Anda di halaman 1dari 147

MODUL

PERKULIAHAN JARAK JAUH

JUDUL

KROMATOGRAFI

Oleh:

Dr. Pri Iswati Utami, M.Si., Apt., NIDN 0619057601


Dr. Wiranti Sri Rahayu, M.Si., Apt., NIDN 0616087701
Aditya Singgih Raharjo, S.Farm., Apt. NIK 2160995

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
JUNI, TAHUN 2020

i
PRAKATA

Puji Syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat-Nya sehingga
modul Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) mata kuliah Kromatografi untuk mahasiswa
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto, semester 4 dapat
diselesaikan. Modul ini disusun berdasarkan Kurikulum 2015, Program Studi Sarjana
Farmasi, Fakultas Farmasi, UMP yang menempatkan mahasiswa sebagai pusat kegiatan
belajar (Student Center). Modul ini juga dilengkapi dengan latihan soal untuk menguji
pemahaman mahasiswa terkait dengan materi yang terdapat pada modul. Dalam modul
Kromatografi ini akan dibahas tentang “Konsep Dasar Metode Pemisahan Analit dalam
Campuran dengan Kromatografi”.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan modul ini. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan
kesempurnaan modul ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu proses penyelesaian modul ini, Semoga modul ini dapat bermanfaat
bagi sivitas akademika Fakultas Farmasi, UMP.

ii
PENGANTAR DEKAN FAKULTAS FARMASI

Sistem pendidikan jarak jauh (PJJ), merupakan sistem pendidikan yang memiliki
daya jangkau luas, lintas ruang, dan waktu. Sistem PJJ menjadi pilihan bagi dunia
pendidikan tinggi pada masa pandemic COVID-19, semester gasal 2019-2020. Situasi
ini mendorong berbagai institusi pendidikan, terutama pendidikan tinggi, untuk
berpartisipasi aktif dalam PJJ.
PJJ memiliki karakteristik terbuka, belajar mandiri, belajar tuntas, menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi (TIK), dan/atau menggunakan teknologi lainnya.
Melalui sistem PJJ, setiap orang dapat memperoleh akses terhadap pendidikan
berkualitas tanpa harus berinteraksi secara fisik satu dengan yang lainnya. Sifat masal
sistem PJJ dalam mendistribusikan pendidikan berkualitas yang terstandar dengan
menggunakan TIK, standardisasi capaian pembelajaran (learning outcomes), materi
ajar, proses pembelajaran, bantuan belajar, dan evaluasi pembelajaran, menjadikan
pendidikan berkualitas dapat diperoleh berbagai kalangan lintas ruang dan waktu.
Mengingat pentingnya program ini, maka Pimpinan Fakultas Farmasi
mendukung pembuatan modul PJJ serta memfasilitasi segala hal yang diperlukan untuk
penyelenggaraan PJJ mata kuliah Kromatografi ini. Semoga modul ini dapat
memudahkan dan melancarkan proses perkuliahan terutama di masa pandemic COVID-
19.

Dekan Fakultas Farmasi

Didik Setiawan, Ph.D., Apt.


NIK. 2160393

iii
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman judul........................................................................................................ i
PRAKATA ............................................................................................................ ii
PENGANTAR DEKAN FAKULTAS FARMASI ................................................. iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
A. PENDAHULUAN ............................................................................... v
B. MATERI PERKULIAHAN ................................................................. vii
BAB I. TEORI KROMATOGRAFI ................................................................. 1
BAB II. KLASIFIKASI KROMATOGRAFI .................................................... 5
BAB III. KROMATOGRAFI KERTAS ............................................................. 23
BAB IV. KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS ....................................................... 32
BAB V. KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS KINERJA TINGGI ........................ 47
BAB VI. APLIKASI KLT DALAM BIDANG FARMASI ................................. 53
BAB VII. KROMATOGRAFI KOLOM .............................................................. 57
BAB VIII. PARAMETER PEMISAHAN DENGAN KROMATOGRAFI ............ 73
BAB IX. PRINSIP DAN FUNGSI BAGIAN INSTRUMEN
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) ................ 95
BAB X. EVALUASI EFISIENSI PEMISAHAN KROMATOGRAFI
CAIR KINERJA TINGGI ................................................................. 112
BAB XI. APLIKASI KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI ............ 117
BAB XII. PRINSIP DAN FUNGSI BAGIAN INSTRUMEN
KROMATOGRAFI GAS .................................................................. 124
BAB XIII. EVALUASI PEMISAHAN KOLOM KROMATOGRAFI GAS........ 134
BAB XIV. APLIKASI KROMATOGRAFI GAS ................................................ 138

iv
A. PENDAHULUAN

1. STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR


Mahasiswa mampu menguraikan pemisahan senyawa dengan metode
kromatografi.

2. DESKRIPSI MATA KULIAH


Teknik pemisahan kromatografi adalah metode pemisahan multi tahap dimana
komponen. Teknik kromatografi di bidang farmasi banyak digunakan untuk tujuan
analisis kualitatif, analisis kuantitatif, ataupun untuk tujuan preparatif. Kromatografi
juga dapat digunakan untuk pengujian kualitas bahan obat maupun obat jadi, makanan,
maupun kosmetika. Teknik kromatografi juga banyak dimanfaatkan dalam
pengembangan obat alam.
Mata kuliah ini membicarakan tentang prinsip kromatografi; teori, mekanisme
dan teknik analisis dari kromatografi kertas; teori, mekanisme dan teknik analisis dari
kromatografi lapis tipis; analisis densitometri; teori, mekanisme dan teknik analisis dari
kromatografi kolom; teori, mekanisme dan teknik analisis dari kromatografi cair
kinerja tinggi (KCKT); serta teori, mekanisme dan teknik analisis dari kromatografi gas.
Mata kuliah spektroskopi diberikan pada semester 4 dengan prasyarat mahasiswa telah
lulus dalam mata kuliah kimia analisis. Pembahasan dibagi dalam 14 Bab yang terdiri
dari:
BAB I. TEORI KROMATOGRAFI
BAB II. KLASIFIKASI KROMATOGRAFI
BAB III. KROMATOGRAFI KERTAS
BAB IV. KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
BAB V. KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS KINERJA TINGGI
BAB VI. APLIKASI KLT DALAM BIDANG FARMASI
BAB VII. KROMATOGRAFI KOLOM
BAB VIII. PARAMETER PEMISAHAN DENGAN KROMATOGRAFI
BAB IX. PRINSIP DAN FUNGSI BAGIAN INSTRUMEN KROMATOGRAFI
CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

v
BAB X. EVALUASI EFISIENSI PEMISAHAN KROMATOGRAFI CAIR
KINERJA TINGGI
BAB XI. APLIKASI KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
BAB XII. PRINSIP DAN FUNGSI BAGIAN INSTRUMEN KROMATOGRAFI
GAS
BAB XIII. EVALUASI PEMISAHAN KOLOM KROMATOGRAFI GAS
BAB XIV. APLIKASI KROMATOGRAFI GAS

3. WAKTU PERKULIAHAN
Perkuliahan dilakukan sesuai jadwal dengan durasi 100 menit (2 sks).
4. PRASYARAT
Mahasiswa semester 4 yang telah lulus dalam mata kuliah kimia analisis
5. PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL
a. Mahasiswa menggunakan modul untuk lebih memahami materi perkuliahan
online Kromatografi dengan cara membaca modul pada setiap kegiatan
pembelajaran. Bila ada materi yang belum jelas dapat ditanyakan ke dosen
pengampu.
b. Mahasiswa mengerjakan tugas dan latihan pada masing-masing materi yang
dibahas dalam kegiatan belajar agar lebih mendalami materi yang diberikan.
c. Jika belum menguasai level materi yang diharapkan, ulangi lagi pada kegiatan
belajar sebelumnya atau bertanya kepada dosen pengampu.
6. TUJUAN AKHIR (CAPAIAN PEMBELAJARAN)
Mahasiswa mampu menguraikan prinsip berbagai kromatografi; klasifikasi
kromatografi; teori, mekanisme dan teknik analisis dari kromatografi kertas; teori,
mekanisme dan teknik analisis dari kromatografi lapis tipis; teori, mekanisme dan
teknik kromatografi lapis tipis kinerja tinggi; teori, mekanisme dan teknik analisis dari
kromatografi kolom; teori, mekanisme dan teknik analisis dari kromatografi cair kinerja
tinggi (KCKT); serta teori, mekanisme dan teknik analisis dari kromatografi gas
.

vi
B MATERI PERKULIAHAN

vii
BAB I
TEORI KROMATOGRAFI

TUJUAN: Setelah mempelajari materi ini mahasiswa mampu menguraikan sejarah


kromatografi dan teori dasar kromatografi

MATERI
1. SEJARAH KROMATOGRAFI
Mikhail Semenovich Tsvett seorang ahli Biologi Rusia-Italia pada awal abad 20
memperkenalkan teknik yang kemudian dikenal dengan nama Kromatografi.
Memisahkan zat warna tanaman (pigmen tanaman). Melewatkan/meneteskan campuran
melalui tabung gelas yang berisi serbuk Calcium Carbonate. Pigmen / zat warna tetap
tinggal / tertahan pada serbuk. Derajat kekuatan yang berbeda menghasilkan pita-pita
zat warna. Dalam bahasa Yunani arti kata kromatografi adalah “color to write”. Asal
nama kromatografi yang ditulis dipublikasi ilmuwan tersebut adalah berdasar pada
gambar warna warni hasil pemisahan pigmen tanaman. Bentuk apakah kromatografi
yang pertama ditemukan tersebut adalah dlam bentuk liquid-solid chromatography
(LSC). Adsorben yang digunakan pada penemuan awal kromatografi adalah CaCO3.
Pemisahan yang melibatkan interaksi antara satu atau lebih solut dan dua fase yaitu
fase diam dan fase gerak.

Gambar 1. Gambar Kromatografi yang dipublikasikan oleh M.S. Tswet

1
2. TUJUAN KROMATOGRAFI
Kromatografi dilakukan untuk mencapai salah satu dan/atau kedua tujuan berikut:

a. Analitik
Kromatografi digunakan untuk menentukan komposisi zat kimia suatu sampel.
Tujuan analitik dapat untuk analisis kualitatif maupun analisis kuantitatif.
b. Preparatif
Kromatografi digunakan untuk memurnikan dan mengumpulkan / isolasi satu
atau lebih komponen dari suatu sampel

3. TEORI DASAR KROMATOGRAFI


Teknik pemisahan kromatografi adalah metode pemisahan multi tahap
dimana komponen suatu sampel didistribusikan antara dua fase, yaitu fase diam dan
fase gerak (Depkes RI, 2014). Kromatografi dapat juga didefinisikan sebagai
prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam
sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara
berkesinambungan dalam arah tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan
perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan,
tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion.
Pada kromatografi, komponen-komponen dalam campuran akan dipisahkan
antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan
komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen
campuran. Fase gerak membawa komponen (zat terlarut) melalui media (fase diam),
hingga terpisah dari komponen (zat terlarut) lainnya. Komponen yang mudah
tertahan pada fase diam akan tertinggal, sedangkan komponen yang mudah larut
dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat.
Pada kromatografi dapat kita gunakan prinsip “Like Attracts Like – Opposites
are Not Attracte”. “Polar Atrracted to other Polars (like attract). Non-polars
attracted to other non-polars (likes attract). Non-polars have no attraction to polars
(opposites repel).
Komponen yang memiliki interaksi yang lebih kuat dengan pendukung fase
diam,akan cenderung bergerak lebih lambat melewati pendukung fase diam,
dibandingkan komponen yang interaksinya lebih lemah dengan fase diam. Dengan

2
jalan ini, komponen-komponen yang berbeda tipe akan dapat dipisahkan satu dengan
yang lainnya sesuai dengan pergerakannya melewati material pendukung fase diam.
Pemisahan kromatografi dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa
pendukung fase diam, misalnya :
a. silica yang dilapiskan pada plat gelas (thin layer chromatography/TLC
(Kromatografi Lapis Tipis /KLT),
b. volatile gases (gas chromatography),
c. kertas (paper chromatography),
d. cairan yang dapat bergabung dengan molekul hidrofilik, molekul yang tak larut
(liquid chromatography).
Teknik kromatografi membutuhkan zat terlarut terdistribusi diantara dua fase,
satu diantaranya diam (fase diam), yang lainnya bergerak (fase gerak). Zat terlarut
dibawa melewati media pemisah oleh aliran suatu pelarut berbentuk cairan atau gas
yang disebut ELUEN. Prosesnya disebut ELUSI

Mobile Phase / Fase Gerak / Eluen dapat berupa:


a. Gas (Gas Chromatography / GC)
b. Air (Liquid Chromatography / LC)
c. Pelarut Organik (Liquid Chromatography / LC)
d. Supercritical fluid (Super Critical Fluid Chromatography / SCFC)

JENIS KROMATOGRAFI DALAM FARMAKOPE

Jenis-jenis kromatografi yang digunakan dalam prosedur analisis kualitatif dan


kuantitatif dalam Farmakope :
a Kromatografi kolom
b Kromatografi gas (Gas Chromatography/ GC)
c Kromatografi kertas
d Kromatografi lapis tipis (termasuk Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi
KLTKT atau High Performance Thin Layer Chromatography/ HPTLC)
e Kromatografi cairan yang diberi tekanan atau yang biasa dikenal dengan
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Performance Liquid
Chromatography (HPLC).

3
RANGKUMAN

1. Kromatografi merupakan proses pemisahan yang melibatkan interaksi antara satu


atau lebih solut dan dua fase. Kedua fase tersebut adalah fase diam dan fase
gerak. Fase gerak meruakan zat cair atau gas yang mengalir /merambat melewati
fase diam, sedangkan fase diam merupakan suatu zat padat atau zat cair yang tidak
bergerak.
2. Tujuan dilakukannya kromatografi adalah untuk tujuan analitik dan/atau tujuan
preparatif.
3. Dikenal beberapa jenis fase diam dan fase gerak yang dapat digunakan dalam
kromatografi.

SOAL LATIHAN

1. Bagaimanakah eksperimen yang diperkenalkan oleh ilmuwan penemu teknik


kromatografi?
2. Uraikanlah definisi kromatografi menggunakan bahasa Anda sendiri!
3. Disebut apakah media tempat pemisahan senyawa terjadi?
4. Bagaimanakah komponen-komponen dalam campuran akan dipisahkan antara dua
buah fase yaitu fase diam dan fase gerak?

PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Farmakope Indonesia Edisi V,


Jakarta
2. Harvey, D., Modern Analytical Chemistry, 2000, The McGraw-Hill Companies,
Inc. Boston
3. Watson D.G., 2000, Pharmaceutical Analysis, Churchill Livingstone, New York.

4
BAB II
KLASIFIKASI KROMATOGRAFI

TUJUAN: Setelah mempelajari materi ini mahasiswa mampu menguraikan klasifikasi


kromatografi berdasarkan keadaan fisik fase gerak – fase diam, metode
kontak antara fase gerak – fase diam; dan berdasarkan mekanisme fisika
atau kimia yang bertanggung jawab terhadap pemisahan senyawa

MATERI
Kromatografi dapat dilakukan dengan berdasar pada :
a. Keadaan fisik fase gerak dan fase diam
b. Metode kontak antara fase gerak dan fase diam
c. Mekanisme fisika atau kimia yang bertanggung jawab terhadap pemisahan
senyawa

1. KLASIFIKASI KROMATOGRAFI BERDASARKAN KEADAAN FISIK


FASE GERAK DAN FASE DIAM
Pada tabel 1 di bawah ini dapat kita lihat klasifikasi kromatografi berdasarkan
keadaan fisik fase gerak dan fase diam. Fase gerak yang sering digunakan di bidang
farmasi dapat berupa cairan atau gas. Fase diam dapat berupa padatan atau cairan.
Tabel 1. Klasifikasi kromatografi berdasarkan keadaan fisik fase gerak dan fase diam
Fase Gerak Fase Diam
Kromatografi Gas Liquid/ Cair
(Gas Chromatography/ GC) Gas – Liquid Chromatography (GLC)
Solid/ Padat
Gas – Solid Chromatography (GSC)
Kromatografi Cair Liquid/ Cair
(Liquid Chromatography/ LC) Liquid – Liquid Chromatography (LLC)
Solid/ Padat
Liquid – Solid Chromatography (LSC)

2. KLASIFIKASI KROMATOGRAFI BERDASARKAN METODE KONTAK


ANTARA FASE GERAK DAN FASE DIAM
Berdasarkan metode kontak antara fase gerak dan fase diam, kromatografi
diklasifikasikan menjadi dua tipe yaitu: Kromatografi Planar dan Kromatografi Kolom.

5
Pada tabel 2 di bawah ini dapat dilihat klasifikasi kromatografi berdasarkan
metode kontak antara fase gerak dan fase diam. Pada kromatografi cair, metode
kontaknya dapat berupa kromatografi planar atau kromatografi kolom, sedangkan pada
kromatografi gas hanya menggunakan metode kontak kromatografi kolom.
Kromatografi kolom pada kromatografi cair ada dua jenis yaitu kolom terbuka dan
kolom modern (kinerja tinggi). Kromatografi planar dapat berupa kromatografi kertas
atau kromatografi lapis tipis.
Tabel 2. Klasifikasi kromatografi berdasarkan metode kontak antara fase gerak dan fase diam
Kromatografi Metode Kontak Fase Jenis
Gerak dan Fase Diam
Kromatografi Cair Kolom Kolom Terbuka (gravity flow)
Kinerja Tinggi (pressude flow)
Planar Kromatografi Kertas
Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi Gas Kolom

Pada kromatografi planar, kromatografi dapat diklasifikasiken juga berdasarkan arah


solvent/ fase ferak, yaitu:
a. Radial chromatography
Kertas bentuk lingkaran

Sampel
Arah solvent

sumbu

Gambar 2. Arah fase gerak pada kromatografi radial


Pada radial chromatography, sampel ditotolkan di tengah kertas kromatografi,
kemudian pada kertas dipasangkan sumbu. Sumbu tersebut dicelupkan ke dalam fase
gerak, dan nantinya fase gerak akan bergerak ke segala arah membentuk lingkaran-
lingkaran.

6
b. Ascending chromatography

Arah Solvent

Gambar 3. Arah fase gerak pada kromatografi menaik (ascending)

Pada ascending chromatography, solvent bergerak naik pada media pemisahan.

c. Descending chromatography
Pada teknik ini, solvent bergerak turun pada media pemisahan.

Arah
Solvent

Gambar 4. Arah fase gerak pada kromatografi menurun (descending)

3. KLASIFIKASI KROMATOGRAFI BERDASARKAN MEKANISME


FISIKA ATAU KIMIA YANG BERTANGGUNG JAWAB TERHADAP
PEMISAHAN SENYAWA
Berdasarkan mekanisme fisika atau kimia yang bertanggung jawab terhadap
pemisahan senyawa, kromatografi diklasifikasikan menjadi 5 jenis yaitu:
kromatografi adsorpsi, kromatografi partisi, kromatografi penukar ion,
kromatografi eksklusi molekul, dan kromatografi afinitas.

7
a. Kromatografi Adsorpsi (Adsorption Chromatography)
Adsorption chromatography (kromatografi adsorpsi) adalah tipe
kromatografi yang paling tua. Seperti yang dikerjakan Tswett. Di sini digunakan
fase gerak cairan atau gas yang akan dapat diadsorpsi pada permukaan fase diam
padat. Kesetimbangan diantara fase gerak dan fase diam akan menentukan
pemisahan solut yang berbeda-beda.
Fase diam dalam kromatografi adsorpsi disebut "Adsorben". Ketika cairan
digunakan sebagai fase gerak maka disebut "Liquid-Solid Chromatography (LSC)
contohnya TLC dan HPLC. Jika fase gerak berupa gas disebut "Gas-Solid
Chromatography (GSC) misal Gas Chromatography (GC).
Dalam kromatografi adsorpsi ada dua tipe gaya: Gaya tarik solut pada
adsorben (Stationary Phase) dan gaya yang bekerja untuk mengeluarkan solut dari
adsorben untuk bergerak bersama fase gerak.

Gambar 5. Kromatografi Adsorpsi

Gaya tarik solut pada adsorben (Stationary Phase) dapat diklasifikasikan sebagai
berikut sesuai dengan kekuatannya :

a). Dipole–dipole attraction


Ini adalah gaya tarik diantara adsorben polar dan solut polar.
b). Hydrogen bonding
Ini adalah tipe ikatan yang lebih lemah dibanding ikatan kovalen. Ikatan
Hidrogen terbentuk diantara hidrogen gugus OH ( seperti pada silica) dan
atom electronegatif seperti Oksigen, nitrogen dalam solut.

8
c). Gaya Polarisabilitas (Dipole induce Dipole)
Suatu gaya yang muncul diantara adsorben polar dan solut yang bisa
dipolarisasi seperti pada molekul aromatik.
d). Ikatan Kovalen Lemah
Seperti yang terjadi selama pembentukan kompleks
e). Gaya Van der Waals
Gaya tarik Non polar muncul diantara inti suatu atom dan elektron atom lain.

Gaya yang menyebabkan solut bergerak bersama fase gerak melewati media
pemisahan ada dua macam yaitu:
a). Elution
Kecenderungan solut untuk terlarut dan bergerak bersama fase gerak. Solven
yang digunakan sebagai fase gerak harus cukup mampu melarutkan solut agar bisa
berkompetisi dengan adsorpsi dari fase diam / adsorben. Jika solven yang
digunakan sangat kuat, maka solven akan mencuci (wash out) semua solut bersama
tanpa pemisahan. Solven yang sering digunakan adalah Eter/ hidrokarbon / solven
karbonil.
b). Displacement
Molekul solven berkompetisi dengan solut untuk berinteraksi dengan tempat
adsorpsi pada fase diam / adsorben. Kompetisi ini akan mengakibatkan solut
bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga dapat dipisahkan antara solut
yang satu dengan solut yang lain.

Deret Eluotropik (Elutropic Series) Solven


Solven disusun dalam suatu urutan berdasarkan kekuatannya dengan urutan yang
meningkat (ke atas) dari yang paling lemah ke yang paling kuat.
Tabel 3. Deret eluotropik solven yang digunakan dalam kromatografi cair

Solven Polarity Index (P’) Elution Streght (SiO2)


Fluoroalkana <-2 - 0,2
Sikloheksana 0,04 0,03
n-heksana 0,1 0,01
Karbon tetraklorida 1,6 0,11
Diisopropil eter 2,4 0,22
Toluena 2,4 0,22

9
Dietil eter 2,8 0,38
Diklorometana 3,1 0,34
Tetrahdrofuran 4,0 0,35
Kloroform 4,1 0,26
Etanol 4,3 0,68
Asam asetat 4,4 0,38
Dioksan 4,8 0,49
Metanol 5,1 0,73
Asetonitril 5,8 0,50
Nitrometana 6,0 0,49
Air 10,2 Besar

Pada tabel 3 tersebut, dari atas ke bawah semakin meningkat polaritasnya.

JENIS ADSORBEN
Adsorben yang ideal harus memenuhi persyaratan berikut :
a. Tidak larut / Insoluble dalam fase gerak.
b. Inert terhadap solut.
c. Tidak berwarna terutama ketika bekerja dengan campuran sampel yang
berwarna.
d. Memiliki ukuran partikel yang sesuai untuk memberikan pemisahan yang baik
dengan kecepatan alir yang masih memungkinkan.

Contoh-contoh adsorben:

a). Silica gel - Silica - Silica acid:


Adalah adsorben yang paling luas penggunaannya baik pada kromatografi
kolom maupun KLT. Silica gel disiapkan dengan asidifikasi Natrium silikat
menggunakan asam sulfat yang diikuti dengan pencucian menggunakan air dan
pengeringan. Sisi aktif dari silika gel adalah gugus hidroksil yang terikat pada
atom silikon “Gugus Silanol / Silanol groups". Gugus ini sejauh 5 0 A dan
membentuk ikatan hidrogen dengan solut. Silica gel mencapai daya
maksimumnya ketika dipanaskan anatar 150 – 250 0C untuk menghilangkan
molekul air. Jika silica gel mengandung molekul air, maka akan terjadi partisi
dan bukan adsorpsi. Pengecilan ukuran partikel akan meningkatkan luas area
dan akan meningkatkan daya pemisahan.

10
Derivat silica gel
Semua berbasis pada reaksi dengan gugus Si – OH ( Gugus Silanol) untuk
menutup gugus ini.
1) Reversed Phase Silica Gel (RP).
Pada deriva silica ini, gugus alifatik lurus diikatkan pada OH silica gel
melalui sililasi. Silica mengalami alkilasi dengan hidrokarbon rantai
panjang dapat sampai sepanjang 18 karbon. RP silica gel dinamai
tergantung panjangnya rantai karbon
i. C4 (RP4)
Si-O-Si-(CH2)3-CH3

Gambar 6. Struktur C4 (RP4)


ii. C8 (RP8)
Si-O-Si-(CH2)7-CH3

Gambar 7. Struktur C8 (RP8)

iii. C18 (RP18) atau Oktadesil


Si-O-Si-(CH2)17-CH3

11
Gambar 8. Struktur C18 (RP18)

2) Cyano silica gel

Gambar 9. Struktur Cyano silica gel

b). Alumina
Alumina atau aluminum oksida (Al2O3). Alumina diaktifkan dengan
memanaskan pada 400 0C semalaman.
Keuntungan alumina:
 Kapasitas besar
 Insoluble
 Relatif inert
 Mudah diperoleh
 Proses Adsorpsi berbeda dari silica gel disebabkan oleh muatan positif
Al+++ dan pengaruh sisi basa yang dengan mudah mempengaruhi polarisasi
senyawa. Baik untuk pemisahan senyawa aromatik dari olefin.

Kekurangan alumina:
 Tidak sesuai untuk senyawa basa yang labil
 Menyebabkan penataan ulang / rearrangement dan ekspansi cincin pada
molekul tak jenuh
 Bereaksi secara kimia dengan senyawa asam

12
Jenis – jenis alumina :
 Alumina Netral
Memiliki pH 7 – 7,5.
 Alumina Asam pH 4.
Dibuat dengan mencuci aluminum oksida dengan HCl 2N kemudian
dengan akuadestilata.
 Alumina Basa pH 10.
Tipe ini dibuat dengan mencuci dengan NaOH kemudian dengan
akuadestilata.

c). Charcoal
Ada dua tipe charcoal berdasarkan temperatur untuk aktivasi:
 Charcoal Non–polar
Disiapkan dengan aktivasi pada 1000 0C dan aksinya dengan adsorpsi
melalui ikatan hidrogen dan gaya elektrostatik.
 Charcoal Polar
Disiapkan pada temperatur rendah dan mengandung molekul air sehingga
aksinya melalui mekanisme partisi.

d). Kieselguhr (Diatomaceous earth / tanah diatomae)


Memiliki daya adsorpsi yang relatif rendah.

b. Kromatografi Partisi (Partition Chromatography)


Dikenal juga sebagai Liquid-Liquid Chromatography (LLC). Jika fase
geraknya berupa gas maka disebut Gas-liquid Chromatography (GLC). Dalam LLC
kedua fase (fase diam & fase gerak) adalah cair. Kedua cairan harus immiscible
(tidak saling campur). Fase diam cair berupa lapisan tipis pada padatan pendukung
inert dan biasanya merupakan cairan yang lebih polar (fase aqueous).
Bentuk kromatografi ini berdasarkan pada suatu fase diam cair yang
dilapiskan tipis pada suatu permukaan pendukung zat padat. Solut akan
berkesetimbangan (terbagi) diantara fase gerak dan fase diam cair. Pemisahan
terjadi karena perbedaan koefisien partisi solut diantara kedua zat cair tersebut.

13
Contoh zat padat pendukung:
 Kertas Kromatografi
 Serbuk Selulosa.
 Kieselguhr
 Silica gel.
Pendukung ini mendukung fase diam aqueous dengan ikatan hydrogen.
Reversed phase (RP) Chromatography
Pada RP, pendukung dimodifikasi untuk menahan fase diam yang non polar dan
fase gerak yang lebih polar. Reversed phase silica gel adalah suatu contoh fase
diam jenis ini seperti RP18 (C18) / RP 8 (C8).
Kromatografi Partisi lebih baik dalam pemisahan solut yang lebih polar
yang mana solut polar tidak mudah dielusi pada kromatografi berbasis mekanisme
adsorpsi.

Gambar 10. Kromatografi Partisi

c. Kromatografi Penukar Ion (Ion Exchange Chromatography)


Pada tipe kromatografi ini, resin (pendukung fase diam) digunakan untuk
secara kovalen diikatkan anion atau kation kepadanya. Solut (ion) yang muatannya
berlawanan di dalam fase gerak akan tertarik dan berikatan kepada resin (fase diam)
dengan gaya elektrostatik.

14
Gambar 11. Kromatografi Penukar Ion

Pemisahan molekul berdasarkan pada muatan. Fase gerak umumnya cair.


Fase diam merupakan Ion yang bermuatan terikat pada matriks yang inert dan tidak
larut. Elusi protein dilakukan dengan menambahkan garam untuk berkompetisi
dengan ikatan sampel dengan fase diam atau merubah pH (mengubah muatan
protein).

Gambar 12. Struktur Penukar Ion

Pada gambar 7 di atas, dapat dilihat bahwa penukar anion adalah bermuatan
positif dan memiliki labile-ion yang bermuatan negatif (anion, misalnya Cl-)

15
yang akan mudah digantikan oleh analit anion. Sementara itu, penukar
kation bermuatan negatif dan memiliki labile-ion yang bermuatan positif
(kation, misalnya H+) yang akan mudah digantikan oleh analit kation.

Gambar 13. Penukar Anion dan Penukar Kation

Gambar 14. Proses kromatografi penukar ion

16
Gambar 15. Proses pemisahan protein dengan kromatografi penukar ion

Contoh Fase Diam Pada Kromatografi Penukar Ion:


CH3
H2C
H2 H
C N CH3
cellulose C C
H2 H2

diethylaminoethyl (DEAE)

H2
C O
cellulose C

O-

carboxymethyl (CM)
17
d. Kromatografi Eksklusi Molekul (Molecular Exclusion Chromatography)
Dikenal juga dengan gel permeation (permeasi gel) atau gel filtration
(filtrasi gel). Tipe kromatografi ini melibatkan sedikit kekuatan interaksi antara fase
diam dan solut.

Gambar 16. Kromatografi eksklusi molekul


Fase gerak cairan atau gas dilewatkan melalui gel berpori yang akan
memisahkan molekul sesuai dengan ukurannya. Pori biasanya kecil, sehingga
molekul yang besar tidak akan masuk, sedangkan molekul yang lebih kecil akan
masuk ke dalam pori gel. Hal ini menyebabkan molekul yang lebih besar akan
melewati kolom lebih cepat dibandingkan molekul yang lebih kecil.

18
Gambar 17. Kromatografi eksklusi molekul

Gambar 18. Kromatografi eksklusi molekul

19
Gambar 19. Kromatografi eksklusi molekul
Pemisahan molekul berdasarkan pada ukuran. Molekul besar keluar pertama. Fase
gerak cair. Fase diam tidak larut (Insoluble), butiran karbohidrat berpori.

e. Kromatografi Afinitas (Affinity Chromatography)


Tipe kromatografi ini adalah yang paling selektif. Adanya interaksi yang
spesifik antara molekul solut dan molekul kedua yang dilapiskan pada fase diam.
Sebagai contoh, molekul yang dilapiskan pada fase diam adalah antibodi untuk
beberapa protein spesifik. Ketika solut yang mengandung campuran protein
melewati molekul ini, hanya protein spesifik saja yang bereaksi dengan antibodi,
terikat pada antibodi yang ada melapisi fase diam. Protein ini kemudian
diekstraksi/ dilepaskan dari ikatannya dari fase diam dengan merubah kekuatan
ionik atau pH fase gerak. Fase gerak biasanya cair. Fase diam dapat berupa reseptor
yang terikat pada butiran pendukung.

20
Gambar 20. Kromatografi afinitas

Gambar 21. Proses kromatografi afinitas


Kromatografi Afinitas dapat digunakan untuk:
a). Memurnikan atau memekatkan molekul dari campuran menjadi larutan dalam
suatu buffer.
b). Menurunkan jumlah molekul dalam suatu campuran.
c). Menentukan komponen yang terikat pada molekul tertentu, misalnya obat.

RANGKUMAN

1. Klasifikasi kromatografi berdasarkan jenis fase geraknya :


a. Kromatografi Cair

21
b. Kromatografi Gas
2. Klasifikasi kromatografi berdasarkan jenis fase diamnya :
a. Kromatografi Solid / Padat
b. Kromatografi Cair
3. Klasifikasi kromatografi berdasarkan bentuknya:
a. Kromatografi Planar
b. Kromatografi Kolom
4. Klasifikasi kromatografi berdasarkan mekanisme pemisahan:
a. Kromatografi adsorpsi
b. Kromatografi partisi
c. Kromatografi penukar ion
d. Kromatografi eksklusi molekul
e. Kromatografi afinitas

SOAL LATIHAN

1. Bagaimanakah gaya tarik yang bekerja pada kromatografi tipe adsorbsi?


2. Apakah yang dimaksud dengan deret eluotropik? Uraikan manfaatnya dalam
kromatografi!
3. Uraikan perbedaan mekanisme pemisahan pada kromatografi adsorpsi dan partisi!
4. Berdasarkan mekanisme pemisahannya, jenis kromatografi apakah yang paling
selektif? Uraikan jawaban Anda!
5. Berdasarkan mekanisme pemisahan, jenis kromatografi apakah yang paling
minimal interaksi antara analit dengan fase diam?

PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Farmakope Indonesia Edisi V,


Jakarta
2. Harvey, D., Modern Analytical Chemistry, 2000, The McGraw-Hill Companies,
Inc. Boston
3. Watson D.G., 2000, Pharmaceutical Analysis, Churchill Livingstone, New York.
4. Pecsok. P.,1976. Modern Methods of Chemical Analysis, 2nd. Ed., John Wiley &
Sons, New York

22
BAB III
KROMATOGRAFI KERTAS

TUJUAN: Setelah mempelajari materi ini mahasiswa mampu menguraikan teori,


mekanisme dan teknik analisis dengan kromatografi planar: kromatografi
kertas

MATERI
1. KROMATOGRAFI KERTAS
Merupakan suatu metode yang dapat digunakan untuk pengujian kemurnian
suatu senyawa, identifikasi senyawa, dan penentuan banyaknya senyawa dalam
sampel. Tehnik yang relatif cepat dan membutuhkan sejumlah kecil sampel untuk
dianalisis.
FASE DIAM
Fase diam biasanya merupakan suatu kertas saring dengan kualitas tinggi.
Kertas tersebut memiliki bentuk dan ketebalan yang sesuai. Kertas tersebut dapat
berperan sebagai fase diam atau hanya menjadi pendukung. Jika pada permukaan
kertas ada molekul air, maka molekul air tersebut yang berperan sebagai fase diam.

Gambar 22. Kertas kromatografi


FASE GERAK
Biasanya campuran pelarut (organik atau aqueous). Contohnya: Toluen P : Etil
Asetat P (90 : 10) v/v. Artinya jika kita menyiapkan 100 ml fase gerak maka kita
mencampurkan 90 ml Toluen P dan 10 ml Etil Asetat P. Jika kita menyiapkan 10
ml fase gerak maka kita mencampurkan 9 ml Toluen P dan 1 ml Etil Asetat P.

23
Senyawa yang dipisahkan akan terdistribusi diantara fase diam dan fase
gerak. Komponen dari sampel akan terpisah pada fase diam tergantung seberapa
kuat komponen tersebut teradsorbsi pada fase diam dibandingkan dengan
seberapa terlarutnya komponen tersebut di dalam fase gerak Ilustrasinya dapat
Anda lihat pada slide berikut ini:

Fase diam
kertas

Pemisahan

Fase Komponen-komponen
Campuran zat gerak terpisah

Gambar 23. Ilustrasi pemisahan pada kromatografi kertas

Masing-masing komponen berjalan melewati kertas Berdasarkan gambar 18,


maka dapat diketahui afinitas masing-masing komponen terhadap fase diam dan
afinitas terhadap fase gerak, yaitu pada tabel 4 berikut:

Tabel 4. Afinitas empat komponen yang dipisahkan terhadap fase diam dan fase gerak

Komponen Afinitas terhadap fase diam Afinitas terhadap fase gerak

Biru ---------------- Tidak larut dalam fase gerak

Hitam  

Merah  

Kuning          

24
Komponen/ zat yang berwarna biru teradsorbsi pada fase diam paling
kuat, dan kelarutannya dalam fase gerak paling rendah. Akibatnya zat tersebut
akan berada paling bawah karena bergerak paling lambat selama eluasi.
Sebaliknya, komponen/ zat yang berwarna kuning teradsorbsi pada fase diam
paling lemah, dan kelarutannya dalam fase gerak paling tinggi. Akibatnya zat
tersebut akan berada paling atas karena bergerak paling cepat selama eluasi.
Fase gerak dapat bergerak sepanjang kertas, dapat dijelaskan dengan gaya:
a. Gaya Kapiler
Gerakan cairan solven diantara material berpori disebabkan oleh gaya adesi,
kohesi dan surface tension. Solven cairan dapat bergerak naik sepanjang
kertas saring sebab gaya tarik pada dirinya lebih kuat daripada gaya gravitasi.
Solut dapat terbawa dan bergerak sepanjang kertas, dapat dijelaskan dengan
ini.
b. Solubility/ Kelarutan
Derajat yang menunjukkan suatu material (solut) terlarut pada suatu solven.
Solut terlarut pada solven yang memiliki sifat yang mirip (Like dissolves like).

2. PERALATAN
Peralatan untuk kromatografi kertas sangat sederhana antara lain:
a. Bejana kromatografi
b. Rak berfungsi sebagai pendukung untuk palung pelarut
c. Batang untuk gantungan kentas kromatografi.
d. Mikropipet atau pipa kapiler
e. Kertas kromatografi

3. PROSEDUR KROMATOGRAFI KERTAS


a. Penyiapan Bejana Pengembang (Chamber)
Pilih bejana pengembang yang dapat ditutup rapat. Bejana pengembang
harus cukup besar untuk menampung kertas yang akan dikembangkan. Bejana
pengembang harus bersih dan kering sebelum digunakan. Masukkan fase gerak
ke dalam bejana sehingga kedalaman fase gerak dalam bejana sekitar 2 cm.
Tutup rapat bejana dan dibiarkan selama semalam jika memungkinkan.
Jenuhkan bejana dengan uap fase gerak dengan meletakkan kertas saring yang

25
telah dibasahi fase gerak sepanjang dinding bagian dalam bejana. Semakin
besar ukuran bejana pengembang, semakin lama harus dibiarkan.

Bejana
Kertas saring

Fase gerak

Gambar 24. Bejana kromatografi

b. Penyiapan Fase Diam


Potong segi empat kertas saring berkualitas tinggi dengan ukuran sesuai dengan
bejana pengembang. Dengan menggunakan pensil, gambarkan garis lurus sekitar
2-3 cm dari batas bawah kertas.

Gambar 25. Penyiapan kertas kromatografi


c. Penotolan Sampel
Zat atau campuran zat yang akan diuji dilarutkan dalam pelarut yang sesuai.
Larutan biasanya mengandung 1 - 20 µg senyawa. Dengan menggunakan
mikropipet yang sesuai (atau pipa kapiler), ditotolkan dalam bentuk titik 6 - 10
mm. Antar totolan diberi jarak sehingga tidak saling overlap/ tumpang tindih.
Jika jumlah sampel yang lebih besar diperlukan untuk percobaan sekali aplikasi,
maka penotolan dilakukan berulang-ulang.

Gambar 26. Penotolan sampel

26
Dalam satu kertas yang akan dieluasi/ dikembangkan, dapat ditotolkan beberapa
larutan (sampel uji dan baku pembanding). Berikut adalah contoh penotolan
sampel uji dan standar untuk identifikasi asam amino

Keterangan:
Ser Std. = Standar Serine
Phe Std. = Standar Phenilalanin
Lys Std. = Standar Lysine

Gambar 27. Penotolan sampel untuk pemisahan asam amino

d. Pengembangan Kromatogram
Arah elusi pada kromatografi kertas:
1) Menurun
Fase gerak merambat dengan bantuan gaya gravitasi. Prosedur kromatografi
kertas eluasi menurun: Kertas kromatografi yang telah ditotolkan larutan uji,
dimasukkan ke dalam bejana, digantung menggunakan batang untuk
memegang ujung atas kertas dalam palung pelarut. [Catatan Pastikan posisi
kertas yang menggantung tidak menyentuh rak, dinding bejana
kromatografi, ataupun larutan dalam bejana kromatografi.]. Bejana
kromatografi ditutup rapat, masukkan fase gerak melalu inlet, biarkan
sampai bejana kromatografi jenuh dengan uap fase gerak. Kelebihan
tekanan dapat dikurangi bila diperlukan, tutup inlet dan biarkan fase gerak
merambat pada kertas secara menurun sesuai dengart jarak yang telah
ditentukan. Keluarkan kertas dari bejana kromatografi. Tandai batas rambat
dan keringkan kertas. Amati kromatogram dengan penampak bercak atau
sinar UV.

27
2) Menaik
Fase gerak dibawa oleh kertas melalui gaya kapiler. Prosedur kromatografi
kertas eluasi menaik: Masukkan fase gerak ke dalam bejana kromatografi.
Tutup rapat bejana kromatografi hingga jenuh dengan uap fase gerak.
Kelebihan tekanan dapat dikurangi bila diperlukan. Celupkan kertas
kromatografi ke dalam fase gerak. Ketika eluasi sampai pada batas yang
telah ditentukan, keluarkan kertas kromatografi dan keringkan. Amati
kromatogram dengan penainpak bercak atau sinar UV.
3) Radial
Prosedur kromatografi kertas eluasi radial: Masukkan fase gerak ke dalam
bejana kromatografi. Tutup rapat bejana kromatografi hingga jenuh dengan
uap fase gerak. Kelebihan tekanan dapat dikurangi bila diperlukan. Pada
kertas yang berbentuk lingkaran, di bagian tengah diberi sumbu kertas.
Celupkan kertas kromatografi ke dalam fase gerak. Fase gerak akan
bergerak ke semua arah secara radial (membentuk lingkaran). Ketika eluasi
sampai pada batas yang telah ditentukan, keluarkan kertas kromatografi dan
keringkan. Amati kromatogram dengan penainpak bercak atau sinar UV.
4) Dua dimensi (Two dimensional technique)
Prosedur kromatografi kertas eluasi dua dimensi (two dimensional
technique) : Eluasi dilakukan dengan dua tahapan: Setelah selesai tahapan
pertama, kertas diangkat dan dikeringanginkan. Disiapkan chamber yang
diisi dengan fase gerak yang berbeda dengan eluasi pertama. Kertas dari
elusi tahap pertama (yang sudah dikeringanginkan) dimasukkan ke dalam
chamber dengan arah diputar 90o dari posisi kertas pada eluasi pertama.
Setelah eluasi kedua selesai, kertas diangkat dan dikeringanginkan

Hati-hati memegang kertas. Pegang pada tepinya, dan jangan membiarkan


bejana terbuka terlalu lama. Mula-mula, kertas digantungkan ke dalam bejana
tanpa menyentuh solven. Untuk menggantungkan kertas menggunakan benang
dan paper clip. Ikat / lekatkan benang pada bagian luar bejana agar kertas
kromatografi bisa ditahan pada tempatnya. Kertas harus digantung dalam bejana
pengembang semalam, jika memungkinkan. Setelah kertas digantung di dalam

28
bejana, rendam batas bawah kertas ke dalam larutan pengembang (fase gerak).
Biarkan kertas kromatografi menjadi kering (keringanginkan)

e. Mengidentifikasi Bercak (Spot)


Jika bercak dapat dilihat, beri tanda di sekeliling bercak (biasanya bentuknya
lingkaran) dengan menggunakan pensil. Jika bercak tidak jelas terlihat / tidak
tampak, tehnik visualisasi bercak yang umum adalah dengan meletakkan kertas
di bawah lampu ultraviolet (Lampu UV) (Peringatan: Jangan melihat langsung
pada lampu UV). Banyak senyawa organik dapat dilihat dengan tehnik ini. Beri
tanda di sekeliling bercak dengan menggunakan pensil

f. Interpretasi Data
Setelah bercak ditandai, selanjutnya menghitung nilai Rf masing-masing bercak.
Rf bisa berarti"ratio of fronts" atau “Retention Factor”. Nilai Rf karakteristik
untuk tiap-tiap senyawa. Oleh karena itu, nilai Rf senyawa yang sudah diketahui
(zat baku pembanding / referen) dapat dibandingkan dengan nilai Rf senyawa
yang tidak diketahui untuk membantu identifikasi senyawa tak diketahui
tersebut. Cara menghitung nilai Rf senyawa:
jarak tempuh bercak dari titik penotolan
Rf =
jarak tempuh solven dari titik penotolan

HRf = Jarak tempuh bercak dari titik penotolan x 100


Jarak Tempuh Solven dari titik penotolan

Nilai Rf berkisar dari 0 – 1. Nilai HRf berkisar dari 0 – 100.

KROMATOGRAFI UNTUK UJI KEMURNIAN SAMPEL


Kemurnian suatu sampel dapat diperkirakan dari kromatogram yang diperoleh.
Suatu sampel yang tidak murni, hasil pengembangan satu totolan sampel akan
menghasilkan dua atau lebih bercak, sedangkan suatu sampel yang murni akan
hanya menghasilkan satu bercak dari pengembangan satu totolan sampel.

29
BAKU PEMBANDING UNTUK IDENTIFIKASI SENYAWA
Nilai Rf dapat dipengaruhi oleh temperatur, solven, dan tipe kertas yang digunakan
dalam percobaan. Identifikasi suatu senyawa dalam sampel dilakukan dengan
menotolkan senyawa yang diketahui (sebagai baku pembanding) pada kertas
kromatografi yang sama. Misalnya: untuk identifikasi antibiotik gentamisin dalam
sediaan injeksi secara kromatografi kertas, maka pada kertas ditotolkan sampel
injeksi dan pembanding gentamisin.

kertas

S = Sampel
P = Pembanding

S P
Gambar 28. Penotolan sampel dan pembanding

RANGKUMAN

1. Kromatografi kertas merupakan suatu metode yang dapat digunakan untuk


pengujian kemurnian suatu senyawa, identifikasi senyawa, dan penentuan
banyaknya senyawa dalam sampel.
2. Fase diam yang digunakan berupa kertas khusus dan fase gerak biasanya berupa
campuran dua atau lebih pelarut.
3. Arah elusi pada kromatografi kertas ada 4 macam yaitu menurun, menaik,
radian, dan dua dimensi.
4. Prosedur kromatografi kertas meliputi: penyiapan bejana pengembang
(Chamber); penyiapan fase diam; penotolan sampel; pengembangan
kromatogram; identifikasi bercak, dan interpretasi hasil.
5. Untuk identifikasi suatu senyawa diperlukan baku pembanding.
6. Kromatografi kertas dapat digunakan untuk uji kemurnian sampel.

30
SOAL LATIHAN

1. Bagaimanakah pemisahan suatu analit dapat terjadi pada kromatografi kertas?


2. Jelaskan perbedaan pengembangan secara menaik dan menurun!
3. Mengapa dilakukan pengembangan kromatogram secara dua dimensi?
4. Bagaimana mengetahui suatu sampel murni menggunakan kromatografi kertas?
5. Bagaimana cara mengidentifikasi suatu analit hasil pemisahan dengan
kromatografi kertas?

PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Farmakope Indonesia Edisi


V, Jakarta
2. Harvey, D., Modern Analytical Chemistry, 2000, The McGraw-Hill Companies,
Inc. Boston
3. Watson D.G., 2000, Pharmaceutical Analysis, Churchill Livingstone, New
York.
4. Pecsok. P.,1976. Modern Methods of Chemical Analysis, 2nd. Ed., John Wiley &
Sons, New York

31
BAB IV
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

TUJUAN: Setelah mempelajari materi ini mahasiswa mampu menguraikan teori,


mekanisme dan teknik analisis dari kromatografi planar: kromatografi lapis
tipis, mekanisme dan teknik analisis KLT-densitometri

MATERI
1. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis (Inggris: Thin Layer Chromatography) merupakan jenis
kromatografi planar. TLC adalah metode pemisahan yang paling sederhana dari semua
metode kromatografi yang banyak digunakan. TLC hanya membutuhkan wadah tertutup
yang cocok yang memuat pelarut dan pelat berlapis untuk melakukan pemisahan dan
analisis kualitatif dan semikuantitatif. Kromatografi planar juga dapat digunakan untuk
pemisahan preparatif oleh menggunakan lapisan, peralatan, dan teknik khusus.
Sejumlah kecil sampel ditempatkan di dekat salah satu ujung dari fase diam.
Setelah sampel kering, fase diam ditempatkan ke dalam fase gerak yang biasanya terdiri
dari campuran dua hingga empat pelarut murni. Fase gerak merambat naik melewati
fase diam dengan adanya gaya kapiler. Dengan pemilihan fase diam dan fase gerak yang
sesuai, komponen dalam sampel ikut terbawa selama migrasi ini. Tiap komponen dalam
sampel akan terpisah oleh tingkat polaritas masing-masing terhadap fase diam. Setelah
fase gerak mencapai jarak yang sesuai, fase diam diangkat dari wadah dan fase gerak
dikeringkan, zona hasil eluasi kemudian dideteksi dibawah sinar tampak atau di bawah
sinar ultraviolet (UV) dengan atau tanpa bantuan reagen visualisasi yang sesuai.

2. Peralatan KLT
- Bejana (chamber)
- alat penotol
- Fase diam
- Detektor visual

32
Gambar 29. peralatan dasar yang digunakan dalam KLT

Fase diam
Tabel 5. Fase diam yang digunakan dalam KLT
Penjerap Mekanisme sorpsi Contoh Penggunaan
Silika gel Adsorpsi Asam amino, hidrokarbon,
vitamin, alkaloid
Silika yang dimodifikasi Partisi termodifikasi Senyawa-senyawa non polar
dengan hidrokarbon
Serbuk selulosa Partisi Asam amino, nukleotida,
karbohidrat
Alumina Adsorpsi Hidrokarbon, ion logam,
pewarna makanan, alkaloid
Kieselguhr Partisi Gula, asam-asam lemak
(tanah diatomae)
Selulosa penukar ion Pertukaran ion Asam nukleat, nukleotida,
halida dan ion-ion logam
Gel sephadex Eksklusi Polimer, protein, kompleks
logam
-siklodekstrin Interaksi adsorpsi Campuran enansiomer
stereospesifik

Setiap fase diam yang digunakan terdapat penamaan dan simbol yang
digunakan. “Sil” pada fase diam menandakan suatu produk yang mengandung silika
gel seperti Anasil dari pabrik Analabs. Huruf “G” menunjukan pengikat yang digunakan
berupa lapisan halus gypsum (CaSO4 ½ H2O). Pengikat organik seperti polimetakrilat
atau polikarboksilat ditandakan dengan “O” yang juga menandakan plat tersebut bersifat
keras dan tahan terhadap abrasi. Huruf H atau N menandakan tidak ada pengikat luar

33
yang diaplikasikan. Produk dengan kode ini juga dapat mengandung berbagai macam
penjerap yang berbeda seperti silika gel hidrat atau asam silikat koloidal untuk
meningkatkan stabilitas lapisan. HL adalah Hard Layer (lapisan keras), merupakan
lapisan yang tahan terhdap abrasi yang mengandung pengeras anorganik. Huruf “P”
menandakan plat KLT tersebut dapat digunakan dalam KLT preparatif. F atau UV
menandakan plat ditambah bahan yang berfluoresensi seperti seng silikat teraktivasi
mangan. Angka 254 dan 366 digunakan setelah simbol F atau UV, untuk menunjukkan
panjang gelombang eksitasi senyawa berfosforesensi yang ditambahkan. Silika gel (dari
E. Merck) yang mempunyai ukuran pori Ukuran pori yang lain ditandai 40, 80, dan 100
Ao (10 Ao = 1 nm) ditandakan. “D” menandakan Lempeng dibagi ke dalam serangkaian
saluran (channel) yang paralel. Simbol “K” yang digunakan oleh semua produk
Whatman. RP “Reversed phase”; RP18 atau RP-C18 menunjukkan bahwa gugus
oktadesilsilan diikatkan secara kimia ke dalam silika gel. Bilangan 4,7,9 yang
dicantumkan setelah nama penjerap dan menunjukkan pH bubur penjerap. Tanda P +
CaSO4 menunjukkan lapisan preparatif yang mengandung pengikat kalsium sulfat.

Silica Gel
Daya pisah dan efisiensi pemisahan tergantung pada ukuran dan distribusi
ukuran partikel. Daya pisah meningkat seiring dengan semakin seragam dan kecilnya
ukuran partikel
OH
OH
OH
OH
OH Si
Si O
Si O O
Si O O
Si O
O O
O O
O Si Si
O O
Si
Si O O O
Si O O
O
O O
O
Si
Si O
O
O O
O

Gambar 30. Struktur silica gel dalam lempeng KLT.

Di pasaran, tersedia Lempeng KLT silika gel yang mengandung indikator


fluoresen (bahan yang berfluoresensi atau berpendar), yang biasanya berupa seng silikat

34
atau fosfor yang diaktivasi oleng mangan (Mn). Indikator fluoeresen pada lempeng ini
akan mengemisikan suatu fluoresensi hijau ketika diradiasi/disinari dengan lampu UV
pada panjang gelombang 254 nm.

Fase gerak
Fase gerak atau eluen pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering
dengan mencoba-coba atau melakukan optimasi beberapa fase gerak yang berbeda baik
perbandingan komponen fase gerak atau jenis pelarut yang dipakai, kemudian
ditentukan fase gerak mana yang terbaik. Sistem fase gerak yang paling sederhana
menggunakan campuran 2 pelarut organik.Fase gerak dicampur hingga homogen
terlebih dahulu sebelum dituang dalam bejana.

3. Prosedur Kerja
a. Penyiapan Bejana
Sejumlah fase gerak dituangkan bejana (chamber) sehingga kedalaman eluen
sekitar 0,5 – 1 cm di dalam bejana. Kemudian, letakkan sepotong kertas saring ke dalam
bejana sehingga menempel pada dinding dan tercelup ke dalam eluen. Tutup bejana
dengan rapat, dan biarkan bejana sekitar 30 menit sehingga atmosfer di dalam bejana
menjadi dijenuhi dengan solven.
Tingkat kejenuhan atmosfer dalam bejana akan mempengaruhi hasil
pengembangan sampel. Bejana yang tidak jenuh menyebabkan gaya kapiler bekerja
pada kondisi labil sepanjang pengembangan sehingga jarak tempuh eluen dapat berbeda
antar titik dalam satu fase diam. Ketika kelembaban relatif bejana sebesar 18% tampak
bahwa pemisahan senyawa tidak sempurna (yaitu bercak yang merah dan biru tidak
terpisah), sedangkan ketika kelembaban relatif bejana dibuat menjadi 75% tampak
bahwa pemisahan yang dihasilkan lebih baik (senyawa merah dan biru terpisah
sempurna)

35
Gambar 31. Pengaruh tingkat kejenuhan dalam bejana terhadap hasil elusi.

b. Penyiapan fase diam dan penotolan sampel


Dengan pensil, buatlah tanda/goresan kecil pada adsorben sekitar 2 cm dari batas
bawah plat. Goresan kecil tersebut harus pada pinggir plat dan tiap goresan berjarak
sama dari batas bawah plat. Goresan pada plat tersebut harus lebih jauh / lebih tinggi
daripada kedalaman solven pada bejana. Dengan menggunakan pipa kapiler atau
mikropipet, totolkan sampel pada plat KLT sehingga totolan yang dihasilkan sejajar
dengan titik goresan yang telah dibuat. Pemisahan pada KLT yang optimal akan
diperoleh jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin,
jika sampel yang ditotolkan terlalu banyak maka akan menurunkan resolusi. Penotolan
sampel dapat dilakuka menggunakn mikropipet ataupun dengan alat penotol otomatis
sehingga hasil elusi lebih baik.

36
Gambar 32. (A) instrumen aplikator sampel pada KLT. (B)hasil penotolan
menggunakan instrumen, (C) hasil penotolan dengan pipet kpiler

Setelah penyiapan bejana pengembang dan penotolan sampel, plat KLT telah
siap untuk pengembangan. Hati-hati memegang plat KLT, yaitu hanya pada bagian tepi
plat dan usahakan bejana pengembang tidak dibuka terlalu lama. Ketika plat KLT
diangkat dari bejana, segera tandai garis depan solven (jarak terjauh solven pada plat
KLT) dengan menggunakan pensil.

c. Elusi
Pengembangan dilakukan setelah bejana jenuh. Beberapa teknik elusi yang
terdapat dalam KLT adalah Teknik elusi konvensional, pengembangan 2 dimensi,
pengembangan gradien, pengembangan kontinyu. Secara konvensional, pengembangan
yang dilakukan dengan sederhana yaitu memasukan fase diam yang telah ditotoli
sampel kedalam bejana jenuh yang berisi fase gerak kemudian ditutup sampai fase
gerak mencapai batas yang diinginkan.
Pengembangan 2 dimensi dilakukan dalam dua kali pengembangan
konvensional yang berbeda sudut. Setelah eluen mencapai batas optimal yang
diinginkan kemudian diangkat dan dikeringkan. Fase diam diputar 90o lalu dilakukan
elusi kembali kedalam bejana dengan fase gerak yang berbeda. Pengembangan 2
dimensi biasa digunakan untuk menganalisa lebih lanjut apabila dicurigai spot yang
dihasilkan pada pengembangan pertama masih memiliki lebih dari satu komponen.
Pengembangan kontinyu dilakukan dengan cara mengalirkan fase gerak secara
terus menerus pada lempeng KLT melalui suatu wadah (biasanya alas tangki) melalui
suatu lapisan, dan dibuang dengan cara tertentu pada ujung lapisan.

37
Pengembangan Gradien dilakukan dengan menggunakan komposisi fase gerak
yang berbeda-beda. Lempeng yang berisi analit dapat dimasukkan ke dalam bejana
kromatografi yang berisi fase gerak tertentu lalu komponen fase gerak selanjutnya
ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam bejana dan diaduk sampai homogen. Tujuan
utama sistem ini adalah untuk mengubah polaritas fase gerak. Kesulitan memperoleh
komposisi fase gerak yang reprodusibel sering ditemui pada pengembangan gradien.
Dimisalkan di awal pengembangan, kita menggunakan fase gerak : n heksan : etil asetat
(1 : 1) atau (50 : 50). Kemudian pada saat lempeng KLT sudah mulai dicelupkan, kita
menambahkan etil asetat. Akibat penambahan ini maka polaritas fase gerak akan
berubah karena jumlah etil asetat menjadi bertambah banyak.
Pada akhir elusi, Pastikan untuk mengangkat plat KLT dari bejana pengembang
jika teramati eluen pada garis depan tidak lagi bergerak naik. Eluen yang umumnya
volatil akan menguap seiring waktu yang dihabiskan dalam pengembangan. Jika kita
tidak mengangkat plat KLT dari bejana, semua bercak akan tampak mendekati batas
atas plat KLT. Ini bukan hasil yang baik dan akan mempersulit deteksi dan interpretasi
hasil.

d. Deteksi
Komponen dalam sampel yang mengandung warna akan mudah diamati dengan
pergerakan dari titik awal eluasi. Namun dimungkinkan juga dalam satu sampel terdapat
komponen yang tidak berwarna sehingga akan sulit untuk menandai dimana titik hasil
eluasi tanpa bantuan reagen visualisasi. Jika bercak terlihat dengan sinar tampak, tandai
di sekeliling bercak dengan pensil (biasanya berbentuk lingkaran). Jika bercak / spot
tidak tampak ketika diamati menggunakan sinar tampak, maka harus dibutuhkan
visualisasi / penampak bercak. Visualisasi adalah suatu metode yang dapat digunakan
untuk menampakkan bercak pada KLT agar terlihat dan dapat diidentifikasi.
Metode deteksi pada KLT dibagi menjadi 3, yaitu:
- Deteksi secara fisika
- Deteksi secara mikrokimia
- Deteksi berbasis aktivitas biologis

38
Deteksi secara fisika
Visual Detection
Mengamati lempeng di bawah lampu UV yang dipasang pada emisi 254 atau
366 nm untuk menampakkan solut sebagai bercak yang gelap atau bercak yang
berfluoresensi terang pada dasar yang berfluoresensi seragam. Lempeng yang
diperdagangkan dapat dibeli dalam bentuk lempeng yang sudah diberi dengan senyawa
fluoresen yang tidak larut yang dimasukkan ke dalam fase diam untuk memberikan
dasar fluoresensi.

Gambar 33. Instrumen pengamatan lempeng KLT dilengkapi dengan rungan gelap.
Lempeng KLT hasil elusi dilihat dengan sinar tampak dan sinar UV,
terdapat bercak yang hanya dapat terlihat ketika dibawah sinar UV

Deteksi bercak secara Fotometrik dengan TLC Scanners


Bercak dideteksi dengan cara melakukan pemindaian pada permukaan lempeng
dengan densitometer. Densitometer merupakan instrumen yang dapat mengukur
intensitas radiasi yang direfleksikan dari permukaan lempeng ketika disinari dengan
lampu UV atau lampu sinar tampak. Solut-solut yang mampu menyerap sinar akan
dicatat sebagai puncak (peak) dalam pencatat (recorder). Densitometri merupakan
metode analisis instrumental yang mendasarkan pada interaksi radiasi elektromagnetik
dengan analit yang merupakan bercak pada KLT. Densitometri lebih dititikberatkan
untuk analisis kuantitatif analit-analit dengan kadar kecil, yang mana diperlukan

39
pemisahan terlebih dahulu dengan KLT. Bercak dipindai dengan sumber sinar dalam
bentuk celah (slit) yang dapat dipilih baik panjangnya maupun lebarnya. Sinar yang
dipantulkan diukur dengan sensor cahaya (fotosensor). Perbedaan antara signal optik
daerah yang tidak mengandung bercak dengan daerah yang mengandung bercak
dihubungkan dengan banyaknya analit yang ada melalui kurva kalibrasi/kurva baku
yang telah disiapkan dalam lempeng yang sama. Pada TLC Scanner dapat digunakan
salah satu dari Transmission atau Reflectance. Dalam mode Reflectance, kita dapat
mengukur Absorbansi atau Fluoresensi. Kisaran UV 190 – 300 nm merupakan daerah
yang paling berguna. Hasil analisa lempeng yang telah dikembangkan disebut
densitogram.

Gambar 34. Densitogram KLT ekstrak metanol daun Agave americana leaf, dan
standar hecogenin, scan dilakukanpada pada panjang gelombang 430
nm. Terlihat standar Hecogenin hanya menampakkan 1 peak saja
sementara sampel memiliki beberapa peak yang salah satunya berada
persis pda Rf yang sama dengan standar.

Gambar 35. Densitogram pada penentuan kurva baku. Pada lempeng ditotolkan
pembanding dengan kadar yang berbeda. Semakin ke kanan, kadar
semakin besar. Anda lihat, tinggi puncak semakin ke kanan semakin

40
tinggi, jika kita hitung luas puncaknya juga semakin ke kanan semakin
besar.

Deteksi Bercak secara Fotometrik dengan Teknologi Video


Fotodetektor tergantung pada efek foto internal, seperti perangkat charge-
coupled (elemen CCD), digunakan untuk deteksi dengan teknologi video dan
digabungkan dalam kamera video atau kamera digital. Kamera video, kamera warna 3-
CCD, kamera warna 1-CCD, atau kamera monokrom 1-CCD (hitam-putih) dapat
digunakan dalam sistem ini. Kamera dilengkapi dengan fitur long-time integration
karena waktu paparan standar (20 ms) seringkali tidak cukup untuk mendeteksi zat
fluorescent yang lemah. Gambar yang direkam kemudian diproses secara digital dan
menghasilkan kromatogram berwarna atau hitam putih. Sistem deteksi ini memerlukan
integrasi antara hardware dan software. Data kromatogram digital dapt di evaluasi
kapan saja.

Metode Deteksi Secara Mikrokimia


Berdasar waktu perlakuan,deteksi secara mikrokimia digolongkan menjadi
Prechromatographic Derivatization dan Postchromatographic Derivatization. Sampel
diberi perlakuan sebelum pengembangan sehingga hasil derivatisasi atau mereaksikan
dengan reagen tertentu sebelum (pre) pengembangan. Postchromatographic
Derivatization merupakan derivatisasi atau mereaksikan dengan reagen tertentu setelah
(post) pengembangan. Reagen-reagen yang di aplikasikan pada plat atau sampel dipilih
sesuai komponen yang terdapat dalam analit serta tujuan pengubahan struktur kimia.
Karena sifatnya yang merubah susunan kimia, derivatisasi dihindari ketika hasil
pengembangan tetap dalam bentuk awalnya.

Prechromatographic Derivatization
Sampel diberi perlakuan sebelum pengembangan untuk memperbaiki stabilitas
komponen dalam sample jika komponen berubah selama pengembangan sehingga
kromatogram lebih baik. Reagen diaplikasikan pada plat terlebih dahulu di tempat
penotolan sampel.

41
Postchromatographic Derivatization.
Ada beberapa cara ketika melakukan derivatisasi menggunakan reagen :
- Immersion (merendam lempeng dalam reagen)
Dengan mencelupkan plat klt yang telah dikembangkan kedalam reagen akan
mendapatkan seluruh plat terpapar oleh reagen.
- Exposure to Vapor (lempeng KLT diuapi dengan uap reagen)
Memaparkan lempeng dengan uap iodium dalam chamber tertutup.
- Spraying (lempeng KLT disemprot dengan reagen)
Menyemprot lempeng dengan asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat diikuti
pemanasan untuk mengoksidasi solut-solut organik yang akan tampak sebagai bercak
hitam sampai kecoklatan. Heating (pemanasan) terkadang dibutuhkan dalam tahap
memanaskan lempeng setelah direaksikan dengan reagen untuk mempercepat reaksi
visualisasi.

Gambar 36. TLC Sprayer dan TLC plate heater

Tabel 6. Reagen umum yang dapat digunakan dalam deteksi senyawa organik.
Metode Deteksi Warna bercak solut Penggunaan

Asam fosfomolibdat + pamanasan Biru gelap Beberapa senyawa organik

Asam sulfat pekat + pemanasan Hitam kecoklatan Semua senyawa organik

Uap Iodium Coklat Beberapa senyawa organik

42
Tabel 7. Reagen Spesifik
Metode Deteksi Warna bercak solut Penggunaan

Ninhidrin Pink ke ungu Asam-asam amino dan amina

2,4-dinitrofenil hidrazon Oranye/ merah Senyawa-senyawa karbonil

Bromokresol hjau/ biru Kuning Asam-asam organik

2,7-fluoresein Kuning-kehijauan Senyawa organik

Vanilin/ asam sulfat Merah/ hijau/ pink Alkohol, keton

Rhodamin B Berfluoresensi merah Lemak

Anisaldehid/ antimon triklorida Berbagai macam Steroid

Difenil amin/ seng Berbagai macam Pestisida

Metode Deteksi Berbasis Aktivitas Biologi


Metode Deteksi Berbasis Aktivitas Biologi (Bioactivity-Based Detection
Methods) memanfaatkan aktivitas biologis dari mikroorganisme atau bagian organisme
(sel darah, enzim, dll) dengan senyawa yang di teliti. Metode ini terbagi menjadi metode
biologis dan metode biokimia. Deteksi berbasis aktivitas biologis dimanfaatkan
umumnya untuk analisa sampel yang berasal dari lingkungan atau senyawa-senyawa
toksik seperti pestisida.
Saponin dapat ditekesi dengan sel darah merah. Setelah pengembangan, suspensi
darah – gelatin diaplikasikan ke atas lempeng. Kemudian senyawa pada lempeng akan
berdifusi dari lempeng ke suspensi darah-gelatin. Jika terdapat saponin, maka senyawa
ini akan menyebabkan sel darah mengalami hemolisis, sehingga akan tampak bercak
transparan (mendekati tidak berwarna) pada latar belakang yang pekat dari suspensi
darah – gelatin.
Deteksi senyawa antibiotik dalam KLT dengan cara mencelupkan plat KLT
yang telah di elusi kedalam suspensi kultur mikroba. Selanjutnya jika terdapat senyawa
antibiotik maka plat yang di inkubasi akan menunjukan zona hambat pertumbuhan
mikroba.Lempeng yang telah dikembangkan, dicelupkan ke dalam larutan/ suspensi
bakteri. Setelah inkubasi, lempeng disemprot dengan reagen MTT-tetrazolium salt yang
setelah diinkubasi akan menghasilkan latar belakang berwarna biru-violet.

43
e. Interpretasi Hasil
Interpretasi dilakukan dengan menghitung nilai Rf masing-masing bercak. Rf
bisa berarti "ratio of fronts" atau “Retention Factor” dan nilainya berbeda untuk tiap-
tiap senyawa. Oleh karena itu, nilai Rf senyawa yang sudah diketahui (zat baku
pembanding / referen) dapat dibandingkan dengan nilai Rf senyawa yang tidak
diketahui untuk membantu identifikasi senyawa tak diketahui tersebut. Nilai Rf adalah
fraksi desimal, biasanya ditulis dalam dua desimal. Nilai Rf sering tergantung pada
temperatur dan solven yang digunakan dalam percobaan KLT. HRf didapatkan dengan
mengalikan hasil Rf dengan 100. Untuk identifikasi suatu senyawa dilakukan dengan
menotolkan senyawa yang diketahui (sebagai baku pembanding) pada Plat KLT yang
sama. Kemurnian suatu sampel dapat juga diperkirakan dari kromatogram. Suatu
sampel yang tidak murni, hasil pengembangan satu totolan sampel akan menghasilkan
dua atau lebih bercak, sedangkan suatu sampel yang murni akan hanya menghasilkan
satu bercak dari pengembangan satu totolan sampel. Kemurnian lebih lanjut dapat di
deteksi dengan NMR (Nuclear Magnetic Resonance) dan pemindaian titik lebur.

Gambar 37. Ilustrasi Pengukuran Rf hasil elusi.

Selektivitas dalam pemisahan digunakan untuk menentukan kemampuan pemisahan


metode yang dipakai. Selektivitas dapat dihitung dengan:

44
d = jarak antar pusat dua spot/pita/bercak yang berdekatan
Wb1 dan Wb2 = lebar pita/spot/bercak pada base line

RANGKUMAN

1. Kromatografi Lapis Tipis merupakan proses pemisahan yang melibatkan interaksi


antara fase gerak dan fase diam. Fase gerak akan membawa sampel melewati fase
diam. Perbedaan afinitas komponen dalam sampel terhadap fase gerak dan fase diam
akan memisahkan masing-masing komponen.
2. Terdapat beberapa jenis fase diam dan fase gerak yang dapat digunakan dalam
kromatografi lapis tipis.
3. Prosedur kerja KLT meliputi : penyiapan bejana; penyiapan fase diam dan penotolan
sampel; elusi; deteksi; dan interpretasi hasil
4. Terdapat beberapa metode visualisasi hasil elusi yaitu: deteksi secara fisika; deteksi
secara mikrokimia; dan deteksi berbasis aktivitas biologis
5. Hasil pemisahan berupa jarak tempuh bercak dibandingkan dengan jarak total eluen
disebut Rf. Pemisahan yang baik menghasilkan Rf0,2-0,8.

SOAL LATIHAN

1. Bagaimanakah prinsip analisis dengan memakai Kromatografi Lapis Tipis?


2. Uraikanlah hal-hal yang perlu diperhatikan saat melakukan KLT!
3. Uraikan kekurangan dan kelebihan masing-masing metode visualisasi bercak pada
KLT!
4. Mengapa perlu dilakukan penjenuhan bejana sebelum elusi?
5. Jelaskan bagaimana kertas saring yang dicelupkan dalam bejana dapat membantu
mengamati kejenuhan eluen?
6. Hitunglah Rf, HRf, dan resolusi dari kromatogram dibawah ini, dengan A dan B
sebagai pembanding.

45
8 cm 5,5 cm

2,6 cm

A B unknown

PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Farmakope Indonesia Edisi V,


Jakarta
2. Harvey, D., Modern Analytical Chemistry, 2000, The McGraw-Hill Companies,
Inc. Boston
3. Watson D.G., 2000, Pharmaceutical Analysis, Churchill Livingstone, New York.
4. Pecsok. P.,1976. Modern Methods of Chemical Analysis, 2nd. Ed., John Wiley &
Sons, New York
5. Fried, Bernard., 2005, Handbook of Thin Layer Chromatography 3rd edition,
Marcel Dekker Inc, New York.
6. Andola, Haris Chandra. 2010. High Performance Thin Layer Chromatography
(HPTLC): A Modern Analytical tool for Biological Analysis. [Nature and Science
2010;8(10):58-61]. (ISSN: 1545-0740).

46
BAB V
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS KINERJA TINGGI

TUJUAN: Setelah mempelajari materi ini mahasiswa mampu menguraikan teori,


mekanisme dan teknik analisis dari kromatografi lapis tipis kinerja tinggi,
mekanisme, dan teknik analisis KLT-KT.

MATERI
1. Pendahuluan Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi (KLT-KT)
HPTLC kepanjangan dari High Performance Thin Layer Chromatography atau
kalau dalam Bahasa Indonesia kita sebut Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi
(KLTKT). KLTKT atau HPTLC dimaksudkan untuk menghasilkan pemisahan dan
hasil analisis yang lebih baik dibanding dengan KLT biasa. Kelebihan KLTKT
dibanding KLT adalah terletak pada fase diamnya. Pada KLTKT digunakan fase diam
berukuran halus dan pori-porinya seragam serta mempunyai ketebalan lapisan 0,1 mm.
Ukuran partikel fase diam yang lebih kecil ini akan menyebabkan semakin besarnya
jumlah lempeng teoritis (N) yang akan menyebabkan pemisahan menjadi lebih efisien.
Kita akan bahas Jumlah Lempeng Teoritis (N) atau Number of Theoretical Plate pada
pembahasan kromatografi kolom. Nilai N ini merupakan salah satu karakteristik
kromatografi yang paling penting. Semakin besar nilai N, artinya efisiensi semakin baik.

2. Peralatan Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi (KLT-KT)


Peralatan yang digunaan dalam KLTKT pada dasarnya adalah pemutakhiran dari
metode KLT konvesional. Penotolan pada KLTKT menggunakan mesin yang memiliki
presisi dan akurasi lebih baik. Plat KLTKT mempunyai daya pisah yang lebih baik
dibanding dengan plat silika yang digunakan dalam KLT konvensional. Sistem
komputasi juga dapat diaplikasikan dalam KLTKT sehingga mampu menganalisa data
lebih cepat dan integrasi yang lebih baik..

47
Gambar 38. Peralatan KLTKT dari CAMAG

3. Perbandingan KLTKT dan KLT


Lempeng KLTKT menawarkan kecepatan dan sensitivitas lebih tinggi
dibandingkan KLT klasik dan menyediakan pemisahan yang lebih baik. Dengan
menggunakan peralatan, lempeng KLTKT dapat memberikan kinerja analisis yang
sebanding dengan kinerja Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High
Performance Liquid Chromatography (HPLC). Lempeng KLTKT memiliki ukuran
partikel yang lebih kecil (<10 μm), lapisan yang lebih tipis (<150 μm) dan plat yang
lebih kecil ( jarak pengembangan <10 cm). Lempeng KLTKT memiliki distribusi
ukuran partikel adsorben lebih sempit dibandingkan plat KLT. Lempeng KLTKT
menyediakan kekuatan pemisahan yang lebih per satuan jarak, pengembangan yang
lebih cepat, dan konsumsi solven yang lebih sedikit. Namun, difusi sampel dalam arah
migrasi harus dijaga minimum untuk mencegah pelebaran pita dan volume sampel
dijaga maksimum 1 μL. Lempeng KLTKT dapat digunakan untuk analisis kuantitatif
dari sampel kompleks dan dapat digunakan untuk KLT yang dikerjakan secara manual
maupun otomatis. Lempeng silika HPTLC bekerja tiga kali lebih cepat daripada
lempeng KLT konvensional – dan jauh lebih sensitif.

48
4. Prosedur dalam KLTKT
Plat KLTKT yang sesuai dengan sampel dipilih kemudian dilakukan pre-
washing dan pre-conditioning. Sementara itu fase gerak di optimasi dan sampel
disiapkan. Penotolan dengan mesin menjadikan totolan/bercak lebih seragam dan lebih
presisi.

Gambar 39. Tahapan proses KLTKT

49
Gambar 40. Skema Prosedur pengembangan metode KLTKT

Kelebihan dari KLTKT


1. Pemrosesan sampel dan standar secara simultan - presisi analitis dan akurasi yang
lebih baik, lebih sedikit kebutuhan untuk Standar Internal.
2. Beberapa analis bekerja secara bersamaan.
3. Waktu analisis lebih rendah dan lebih sedikit biaya per analisis.

50
4. Biaya perawatan rendah.
5. Persiapan sampel sederhana - menangani sampel dengan karakteristik yang
berbeda.
6. Tidak ada pre-treatment untuk eluen seperti filtrasi dan degassing.
7. Konsumsi fase gerak rendah per sampel
8. Tidak ada gangguan dari analisis sebelumnya - fase diam dan fase gerak baru
untuk setiap analisis sehingga tidak ada kontaminasi.
9. Memungkinkan Deteksi visual menjadikan sistem KLTKT sanga terbuka.

RANGKUMAN
1. KLTKT atau HPTLC dimaksudkan untuk menghasilkan pemisahan dan hasil analisis
yang lebih baik dibanding dengan KLT biasa.
2. Kelebihan KLTKT dibanding KLT adalah terletak pada fase diamnya.
3. Ukuran partikel fase diam yang lebih kecil ini akan menyebabkan semakin besarnya
jumlah lempeng teoritis (N) yang akan menyebabkan pemisahan menjadi lebih
efisien.
4. KLTKT memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan KLT.

SOAL LATIHAN

1. Uraikan kelebihan KLTKT dibanding KLT!

2. Apakah yang membedakan KLKT dengan KLT konvensional?

PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Farmakope Indonesia Edisi V,


Jakarta
2. Harvey, D., Modern Analytical Chemistry, 2000, The McGraw-Hill Companies, Inc.
Boston
3. Watson D.G., 2000, Pharmaceutical Analysis, Churchill Livingstone, New York.
4. Pecsok. P.,1976. Modern Methods of Chemical Analysis, 2nd. Ed., John Wiley &
Sons, New York

51
5. Fried, Bernard., 2005, Handbook of Thin Layer Chromatography 3rd edition, Marcel
Dekker Inc, New York.
6. Andola, Haris Chandra. 2010. High Performance Thin Layer Chromatography
(HPTLC): A Modern Analytical tool for Biological Analysis. [Nature and Science
2010;8(10):58-61]. (ISSN: 1545-0740).

52
BAB VI
APLIKASI KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DI BIDANG FARMASI

TUJUAN: Setelah mempelajari materi ini mahasiswa mampu menguraikan aplikasi


kromatografi lapis tipis dan kromatografi lapis tipis kinerja tinggi di bidang
farmasi

MATERI
Secara umum, analisa dengan KLT digunakan untuk pemisahan komponen-
komponen yang tercampur dalam suatu analit. Sehingga dalam penerapan dasarnya
dapat digunakan untuk identifikasi analit dengan membandingkan sampel dengan
standar yang sudah diketahui. Kemurnian suatu sampel dapat dianalisa dengan KLT
sebagai skrining awal yang mudah dan murah dibandingkan secara langsung
menggunakan teknik lain yang memakan waktu serta biaya yang lebih banyak.
Perkembangan teknologi yang kemudian diaplikasikan pada metode KLT konvensional
memajukan teknik kuno ini mampu mengikuti kebutuhan peneliti. Integrasi mesin untuk
memudahkan deteksi dan penotolan benar-benar memudahkan peneliti memproses
sample.
Karakterisasi
Dalam kimia organik, reaksi dapat diawasi secara kualitatif menggunakan KLT.
Noda sampel dalam tabung kapiler ditotolkan pada pelat: noda bahan awal, noda dari
hasil reaksi, dan campurn noda keduanya. Plat yang digunakan berukurn relatif
kecildan hanya memerlukan waktu beberapa menit untuk proses elusi. Analisisnya
bersifat kualitatif, dan akan menunjukkan kapan bahan awal menghilang, yaitu reaksi
telah selesai sempurna.
Penambahan bahan kimia obat (BKO) ke dalam obat tradisional dilarang oleh
pemerintah Indonesia sebagai bentuk perlindungan konsumen dari penyalahgunaan
obat. Penelitian oleh Hayun dan Ade K mengembangkan metode analisa Parcetamol,
Asam Mefenamat, dan Ibuprofen menggunakan KLT-Densitometri dalam sampel jamu.
Metode yang digunakan dalam studi ini adalah KLT dengan tambahan Densitometri
untuk kuantifikasi sampel. Paracetamol, Ibuprofen, dan Asam mefenamat digunakan

53
sebagai standar pembanding untuk identifikasi obat-obat tersebut dalam sampel jamu
yang diteliti. Fase diam berupa Silika G F254 dengan ketebalan 250 µm. Fase gerak
dioptimasi terlebih dahulu untuk menghasilkan nilai Rf yang baik. Validasi metode
analisa berupa Akurasi, Presisi, Spesifitas, Ripitabilitas, LoD dan LoQ dilakukan untuk
menilai kesesuaian metode yang digunakan.

Hasil analisa densitogram pembanding kemudian digunakan sebagai


perbandingan terhadap densitogram sampel jamu sehingga didapatkan tidak hanya data
kualitatif keberadaan pembanding paracetamol, ibuprofen, dan asam mefenamat dalam
sampel namun lebih jauh dapat menentukan jumlah BKO yang berada dalam sampel.

54
Isolasi
Potensi bahan alam dengan kandungan zat yang begitu beragam dapat memiliki
senyawa baru yang belum pernah ditemukan sebelumnya dapat di isolasi menggunakan
KLT preparatif. Umumnya ekstrak bahan di preparasi terlebih dahulu dengan fraksinasi
untuk memudahkan pemisahan dalam KLT. Lempeng KLT yang dipilih lebih tebal
untuk meningkatkan jumlah zat yang terbawa oleh fase gerak. Setelah elusi selesai, fase
diam dikerok sesuai spot-spot yang telah terpisah dan dilakukan identifikasi lebih lanjut
dengan NMR untuk penentuan struktur senyawa dalam spot tersebut.

RANGKUMAN

Aplikasi KLT dan KLTKT dalam bidang farmasi dapat digunakan untuk:
a. karakterisasi senyawa dalam sampel
b. isolasi senyawa baru dari bahan alam

SOAL LATIHAN

1. Bagaimanakah aplikasi KLT untuk identifikasi obat dalam sampel bahan baku
maupun produk jadi?
2. Bagaimanakah aplikasi KLT untuk identifikasi suatu bahan aktif dalam produk
bahan alam?
3. Bagaimana aplikasi KLT untuk isolasi bahan aktif dalam sampel bahan alam?

55
PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Farmakope Indonesia Edisi V,


Jakarta
2. Fried, Bernard., 2005, Handbook of Thin Layer Chromatography 3rd edition,
Marcel Dekker Inc, New York.
3. Andola, Haris Chandra. 2010. High Performance Thin Layer Chromatography
(HPTLC): A Modern Analytical tool for Biological Analysis. [Nature and Science
2010;8(10):58-61]. (ISSN: 1545-0740).
4. Fried, Bernard., 2005, Handbook of Thin Layer Chromatography 3rd edition,
Marcel Dekker Inc, New York.
5. Hayun, dan Mulia, Ade K. 2016. Pengembangan dan Validasi Metode KLT-
Densitometri untuk Analisis secara simultan Parasetamol, Asam Mefenamat dan
Ibuprofen dalam Jamu “Pegel Linu”. [skripsi]. Universitas Indonesia.Jakarta.

56
BAB VII
KROMATOGRAFI KOLOM

TUJUAN: Setelah mempelajari materi ini mahasiswa mampu menguraikan teknik


analisis dari kromatografi kolom

MATERI
1. Prinsip pemisahan pada kolom
Kromatografi kolom sering dimanfaatkan di bidang farmasi untuk purifikasi atau
pemurnian. Sebagai ilustrasi, misalnya di laboratorium dilakukan reaksi sintesis
berikut:

Gambar 41. Reaksi asam salisilat dengan asam asetat anhidrida menghasilkan asam asetil
salisilat

Dalam reaksi di atas, Asam Salisilat (Reaktan 1) bereaksi dengan Anhidrida Asam
Asetat (Reaktan 2) menghasilkan produk reaksi yang diharapkan adalah Aspirin
(Asam Asetil Salisilat). Pertanyaannya adalah... Apakah di dalam labu tersebut
hanya ada produk yaitu Aspirin saja tanpa ada zat lain? Apakah kita memperoleh
Aspirin murni? Jawabnya adalah: Kemungkinan besar Tidak.
Produk yang kita hasilkan belum murni, tetapi masih berupa Campuran yaitu apa:
sisa reagen (Asam salisilat dan asam asetat anhidrid); produk samping yaitu asam
asetat; dan produk yang diinginkan yaitu Aspirin. Nah.... di sinilah salah satu
contoh peran kromatografi kolom yang sering dimanfaatkan di bidang farmasi,
yaitu untuk purifikasi atau pemurnian. Dalam ilustrasi di atas, kita memurnikan
Aspirin dari zat-zat lain. Nah apakah hanya pada kimia organik saja kromatogafi
kolom itu dimanfaatkan? Tentu saja tidak. Dalam upaya memperoleh obat dari
bahan alam, kromatografi sering digunakan untuk memurnikan sautu senyawa aktif
dari ekstrak tanaman misalnya, sehingga diperoleh zat aktif yang murni.

57
Pada BAB sebelumnya telah dibahas kromatografi lapis tipis. Kromatografi kolom
memiliki prinsip yang sama. Jadi sangat mudah memahami prinsip pemisahan pada
kromatografi kolom ketika sudah mempelajari KLT. Pada KLT dan Kromatografi
secara umum komponen terpisahkan berdasarkan polaritasnya

Gambar 42. Perbedaan kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis

Perbedaannya hanya arah bergeraknya fase gerak. Pada KLT, fase gerak merambat
naik, pada kromatografi kolom, fase gerak bergerak turun.

Gambar 43. Perbedaan arah solven pada kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis

Perbedaan lainnya adalah, pada KLT hanya sedikit sampel yang ditotolkan dan
dipisahkan, sedangkan pada kromatografi kolom, sampel yang dimasukkan dan
dipisahkan lebih banyak.

2. Mekanisme dan teknik analisis kromatografi kolom


Pada kromatografi kolom, fase diam dipacking ke dalam kolom, dan fase gerak
yang mengalir dapat berupa cairan atau gas. Mekanisme pemisahan solut sudah
dibahas di BAB II yaitu pada mekanisme fisika kimia yang bertanggung jawab
terhadap pemisahan solut (adsorpsi, partisi, penukar ion, eksklusi molekul, dan

58
afinitas).
Kromatografi kolom yang akan kita pelajari dalam mata kuliah ini ada 3 yaitu :
a. Kromatografi Kolom Konvensional (tradisional) / terbuka
b. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Performance Liquid
Chromatography
c. Kromatografi Gas (Gas Chromatography) / GC

Pada BAB ini pembahasan akan lebih mengarah ke Kromatografi Kolom Konvensional
(tradisional) / terbuka, sedangkan KCKT dan GC akan pelajari lebih detail setelah
kita bahas kolom konvensional (pada BAB-BAB selanjutnya). Pada KCKT, kolom
sangat kecil, ada yang panjangnya 10, 25, atau 30 cm, dll. Di dalam kolom tersebut berisi
fase diam.

Gambar 44. Kolom pada KCKT

Pada GC, kolom biasanya dibuat melingkar seperti gambar di bawah ini. Hal
tersebut karena panjang kolom bisa mencapai beberapa meter. Di dalam kolom
tersebut berisi fase diam.

Gambar 44. Kolom pada GC

Gambar di bawah ini adalah gambar kolom konvensional (kolom terbuka).

59
Gambar 44. Kolom terbuka/ konvensional

Pada kolom konvensional (tradisional/ kolom terbuka, fase diam dipacking


(diisikan) di dalam tabung gelas yang dilengkapi kran, dan fase gerak mengalir di
bawah pengaruh gaya gravitasi.
Gambar berikut menunjukkan perubahan yang terjadi sejalan dengan perubahan
waktu yang menunjukkan pemisahkan dua band/ pita solut yang berbeda.

a b c
d
e
Gambar 45. Gambaran pemisahkan dua solut pada kromatografi kolom

Keterangan proses pemisahan pada kromatografi kolom yang digambarkan pada


gambar di atas dapat dijelaskan tahapannya sebagai berikut:
a. Ini adalah pada saat sampel baru dimasukkan ke ujung kolom. Anda dapat
melihat zat-zat yang ada di dalam sampel masih berupa campuran.
b. Ketika kita sudah mulai mengalirkan fase gerak, zat-zat tersebut akan bergerak
bersama fase gerak, namun anda lihat zat-zat tersebut bergerak dengan
kecepatan yang tidak sama.

60
c. Agak lebih kelihatan bahwa dua zat tersebut bergerak dengan kecepatan yang
tidak sama.
d. Pada saat ini kita sudah dapat melihat dengan lebih jelas bahwa kedua zat
terpisah.
e. Pada tahap ini kita bisa memperoleh zat pertama yang terpisah dari zat kedua.
Kemudian setelah zat pertama keluar semua dan kita tampung, kita dapat
memperoleh zat kedua belakangan dan kita tampung dalam wadah yang
berbeda

Gambaran lain tentang progress pemisahan pada kolom kromatografi yang


menunjukkan pemisahan dua band/pita solute dapat dilihat pada gambar di bawah
ini:

Gambar 46. Gambaran pemisahkan dua solut pada kromatografi kolom yang
ditunjukkan dengan dua puncak

Kromatografi kolom adalah tehnik yang sangat penting untuk pemurnian produk
sintesis atau natural product. Komponen dipisahkan dengan kromatografi kolom
melalui mekanisme yang sama seperti pada KLT. Melalui perbedaan gaya
intermolekuler komponen campuran dengan fase gerak, dan antara komponen
dengan fase diam.

61
Gambar 47. Perbandingan pemisahan pada KLT dan pada kromatografi kolom

Pada gambar di atas, ada dua zat/komponen dalam sampel yang dipisahkan yaitu
(a) dan (b). Kolom berisi silika (ingat: silika bersifat polar). Dimisalkan dalam
diagram ini (b) lebih polar dari (a). Komponen polar (b) teradsorpsi lebih kuat pada
fase diam polar (misal: silika) dan terelusi belakangan setelah komponen yang
kurang polar (a) yang bergerak lebih cepat dengan solven yang non polar (relatif
terhadap silika).

ADSORBEN
Bermacam-macam adsorben dapat digunakan sebagai fase diam pada kromatografi kolom
terbuka.
Contoh adsorben: Silica gel; CaCO3; Cellulose; dan Starch

FASE GERAK
Fase gerak / Solvent juga berperan penting dalam kromatografi kolom. Banyak tipe pelarut
tersedia, misalnya: Sikloheksana; Benzen; dan Kloroform

KOLOM
Dimensi kolom penting untuk menghasilkan pemisahan kolom yang efektif. Rentangnya antara
1:10 sampai 1:100.

62
Gambar 48. Perbandingan ukuran kolom

Dapat melihat pada dua gambar di atas bahwa ukuran kolom yang sangat panjang atau
kolom dengan ukuran yang lebih kecil. Secara umum, semakin panjang kolom, maka
pemisahan semakin baik. Namun harus diingat juga bahwa semakin panjang artinya
pemisahan membutuhkan waktu yang lebih lama. Oleh karena itu kita bisa memilih
kolom yang pemisahannya baik tetapi tidak terlalu lama pemisahnnya.
Ada beberapa Tipe Kolom:
a. Gravity Columns (kolom gravitasi)
Pada kolom ini, fase gerak bergerak melalui fase diam (kolom) karena gaya gravitasi.
b. Flash Columns (Air/nitrogen pressure)
Pada kolom ini, fase gerak didorong oleh aliran udara atau nitrogen menggunakan
alat khusus (Adaptor).

63
Adaptor untuk megatur
aliran udara atau nitrogen

Tempat solven/fase gerak

Kolom berisi fase diam

Gambar 49. Rangkaian Flash Columns (Air/nitrogen pressure)

Perbedaan Kolom Gravitasi dan Flash Columns:

Gambar 50. Perbedaan Kolom gravitasi dan Flash Columns (Air/nitrogen pressure)

Pada Flash column, ada aliran udara yang digunakan untuk mendorong fase gerak.

c. Low and Medium Pressure Columns (pumped)


Pergerakan fase gerak dipercepat dengan menggunakan pompa yang akan
menghasilkan tekanan rendah atau medium. Kenaikan kecepatan alir akan
memperpendek waktu pemisahan.

64
Pompa berfungsi
untuk mendorong
fase gerak masuk ke
Fase dalam kolom
diam
Berisi fase gerak
yang akan
dipompakan masuk
ke kolom

Fraksi-fraksi yang keluar


dari kolom ditampung

Gambar 51. Low and Medium Pressure Columns

d. Vacuum Columns [Vacuum liquid chromatography] (VLC)]

Adsorben
ke Vakum

Fraksi dikumpulkan, setiap pemberian


porsi fase gerak, wadah diganti

Gambar 51. Vacuum Columns


Adsorben diaplikasikan dalam keadaan kering ke dalam sintered glass funnel. Sampel
diaplikasikan dengan metode kering atau sebagai larutan. Kemudian, fase gerak ditambahkan
porsi demi porsi dan vakum diaplikasikan setelah tiap porsi untuk mengumpulkan fraksi.

Fase diam

Gambar 52. Vacuum Columns

65
e. High pressure Columns (HPLC)
Pada kolom ini digunakan adsorben yang sangat halus sehingga akan meningkatkan
daya pisah. Kecepatan alir fase gerak sangat diturunkan. Pompa bertekanan tinggi
digunakan untuk mendorong solven melewati kolom yang terbuat dari stainless steel.

Pompa bertekanan tinggi Kolom pada


HPLC

Gambar 53. High pressure Columns

3. Kolom fase normal dan fase terbalik


Jika fase diam bersifat POLAR. Molekul yang lebih polar akan berinteraksi lebih
kuat dengan fase diam. Molekul yang lebih polar akan bergerak lebih lambat
melewati kolom. Molekul non-polar bergerak lebih cepat.

Reverse Phase column chromatography


Fase diam (column packing) bersifat NON-POLAR. Molekul Non-polar akan
bergerak lebih lambat sebab terikat lebih kuat pada column packing/ fase diam.
Molekul yang lebih polar akan bergerak lebih cepat melewati kolom. Fase
gerak/solvent polar, seperti air dan metanol digunakan dalam RP chromatography
Banyak digunakan, misalnya pada HPLC

66
4. Kromatografi kolom konvensional dan aplikasinya
Prosedur pemisahan dengan kromatografi kolom terbuka/ konvensional
a. Persiapan Kolom
Adsorben atau fase diam diaplikasikan ke dalam kolom dengan dua cara:

1) Slurry packing (Wet method)


Adsorben disuspensikan dalam fase gerak dan diaduk dengan sangat baik
untuk menghilangkan semua gelembung udara. Bubur yang dihasilkan
kemudian dituangkan ke dalam kolom. Pada ujung kolom, sedikit glass
wool atau kapas harus ditambahkan sebelum bubur adsorben
diaplikasikan. Pasir dapat ditambahkan setelah aplikasi bubur adsorben.
Setelah aplikasi bubur adsorben, kolom dibiarkan semalam. Pada
kromatografi gel, adsorben harus direndam dalam fase gerak semalam agar
mengabsorpsi fase gerak dan mengembang.
2) Dry Packing
Adsorben kering dituangkan langsung ke dalam kolom. Dilakukan vibrasi
untuk menghilangkan gelembung udara. Kemudian fase gerak dilewatkan
melalui adsorben. Metode ini tidak dapat digunakan pada Kromatografi gel
(permeasi gel/filtrasi gel).

b. Persiapan Fase gerak


Fase gerak berupa campuran pelarut organik (jarang digunakan hanya satu
pelarut). Pilihan fase gerak pada kromatografi kolom didapat dari optimasi
dengan KLT dengan beberapa sistem pelarut. Ada yang berpendapat bahwa
sistem pelarut yang baik adalah pelarut yang ketika digunaka pada KLT
menghasilkan nilai Rf kurang dari 0,6 untuk semua bahan yang akan
dipisahkan dengan kromatografi kolom. Jika sistem pelarut membawa
komponen campuran lebih jauh dan menghasilkan nilai Rf yang lebih besar,
maka pemisahan pada kromatografi kolom tidak akan terjadi. Sistem pelarut
yang tidak membawa bercak totolan sampel pada KLT adalah sistem yang
tidak cocok untuk pemisahan dengan kromatografi kolom.

67
Gambar 54. Hubungan Rf pada KLT dan hasil pemisahan pada kromatografi
kolom

Pada gambar di atas menjelaskan tentang KLT untuk optimasi kromatografi


kolom. Pada gambar atas, hasil pemisahan pada KLT (gambar kiri atas)
memiliki nilai Rf pada rentang 0,2 < Rf < 0,5 dan ketika fase gerak digunakan
pada kromatografi kolom memberikan pemisahan yang lebih baik, tampak dari
dua puncak yang terpisah. Pada hasil pemisahan pada KLT (gambar kiri
bawah) memiliki nilai Rf ada yang >0,5 dan ketika fase gerak digunakan pada
kromatografi kolom memberikan pemisahan yang kurang baik, tampak dari
dua puncak masih ada yang tumpang tindih.

c. Aplikasi sampel
Cara memasukkan sampel ke dalam kolom ada dua:
1) Wet application
Larutkan sampel dalam fase gerak awal dan aplikasikan dengan pipet pada
ujung atas kolom. Metode ini sangat bagus, tetapi dalam beberapa kasus,
sampel yang akan dipisahkan tidak larut dalam fase gerak awal.

2) Dry loading
Larutkan sampel dalam pelarut yang volatil (mudah menguap). Larutan
sampel kemudian diadsorpsi pada sejumlah kecil adsorben dan pelarut
dibiarkan menguap. Adsorben kering yang telah diloading dengan sampel
kemudian diaplikasikan ke dalam kolom.
d. Pengembangan atau Elusi
Pengembangan pada Kromatografi kolom bisa dilakukan dengan dua mode:
1) Isocratic elution / Elusi Isokratik

68
Artinya digunakan fase gerak yang sama sejak dari awal hingga akhir
pemisahan. Polaritas fase gerak tidak berubah dari awal hingga akhir elusi.
Misal: CHCl3 : Metanol (70:30 v/v)
2) Gradient elution / Elusi gradient
Artinya, elusi dilakukan dengan merubah perbandingan fase gerak yang
berakibat apda berubahnya polaritas fase gerak. Polaritas sistem meningkat
secara bertahap selama pemisahan dengan cara meningkatkan proporsi
pelarut yang lebih polar.Sebagai contoh: dimulai dengan CHCl3, diikuti
dengan campuran CHCl3/MeOH dengan peningkatan secara bertahap %
MeOH sampai semua komponen terelusi dari sistem.

e. Monitoring Kolom
Monitoring kolom maksudnya adalah menentukan fraksi-fraksi yang diperoleh
misalnya dengan bantuan KLT. Nanti fraksi-fraksi yang memberikan bercak
yang sejajar pada KLT kita kumpulkan menjadi satu

Fraksi-fraksi

Gambar 55. Fraksi-fraksi hasil elusi pada kromatografi kolom

1) Dengan KLT
Fraksi sejumlah volume tertentu yang dikumpulkan jika perlu diuapkan
untuk memperoleh volume yang lebih kecil. Kemudian masing-masing
fraksi ditotolkan pada KLT. Fraksi yang menunjukkan bercak yang mirip

69
pada KLT akan dikumpulkan bersama untuk pemurnian atau kristalisasi.
2) Dengan Pengujian hayati/ Bioassay
Fraksi dimonitor dengan pengujian hayati kemudian dilakukan KLT.

Faktor yang mempengaruhi pemisahan

Faktor yang mempengaruhi pemisahan pada kromatografi kolom (Faktor yang


mempengaruhi efisiensi kolom):

Tabel 8. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemisahan pada kromatografi kolom

Faktor Pengaruh
Ukuran partikel fase Memperkecil ukuran akan meningkatkan pemisahan
diam padatan (atau (tetapi ukuran partikel yang sangat kecil membutuhkan
pendukung fase diam) tekanan yang tinggi)
Efisiensi meningkat sejalan dengan meningkatnya rasio
Dimensi kolom
panjang / lebar
Packing fase diam yang tidak seragam menyebabkan
pergerakan solut yang tidak teratur melewati kolom &
Keseragaman packing pembentukan zona yang kurang seragam (dapat
menyebabkab pelebaran pita /band broadning atau
terjadinya tailing).
Peningkatan temperatur kolom akan berpengaruh terhadap
Temperatur kolom kecepatan elusi tetapi tidak meningkatkan pemisahan
(tailing)
Solven sebaiknya memiliki viskositas yang rendah (agar
Solven pengelusi dapat memberikan resolusi yang efisien) dan volatilitasnya
tinggi (untuk memperoleh recovery solut yang cepat)
Kecepatan alir yang rendah dan seragam memberikan
Kecepatan alir solven
resolusi yang lebih baik.
Kontinuitas aliran fase Kecepatan alir yang tidak kontinyu akan mengganggu
gerak resolusi

Kondisi adsorben Deaktivasi adsorben akan menurunkan pemisahan.

Senyawa dengan konsentrasi yang tinggi akan bergerak


Konsentrasi solut
lebih lambat.

70
Faktor fase diam:
a. Ukuran partikel
b. Aktivitas Adsorben
c. Paking kolom yang tidak seragam
d. Konsentrasi campuran
Faktor fase gerak:
a. Pemilihan fase gerak yang tepat
b. Kecepatan alir fase gerak
c. Konsistensi kecepatan alir
Faktor kolom:
a. Dimensi Kolom
b. Temperatur kolom

5. Aplikasi Kromatografi Kolom


a. Pemisahan
b. Purifikasi / Pemurnian
c. Isolasi komponen aktif / active constituents
d. Klinis

RANGKUMAN
1. Kromatografi kolom sering dimanfaatkan di bidang farmasi untuk purifikasi atau
pemurnian.
2. Pada kolom konvensional (tradisional/ kolom terbuka, fase diam dipacking
(diisikan) di dalam tabung gelas yang dilengkapi kran, dan fase gerak mengalir
di bawah pengaruh gaya gravitasi.
3. Bermacam-macam adsorben dapat digunakan sebagai fase diam pada
kromatografi kolom terbuka.
4. Ada beberapa Tipe Kolom: Gravity Columns (kolom gravitasi); Flash Columns
(Air/nitrogen pressure); Low and Medium Pressure Columns (pumped);
Vacuum Columns [Vacuum liquid chromatography] (VLC)]; High pressure
Columns (HPLC)

71
5. Prosedur pemisahan dengan kromatografi kolom terbuka/ konvensional:
Persiapan Kolom; Persiapan Fase gerak; Aplikasi sampel; Pengembangan atau
Elusi; Monitoring Kolom
6. Beberapa faktor dapat mempengaruhi pemisahan pada kromatografi kolom

SOAL LATIHAN

1. Uraikan perbedaan kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis!


2. Metode penyiapan fase diam ada dua macam, jelaskan kelebihan dan kekurangan
masing-masing!
3. Elusi dapat dilakukan secara isokratik maupun gradien. Mengapa dilakukan elusi
secara gradien?
4. Bagaimanakah cara monitoring hasil elusi pada kromatografi kolom?
5. Uraikan hal-hal yang dapat mempengaruhi pemisahan dengan kromatografi kolom!

PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Farmakope Indonesia Edisi V,


Jakarta
2. Harvey, D., Modern Analytical Chemistry, 2000, The McGraw-Hill Companies,
Inc. Boston
3. Watson D.G., 2000, Pharmaceutical Analysis, Churchill Livingstone, New York.
4. Pecsok. P.,1976. Modern Methods of Chemical Analysis, 2nd. Ed., John Wiley &
Sons, New York
5. Fried, Bernard., 2005, Handbook of Thin Layer Chromatography 3rd edition,
Marcel Dekker Inc, New York.

72
BAB VIII
PARAMETER PEMISAHAN DENGAN KROMATOGRAFI

TUJUAN: Setelah mempelajari materi ini mahasiswa mampu menguraikan parameter


pemisahan dengan kromatografi

MATERI
Dalam BAB ini akan dibahas mengenai beberapa istilah dan parameter yang
penting dan akan dijumpai dalam pemisahan analit menggunakan kromatografi.
Parameter-parameter yang akan dibahas adalah sebagai berikut: Resolusi (R atau Rs);
Capacity Factor/ Faktor Kapasitas (k’); Column Selectivity/ Selektivitas Kolom (α);
dan Column Efficiency/ Efisiensi Kolom.
Sebelum penjelasan tentang parameter-parameter tersebut, kita kembali dulu ke
definisi kromatografi yang pernah dibahas pada BAB 1. Dalam pengertian kromatografi
ada ditemukan istilah “migrasi diferensial”. Kita bahas lagi apa itu migrasi diferensial
dalam kromatografi kolom.

Migrasi Diferensial
Komponen-komponen (zat-zat) yang berbeda bergerak melalui sistem dengan
kecepatan pergerakan yang berbeda yang disebut “migrasi diferensial". Kecepatan
beberapa komponen dalam campuran ditentukan oleh jumlah molekul komponen
tersebut dalam fase gerak.
Misalnya kita memiliki campuran komponen atau zat “A” dan “B”. Zat A
memiliki afinitas yang lebih besar terhadap fase gerak, sehingga banyak molekul
berada dalam fase gerak. Zat B memiliki afinitas yang lebih besar terhadap fase diam,
sehingga sedikit molekul yang berada dalam fase gerak.

73
Stationary Phase Bs
B
As

A B
A

Bm

Mobile Phase
Am

Gambar 56. Migrasi diferensial pada kromatografi kolom

Tanda panah (As) yang lebih pendek ke arah fase diam sebagai simbol bahwa zat A
lebih sedikit pada fase diam. Tanda panah (Am) yang lebih panjang ke arah fase gerak
sebagai simbol bahwa zat A lebih banyak pada fase gerak. Tanda panah yang lebih
panjang (Bs) ke arah fase diam sebagai simbol bahwa zat B lebih banyak pada fase
diam. Tanda panah yang lebih pendek (Bm) ke arah fase gerak sebagai simbol bahwa
zat B lebih sedikit pada fase gerak. Zat B lebih banyak berada pada fase diam
dibanding zat A, maka anda lihat di kolom, zat B bergerak lebih lambat melewati kolom
dibanding zat A. Jadi antara zat A dan B, yang lebih banyak berada pada fase gerak
adalah zat A, maka Anda lihat di kolom, zat A akan bergerak lebih cepat dibanding zat
B.
Gambaran matematis dari migrasi diferensial
Kita simbolkan sebagai berikut:
U : kecepatan solven (fase gerak).
Ux : kecepatan komponen X.
R : fraksi komponen X dalam fase gerak

74
Maka persamaannya adalah sebagai berikut:
Ux = UR

Dari persamaan di atas:

Jika nilai R = 1,0 yang artinya fraksi komponen X dalam fase gerak = 1 atau dengan
kata lain semua molekul komponen berada dalam fase gerak (dan tidak ada yang berada
pada fase diam). Maka ketika kita masukkan ke persamaan menjadi:
Ux = U x 1,0
Ux = U
Karena Ux = U, maka dapat dikatakan bahwa k.
Karena Ux = U, maka, komponen X akan bergerak dengan kecepatan sama dengan
kecepatan fase gerak. Atau dengan kata lain komponen atau zat tersebut akan sangat
cepat keluar dari kolom.
Jika kondisi sebaliknya:
Jika R = 0,0 artinya fraksi komponen X dalam fase gerak = 0 atau tidak ada molekul
komponen yang berada pada fase gerak dan semua molekul komponen berada dalam
fase diam. Maka ketika kita masukkan ke persamaan menjadi:
Ux = U x 0,0
Ux = 0,0
Karena Ux = 0, maka artinya komponen X tidak akan bergerak sama sekali. Pada
kondisi ini, komponen X tidak akan keluar dari kolom.
Dari penjelasan tersebut di atas, maka nilai R suatu komponen tidak boleh nol (0) tetapi
juga tidak boleh satu (1). Komponen-komponen yang akan dipisahkan melalui sistem
(kolom) harus terdistribusi diantara fase gerak dan fase diam.
Sebelum pembahasan tentang parameter pemisahan pada kromatografi, berikut ini
dibahas tentang skema sederhana KCKT/HPLC.

75
Gambar 57. Skema sederhana KCKT/HPLC

Di dalam kolom, komponen berjalan dari awal kolom menuju ujung kolom. Ketika
komponen sampai ke detektor, akan ditampilkan dalam kromatogram

Gambar 58. Kromatogram hasil pemisahan pada KCKT/HPLC

Pada gambar di atas ditunjukkan tampilan kromatogram, yang dapat dilihat pada layar
komputer yang biasanya terpasang pada alat KCKT/HPLC. Sumbu x pada kromatogram
adalah waktu, sumbu y adalah respon detektor. Penjelasan tentang masing-masing
komponen KCKT akan dibahas pada BAB-BAB selanjutnya.

Beberapa Istilah yang sering dijumpai dalam Kromatografi


a. Kromatogram (Chromatogram)

76
Adalah suatu plot hubungan antara sinyal detektor dengan waktu elusi atau
volume elusi.
b. Waktu Retensi (Retention time)
Adalah waktu yang dibutuhkan suatu solut (zat/komponen) untuk bergerak dari
awal injeksi sampai keluar dari kolom ke detektor (tr).
c. Volume Retensi (Retention volume)
Adalah volume fase gerak yang dibutuhkan untuk menggerakkan atau membawa
solut dari awal injeksi sampai keluar dari kolom ke detektor (Vr).
d. Lebar alas puncak (Baseline width)
Adalah lebar puncak suatu solut yang diukur pada garis dasar atau baseline (w).
e. Void time (tm) atau void volume
Adalah waktu atau volume fase ferak yang dibutuhkan untuk mengelusi
komponen atau sampel yang tidak ditahan sama sekali oleh fase diam
(nonretained components).

Gambar ini ada contoh penggambaran kromatogram:

Baseline (garis dasar)


Puncak

Gambar 59. Gambaran Kromatogram

77
Sinyal detektor.
Detektor akan membaca atau mendeteksi cairan atau gas yang keluar dari kolom dan
sampe ke detektor. Jika tidak ada komponen, maka detektor aken menampilkan garis
dasar atau baseline, dan ketika ada komponen yang terdeteksi, akan ditampilkan dengan
garis yang menaik dan akan membentuk puncak.
Injection
Ini adalah awal dimulainya injeksi (0 menit), sampel masuk mulai ke dalam kolom
untuk berinteraksi dengan fase diam dan terjadi pemisahan.
Waktu retensi (tr)
Adalah waktu yang dibutuhkan suatu solut (zat/komponen) untuk bergerak dari awal
injeksi sampai keluar dari kolom ke detektor (tr).
Void time (tm)
Adalah waktu atau volume fase ferak yang dibutuhkan untuk mengelusi komponen atau
sampel yang tidak ditahan sama sekali oleh fase diam (nonretained components).
Lebar alas puncak (Baseline width)
Adalah lebar puncak suatu solut yang diukur pada garis dasar atau baseline (w).
Peak Height (H atau h) atau Tinggi Puncak
Adalah tinggi puncak dihitung dari baseline atau garis dasar ke puncak.
Setengah tinggi puncak (50%h)
Setengah tinggi puncak/50% tinggi puncak atau 0,5h artinya jarak yang diukur dari
baseline atau garis dasar sampai setengah (50%) tinggi puncak.

Gambar 60. Gambaran parameter-parameter suatu puncak pada kromatogram

78
10% tinggi puncak (0,01h)
10% tinggi puncak atau 0,01h artinya jarak yang diukur dari baseline atau garis dasar
sampai 10% dari tinggi puncak.
Lebar setengah tinggi puncak (W0,5) dan Lebar 10% tinggi puncak (W0,01)
W0,5= itu artinya lebar puncak pada setengah (50%) tinggi puncak. W0,01= itu artinya
lebar puncak pada 10% tinggi puncak.
Lebar pada 10% tinggi puncak.
Ketika puncak dibagi dua dengan garis dari ujung atas puncak, maka ada setengah
bagian dari lebar pada 10% tinggi puncak dinotasikan A dan B.
Luas Puncak atau Peak Area

Gambar 61. Gambaran luas puncak pada kromatogram

Perhatikan pada puncak yang diblok hijau pada gambar di atas. Suatu puncak selain
punya data tinggi puncak, juga memiliki luas puncak (peak area). Parameter luas puncak
nanti penting untuk digunakan dalam penentuan kadar suatu zat yang dipisahkan.
Berikut adalah contoh kromatogram
Retention time (tr)
detector’s
D e te ct o r A ( 23 4n m )
5.300

m eto p ro lo l
0. 0 10 b ak u 00 1a 0 .0 1 0
R e te n tio n T im e
11.058
Volts

Volts

0. 0 05 0 .0 0 5
2.758

3.142
2.867

3.917

0. 0 00 0 .0 0 0

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
M in utes

Base line
Baseline width
elution time
Gambar 62. Contoh kromatogram

79
Pada kromatogram di atas, kita lihat ada 3 puncak :
Puncak 1
Puncak 2
Puncak 3
Masing-masing puncak punya waktu retenti (tr) yang berbeda-beda, yaitu
tr 1 = 3,917 menit
tr 2 = 5,310 menit
tr3 = 11,068 menit
a. Puncak 1 dengan tr 1 = 3,917 menit, artinya komponen atau zat no 1 ini
membutuhkan waktu 3,917 menit sejak mulai injeksi di ujung kolom hingga
keluar dari kolom sampai ke detektor.
b. Puncak 2 dengan tr 2 = 5,310 menit, artinya komponen atau zat no 2 ini
membutuhkan waktu 5,310 menit sejak mulai injeksi di ujung kolom hingga
keluar dari kolom sampai ke detektor.
c. Puncak 3 dengan tr 3 = 11,068 menit artinya komponen atau zat no 3 ini
membutuhkan waktu 11,068 menit sejak mulai injeksi di ujung kolom hingga
keluar dari kolom sampai ke detektor.

Jadi ketiga zat tersebut memiliki waktu retensi yang berbeda-beda yang menunjukkan
zat-zat tersebut bergerak dengan kecepatan yang berbeda melewati kolom. Parameter
waktu retensi ini penting untuk dipahami, karena nanti akan banyak digunakan,
terutama dalam identifikasi zat yang sudah dipisahkan.
Dapat dilihat juga bahwa puncak 1,2, dan 3 memiliki tinggi yang berbeda, demikian
juga luas puncak (peak areanya). Jadi dari suatu puncak kita bisa memperoleh data
waktu retensi yang khas untuk tiap zat dan luas puncak/tinggi puncak yang berbeda
antara satu dengan yang lain. Pembahasan lebih lanjut pada BAB KCKT dan GC.
a. Resolusi (R atau Rs)
Resolusi : adalah ukuran kuantitatif yang menunjukkan derajat atau tingkat
keterpisahan kromatografi yang berdekatan. Untuk menghitung nilai Resolusi, ada
beberapa persamaan, di sini saya tampilkan salah satunya yaitu:

80
Gambar 63. Perbandingan Resolusi pada 3 hasil pemisahan yang berbeda

Pada gambar di atas, ketika nilai R semakin besar, kedua puncak semakin
terpisah. Dua puncak dengan R = 1,50 lebih terpisah dibandingkan dua puncak dengan
R = 0,75. Derajat keterpisahan dua puncak pada kromatogram meningkat sejalan
dengan meningkatnya nilai R atau Rs. Untuk dua puncak/peak yang ukurannya
sebanding / equal, Resolusi sebesar 1,5 berkaitan dengan overlap/ tumpang tindih area
sebesar hanya 0,13%. Jadi, dalah hal parameter Resolusi, dikehendaki nilai R yang
besar, karena semakin besar R, artinya dua puncak yang berdekatan akan semakin
terpisah sempurna. Kenapa terpisah sempurna ini penting, agar nanti pada identifikasi
dan penetapan kadar tidak saling mengganggu

Meningkatkan Resolusi
Resolusi dapat ditingkatkan melalui peningkatan tr atau dengan menurunkan lebar alas
puncak (wA atau wB). Kita dapat meningkatkan tr dengan meningkatkan interaksi
solut dengan kolom dengan meningkatkan column’s selectivity terhadap salah satu solut.
Lebar puncak adalah efek kinetik yang berkaitan dengan pergerakan solut di dalam dan
di antara fase gerak dan fase diam. Efek ini ditentukan oleh beberapa faktor yang secara
kolektif disebut column efficiency.

81
Gambar 64. Tiga kondisi pemisahan dua puncak yang berdekatan

Pada gambar di atas menunjukkan tiga kondisi pemisahan dua puncak yaitu:
(a). Kromatogram (a) menunjukkan pemisahan awal solut yang tidak terpisah
dengan baik;
(b). Kromatogram (b) menunjukkan peningkatan resolusi kedua solut yang
disebabkan oleh peningkatan column efficiency;
(c). Kromatogram (c) menunjukkan peningkatan resolusi kedua solut yang
disebabkan oleh perubahan column selectivity.

b. Capacity Factor/ Faktor Kapasitas (k’)


Distribusi solut, S, diantara fase gerak dan fase diam dapat digambarkan dengan
suatu reaksi kesetimbangan:

dan berkaitan dengan koefisien partisi, KD, dan Rasio Distribusi, D,

Capacity factor (k’) : adalah ukuran seberapa kuat suatu solut atau komponen
ditahan oleh fase diam.

82
Faktor kapasitas suatu solut dapat ditentukan dari kromatogram dengan mengukur
column’s void time (tm atau kadang ditulis t0), dan waktu retensi (tr) dari solut.
Keterangan:
Vm adalah volume fase gerak
Vs adalah volume fase diam
tr’ adalah adjusted retention time

Faktor yang mengatur distribusi beberapa komponen diantara dua dua fase yang
berkompetisi disebut “Distribution coefficient” atau “Capacity factor” atau
“Mass distribution ratio” ‘k’
( n) s
′=
( n) m

(n)s : jumlah mol komponen dalam fase diam


(n)m : total jumlah mol komponen dalam fase gerak

Untuk menghitung faktor kapasitas, kita dapat menggunakan persamaan ini:


tr − tm
′=
tm

tr : waktu yang dibutuhkan oleh solut melalui kolom (retention time/waktu


retensi).
tm : waktu yang dibutuhkan oleh molekul solven melalui kolom.

Makna dari nilai faktor kapasitas suatu solut:


Nilai k’ yang lebih besar artinya solut tersebut tertahan lebih lama pada kolom
(bergerak lebih lambat).

83
Nilai k’ yang lebih kecil artinya solut tersebut bergerak lebih cepat.

c. Column Selectivity/ Selektivitas Kolom (α)


Selectivity factor / faktor selektivitas (α) adalah rasio atau perbandingan faktor
kapasitas deua solut atau komponen. Persamaan yang dapt digunakan untuk
menghitung nilai α adalah:

d. Column Efficiency/ Efisiensi Kolom


Pelebaran puncak (band broadening) adalah peningkatan lebar alas puncak.
Lempeng teoritis (Theoretical plate) adalah ukuran kuantitatif yang menunjukkan
evaluasi efisiensi kolom yang digambarkan bahwa kolom terdiri atas zona-zone
kecil atau lempeng (plate) di mana pada lempeng tersebut terjadi partisi solut
diantara fase diam dan fase gerak.

Jumlah lempeng teoritis dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Keterangan : L: Panjang kolom


HETP (Height Equivalent to the Theoretical Plate) atau Tinggi
Lempeng teoritis

Efisiensi kolom meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah lempeng teoritis


(theoretical plates) atau menurunnya tinggi lempeng teoritis. Semakin besar nilai
N, artinya semakin baik efisiensi kolomnya.

Pentingnya meningkatkan selectivity dalam pemisahan dua solut.


Peningkatan selectivity dalam pemisahan campuran solut yang kompleks adalah
tujuan utama dalam kromatografi, karena jika selectivity dua solut (puncak)
nilainya 1, sesempit apapun atau secepat apapun pemisahan terjadi, maka kita tidak
akan dapat memisahkan kedua solut tersebut kecuali kita meningkatkan selectivity.

84
Bagaimana merubah selecitivity?
Selectivity utamanya tergantung pada sifat analit dan interaksinya dengan
permukaan fase diam. Jika perubahan selectivity yang besar diharapkan terjadi
dalam pemisahan tertentu, solusi terbaik adalah dengan penggantian fase diam.
Selecitivity umumnya tidak dipengaruhi oleh komposisi fase gerak atau temperatur
kecuali parameter ini memodifikasi atau merubah sifat analit/solut (solvasi,
ionisasi, tautomerisasi, dll). Namun demikian, solven seperti metanol vs asetonitril
kemungkinan dapat mempengaruhi selectivity diantara pasangan solut yang kritis
(misalnya isomer).

Pergerakan komponen melalui sistem kromatografi dalam bentuk “zones”


atau “bands”:
Diasumsikan bahwa sistem kromatografi tersusun dari sejumlah “distribution
systems” atau “equilibrations” yang disebut “Theoretical Plates”. Tiap theoretical
plate tersusun dari fase diam dan fase gerak. Tinggi dari tiap lempeng disebut
“Height equivalent to Theoretical Plate” (HETP). Jumlah lempeng teoritis “N” ini
sangat penting untuk pemisahan. Meningkatnya nilai “N” menghasilkan pita yang
lebih sempit dan pemisahan yang lebih baik.
Komponen bergerak melalui kolom sebagai pita/bands atau zone dan kecepatannya
diatur oleh k'. Komponen dengan k' = 1 (64 molecules).
32 16 8 4 2
32 16 8 4 2
16 16 12 8
16 16 12 8
8 12 12
8 12 12
4 8
4 8
2
2

Gambar 65. Gambaran komponen bergerak melalui kolom sebagai pita/bands atau
zone

85
Komponen akan berada di tengah sistem dalam bentuk pita. Jika kita meningkatkan
“N”, komponen akan lebih sempit. Pita yang lebih sempit akan menghasilkan
pemisahan yang lebih baik. Derajat pelebaran puncak atau band-broadening
disebut efficiency.

2
2
8
8
12
12
8
8
2
2

N= 5 N= 25 N= 150

A A
A

B B
B

N= 5 N= 25 N= 150

Gambar 66. Perbandingan lebar pita/bands atau zone pada jumlah N yang berbeda

Number of Theoretical Plates / Jumlah Lempeng Teoritis

Gambar 67. Gambaran pengaruh panjang kolom (L) dan tinggi lempeng teoritis (H)
terhadap lebar puncak

86
Gambar 68. Parameter kromatogram untuk perhitungan jumlah lempeng teoritis (N)

Penentuan efisiensi (number of the theoretical plates pada kolom).

Keterangan: w1/2 (kadang ditulis w0,5 atau WH) adalah lebar pada setengah tinggi
puncak.

Semakin besar nilai N, puncak akan semakin sempit, semakin kecil nilai N, maka
puncak akan semakin lebar.

87
Selectivity & Efficiency

Gambar 69. Kromatogram dengan Selectivity dan Efficiency yang berbeda

Keterangan dari 4 kromatogram pada gambar di atas:


I. Puncak sempit dan kedua puncak terpisah jauh, pengurangan panjang kolom atau
kecepatan alir fase gerak dapat secara signifikan memperpendek runtime tanpa
kehilangan kualitas pemisahan
II. Pemsahan dapat diterima, metode kemungkinan tidak rugged.
III. Pemisahan yang masih dapat diterima, repsodusibilatas kuantitatif mungkin
rendah.
IV. Pemisahan yang tidak baik.
Perbandingan antara Vairasi Selectivity dan Efficiency yang dibutuhkan untuk
meningkatkan Resolusi dari 1 menjadi 1,5.

88
Dari tabel di atas dilihat bahwa dengan naiknya Efisiensi dari 10.000 menjadi 22.500
maka Resolusi naik dari 1 menjadi 1,5. Dengan meningkanya selektivitas dari 1,04
menjadi 1,06 maka Resolusi meningkat dari 1 menjadi 1,5.

Merubah nilai N
Efficiency (N) dapat ditingkatkan dengan :
a. Meningkatkan panjang kolom (tidak praktis).
b. Menurunkan HETP.
H atau HETP dapat diturunkan :
a. Menurunkan ukuran partikel fase diam.
b. Pemilihan fase gerak yang lebih baik/cocok.

Efficiency utamanya ditentukan oleh parameter kolom. Pada kolom kromatografi


gas, efficiency sangat tergantung kepada kecepatan alir fase gerak. Pada HPLC, karena
viskositas fase gerak yang jauh lebih tinggi, rentang kecepatan alir yang dapat
diaplikasikan tidak terlalu lebar, variasi kecepatan alir tidak secara signifikan
mempengaruhi efficiency kolom.
Sebaliknya, geometri packing material; keseragaman; dan densitas packing kolom
adalah menjadi faktor utama yang menentuka efficiency kolom tertentu. Tidak ada
hubungan yang jelas antara diameter partikel dan efficiency kolom tertentu, tetapi
fenomena peningkatan efficiency dapat diharapkan tercapai dengan penurunan diameter
partikel, karena perbedaan rata-rata ukuran pori dari packing material dan ukuran pori
interpartikel akan berkurang, yang akan menyebabkan lebih seragamnya aliran di dalam
dan diantara partikel.

Persamaan Van Deemter (van Deemter equation)


Adalah suatu persamaan yang menunjukkan efek kecepatan fase gerak terhadap tinggi
lempeng teoritis.

Ket :  Adalah kecepatan alir linera, dan A, B, & C adalah konstanta dari suatu kolom
dan fase gerak tertentu.

89
Tiga istilah pada persamaan Van Deemter pada dasarnya mewakili tiga proses yang
berkotribusi terhadap keseluruhan chromatographic band-broadening.
A—multipath effect atau eddy diffusion
Multipath effect tidak tergantung pada kecepatan alir (flow rate). Mendefisikan
kemampuan molekul yang berbeda berjalan melalui media berpori dengan jalan yang
berbeda panjangnya.

Gambar 70. A—multipath effect atau eddy diffusion

Beberapa molekul solut bergerak dengan mengikuti jalur yang relatif lurus ketika
melewati kolom, namun yang sebagian yang lain menempuh jarak yang lebih panjang
dan berliku

B—molecular diffusion
Molecular diffusion berbanding terbalik dengan kecepatan alir. Ketika kecepatan alir
lebih lambat, molekul bertahan lebih lama di dalam kolom dan proses difusi molekular
memiliki lebih banyak waktu untuk memperlebar puncak.

Gambar 70. B—molecular diffusion (longitudinal diffusion)

90
Longitudinal diffusion
Adalah merupakan salah satu yang berkontribusi terhadap timbulnya pelebaran
pita/puncak dimana solut berdifusi dari area dengan konsentrasi tinggi ke area dengan
konsentrasi rendah.
C—mass transfer
Mass-transfer berbanding lurus dengan kecepatan alir, yaitu semakin cepat kecepatan
alir fase gerak, akan semaknin besar pelebaran puncaknya.

Gambar 70. C—mass transfer

Mass transfer
Adalah salah satu yang berkontribusi terhadap pelebaran pita atau puncak dikarenakan
waktu yang dibutuhkan oleh sautu solut bergerak dari fase gerak atau fase diam ke
antarmuka kedua fase.
Band broadening atau pelebaran puncak muncul ketika pergerakan solut ke antarmuka
tidak cukup cepat untuk menjaga kesetimbangan distribusi solut antara kedua fase
Skema dari Fungsi Van Deemter function dan komponen-komponennya:

Gambar 71. Hubungan kecepatan alir dan HETP

91
Hasil eksperimen yang menunjukkan hubungan antara tinggi lempeng teoritis (H)
dengan kecepatan alir pada kolom yang dipakcing dengan tipe partikel yang sama tetapi
berbeda diameter ukuran partikelnya.

Gambar 72. Hubungan antara tinggi lempeng teoritis (H) dengan kecepatan alir

Gambar 72. Kondisi kecepatan alir optimal pada hubungan antara tinggi lempeng
teoritis (H) dengan kecepatan alir

Aplikasi dari persamaan Van Deemter akan dibahas kembali pada BAB KCKT.

92
RANGKUMAN
1. Beberapa Istilah yang sering dijumpai dalam Kromatografi: Kromatogram;
Waktu Retensi (Retention time); Volume Retensi (Retention volume); Lebar alas
puncak (Baseline width); Void time (tm) atau void volume; Sinyal detektor;
Lebar alas puncak (Baseline width); Peak Height (H atau h) atau Tinggi Puncak;
Setengah tinggi puncak (50%h); 10% tinggi puncak (0,01h); Lebar setengah
tinggi puncak (W0,5) dan Lebar 10% tinggi puncak (W0,01); Lebar pada 10%
tinggi puncak; dan Luas Puncak atau Peak Area
2. Resolusi (R atau Rs) adalah ukuran kuantitatif yang menunjukkan derajat atau
tingkat keterpisahan kromatografi yang berdekatan.
3. Capacity Factor/ Faktor Kapasitas (k’) adalah ukuran seberapa kuat suatu
solut atau komponen ditahan oleh fase diam.
4. Selectivity factor / faktor selektivitas (α) adalah rasio atau perbandingan faktor
kapasitas deua solut atau komponen.
5. Efisiensi kolom meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah lempeng
teoritis (theoretical plates) atau menurunnya tinggi lempeng teoritis. Semakin
besar nilai N, artinya semakin baik efisiensi kolomnya.
6. Persamaan Van Deemter (van Deemter equation) adalah suatu persamaan
yang menunjukkan efek kecepatan fase gerak terhadap tinggi lempeng teoritis.

SOAL LATIHAN

1. Hasil analisis kromatografi minyak lemon menunjukkan bahwa puncak limonen


memiliki waktu retensi 8,36 menit dengan lebar alas puncak 0,96 menit. -
Terpinene terelusi pada 9,54 menit, dengan lebar alas puncak 0,64 menit.
Berapakah resolusi kedua puncak tersebut?
2. Pada hasil analisis secara kromatografi suatu asam berbobot molekul rendah, asam
butirat terelusi dengan waktu retensi 7,63 menit. Void time dari kolom adalah 0,31
menit. Hitunglah faktor kapasitas dari asam butirat tersebut!
3. Pada hasil analisis secara kromatografi suatu asam berbobot molekul rendah, asam
butirat terelusi dengan waktu retensi 7,63 menit. Waktu retensi asam isobutirat
adala 5,98 menit. Void time dari kolom adalah 0,31 menit. Berapakah faktor
selektivitas untuk asam isobutirat dan asam butirat?

93
4. Suatu hasil analisis secara kromatografi dari pestisida Dieldrin memberikan puncak
dengan waktu retensi 8,68 menit dan baseline width 0,29 menit. Berapakah jumlah
lempeng teoritis yang terlibat dalam pemisahan? Jika kolom yang digunakan dalam
analisis ini adalah 2,0 m, berapakah tinggi lempeng teoritis?

PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Farmakope Indonesia Edisi V,


Jakarta
2. Harvey, D., Modern Analytical Chemistry, 2000, The McGraw-Hill Companies,
Inc. Boston
3. Watson D.G., 2000, Pharmaceutical Analysis, Churchill Livingstone, New York.
4. Pecsok. P.,1976. Modern Methods of Chemical Analysis, 2nd. Ed., John Wiley &
Sons, New York
5. Kazakevich, Y & Lobrutto, R., 2007, HPLC for Pharmaceutical Scientists
6. Snyder. et al. 1997. Practical HPLC methode Development, 2nd Ed. NY. John Wiley
& Sons
7. Mulya & Suharman, 1995, Analisis Instrumental
8. Skoog. D.A., 1985. Principles of Instrumen Analysis, 3rd., Saunders Co. Publ., New
York
9. Willard, H.H., Merit Jr. L.L., Dean J.A. Settle, F.A., 1988. Instrumental Methods of
Analysis. Wadwoth Publ., Co., California

94
BAB IX
PRINSIP DAN FUNGSI BAGIAN INSTRUMEN KROMATOGRAFI CAIR
KINERJA TINGGI (KCKT)

TUJUAN: Setelah mempelajari materi ini mahasiswa dapat menjelaskan dan


menguraikan prinsip dan fungsi bagian instrument KCKT.

MATERI
1. Pendahuluan
Kromatografi cair kinerja tinggi adalah jenis kromatografi kolom yang
digunakan untuk memisahkan, mengidentifikasi dan mengkuantifikasi komponen.
Dikembangkan sejak 1970 dan paling banyak digunakan untuk pemisahan dalam teknik
analisis. Sedangkan pengertian kromatografi sendiri adalah teknik pemisahan komponen
dalam campuran berdasarkan perbedaan waktu yang diperlukan tiap komponen untuk
melewati fase diam saat dibawa fase gerak. Secara umum kromatografi terdiri dari dua
fase yaitu fase diam yang berupa padat, cair atau campuran padat cair yang diimobilisasi
dan fase gerak berupa gas, atau cairan yang mengalir melewati fase diam. Beberapa
istilah dalam KCKT yaitu :
- Analit adalah substansi yang dipisahkan dalam kromatografi
- Fase imobilisasi adalah fase diam yang diimobilisasi dalam padatan pendukung
atau dinding bagian dalam tabung kolom
- Fase gerak adalah fase yang bergerak dengan arah yang pasti
- Effluent adalah fase gerak yang melewati kolom

2. Prinsip
KCKT merupakan pengembangan dari kromatografi kolom konvensional,
merupakan teknik analisis yang sangat kuat. Kolom dipacked sangat rapat dan eluen
didorong meleati kolom dengan tekanan tinggi (lebih dari 5000 psi) dari pompa. Bisa
menggunaka ukuran partikel yang sangat kecil sebagai material packing kolom yang
akan memberikan luas permukaan lebih besar untuk interaksi antara fase diam dan
molekul yang mengalir melewatinya, memberikan pemisahan lebih baik pada
komponen dalam campuran.

95
Fase gerak cair digunakan untuk memisahkan campuran, analit dilarutkan terlebih
dahulu dalam pelarut kemudian melewati kolom dengan tekanan 400 atm, campuran
dipisahkan dalam kolom.
Tipe pemisahakan dalam Kromatografi Cair Kinerja Tinggi:
 Normal Phase (fase normal): Pemisahan analit polar secara partisi dengan fase
diam polar.
 Reversed Phase (fase terbalik): Pemisahan analit nonpolar secara partisi
dengan fase diam yang non polar.
 Adsorpsi: Diantara fase normal dan terbalik. Pemisahan analit semi polar secara
adsorpsi pada fase diam polar (e.g. alumina or silica)
 Ion Chromatography: Pemisahan ion organik dan anorganik dengan partisi
pada fase diam ionic yang terikat padatan pendukung.
 Size Exclusion Chromatography: Pemisahan berdasarkan ukuran molekul
berdasarkan jalur yang diambil melewati labirin terowongan di fase diam.

Kegunaan KCKT adalah


 Pemisahan dan pemurnian senyawa obat
 Analisis kuantitatif senyawa obat dalam sediaan farmasi
 Identifikasi kualitatif senyawa obat
 Ketika KCKT (Liquid Chromatography) digabung sengan Spektrometri Massa
(LC-MS) dapat digunakan untuk identifikasi senyawa obat yang lebih eksak

3. Instrumentasi
Komponen utama kromatografi cair kinerja tinggi adalah
a. Wadah fase gerak (mixing valve)
b. Injektor
c. Kolom
d. Detektor
e. Wadah penampung buangan fase gerak
f. Tabung penghubung
g. Rekorder

96
Gambar 73. Skema Alat KCKT

a. Wadah fase gerak

Wadah untuk menampung fase gerak yang digunakan selama proses pemisahan dengan
KCKT, Harus bersih dan inert, dapat digunakan wadah pelarut kosong atau labu
laboratorium, menampung fase gerak 1-2 liter. Fase gerak sebelum digunakan harus
dilakukan degassing (penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas
akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor, sehingga akan
mengacaukan analisis. Dianjurkan untuk menggunakan pelarut, buffer dan reagen
dengan kemurnian yang sangat tinggi (berderajat KCKT / HPLC grade). Sebelum
digunakan, fase gerak harus disaring untuk terkumpulnya partikel kecil kolom atau
dalam tabung.

Gambar 74. Penampung fase gerak

97
Fase gerak
Berupa campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan
berperan dalam daya elusi dan resolusi Daya elusi dan reolusi ditentukan oleh polaritas
keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel (solut).
Dasar pemilihan fase gerak adalah mempertimbangkan hal berikut:

a) Viskositas
b) Transparansi terhadap UV
c) Indeks bias
d) Titik Didih
e) Kemurnian
f) Inert
g) Toksisitas
h) Harga

Tabel 9. Deret eluotropik pelarut-pelarut untuk KCKT


Pelarut Parameter Kekuatan pelarut Parameter Kekuatan pelarut UV Cut-off
(adsorpsi) (partisi)

n-heksana 0,01 0,1 195


Sikloheksana 0,04 -0,2 200
Tetraklorometan 0,18 1,6 265

Metilbenzen 0,29 2,4 285

Triklorometan 0,40 4,1 245

Diklorometan 0,42 3,1 230

Tetrahidrofuran 0,56 4,0 212

Propanon 0,56 3,9 330


Asetonitril 0,65 5,8 190
Iso-Propanol 0,82 3,9 205

Etanol 0,88 4,3 205

Metanol 0,95 5,1 205


Asam etanoat >1 4,4 255

Air >1 10,2 170

98
Kita dapat menghitung polaritas campuran fase gerak dengan rumus berikut:

P’A dan P’B adalah indeks polaritas untuk pelarut A dan B;  A dan B adalah fraksi
volume dari kedua pelarut. Berikut ini adalah daftar pelarut yang menunjukkan
polaritasnya dengan urutan dari yang nonpolar sampai polar

Tabel 10. Data polaritas pelarut


Fase Gerak Polarity Index (P) UV Cutoff
(nm)
sikloheksana 0,04 210
n-heksana 0,1 210
karbon tetraklorida 1,6 265
i-propil eter 2,4 220
toluene 2,4 286
dietileter 2,8 218
tetrahidrofuran 4,0 220
etanol 4,3 210
Etil asetat 4,4 255
dioksan 4,8 215
metanol 5,1 210
asetonitril 5,8 190
air 10,2 -

Panduan yang bermanfaat ketika meggunakan indeks polaritas adalah: perubahan indeks
polaritas sebesar 2 unit akan berkaitan dengan perubahan sekitar 10 kali dari faktor
kapasitas solut.. Jika k’ adalah sebesar 22 pada pemisahan secara fase terbalik suatu
solut dengan menggunakan air (P’ = 10,2), kemudian dirubah menjadi campuran air –
metanol (60:40)) (P; = 8,2), akan menurunkan k’ menjadi sekitar 2,2. Sebagai catatan :
faktor kapasitas solut turun karena dilakukan perubahan fase gerak dari yang lebih polar
(air) menjadi yang kurang polar (air-metanol 60:40) pada pemisahan fase terbalik.

99
Dengan mengubah indeks polaritas dari fase gerak, yaitu dengan merubah jumlah relatif
masing-masing solven akan memberikan perubahan pada capacity factor dari solut.

Jenis Elusi
1. Isokratik komposisi dan kecepatan alir fase gerak tetap selama proses analisis
2. Gradien komposisi dan kecepatan alir fase gerak dapat dirubah selama proses analisis

1. Pompa
Syarat pompa sebagaimana syarat wadah fase gerak yaitu inert terhadap fase gerak.
Bahan yang umum digunakan untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, teflon, dan
batu nilam. Pompa sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu
mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 mL/menit. Untuk tujuan preparatif,
pompa harus mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20 mL/menit. Tujuan
penggunaan pompa adalah untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung
secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan.

Gambar 75. Letak pompa pada sistem KCKT


2. Injektor
Sampel cair dan larutan disuntikkan langsung ke dalam fase gerak yang mengalir di
bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga
tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop)
internal atau eksternal.

100
Gambar 76. Letak injektor pada sistem KCKT

Loop injector adalah sarana untuk menyuntikkan sampel di mana sampel


dimasukkan ke bagian pendek tabung dan disuntikkan ke kolom dengan
mengarahkan ulang fase seluler melalui loop.

Gambar 77. Loop injector

Gambar 78. Skema Loop injector pada saat memuat dan menyuntikkan sampel

101
Pada saat pengisian sampel, sampel digelontor melewati keluk sampel dan kelebihannya
dikelarkan ke pembuang. Pada saat penyuntikan, katup diputar sehingga fase gerak
mengalir melewati keluk sampel dan menggelontor sampel ke kolom. Penyuntik ini
mudah digunakan untuk otomatisasi, dan sering digunakan untuk autosampler pada
KCKT.

3. Kolom dan Fase diam

Gambar 79. Letak kolom dalam sistem KCKT

Gambar 80. Dimensi kolom (ukuran), ukuran partikel dan ukuran pori dari fase
diam

Dalam liquid–liquid chromatography, fase diam adalah film zat cair yang
dilapiskan pada packing material yang berupa partikel silika berpori 3-10 mm.. Fase
diam dapat terlarut sebagian dalam fase gerak, yang menyebabkan“bleed” dari kolom
yang sudah lama. Untuk mencegah hilangnya fase diam karena hal tersebut, maka fase
diam tersebut diikatkan secara kovalen pada partikel silika. Bonded stationary phases
adalah mengikatkan dengan mereaksikan partikel silica dengan organochlorosilane

102
yang dituliskan secara umum : Si(CH3)2RCl, dimana R adalah alkil atau gugus alkil
yang tersubstitusi.

Sifat dari fase diam ditentukan oleh sifat gugus alkil organosilane. Jika R adalah gugus
fungsional yang polar, maka fase diam akan bersifat polar. Contoh fase diam polar
adalah misalnya ketika R mengandung gugus fungsional:

 Cyano (–C2H4CN),
 Diol (–C3H6OCH2CHOHCH2OH),atau
 Amino (–C3H6NH2).

Karena fase diam polar, maka fase gerak adalah pelarut yang non polar atau semipolar.
Kombinasi fase diam polar dan fase gerak non polar disebut normal-phase
chromatography.
Dalam reverse-phase chromatography, fase diam adalah bersifat non polar dan
fase gerak adalah polar. Fase diam non polar yang paling umum digunakan adalah
organochlorosilane dimana gugus R nya adalah rantai hdrokarbon n-octyl (C8) atau n-
octyldecyl (C18) atau dikenal sebagai ODS (Oktadesil silika atau RP-18). Kebanyakan
pemisahan dengan fase terbalik dilakukan dengan menggunakan larutan aqueous yang
dibuffer sebagai koponen polar dalam fase gerak. Sebab substrat silica dapat mengalami
hidrolisis dalam larutan basa, pH fase gerak harus kurang dari 7,5. Untuk mencegah
interaksi yang tidak diinginkan antara solut dengan gugus silanol (SiOH) yang tidak
bereaksi (residu silanol), maka seringnya dilakukan “capped” yaitu dengan
mereaksikannya dengan Si(CH3)3Cl; kemudian kolom seperti ini dikenal sebagai end-
capped.

103
Gambar 81. End-Capping. Silanisasi sekunder dengan TMS biasanya
dilakukan dengan maksud untuk menutupi sisa-sisa silanol yang tersisa setelah
langkah modifikasi utama.

104
4. Detektor

Gambar 82. Letak Detektor dalam sistem KCKT

Detektor KCKT dibedakan menjadi 2 yaitu:


a. Detektor Universal
Detektor yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan
tidak bersifat selektif. Contoh : detektor indeks bias dan detektor spektrometer
massa.
b. Detektor Spesifik
Detektor yang akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif. Contoh :
detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan elektrokimia.
Karakteristik detektor ideal yang diaplikasikan dalam KCKT adalah:
1) Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel
2) Mempunyai sensitivitas yang tinggi
3) Stabil dalam pengoperasiannya
4) Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran
pita. Kolom konvensional, selnya bervolumen 8 µL atau lebih kecil; kolom
mikrobor selnya bervolume 1 µL atau lebih kecil lagi
5) Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran
yang luas
6) Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak

105
Beberapa jenis detector pada KCKT adalah: (1) Ultraviolet (UV) dengan Fixed
wavelength detector, Variable wavelength detector atau Diode Array, (2)
Fluorescence, (3) Electrical Conductivity, (4) Refractive Index, (5) Electrochemical,
(6) Light scattering.

Tabel 11. Karakteristik Detektor pada KCKT


Detektor Sensitivitas Kisaran Karakteristik
(g/mL) linier
Absorbansi UV-Vis 5 x 10-10 104 Senitivitas bagus, paling sering
Fotometer filter 5 x 10-10 104 digunakan, selektif terhadap
Spektrofotometer > 2 x x10-10 104 gugus-gugus dan struktur-struktur
Spektrometer photo- yang tidak jenuh
diode array
Fluoresensi 10-12 104 Sensitivitas sngat bagus, tidak
peka terhadap perubahan suhu dan
kecepatan alir fase gera
Indeks bias 5 x 10-7 104 Hampir bersifat universal, akan
tetapi sensitivitasnya sedang.
Sangat sensitif terhadap suhu, dan
tidak dapat digunakan pada elusi
gradien
Elektrokimia: Peka terhadap perubahan suhu dan
Konduktometri 10-8 104 kecepatan alir fase gerak, tidak
Amperometri 10-12 105 dapat digunakan pada elusi
gradien. Hanya mendeteksi solut-
solut ionik. Sensitivitas sangat
bagus, selektif tetapi timbul
masalah dengan adanya
kontaminasi elektroda

Detektor spektrofotometri UV-Vis


Detektor yang paling banyak digunakan dan sangat berguna untuk analisis di
bidang farmasi karena kebanyakan senyawa obat mempunyai struktur yang dapat
menyerap sinar UV-Vis. Detektor ini didasarkan pada adanya penyerapan radiasi UV
dan Vis pada kisaran panjang gelombang 190-800 nm oleh spesies solut yang
mempunyai struktur atau gugus kromoforik. Sel detektor umumnya berupa tabung
dengan diameter 1 mm dan panjang celah optiknya 10 mm, serta diatur sedemikian rupa
sehingga mampu menghilangkan pengaruh indeks bias yang dapat mengubah
absorbansi terukur.

106
Detektor UV-Vis dapat berupa detektor dengan panjang gelombang tetap serta
detektor dengan panjang gelombang bervariasi. Detektor dengan panjang gelombang
bervariasi lebih berguna, karena dapat dipilih panjang gelombang yang memberikan
sensitivitas yang paling tinggi.

Gambar 83. Detektor Spektrofotometr UV-Vis


Kuantitas cahaya yang diabsorpsi tergantung pada jumlah/kadar senyawa yang melewati
cahaya pada waktu tertentu. Ouput dari sinyal yang diterima akan direkam sebagai
peak/ puncak yang ditampilkan pada kromatogram

Gambar 84. Diagram skema alir detector UV-Vis pada KCKT

Detektor photodiodaarray (PDA)


Detektor PDA merupakan detektor UV-Vis dengan berbagai keistimewaan.
Detektor ini mampu memberikan kumpulan kromatogram secara simultan pada panjang
gelombang yang berbeda dalam sekali proses (single run). Selama proses berjalan, suatu
kromatogram pada panjang gelombang yang diinginkan (biasanya antara 190-400)
dapat ditampilkan. Detektor PDA memberikan lebih banyak informasi komposisi
samppel dibanding dengan detektor UV-Vis. Dengan detektor ini, dapat dilakukan uji
kemurnian puncak dengan membandingkan antara spektra analit dengan spektra

107
senyawa yang sudah diketahui. Spektrum dan kromatogram yang dihasilkan pada
detektor PDA dapat ditampilkan sebagai plot 3 dimensi absorbansi, panjang gelombang,
dan waktu.

Gambar 85. Detektor Photodiodaarray (PDA)


Detektor Fluoresensi
Fluoresensi merupakan fenomena luminisensi yang terjadi ketika suatu senyawa
menyerap sinar UV atau Vis lalu mengemisikannya pada panjang gelombang yang lebih
besar.Tidak semua senyawa obat mempunyai sifat fluoresn, sehingga detektor ini sangat
spesifik. Detektor ini sangat sensitive dan selektif, jika dibanding detektor UV-Vis
tetapi memiliki kelemahan yaitu rentang linieritasnya sempit (antara 10-100). Pemilihan
fase gerak sangat penting karena fluoresensi sangat sensitif terhadap peredam
fluoresensi (fluorescence quenchers). Pelarut yang sangat polar, bufer-bufer, dan ion-
ion halida akan meredam fluoresensi.

Gambar 86. Detektor Fluoresensi

108
Detektor Indeks Bias

Gambar 87. Detektor Indeks Bias


Detektor indeks bias mendekati universal, karena dapat mengamati hampir semua
senyawa/solut, tetapi batas deteksinya kurang baik yaitu 100 ng–1 µg jumlah analit
yang diinjeksikan. Detektor indeks bias tidak dapat digunakan pada elusi gradien
kecuali semua solven yang digunakan memiliki indeks biasa yang sama. Mengukur
perubahan indeks bias dari fase gerak.

Detektor Elektrokimia
Kelompok detektor HPLC lain adalah detektor yang berdasarkan pengukuran
elektrokimia seperti amperometri, voltammetri, coulometri, dan konductivitas.

Gambar 88. Detektor Elektrokimia

Detektor Massa Spectrometry


Detektor HPLC lain yang adalah spektrometer massa (MS). Sensitivitasnya
sangat baik dengan batas deteksi sekitar 100 pg–1 ng kadar analit yang diinjeksikan,
bahkan kadang dapat mendeteksi sampai kadar < 1–10 pg. MS dapat memberikan
informasi kualitatif berupa struktur yang dapat digunakan untuk membantu identifikasi

109
analit (dalam elusidasi struktur suatu analit). HPLC dengan detektor MS kemudian
dikenal dengan sebutan : LC–MS. Pada LC-MS, effluen yang keluar dari kolom akan
langsung menuju ionization chamber pada spektrometer massa. Di dalam ionization
chamber, semua molekul akan terionkan, dan ion akan dipisahkan berdasarkan mass-to-
charge ratio (m/z). Oleh karena tiap solut akan mengalami fragmentasi yang
karakteristik/ khas menjadi ion-ion yang lebih kecil, maka spektrum massa (MS) akan
memberikan informasi kualitatif yang dapat digunakan untuk identifikasi solut.
Spektrum MS adalah yaitu plot intensitas ion (abundan/kelimpahan) di sumbu y sebagai
fungsi mass-to-charge ratio (m/z) di sumbu x. r

RANGKUMAN
1. Prinsip KCKT adalah pemisahan analit dari campuran berdasarkan kepolaran analit
2. Bagian utama KCKT adalah wadah penampung fase gerak, injector, pompa, kolom,
detektor dan recorder. Bagian penting untuk pemisahan adalah kolom yang
merupakan jantung kromatografi.
3. Detektor yang digunakan dalam KCKT ada dua tipe yaitu detektor universal dan
detektor spesifik.

LATIHAN/TUGAS
1. Jelaskan prinsip kerja kromatogafi cair kinerja tinggi size exclusi!
2. Sebutkan komponen utama KCKT!
3. Mengapa detektor indeks bias tidak bisa digunakan untuk sistem elusi gradient?
4. Hitunglah kepolara fase gerak yang terdiri dari campuran methanol:air dengan rasio
50:50 apabila diketahui polarity index methanol adalah 5,1 dan air adalah 10,2!

PUSTAKA
1. Ahuja,S.and Dong,M.W.,2005, Handbook of Pharmaceutical Analysis by HPLC,
volume 6, Separation Science and Technology, Elsevier Academic Press,
Amsterdam.
2. Snyder, L.R., Kirkland, J.J., and Glajch, 1997, Practical HPLC Method
Development, Second Edition, John Wiley & Sons Inc., New York.

110
3. Watson D.G. 2000. Pharmaceutical Analysis. New York: Churchill Livingstone.
4. Willard, H.H., Merritt, L.L., Dean, J.A., Settle, F. 1988. Instrumental Methods of
Analysis. Belmont: Wadsworth Publishing Co.

111
BAB X
EVALUASI EFISIENSI PEMISAHAN
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

1. TUJUAN
Mahasiswa mampu menjelaskan parameter yang mempengaruhi pemisahan
KCKT.

2. MATERI
a. Proses Pemisahan Dalam KCKT
Selama dalam kolom kromatografi fase gerak membawa analit melewati kolom
yang berisi fase diam. Saat fase gerak mengalir melewati kolom analit dapat
mengalami: (1) tertinggal dalam fase diam (tidak ada migrasi), (2) tertinggal dalam fase
gerak (migrasi dengan fase gerak), (3) terditribusi pada dua fase (migrasi diferensial).
Dasar pemisahan dari semua bentuk kromatografi adalah koefisien partisi atau distribusi
(Kd). Kd menjelaskan cara zat terlarut terdistribusi antara dua fase tak bercampur.
Koefisien distribusi adalah konstan pada suhu tetap untuk dua fase tak bercampur A dan
B
konsentrasi dalam fase A
Kd =
konsentrasi dalam fase B

Dalam kromatografi cair analitik fase gerak atau eluen, keluar dari lintasan
kolom melalui detektor atau serangkaian detektor itu menghasilkan serangkaian sinyal
elektronik yang diplot sebagai fungsi jarak waktu atau volume, grafik yang dihasilkan
adalah kromatogram. Waktu retensi (tR) adalah waktu yang diperlukan setiap puncak
analit muncul dari kolom. Di bawah kondisi kromatografi yang ditentukan, tR adalah
karakteristik analit tersebut. Volume fase gerak yang diperlukan untuk mengelusi analit
disebut sebagai retensi (atau) volume elusi (VR). VR = tR Fc. Elusi solute ditampilkan
secara grafis sebagai serangkaian puncak, yang disebut sebagai puncak kromatografi.
Data dari puncak kromatogram adalah lebar puncak, tinggi puncak dan luas area
puncak. Data yang diwakili oleh kromatogram digunakan untuk membantu
mengidentifikasi dan mengukur kadar zat terlarut.

112
b. Efisiensi Pemisahan Kolom
Parameter terpenting dalam kromatografi kolom adalah rasio partisi (atau) rasio
kapasitas K. Rasio kapasitas tidak memiliki unit yang diukur waktu tambahan yang
dibutuhkan analit untuk mengelusi dari kolom relatif ke tanpa batas atau analit yang
dikecualikan yang tidak dipartisi menjadi fase diam. Faktor kapasitas menunukkan
performa kolom. Keberhasilan prosedur kromatografi diukur dari kemampuannya
memisahkan secara sempurna satu analit dari campuran komponen yang mirip. Resolusi
puncak berhubungan dengan kebutuhan dari puncak.

Tr − Tm
′=
Tm
=
Vr − Vm
′=
Vm

Gambar 89. (a) kromatogram dari 2 komponen yang menunjukkan pemisahan yang
sempuran dan perhitungan waktu retensi; (b) 2 komponen memberikan pemisahan yang
tidak sempurna dan menghasilkan fused peak (puncak melebur)l (c) komponen
menunjukkan tailing

Rs = 2 (TrB – TrA)/WB+WA
TrA adalah waktu retensi zat A, TrB adalah waktu retensi zat B, WA adalah
lebar dasar puncal A dan WB adalah lebar dasar puncak B. Ketika Rs 1,5 maka
pemisahan dua puncak mencapai 99,7%. Sebagian besar nilai Rs adalah 1,0 yang
artinya pemisahan mencapai 98% yang cukup untuk analisis kuantitatif.

113
Asimetri puncak dapat disebabkan beberapa hal diantaranya aplikasi analit
terlalu banyak dalam kolom, packing kolom yang kurang baik, aplikasi sampel ke dalam
kolom yang kurang baik atau interaksi dengan padatan pendukung.
Kolom kromatografi terdiri dari sejumlah zona yang berdekatan yang disebut lempeng
teoritik. Semakin besar jumlah lempeng teoritik maka efisiensi kolom makin baik.
N =16 (Tr /W)2

Jumlah plate dapat diperbesar dengan memperpanjang kolom, tetapi akan


memperbesar waktu retensi dan lebar puncak secara proporsional dengan panjang
kolom (L), dimana penurunan tinggi puncak sejalan dengan akar pangkat dua N.

Gambar 90. Diagram efek dari jumlah lempeng teoritik terhadap ketajaman puncak

Resolusi yang baik ditentukan oleh selektivitas, efisiensi dan kapasitas.


Selektivitas adalah ukuran kemampuan bawaan sistem untuk membedakan secara
struktural senyawa terkait. Dua struktur komponen yang mirip dibedakan berdasarkan
Kd atau K.Rasio dari koefisien partisi dari 2 komponen memberikan rasio retensi
relative, a.
Efisiensi adalah ukuran efek difusi yang terjadi di kolom menyebabkan
pelebaran puncak dan overlap. Kapasitas adalah ukuran jumlah material yang bisa
dipisahkan tanpa menyebabkan overlap tanpa tindakan gradien elusi. Panjang kolom
menyebabkan masalah pada pelebaran puncak. Jumlah teoritikal plate berhubungan
dengan luas permukaan partikel fase diam sehingga ukuran partikel fase diam yang

114
lebih kecil akan memperbaiki resolusi. Semakin kecil ukuran partikel fase diam
resistensi aliran fase gerak semakin besar. Resistensi aliran fase gerak akan
menyebabkan tekanan belakang kolom yang bisa menyebabkan kerusakan permukaan
matrik fase diam. Ukuran baru partikel fase diam yang lebih kecil dapat bertahan
dengan adanya tekanan tinggi yang secara dramatis disebabkan pengembangan dalam
kolom kromatografi.

c. Pengaruh pH Terhadap Waktu Retensi


Komponen netral mempunyai keseimbangan polaritas dan lipofilisitas. Pengaruh
pH pada komponen netrak tidak mempengaruhi waktu retensi. Pada fase terbalik, analit
yang lebih nonpolar akan terikat fase diam lebih lama. Pada fase normal, analit yang
lebih polar akan terikat fase diam lebih lama. Polaritas ditentukan adanya ikatan
hidrogen, dan gugus hidroksil
Pada elusi komponen terionisasi Faktor yg mempengaruhi kekuatan fase gerak
adalah pH, kontrol pH sangat penting pada fase terbalik. Kontrol dari kecepatan elusi
melalui pH fase gerak diaplikasikan apabila derajat ionisasi tergantung pH. Range pH
yg digunakan adalah 2-8,5. apabila terlalu ekstrim dapat merusak fase diam yaitu dapat
melarutkan atau merusak ikatannya. Perubahan pH akan mempengaruhi waktu retensi
elusi komponen terionisasi.
Efek pH pada waktu retensi dari obat asam. Ibuprofen adalah obat asam yang
memiliki pKa 4,4 yang dianalisis dengan HPLC kolom ODS dengan fase gerak
asetonitril/buffer asetat 0,1 M pH 4,2 (40:60). t0 pada saat laju alir fase gerak 1
ml/menit adalah 2,3 menit. tr ibuprofen pada pH 4,2 adalah 23,32. Apabila K’app
adalah apparent capacity factor dari sebagian obat yang terionisasi, dan K’app pada pH
4,2 adalah (tr-t0)/t0=(23,32-2,3)/2,3=9,14. Kita bias memprediksi efek pH pada waktu
retensi dengan rumus :

dengan menggunakan hasil perhitungan yaitu K’app pada pH 4,2 adalah 9,14 maka nilai
K’=14,90. Apabila ibuprofen dianalisis memakai kolom ODS dengan fase gerak
asetonitril/buffer asetat pH 5,2 (40:60) koefisien partisi akan mengalami penurunan
yaitu:

115
Waktu retensi pada pH 5,2 adalah: 2,04= (tr-2,3)/2,3= (2,3x2,04) + 2,3= 7,0 meni

RANGKUMAN
1. Parameter untuk menilai efisiensi pemisahan kolom adalah dengan melihat nilai
dari koefisien distribusi, lempeng teoritik, resolusi, dan asimetri.
2. pH akan mempengaruhi waktu retensi komponen terionisasi pada pemisahan
dengan KCKT.

LATIHAN /TUGAS
1. Hitunglah waktu retensi yang diperlukan oleh ibuprofen apabila \pKa 5,4 yang
dianalisis dengan HPLC kolom ODS dengan fase gerak asetonitril/buffer asetat 0,1
M pH 4,2 (40:60). t0 pada saat laju alir fase gerak 1 ml/menit adalah 2,3 menit. tr
ibuprofen pada pH 4,2 adalah 23,32!
2. Hitunglah resolusi 2 zat A dan B bila trA adalah 9,4 menit, trB adalah 8,6 menit,
Wa adala 0,8 menit dan Wb adalah 0,9 menit!

PUSTAKA
1. Ahuja,S.and Dong,M.W.,2005, Handbook of Pharmaceutical Analysis by HPLC,
volume 6, Separation Science and Technology, Elsevier Academic Press,
Amsterdam.
2. Snyder, L.R., Kirkland, J.J., and Glajch, 1997, Practical HPLC Method
Development, Second Edition, John Wiley & Sons Inc., New York.
3. Watson D.G. 2000. Pharmaceutical Analysis. New York: Churchill Livingstone.
4. Willard, H.H., Merritt, L.L., Dean, J.A., Settle, F. 1988. Instrumental Methods of
Analysis. Belmont: Wadsworth Publishing Co.

116
BAB XI
APLIKASI KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
1. TUJUAN:
Mahasiswa mampu menguraikan aplikasi KCKT dalam bidang farmasi.

2. MATERI
a. Preparasi Sampel
Pereparasi sampel merupakan persiapan awal analisis memakai KCKT,
terutama untuk analisis senyawa dalam matriks kompleks seperti plasma, urin, sel
homogenat. Untuk analisis obat dalam sampel cairan biologis persiapannya relatif jauh
lebih sederhana. Persiapan sampel dilakukan dengan teknik clean-up dengan cara:
ekstraksi pelarut, solid phase extraction (SPE), supercritical fluid extreaction,
derivatisasi. Pada analisis KCKT, banyak analit diderivatisasi pre-column atau post-
column yang bertujuan untuk meningkatkan deteksi. Asam amino terelusi direaksikan
dengan ninhidrin dalam reaktor post column, kromogenik yang dihasilkan spesies dapat
terdeteksi oleh fotometer.
Asam amino alifatik, karbohidrat, lipid dan zat lain yang tidak menyerap UV
dapat dideteksi dengan cara derivatisasi kimia sehingga auksokrom menyerap UV.
Derivatisasi precolumn untuk asam amino adalah dengan fenil isotiosianat, dansil
klorida untuk bisa dideteksi spektro UV-Vis. Derivatisasi precolumn untuk asam lemak,
fosfolipid adalah dengan fenasil bromida untuk bisa dideteksi spektro UV-Vis.
Derivatisasi post column untuk karbohidrat adalah dengan asam sulfat orsinol untuk
bisa dideteksi spektro UV-Vis.

b. Analisis Kualitatif dengan KCKT


Analisis kualitatif dilakukan dengan melihat waktu retensi analit dibandingkan
dengan standar. Waktu retensi yang sama menunjukkan analit tersebut memiliki
kepolaran yang sama.

117
Gambar 91. Analisis Kualitatif dengan KCKT

Teknik Spiking
Teknik ‘spiking’ suatu sampel adalah dengan menambahkan baku pembanding (standar)
yang diketahui ke dalam sampel. Tujuannya untuk mengkonfirmasi/ memastikan
identitas suatu analit daari puncak-puncak sampel

Gambar 92. Teknik Spiking sampel

118
Penggunaan detektor yang selektif dan spektrometer dapat meningkatkan kemampuan
identifikasi dari suatu peak. Detektor seperti Diode Array UV atau Spektrometer Massa
dapat menghasilkan spektra yang unik dari tiap peak pada kromatogram sampel.

c. Analisis Kuantitatif dengan KCKT


Data yang dapat digunakan untuk analisis kuantitatif adalah tinggi puncak atau luas
area. Adapun kromatogram yang diguanakan untuk analisis kuantitatif mempunyai
syarat sebagai berikut:
 Resolusi baik
 Respon analit berada dalam rentang linier detektor
 Good peak performance
 Tidak ada peak shoulders atau tailing (jika memungkinkan)
 Peak symmetry sekitar 1

Untuk kebanyakan analisis KCKT, peak area (luas puncak) digunakan untuk
perhitungan kuantitatif, meskipun dalam beberapa kasus hasil yang ekivalen diperoleh
dengan menggunakan peritungan berdasar tinggi puncak (peak height). Luas puncak
lebih bermanfaat untuk perhitungan, sebab puncak KCKT kadangkala tailing. Pada
kondisi ini, tinggi puncak akan bervariasi sementara luas puncak akan konstan, sehingga
perhitungan dengan luas puncak lebih baik keterulangannnya.

Gambar 93. Tinggi Puncak dan Luas Area

Ada beberapa metode diantaranya adalah:


- % Area

119
Prosedur perhitungan % Area menunjukkan luas dari masing-masing puncak dalam
kromatogram sebagai persentase terhadap total luas seluruh puncak yang ada. Cara
perhitungan % Area tidak membutuhkan pembuatan kurva baku (kalibrasi) terlebih
dahulu dan tidak tergantung pada jumlah sampel yang diinjeksikan dalam batas
detektor. Tidak digunakan response factor dalam perhitungan. Jika semua komponen
memberikan respon yang ekual pada detektor dan elusi, maka % Area memberikan
pendekatana jumlah relatif dari suatu komponen dalam sampel.
-Baku eksternal
Prosedur kuantitasi dengan baku eksternal (external standard/ESTD) adalah prosedur
kuantitatsi dasar dimana baik standar/kalibrasi dan analit dalam sampel yang ditetapkan
kadarnya dianalisis pada kondisi yang sama secara terpisah.
Hasil (biasanya data peak height atau peak area yang diukur dari sistem data) dari
sampel yang belum diketahui kadarnya (unknown) dibandingkan dengan sampel
kalibrasi/standar, menggunakan kurva baku/ kalibrasi untuk menghitung jumlah analit
dalam sampel.
a. Single point calibration
Menggunakan larutan standar/ sampel kalibrasi pada satu konsentrasi tertentu
b. Multi level calibration curve
Menggunakan larutan standar/ sampel kalibrasi pada beberapa konsentrasi (seri
konsentrasi). Kurva kalibrasi adalah grafik yang menggambarkan hubungan
antara jumlah dan data respon detektor untuk suatu analit tunggal (senyawa)
yang diperoleh dari satu atau lebih sampel kalibrasi. Kurva biasanya dibuat
dengan menginjeksikan satu seri larutan standar/baku/kalibrasi yang diketahui
konsentrasinya dan dilakukan pengukuran luas puncak/ peak area masing-
masing konsentrasi.

120
Gambar 94. Kurva Kalibrasi

Kurva baku/ kalibrasi diperoleh dengan meghubungkan konsentrasi baku/standar


di sumbu x dan luas puncak/ peak area di sumbu y. Diperoleh persamaan garis
lurus  y = bx + a dimana b = slope; a = intersep. Kemudian diinjeksikan
larutan sampel. Luas puncak analit pada kromatogram sampel digunakan untuk
menghitung kadar analit dalam sampel. Luas puncak sampel dimasukkan
sebagai nilai y pada persamaa kurva baku yang sudah dibuat (y = bx + a) untuk
mencari nilai x yaitu konsentrasi analit terukur. Intersep dari persamaan regresi
menunjukkan kesalahan sistematik  nilai intersep yang besar baik positif
maupun negatif mengindikasikan adanya inherent error dalam penyiapan sampel
untuk analisis. Slope dari garis mengindikasikan ‘sensitivity’. Koefisien regresi
adalah ukuran statistik dari ‘goodness of fit’ ke garis lurus; dihitung dari
residuals (error) tiap titik data, r +1 mengindikasikan suatu garis lurus dengan
slope positif.

c. Baku internal
Prosedur baku internal dapat mengatasi kekuran metode baku eksternal yaitu
dengan menambahkan sejumlah tertentu yang diketahui baku/ senyawa yang
berperan sebagai normalizing faktor. Senyawa ini (baku internal) ditambahkan
baik ke dalam larutan baku/kalibrasi maupun ke dalam larutan sampel. Baku
internal akan “mengkompensasi” kehilangan analit selama preparasi sampel atau
variabilitas yang timbul selama penetapan analitik (misalnya fluktuasi arus
listrik yang akan berakibat pada variabilitas hasil pengukuran).
Baku/standar/senyawa yang digunakan sebagai baku internal harus mirip dengan
analit yang dianalisis baik secara kimia maupun dalam hal waktu retensi, tetapi
harus dapat dipisahkan dan dibedakan secara kromatografi (puncaknya terpisah
sempurna dari puncak analit). Pada prosedur multi-level calibration, jumlah
baku internal yang ditambahkan ke dalam masing-masing larutan baku adalah
konstan; yaitu pada konsentrasi yang sama pada semua konsentrasi larutan baku.

121
Gambar 95. Penggunaan baku internal dalam analisis kuantitatif
Syarat standar internal adalah:
– Terpisah sempurna dari peak senyawa yg dianalisis dan peak lain
– Memiliki waktu retensi mirip sampel
– Tidak terdapat dalam sampel awal
– Dapat me mimic analit disetiap tahap preparasi sampel
– Memiliki respon terhadap detektor serupa dengan respon analit pada konsentrasi
yang digunakan
– Tidak harus memiliki kemiripan secara kimiawi dengan analit
– Stabil dan tidak bereaksi dengan sampel atau fase gerak
– Tersedia komersial dengan kemurnian tinggi
– Ditambahkan ke dalam larutan seri kadar senyawa baku dan sampel dengan
konsentrasi tetap

RANGKUMAN
1. Metode KCKT dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif, dengan
menggunakan data waktu retensi dan luas atau tinggi puncak
2. Analisis kualitatif dapat dilakukan dengan teknik spiking apabila kadarnya
sangat kecil.
3. Analisis kuantitatif dapat dilakukan dengan metode: persen area, baku eksternal.

122
LATIHAN/TUGAS
Suatu persamaan regresi yang diperoleh dari multi-level calibration adalah y = 100,92 x
+ 0,3562 (dimana x adalah konsentrasi baku (µg/mL).Jika peak area sampel adalah 327.
Jika sampel sebelum injeksi diencerkan dari 10 mL menjadi 25 mL Hitunglah
konsentrasi analit dalam sampel!

PUSTAKA
1. Ahuja,S.and Dong,M.W.,2005, Handbook of Pharmaceutical Analysis by HPLC,
volume 6, Separation Science and Technology, Elsevier Academic Press,
Amsterdam.
2. Snyder, L.R., Kirkland, J.J., and Glajch, 1997, Practical HPLC Method
Development, Second Edition, John Wiley & Sons Inc., New York.
3. Watson D.G. 2000. Pharmaceutical Analysis. New York: Churchill Livingstone.
4. Willard, H.H., Merritt, L.L., Dean, J.A., Settle, F. 1988. Instrumental Methods of
Analysis. Belmont: Wadsworth Publishing Co.

123
BAB XII
PRINSIP DAN FUNGSI BAGIAN INSTRUMEN KROMATOGRAFI GAS

TUJUAN:
Mahasiswa dapat menguraikan prinsip dan fungsi bagian kromatografi gas.

MATERI
1. Prinsip Dasar Kromatografi Gas
Kromatografi gas (KG) adalah suatu tehnik analisis untuk memisahkan
campuran komponen yang volatil menjadi komponen-komponen tunggal. Merupakan
tehnik kromatografi dimana fase gerak yang digunakan adalah gas. KG dibedakan
menjadi dua macam yaitu: KG solid (fase diamnya adalah padatan) dan KG liquid (fase
diamnya berupa cairan yang diikatkan pada suatu pendukung sehingga solut akan
terlarut dalam fase diam). Prinsip dasar kromatografi gas melibatkan volatilisasi atau
penguapan sampel dalam inlet injektor menjadikan pemisahan komponen-komponen
dalam campuran untuk mendeteksi tiap komponen.

2. Instrumentasi Kromatografi Gas

Gambar 96. Diagram skematik kromatografi gas

a. Fase gerak atau Gas pembawa


Fase gerak pada GC disebut juga carrier gas. Seperti fase gerak, carrier gas membawa
solut dalam sampel melewati kolom (sistem). Fase gerak yang paling banyak digunakan
untuk GC adalah He, Ar, and N2, yang memiliki keuntungan yaitu secara kimia inert

124
terhadap sampel dan fase diam. Aliran carrier gas dapat ditentukan dengan linear
velocity (cm/detik), atau volumetric flow rate (mL/min). Linear velocity tidak
tergantung diemeter kolom sedangkan flow rate tergantung diameter kolom. Fase gerak
yang berupa gas inert, dihantarkan (delivered) oleh generator gas atau gas cylinder. Gas
yang digunakan harus memiliki kemurnian tinggi, sebab tapak-tapak air atau oksigen
dapat mendekomposisi fase diam, sehingga dapat menyebabkan column bleeding dan
akhirnya menyebabkan kerusakan kolom. Tersedia perangkat khusus untuk purifikasi
gas (oxygen trap) sebelum sample inlet. Jika digunakan packed columns, kecepatan alir
fase gerak biasanya pada rentang 25–150 mL/menit, sedangkan jika digunakan capillary
columns, kecepatan alir 1–25 mL/min. Actual flow rates ditentukan dengan flow meter
yang diletakkan pada column outlet. Pemilihan carrier gas tergantung pada beberapa
kebutuhan, misal :
• Kesesuaian dengan detektor (untuk kombinasi GC dengan detektor MS,
dibutuhkan gas He),
• Alasan keamanan (H2 explosive),
• Harga (N2 adalah gas paling murah) Juga alasan efisiensi pemisahan dan
kecepatan
• Berkaitan dengan viskositas gas paling rendah; H2; dapat dioperasikan kecepatan
fase gerak yang tinggi- mengurangi waktu analisis-efisiensi.

b. Injektor
Dalam GC, sampel normalnya dimasukkan ke dalam sistem pemisahan dalam bentuk
larutan. Teknik sampling untuk vapours, misal head space atau adsorption /
thermodesorption injection. Untuk sampel padat, misal. pyrolysis injection. Sampel
dilarutkan dalam organic solvent, dan biasanya dimasukkan ke dalam carrier gas flow
dengan bantuan syringe atau valve. Jenis injector antara lain:
- Injeksi langsung (direct injection)
Sampel yang diinjeksikan akan diuapkan dalam injektor yang panas dan 100%
sampel masuk menuju kolom
- Injeksi Terpecah (Split Injection)
Sampel yang diinjeksikan diuapkan dalam injektor yang panas dan selanjutnya
dilakukan pemecahan
- Injeksi tanpa pemecahan (Splitless injection)

125
Hampir semua sampel diuapkan dalam injektor yang panas dan dibawa ke dalam
kolom karena katup pemecah ditutup
- Injeksi langsung ke kolom (on column injection)
Ujung semprit/spuit dimasukkan langsung ke dalam kolom

Gambar 97. Skema injector (A) split splitless injection (B) on column injection
On Column Injection
Dengan tehnik on-column injection, larutan sampel dimasukkan secara langsung ke
dalam kolom dengan bantuan syringe yang berjarum panjang, runcing, di mana injector
dijaga pada temperatur rendah. Keuntungan on-column injector adalah menghindari
adanya mass discrimination effects, digunakan pada trace analysis, untuk komponen
yang labil tidak terlalu dipengaruhi suhu.
Auto Sampler Injection System
Injektor berongga, dipanaskan, berupa glass-lined cylinder dimana sampel dimasukkan
ke dalam GC. Temperatur dari injektor dikontrol sehingga semua komponen dalam
sampel akan menguap. Glass liner berukuran sekitar panjang 4 inci dan internal
diameter 4 mm.
c. Kolom
Kolom adalah tempat terjadinya retensi fisika analit oleh fase diam. Kolom adalah
“jantung” nya sistem kromatografi dimana pada kolom ini terjadi pemisahan.
Konstruksi kolom juga mempengaruhi jumlah sampel yang dapat dihandle, efisiensi
pemisahan, jumlah analit yang dapat dipisahkan dengan mudah, dan jumlah waktu yang
dibutuhkan untuk pemisahan. Dalam kromatografi gas ada dua jenis kolom:
i. Packed column

126
ii. Capillary columns

Gambar 98. Skema kolom kapiler dan packed column


Packed column
Packed column berupa kolom yang terbuat dari gelas atau logam dengan diameter
internal 2 – 4 mm dan panjang 1-6 m. Kolom diisi dengan partikel berpori, yang
berperan sebagai partikel pendukung dari fase diam cair yang dilapiskan pada material
berpori tersebut. liquid coated silica particles (<100-300 mm diameter) dalam tube gelas
atau logam. Sangat baik dalam hal analisis sampel dalam skala besar, tetapi memiliki
kekurangan yaitu lambat dan kurang efisien
Capillary column
Pada capillary column, pendukung fase diam dilapisi dengan fase diam yang besar
peranannya terhadap pemisahan senyawa/ analit. Struktur fase diam mempengaruhi
lama waktu yang dibutuhkan oleh analit bergerak melewati kolom. Fase diam biasanya
berupa molekul dengan bobot molekul besar polysiloxane, polyethylene glycol, atau
polyester polymers dengan ketebalan tertentu. Kolom tersedia dalam beberapa ukuran
fase diam. Support-coated (SCOT)/salut padatan pendukung dengan ketebalan coating
zat cair 30 mm pada dinding dalam tube silica. Capillary column sangat baik dalam hal
kecepatan dan efficiency tetapi jumlah sampel yang dapat ditampung sedikit
Immobilized liquid stationary phase
Zat cair yang dipakai sebagai fase diam harus mempunyai volatilitas yang rendah, stabil
terhadap panas sehingga tidak mudah terdekoposisi pada suhu tinggi. Secara kimiawi
bersifat inert, berikatan secara kimia dengan pendukung (mencegah bleeding). Nilai k’
dan α yang sesuai untuk menghasilkan pemisahan yang baik. Banyak digunakan yang
berbasis polysiloxanes atau polyethylene glycol (PEG).

127
d. Oven
Pada kromatografi gas terdapat oven dimana di dalamnya diletakkan kolom. Kolom
diletakkan di dalam oven dimana temperatur dapat dikontrol dengan sangat akurat pada
rentang temperatur yang lebar. Biasanya, temperatur oven kromatografi gas pada
rentang dari temperatur kamar/ruang sampai dengan 300oC, namun untuk kondisi
kriogenik dapat digunakan operasi pada temperatur -20 sampai 20oC. Model pemisahan
pada kromatografi gas ada dua macam yaitu:
-isotermal yaitu pemisahan dengan mengatur suhu yang tetap selama pemisahan
-terprogram yaitu pemisahan dengan mengubah temperature secara gradient
sehingga dapat menurunkan waktu retensi dan bentuk peak menjadi lebih tajam.

Gambar 99. Perbandingan hasil analisis dengan kondisi Isothermal dan Temperatur
terprogram

• Dengan meningkatnya temperatur kolom, tekanan uap analit juga ikut


meningkat, analit akan terelusi lebih cepat.
• Peningkatan temperatur kolom selama pemisahan-temperature programming –
memisahkan spesies dengan rentang polaritas atau tekanan uap yang lebar.

e. Detektor
Ketika analit atau senyawa keluar dari kolom, maka akan masuk ke detektor. Senyawa
dan detektor akan berinteraksi untuk menghasilkan sinyal. Besarnya sinyal berhubungan
dengan jumlah/ kadar senyawa yang ada dalam sampel. Terdapat beberapa tipe detektor

128
yang dapat digunakan tergantung senyawa yang dianalisis. Detektor dapat mengukur
senyawa dengan jumlah 10-15 sampai 10-6 gram
Jenis Detektor
• Detektor integral adalah memberikan suatu pengukuran setiap saat dari jumlah total
bahan yang dielusi yang telah melewatinya sampai waktu itu
• Detektor diferensial adalah menghasilkan kromatogram familiar yang terdiri dari
puncak- puncak dan bukan langkah-langkah. Dibagi menjadi 2 kelas besar :
a. detektor yang mengukur konsentrasi zat terlarut dengan memakai beberapa sifat
fisika dari aliran gas buangan
b. detektor yang merespons secara langsung zat terlarut dengan demikian berarti
mengukur laju alir massanya.

Gambar 100. Perbandingan kromatogram detektor integral dan diferensial

Karakteristik detektor pada kromatografi gas yang baik adalah sebagai berikut:
• Memiliki sensitivitas tinggi artinya dengan kadar kecil mampu mendeteksi
• Bisa berupa detektor universal atau selektif yang artinya kemampuan membedakan
antar analit atau senyawa
• Respon cepat
• Linearitas artinya sinyal detektor sebanding atau roporsional dengan konsentrasi
• Stabilitas, berhubungan dengan noise (baseline noise)
• Keserbagunaan

129
Detektor pada kromatografi gas ada beberapa jenis diantaranya adalah”
1. Electron capture (ECD)
– Bersifat radioaktif
– Bagus untuk X (halogen)-, NO2- dan senyawa yang terkonjugasi
2. Thermal conductivity (TCD)
– Berdasar prinsip perubahan resistensi dari kawat yang dipanaskan
3. Flame ionization (FID)
– Destruksi dari sampel yang mudah dibakar dalam flame/nyala
menghasilkan arus yang dapat diukur
4. Fourier transform infrared (FTIR)
5. Mass spectrometry (MS)

Flame Ionization Detector (FID)


• Bersifat tangguh
• Sensitif(10-13 g/s)
• Mempunyai rentang lebar (107)
• Signal tergantung jumlah atom C dalam analit organik - mass sensitive
• Tidak sensitif terhadap konsentrasi
• Kurang sensitif terhadap karbonil, amina, alkohol, golongan amine
• Tidak sensitif terhadap -non-combustibles (bahan tidak mudah terbakar) - H2O,
CO2, SO2, NOx
• Destruktif

Gambar 101. Flame Ionization Detector


Thermal Conductivity Detector

130
 Konduktivitas termal dari He, H2 lebih besar dibandingkan senyawa organik
 Adanya senyawa organik akan menyebabkan peningkatan T pada filamen
 Rugged
 Rentang dinamik yang lebar (105)
 Non-destruktif
 Kurang sensitif (10-8 g/s)
 Tidak seragam

Gambar 102. Thermal Conductivity Detector

Electron Capture Detector (ECD)


 Elektron dari -source akan mengionkan carrier gas
 Molekul organik menagkap elektron dan menurunkan arus
 Simple dan reliable
 Sensitif (10-15 g/s) terhadap gugus elektronegatif (halogen, peroksida) biasanya
deteksi pestisida
 Non-destruktif
 Tidak sensitif terhadap amina, alkohol dan hidrokarbon
 Rentang dinamik terbatas (102)

131
Gambar 103. Electron Capture Detector

Mass Spectrometry (MS)


• Dengan MS, akan dihasilkan ion-ion (charged particles) dari senyawa kimia dan
kemudian dengan menggunakan medan elektrik dan/atau magnetik untuk
mengukur massa (atau bobot) ion.
• Dengan menggunakan massa dan relative abundance dari ion-ion dalam
spektrum massa, kita dapat menentukan struktur molekul dam komposisi
unsurnya.

RANGKUMAN

1. Kromatografi gas adalah pemisahan analit berdasarkan interaksinya pada dua


fase yaitu fase diam dan fase gerak yang berupa gas
2. Bagan utama dari kromatografi gas adalah gas pembawa, injector, kolom, oven,
detektor.

LATIHAN/SOAL

1. Jelaskan prinsip pemisahan pada kromatografi gas!


2. Apa yang dimaksud dengan gas pembawa dan mengapa syaratnya harus murni?
3. Apa perbedaan packed column dan capillary column?
4. Apa keuntungan memakai suhu terprogram?

132
PUSTAKA

1. Watson D.G. 2000. Pharmaceutical Analysis. New York: Churchill Livingstone.


2. Willard, H.H., Merritt, L.L., Dean, J.A., Settle, F. 1988. Instrumental Methods of
Analysis. Belmont: Wadsworth Publishing Co.

133
BAB XIII
EVALUASI PEMISAHAN KOLOM KROMATOGRAFI GAS

TUJUAN:
Mahasiswa dapat menjalaskan parameter yang mempengaruhi efisiensi
pemisahan kromatografi gas.

MATERI
1. Persamaan Van Deemter Untuk Kromatografi Gas
Pada kromatografi gas tidak ada interaksi antara analit dan fase gerak lebih
sederhana dibanding KCKT. Pada kromatografi gas persamaan Van Deemter ditulis
sebagai berikut:

Dimana H adalah pengukuran efisiensi kolom, A adalah difusi eddy, B adalah 2


x koefisien difusi analit dalam fase gas, C terdiri dari term yang berhubungan dengan
kecepatan difusi analit dalam fase gas dan fase liquid (transfer massa) dan u laju alir gas
pembawa.
Pada kolom kapiler terbuka, difusi eddy tidak memainkan peranan pada pembentukan
pita yang lebar dan C sebagian besar terdiri dari koefisien transfer difusi dalam fase gas
apabila penyalutan liquid film pada dinding kapiler adalah 0,1-0,2% dari internal
diameter kolom. B/u memiliki nilai baik apabila digunakan nitrogen (koefisien difusi
paling kecil disbanding lainnya). Nitrogen hanya memberi efisiensi yang baik ketika
nilai Cu ditentukan oleh resistensi pada transfer difusi dimana yang terbesar adalah pada
nitrogen dimana laju alir yang besar akan menurunkan interaksi analit dan fase diam.
Helium banyak digunakan sebagai gas pembawa dalam kolom kapiler KG karena
menghasilkan efisiensi yang baik tanpa menurunkan laju alir, sehingga memberikan
waktu analisis yang lebih lama. Pengaruh dari difusi transfer dikurangi dengan
menurunkan internal diameter kolom kapiler, sehingga internal diameter kolom yang
kecil membuat pemisahan lebih efisien.

134
Pada packed column efisiensi pemisahan rendah karena walaupun koefisien
longitudinal kecil, koefisien difusi (A) menyebabkan pelebaran puncak. Sebagai
tambahan efek transfer massa lebih besar pada packed column karena bentuk partikel
packing yang tidak beraturan dan penyalutan yang tidak sempurna dari ketebalan fase
cair. Bagaimanapun apapun tipe kolom KG yang digunakan pengaruh Cu tidak
signifikan seperti KCKT karena koefisien difusi yang tinggi dari molekul fase gas.
2. Faktor yang mempengaruhi resolusi kromatografi gas
Resolusi merupakan ukuran apakah suatu senyawa terpisah secara baik atau
tidak dengan senyawa lain. Resolusi pada kromatografi gas ditentukan oleh dua faktor,
yaitu :
a. Efisiensi Kolom (menentukan pelebaran puncak kromatogram)
b. Efisiensi Pelarut (menentukan posisi puncak kromatogram)
Efisiensi kolom diukur dari jumlah theoretical plate atau harga HETP, dimana
HETP adalah panjang kolom yang dibutuhkan untuk tercapainya keseimbangan dari
komponen sampel antara fase gerak dan fase diam. Berdasarkan Rate theory dari
Van Deemter, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi kolom, antara lain :
 Diameter partikel : menggunakan partikel support yang kecil berukuran serba
sama (homogen dan halus)
 Flow rate : penggunaan flow rate sedikit lebih tinggi akan menghemat waktu
analisis
 Carrier gas : untuk mendapatkan efisiensi tinggi, gunakan carrier gas dengan
BM tinggi, seperti argon atau nitrogen. Jika yang dipentingkan adalah waktu
analisis, gunakan gas yang lebih ringan, seperti helium atau hidrogen (Ar > He >
N2 > H2)
 Tipe Fase Diam : komponen-komponen sampel harus mempunyai kelarutan
yang berbeda-beda pada fase diam tersebut.
 Jumlah/konsentrasi Fase Diam : konsentrasi rendah akan mempercepat waktu
analisis dan memungkinkan operasi dengan suhu rendah.
 Tekanan : efisiensi kolom semakin tinggi jika perbandingan tekanan masuk dan
keluar dari kolom makin rendah.

135
 Temperatur : resolusi dapat diperbaiki dengan penurunan suhu kolom, tetapi
penurunan suhu mengakibatkan waktu analisis lebih lama dan adsorpsi
bertambah.
 Diameter kolom : efisiensi kolom dipertinggi dengan memperkecil diameter
dalam kolom.

3. Teknik Kromatografi Gas


Isotermal
Suatu cara analisis di mana selama proses analisis berlangsung temperatur (kolom,
injektor, dan detektor) tetap.
Temperatur Terprogram
Suatu cara analisis di mana selama proses analisis berlangsung temperatur (kolom,
injektor, dan detektor) berubah-ubah.

Isotermal Program
Temperatur

Gambar 104. Pengaturan suhu isothermal dan temperature terprogram

RANGKUMAN

1. Pada kromatografi gas difusi Eddy tidak banyak memberikan pengaruh pada
efisiensi pemisahan
2. Beberapa faktor yang mempengatuhi adalah: diameter kolom, tebal penyalutan,
ukuran partikel, gas pembawa, laju alir.
3. Pengaturan suhu pada kolom ada dua cara yaitu isothermal dan suhu terprogram.

LATIHAN/SOAL

1. Sebutkan faktor apa saja yang dapat mempengaruhi efisiensi kolom?

136
2. Jelaskan mengapa harus dilakukan pengaturan suhu terprogram?

PUSTAKA

1. Watson D.G. 2000. Pharmaceutical Analysis. New York: Churchill Livingstone.


2. Willard, H.H., Merritt, L.L., Dean, J.A., Settle, F. 1988. Instrumental Methods
of Analysis. Belmont: Wadsworth Publishing Co.

137
BAB XIV
APLIKASI KROMATOGRAFI GAS

TUJUAN
Mahasiswa mampu menguraikan aplikasi GC dalam analisis kualitatif dan kuantitatif.

MATERI
1. Sistem Pengolah Data
Pada kromatografi gas pengolahan data dilakukan oleh suatu alat pengolah data
(data processor) atau komputer. Informasi yang diperoleh dapat dimanfaatkan dalam
analisis kualitatif, biasanya dengan membandingkan waktu retensi sampel dalam
kondisi analisis yang sama. Sedangkan, untuk analisis kuantitatif biasanya dilakukan
dengan perhitungan relatif tinggi atau luas puncak kromatogram sampel melalui metode
baku luar (external standar) atau baku dalam (internal standar), seperti pada bab 11.

2. Derivatisasi
Derivatisasi merupakan proses kimiawi untuk mengubah suatu senyawa menjadi
senyawa lain yang mempunyai sifat-sifat yang sesuai untuk dilakukan analisis
menggunakan kromatografi gas.
Alasan dilakukannya derivatisasi:
1. Untuk meningkatkan batas deteksi dan bentuk kromatogram.
2. Meningkatkan volatilitas senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap (non-
volatil).
3. Meningkatkan stabilitas.
Jenis –jenis derivatisasi
-Esterifikasi
Reaksi esterifikasi digunakan untuk membuat derivat gugus karboksil menjadi esternya.
-Asilasi
Asilasi adalah proses mengubah gugus alkohol menjadi ester, dengan mereaksikannya
dengan senyawa asil halida atau anhidrida.
-Alkilasi

138
Alkilasi digunakan untuk menderivatisasi alkohol, fenol, amina (primer dan sekunder),
imida, dan sulfhidril.
-Kondensasi
Kondensasi dilakukan jika sampel yang dianalisis mengandung gugus aldehid atau
keton.
-Silkisasi
Penutupan gugus polar melalui siklisasi dilakukan pada senyawa yang mengandung 2
gugus fungsi yang kira-kira sangat mudah dibuat heterosiklis beratom 5 atau 6.
-Sililasi
Sililasi adalah proses substitusi gugus silil ke dalam molekul.
3. Aplikasi
Analisis komposisi asam lemak dari fixed oil dengan kromatografi gas
Fase sangat polar seperti carbowax secara umum digunakan untuk sampel yang
membutuhkan diskriminasi derajat kepolaran yang tinggi untuk pemisahan yang baik.
Sebagai contoh analisis asam lemak dengan perbedaan derajat ketidakjenuhan. Pada
kolom nonpolar seperti BPX-5 sejumlah asam lemak seperti asam stearate, oleat,
linoleate dan asam linolenat yang mengandung 0,1,2 dan 3 ikatan rangkap akan terjadi
tumpeng tindih. Kolom polar seperti carbowax dapat digunakan untuk memisahkan.
Untuk menentukan komposisi asam lemak pada trigliserida maka lemak harus
dihidrolisis dan membebaskan asam lemak untuk diubah menjadi bentuk metil esternya,
yang akan memiliki bentuk puncak lebih tajam dibandingkan asam lemak bebas.

Gambar 1. Esterifikasi asam lemak

RANGKUMAN
1. Derivatisasi adalah perubahan analit nonvolatil menjadi volatile dan analit yang
bisa dideteksi detektor

139
2. Aplikasi KG diantaranya adalah untuk analisis komposisi asam lemak dengan
cara esterifikasi asam lemak sehingga menjadi bentuk yang lebih volatile.

SOAL/LATIHAN

Bobot 5 tablet adalah 0,1713 g. Pada etiket tertera mengandung 25 mg metiltestosteron.


Berat serbuk tablet yang ditimbang adalah 0,1713 g. Larutan 1 berisi standard dan
standar internal terdiri dari 0,04% metiltestosteron dan 0,043% testosterone. Larutan 3
mengandung sampel dan standar internal testosterone 0,0043%. Larutan 1 memiliki
peak untuk testosterone 216268, metiltestosteron 212992, larutan 3 memiliki peak untuk
testosterone 191146 dan metiltestosteron 269243.

a. Zat apakah yang menjadi standar internal?apa syaratnya?


b. Kapan kita perlu memakai standar internal?
c. Berapa persentase kadar metiltestosteron tablet terhadap etiket?

PUSTAKA

1. Watson D.G. 2000. Pharmaceutical Analysis. New York: Churchill Livingstone.


2. Willard, H.H., Merritt, L.L., Dean, J.A., Settle, F. 1988. Instrumental Methods
of Analysis. Belmont: Wadsworth Publishing Co

140

Anda mungkin juga menyukai