Anda di halaman 1dari 3

Putusnya Perkawinan

Sumber: Pokok-pokok Hukum Perdata oleh Subekti, Mengenal Hukum Perdata oleh
Akhmad Budi Cahyono dan Surini Ahlan Syarif, Rangkuman Asas-asas Hukum Perdata
oleh Dominique Virgil, dan Materi Perkuliahan Asas-asas Hukum Perdata FH UI 20201.
Korespondensi: Ghanies Amany dan Yobel Rajagukguk*
*: Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia Angkatan 2020
Alasan Perceraian
A. Pengertian Putusnya Perkawinan
 Perkawinan seharusnya kekal dan hanya putus karena kematian→ kenyataannya,
putusnya perkawinan itu bukan hanya disebabkan oleh kematian dari salah satu pihak,
melainkan karena alasan lainnya.
 Perceraian ialah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atau tuntutan salah satu pihak
dalam perkawinan itu
Menurut KUHPer
a. Kematian
b. Keadaan tidak hadir diikuti perkawinan baru
c. Perceraian
d. Keputusan pengadilan perpisahan meja dan tempat tidur → setelah 5 tahun dan tidak ada
perdamaian
 Menurut KUHPer → tidak dianggap sebagai perceraian akibat dari gagalnya perkawinan
 Perpisahan meja dan tempat tidur selama 5 tahun tanpa ada kemungkinan untuk damai (Ps. 200
s.d. 206 KUHPer
 Suami/istri sepakat untuk pemutusan perkawinan
 Tidak sepakat → perkawinan tidak putus → dalam proses hukum selalu berusaha
mendamaikan
 Jika gagal → tutunan pemutusan perkawinan akan dikabulkan
Menurut Ps. 28 UU No. 1 Tahun 1974:
a. Kematian
b. Perceraian(Ps. 19 PP Nomor 9 Tahun 1975)
 Keputusan pengadilan Ps. 38 (misalnya ketika suami hilang akibat kecelakaan kapal laut, maka
ia dapat dinyatakan meninggal apabila si istri melakukan permohonan kepada hakim)
B. Alasan
 Undang-undang tidak membolehkan perceraian dengan permufakatan saja antara suami dan istri,
tetapi harus ada alasan yang sah
 Ps. 39 jo. Ps. 19 PP No. 9 tahun 1975:
1. Salah satu pihak berbuat zina (overspel) atau menjadi pemabuk, pemadat, dan lain
sebagainya yang sukar disembuhkan
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin dan
tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di Iuar kemampuannya/bersama dengan
itikadburuk(kwaadwillige verlating)
3. Salah satu pihak dihukum penjara selama 5 tahun atau lebih
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak
yang lain (Ps. 209 BW)
5. Salah satu pihak cacat badan atau penyakit yang sulit disembuhkan dan mengakibatkan tidak
dapat menjalankan kewajiban sebagai suami istri
6. Pertengkaran sulit didamaikan antara suami dan istri dan tidak ada harapan akan hidup
rukun lagi dalam rumah tangga
 Namun masih dimungkinkan adanya multitafsir dalam pengatunumya terutama pada
alasan yang terakhir sehingga hakim harus bisa menentukan dengan bijak
Tata Cara Perceraian
A. Menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 dan PP Nomor 9 Tahun 1975
1. Talak (inisiatif perceraian dilakukan oleh suami)
 Suami menyatakan niatnya melalui surat yang ditujukan kepada pengadilan
disertai alasan-alasan meminta sidang (Ps. 14 PP)
 Pengadilan mempelajari isi surat dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari
kemudian memanggil para pihak melalui surat (Ps. 15 PP)
 Pengadilan memutuskan untuk mengadakan sidang setelah alasan-alasan
dipenuhi sesuai UU No. 1 Tahun 1974 apabila para pihak tidak mungkin
didamaikan lagi (Ps. 16 PP)
2. Gugatan (inisiatif perceraian dilakukan oleh istri)
 Diajukan dengan memperhatikan kompetensi relatif dari pengadilan (Ps. 22-23 PP)
 Pemanggilan para pihak (Ps. 26-28 PP)
 Pemeriksaan dimuka pengadilan (Ps. 31-33 PP)
 Pencatatan perceraian (Ps. 35 PP)
B. Menurut KUHPer (Ps. 207, 210, Ps. 821 – 843 Rv/Rechtsvordering)
1. Gugatan diajukan pada wilayah hukum tergugat
2. Pengadilan memanggil atau berusaha mendamaikan kedua belah pihak
(verzoeningscomparatie)
3. Apabila tidak berhasil mendamaikan dilanjutkan dengan sidang perkara perceraian
pintu tertutup walau keputusan dinyatakan terbuka untuk umum
4. Perceraian didaftarkan pada daftar perceraian yang ada di Kantor Catatam Sipil (Ps.
221 KUHPer)
Gemeenschap hapus dengan perceraian dan selanjutnya dapat diadakan pembagian kekayaan
(scheiding en deling)

Akibat Perceraian
A. Menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 dan KUHPer
1. Terhadap hubungan suami istri
 Istri tetap mendapatkan nafkah dari suaminya, kecuali apabila si istri menikah lagi (Ps. 41
ayat C UU No. 1 Tahun 1974)
2. Terhadapketurunan/anak
 Bapak/Ibu tetap wajib memelihara anak dan menanggung semua biya pendidikan (Ps. 41
sub a UU No. 1 Tahun 1974)
3. Terhadap harta bersama
 Diatur oleh hukum masing-masing, misalnya hukum adat, hukum agama, dll (Ps. 37 UU
No. 1 Tahun 1974)
B. Akibat perceraian menurut KUHPer
1. Perwalian terhadap anak: Anak-anak di bawah umur (Ps. 229—menetapkan wali →
Ps. 230 b KUHPer)
2. Suami tetap memberikan nafkah penghidupan untuk anak-anaknya yang masih di
bawah umur serta pihak penutut (istri) (Ps. 225 KUHPer)
3. Harta (Ps. 126 Ayat 3e KUHPer)

Anda mungkin juga menyukai