 nm
Sitoborat, sinar tampak
Pembanding :
rutin 0,1 %
A P

Sitoborat, UV 366 nm
Sitoborat, sinar tampak

DeteksiWarna
Sitoborat,
Nama Bahan Rf* Sitoborat, UV
UV 366 nm sinar
366 nm
tampak
Sari 1 Rf 1 = Biru muda Biru Kuning
muda pudar

= = 0,125
Rf 2 =
A

= =0,562

Sari 2 Rf 1 = Biru muda Biru muda Kuning


pudar

= = 0,5
B
Rf 2
=

= =0,725
Sari 3 Rf 1 = Biru muda Biru muda Kuning
pudar

= =0,287
Rf 2 =

= = 0,512
Rf 3 =
C

= =0,562
Rf 4
= =
= 0,813

Pembanding Rf = Biru Biru kuning


kehitaman kehijaunan

= =0,575

* Perhitungan Rf dilampirkan
Kesimpulan :
Pada hasil Rf yang kurang dari Rf pembanding maka dapat disimpulkan bahwa sample tersebut
lebih mudah terikat ke polar sehingga terelusi dengan lambat, serta hasil yang lebih dari Rf
pembanding menandakan bahwa sample tersebut lebih mudah terikat ke non polar sehingga
terelusi dengan cepat. Ada juga hasil yang menunjukkan sama dengan Rf (mendekati) pembanding
rutin 0,1% (bercak 3 sari 3 dan bercak 2 sari 1 ) maka dapat disimpulkan bahwa sample
mengandung 1 komponen yang serupa dengan senyawa pembanding.
6. Analisis KLT II

Gambar lempeng KLT


Keterangan :
Fase Diam :
Lempeng selulosa
FaseGerak :
n-heksan:etil asetat (1:1)
Deteksi :
UV 366 nm
Sitoborat, UV 366 nm
Sitoborat, sinar tampak
DeteksiWarna
Kalium
Kalium
Nama Bahan Rf* UV 366 nm permanganat,
permanganat,
UV 366 nm sinar tampak

Sari 1 Rf 1 = Biru muda Biru muda Kuning


pudar

= = 0,425
A Rf 2 =

= = 0,625

Sari 2 Rf 1 = Biru muda Biru muda Kuning


pudar

B
= = 0,125

Sari 3 Rf 1 = Biru muda Biru Kuning


muda pudar

= = 0,125
Rf 2 =

= =
0,375
C
Rf 1 =
Pembanding 1 Biru Kuning
Biru kehijauan
= = pudar
kehitaman
Pembanding 2 0,375
Rf 1 =

= = 0,4
* Perhitungan Rf dilampirkan
Kesimpulan :
Pada hasil Rf yang kurang dari Rf pembanding maka dapat disimpulkan bahwa sample tersebut
lebih mudah terikat ke polar sehingga terelusi dengan lambat, serta hasil yang lebih dari Rf
pembanding menandakan bahwa sample tersebut lebih mudah terikat ke non polar sehingga
terelusi dengan cepat. Ada juga hasil yang menunjukkan sama dengan Rf pembanding 1 glukosa
10% (bercak 2 sari 3) maka dapat disimpulkan bahwa sample mengandung 1 komponen yang
serupa dengan pembanding glukosa 10%
7. Pembahasan
Pada praktikum yang berjudul Isolasi Glikosida Flavonoid dari Daun Kenitu bertujuan
untuk dapat memahami dan melakukan isolasi flavonoid dari daun Kenitu
(Chrysophyllum cainito).
Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang
ditemukan di alam. Senyawa senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru
serta sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid
mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin
benzene (C6) terikat pada suatu rantai propane (C3) sehingga bentuk susunan C6-C3-
C6. (Lenny,2006).

Sebagian besar senyawa flavonoida alam ditemukan dalam bentuk glikosida, dimana
unit flavonoid terikat pada suatu gula. Glikosida adalah kombinasi antara suatu gula dan
suatu alkohol yang saling berikatan melalui ikatan glikosida. Pada prinsipnya, ikatan
glikosida terbentuk apabila gugus hidroksil dari alkohol beradisi kepada gugus karbonil
dari gula samaseperti adisi alkohol kepada aldehida yang dikatalisa oleh asam
menghasilkan suatu asetal. Pada hidrolisa oleh asam, suatu glikosida terurai kembali
atas komponen-komponennya menghasilkan gula dan alkohol yang sebanding dan
alkohol yang dihasilkan disebut dengan aglikon. Residu gula dari glikosida flavonoida
alam adalah glukosa, ramnosa, galaktosa dan gentibiosida. Flavonoid dapat ditemukan
sebagai mono- , di- atau triglikosida dimana satu, dua atau tiga gugus hidroksil dalam
molekul flavonoid terikat oleh gula. Poliglikosida larut dalam air dan sedikit larut dalam
pelarut organik seperti eter, benzene, kloroform dan aseton. Senyawa-senyawa
flavonoid yang umumnya bersifat antioksidan dan banyak yang telah digunakan sebagai
salah satu komponen bahan baku obat-obatan (Anonim,2008) Flavonoid yang
umumnya berwarna hijau bereaksi dengan senyawa radikal melalui transfer elektron
atau atom hidrogen sehingga menghasilkan flavonol yang berwarna kuning. Fungsi
flavonoid dalam tubuh manusia adalah sebagai antioksidan, sehingga sangat baik untuk
pencegahan kanker. Manfaat flavonoid antara lain adalah untuk melindungi struktur
sel, memiliki hubungan sinergi dengan vitamin C (meningkatkan efektivitas vitamin C),
antiflamasi, mencegah keropos tulang, dan sebagai antiseptik.
Setiap tumbuhan memiliki kandungan flavonoid yang berbeda-beda, kadar flavonoid
dapat ditentukan dengan menggunakan metode Ordonez et al. (2006). Prinsip
penetapan kadar flavonoid total yaitu terjadi perubahan warna campuran menjadi
kuning akibat terbentuknya kompleks kuersetin-AlCl3 pada panjang gelombang 420 nm.
Kandungan flavonoid total dinyatakan dalam mg ekuivalen kuersetin (QE)/g ekstrak.
Pada percobaan kali ini digunakan simplisia dari daun kinetu. Secara sistematika
tumbuhan kenitu diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Magnoliophyta
Subdivisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Dileniidae
Ordo : Ebenales
Famili : Sapotaceae
Genus : Chrysophyllum L.
Spesies : Chrysophyllum cainito L.
(USDA,2003)
Daun kinetu memiliki mengandung antioksidan polifenol, katekin, gallokatekin,
kuersetin, kuersitrin, isokuersitrin, mirisitrin, rutin dan asam galat (Luo et al., 2002).
Daun kenitu digunakan sebagai ramuan tradisional antidiabetes. Ekstrak daun kenitu
mengandung alkaloid, sterol atau triterpena yang berperan dalam menurunkan kadar
glukosa dengan mekanisme antioksidan (Koffi et al., 2009). Daun kenitu juga berkhasiat
sebagai obat kanker dan rematik persendian. Dekok daun digunakan untuk mengobati
nyeri dada (Das et al., 2010).
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga
terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Simplisia yang di ekstraksi
mengandung berbagai senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa aktif yang tidak
larut seperti serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain (Direktorat Pengawasan Obat
Tradisional, 2000).
Metode ekstraksi yang digunakan dalam bidang farmasi meliputi pemisahan bagian
aktif tanaman berkhasiat obat dari komponen yang tidak aktif dengan menggunakan
pelarut selektif. Selama ekstraksi pelarut berdifusi ke dalam bahan tanaman yang
padat, karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan cairan
ekstraksi yang berada di luar sel. Bahan pelarut yang mengalir ke dalam ruang sel akan
menyebabkan protoplasma membengkak dan bahan kandungan sel akan terlarut sesuai
kelarutannya (Ncube et al., 2008). Metode ekstraksi berdasarkan tingkat kesulitannya
dikelompokkan menjadi dua cara yaitu ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus
(Harborne, 1987). Ekstraksi sederhana terdiri atas: maserasi, perkolasi, reperkolasi, dan
diakolasi. Sedangkan ekstraksi khusus terdiri atas: soxhletasi, arus balik, dan ultrasonik.
Proses ekstraksi terdiri dari beberapa tahap yaitu penghancuran bahan, penimbangan,
perendaman dengan pelarut, penyaringan, dan pemisahan.
Pada praktikum isolasi glikosida flavonoid pada daun kenitu hal pertama yang dilakukan
adalah membuat cairan infusa dari simplisia Chrysophyllum cainito. Infusa adalah
ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90oC selama 15 menit. Infusa adalah
proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang
larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari
yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu sari yang
diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam. Cara ini sangat
sederhana dan sering digunakan oleh perusahaan obat tradisional. Dengan beberapa
modifikasi cara ini sering digunakan unuk membuat ekstrak. Infusa dibuat dengan cara
membasahi bahan bakunya, biasanya dengan air 2 kali bobot bahan, untuk bunga
empat kali bobot bahan, dan untuk karagen 10 kali bobot bahan. Bahan baku ditambah
dengan air dan dipanaskan selama 15 menit pada suhu 90 oC. Untuk memindahkan
penyarian kadang-kadang perlu ditambahkan bahan kimia misalnya asam Sitrat, kalium
atau natrium karbonat. Penyarian dilakukan pada saat cairan masih panas, kecuali
bahan bahan yang mudah menguap (Anonim, 2000). Dekokta adalah ekstraksi dengan
pelarut air pada temperatur 90oC selama 30 menit. Penguapan ekstrak larutan
dilakukan dengan penguap pengurangan tekanan, yaitu rotary evaporator sehingga
diperoleh ekstrak yang kental (Harborne, 1987).
Pada pembuatan cairan infusa bahan ataupun alat yang digunakan selain simplisia
Chrysophyllum cainito yaitu Air suling merupakan cairan pada saat proses infundasi,
Eter berfungsi untuk proses ekstraksi (polar) sebagai pelarut karena flavonoid bentuk
bebas atau aglikonnya larut dalam eter, HCl berfungsi untuk untuk mendeteksi gugus
OH pada molekul atau menghidrolisis senyawa ekstrak, Natrium Sulfat Anhidrat, Plat
KLT sebagai fase diam KLT, Metanol sebagai pelarut, Asam asetat 15% sebagai fase
gerak N butanol sebagai fase gerak, Asam asetat glasial sebagai fase gerak, Ammonia
merupakan pereaksi semprot yang membedakan warna kuning, Pereaksi sitroborat
merupakan pereaksi pembentukan kompleks. Kemudian untuk membuat cairan infusa
ini pertama yang dilakukan menimbang serbuk simplisia daun kenitu sebanyak 40 gram
di tambah dengan air hingga 400 ml ke dalam panci infusa. Panci infusa bagian bawah
diisi dengan air biasa, hal ini dilakukan untuk menjaga suhu pemanasan tetap pada 90°C
karena yang menghantarkan panas adalah uap air bukan api secara langsung, kemudian
setelah panci atas suhunya mencapai 90°C ditunggu selama 15 menit.
Selanjutnya yaitu proses filtrasi larutan. Pertama kita dapat menyiapkan alat yang akan
digunakan yaitu corong Buchner dan Erlenmeyer 500 ml. Setelah infusa dingin, saring
campuran pada cawan porselen melalui corong Buchner. Dan kemudian dilakukan
proses kristalisasi dengan pendinginan. Setelah itu, kita dapat menimbang kertas saring
untuk menyaring Kristal yang ada pada Erlenmeyer. Jika ada Kristal yang menempel
pada Erlenmeyer, bilas dengan air suling dan tuang bilasan ke kertas saring. Setelah itu,
cuci Kristal menggunakan 10 ml air es dan keringkan kertas saring bersama endapan
pada suhu 50⁰C.
Untuk tahap selanjutnya yaitu penyarian. Penyarian pertama berisi air:methanol dan
Kristal. Pada sari 1 ini mengandung senyawa glikosida rutin karena masih diambil dari
Kristal yang terbentuk. Kemudian pada sari 2 ini dibuat dari sisa padatan kristal ekstrak
kemudian di encerkan dengan 10 ml HCl 2N fungsi HCl disini untuk menghidrolisis
senyawa ekstrak. Apabila glikosida mengikat gula ketika dihidrolisis akan menjadi glikon
dan aglikon. Ketika diencerkan akan membentuk 2 lapisan lapisan atas merupakan
lapisan air asam dan lapisan bawah merupakan lapisan eter. Pada sari 2 ini
mengandung senyawa quersetin yang merupakan aglikon. Senyawa quersetin ini larut
dalam eter. Kemudian untuk penyarian sari tiga yang mana dilakukan dengan cara air
asam yang diperoleh dari hidrolisis pada penyarian ke 2 diuapkan pada cawan porselen
diatas penangas air kemudian senyawa yang ada di sari 3 yaitu rutinosa yang merupaka
glikon atau gula.
Untuk yang selanjutnya yaitu dilakukan analisis kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan
dengan metode KLT. Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah teknik pemisahan dan
pemurnian yang digunakan untuk memperoleh fase gerak (eluen) yang sesuai sehingga
dapat memisahkan senyawa-senyawa pada sampel, dengan melihat nilai Rf (retardation
factor atau faktor eluen).
Pada Analisis Kualitatif menggunakan metode KLT yang pertama siapkan fase gerak
berupa asam asetat 15% ke dalam chamber dan dijenuhkan selama beberapa saat
untuk menghilangkan uap air/gas yang tersisa dan membuat eluen memenuhi chamber
sehingga proses elusi berjalan lebih optimal dan siapkan juga lempeng selulosa dengan
ukuran 5x10 cm sebagai fase diam. Beri batas atas dan bawah lempeng dengan ukuran
batas bawah 1,5 cm dan batas akhir 0,5 cm dari tepian lempeng. Setelah memberikan
batas pada lempeng, sampel ditotolkan pada lempeng menggunakan mikropipet
dengan ukuran 10 µL untuk sari 1, sari 2, dan sari 3 serta 5 µL untuk pembanding rutin
0,1% dalam methanol. Selanjutnya memasukkan fase diam pada chamber yang sudah
dijenuhkan dengan fase gerak kemudian tunggu elusi sampai pada batas atas lempeng
KLT. Setelah proses elusi selesai, kita dapat mengambil plat KLT untuk kemudian di
kering anginkan. Setelah itu, kita amati dibawah sinar UV 366 nm dan tandai bercak
untuk kemudian kita amati warna bercak serta menghitung nilai Rf dari masing-masing
bercak. Dari hasil perhitungan nilai Rf yaitu dengan membagikan jarak pergerakan noda
dengan jarak pergerakan eluen didapatkan hasil bahwa nilai Rf yang paling mendekati
pembanding adalah hasil perhitungan pada sari 1 bercak dua dan sari 3 bercak 3 yaitu
sebesar 0,562 dengan nilai Rf pembanding yaitu sebesar 0,575. Hal tersebut
membuktikan bahwa ekstrak daun kenitu yang diuji mengandung senyawa rutin.
Untuk yang selanjutnya yaitu analisis kualitatif ke 2. Langkah pertama pada analisis ini
yaitu menyiapkan fase gerak masing-masing sebanyak 5 ml untuk selanjutnya
dimasukkan ke dalam chamber dan dijenuhkan selama beberapa saat. Sambil
menunggu fase gerak menjadi jenuh, bias kita siapkan fase diam berupa lempeng
selulosa dengan ukuran 6x10 cm. sama seperti analisis sebelumnya, sampel ditotolkan
pada lempeng menggunakan mikropipet dengan ukuran 10 µL untuk sari 1, sari 2, sari 3
pembanding glukosa 10% dan ramnosa 10%. Selanjutnya, kita masukkan fase diam pada
chamber yang sudah dijenuhkan dengan fase gerak dan tunggu elusi sampai pada batas
atas lempeng KLT. Setelah proses elusi selesai, kita ambil plat dan kering anginkan.
Kemudian dapat diamati dibawah sinar UV 366 nm. Kita tandai bercak dan amati warna
bercak serta hitung nilai Rf masing-masing bercak, kemudian uapi dengan uap ammonia
untuk kemudian catat Rf yang berwarna kuning. Untuk langkah yang terakhir yaitu
semprot kromatogram dengan larutan kalium permanganat basa (untuk gula) catat nilai
Rf dan warna yang terbentuk. Berdasarkan langkah pada uji tersebut didapatkan hasil
bahwa nilai Rf pada daun kenitu sari 3 bercak 2 memiliki nilai yang mendekati nilai Rf
pembanding. Dimana nilai Rf pada daun kenitu sari 3 bercak 2 yaitu 0,375 sedangkan
nilai Rf pembanding yaitu 0,375 yang membuktikan bahwa ekstrak daun kenitu
mengandung senyawa glukosa 10%.
8. Kesimpulan
1. Memiliki tujuan yaitu agar mahasiswa mampu memahami prinsip isolasi glikosida
flavonoid daun kenitu dan memahami prinsip analisis kualitatif glikosida flavonoid
dengan metode KLT.
2. Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu Kenitu. Kenitu memiliki memiliki
nama ilmiah yaitu Chrysophullum cainito L dan merupakan golongan famili
Sapotaseae.
3. Pada analisis kualitatif yang pertama didapatkan hasil perhitungan pada sari 1
bercak dua dan sari 3 bercak 3 yaitu sebesar 0,562 dengan nilai Rf pembanding yaitu
sebesar 0,575. Hal tersebut membuktikan bahwa ekstrak daun kenitu yang diuji
mengandung senyawa rutin.
4. Pada analisis kualitatif yang kedua didapatkan hasil bahwa nilai Rf pada daun kenitu
sari 3 bercak 2 memiliki nilai yang mendekati nilai Rf pembanding. Dimana nilai Rf
pada daun kenitu sari 3 bercak 2 yaitu 0,375 sedangkan nilai Rf pembanding yaitu
0,375 yang membuktikan bahwa ekstrak daun kenitu mengandung senyawa glukosa
10%.

9. Daftar Pustaka

Das, A., Dato I.R., Badaruddin, B.N., Amiya, B. 2010. A Brief Review on Chrysophyllum
cainito. IJPI’s Journal of Pharmacognosy and Herbal Formulations. 1 (1): 1-7.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan.
Bandung: ITB-Press.
Koffi, N., Amoikon K.E., Tiebre M.S., Kadja B., Zirihi, G.N. 2009. Effect of aqueous
Extract of Chrysophyllum cainito Leaves on the Glycaemia ofDiabetic Rabbits. Afr.
J. Pharm. Pharmacol. 3 (10): 501-506.
Luo, X.D., Basile M.J., & Kennely E.J., 2002. Polyphenolic Antioxidants from
Chrysophyllum cainito L. (Star Apple), J. Agric. Food Chem. 50(6): 1379– 1382.
Ncube, N.S., Afolayan, A.J., & Okoh, A.I. 2008. Assessment Techniques of Antimicrobial
Properties of Natural Compounds of Plant Origin: Current Methods and Future
Trends. Afr. J. Biotechnol. 7 (2): 1797-1806.
USDA. 2003. URL: www.plants.usda.gov. [diakses tanggal 22 Agustus 2014]

Anda mungkin juga menyukai