Anda di halaman 1dari 19

Nilai Konstitusi

DEPARTEMEN HTN
2021
Topik Perkuliahan
• Nilai Normatif
• Nilai Nominal
• Nilai Semantik
• Gagasan tentang ‘the living constitution’
• Daya ikat Konstitusi
Referensi
Dahlan Thaib, et.al., Teori dan Hukum Konstitusi,
Rajawali Press, 2015, hal. 71-78.
David A. Strauss, Living Constitution, OUP, 2010.
hal. 1-5;
Leslie Wolf –Phillips, Comparative Constitutions,
The Macmillan Press Ltd, 1972, hal. 18-28;
mula gagasan “Nilai Konstitusi”
• “nilai konstitusi” ini semula digagas
oleh Karl Loewenstein;
• Loewenstein mengkritisi klasifikasi
konstitusi hasil kerja dari sarjana
sebelumnya, K.C. Wheare, yang
disebutnya sebagai pengklasifikasian
dengan pendekatan tradisional
(tertulis-tidak tertulis, rigid-fleksibel,
unitary-federalist, parliamentary-
presidential, dst);
• Menurut Loewenstein, klasifikasi diatas
gagal dalam menjelaskan realitas
konstitusi yang ada pada waktu itu
dimana banyak konstitusi dibuat
namun digunakan untuk menyamarkan
1891-1973 realitas politik yang otoriter.
Tawaran Klasifikasi Konstitusi Loewentein

• Loewenstein mengajukan klasifikasi konstitusi


“baru” yang menurutnya lebih substansial;
• Klasifikasi yang ditawarkan adalah:
(I) original and derivative;
(II) ideologically programmatic and ideologically
neutral (or utilitarian) ; and
(III) normative, nominal and semantic.
original and derivative
• Suatu konstitusi dikatakan sebagai konstitusi original
jika substansi yang dikandungnya memuat gagasan
baru yang kreatif dari para perumusnya;
(Loewenstein menambahkan bahwa konstitusi model
seperti ini sangat amat jarang, jika tak tumbuh dari
suatu revolusi sosial dengan skala amat besar;
• Suatu konstitusi dikatakan sebagai konstitusi
derivative ketika memuat gagasan yang meniru
konstitusi yang sudah ada sebelumnya. (dalam
kondisi sekarang, model kedua ini yang paling lazim)
ideologically programmatic and ideologically
neutral (or utilitarian)
• ideologically neutral, jika konstitusi yang ada
tidak memuat suatu ideologi tertentu secara
vulgar; cukuplah ia memuat hak-hak fundamental
dan aturan main dari lembaga-lembaga negara;
• ideologically programmatic, jika di dalamnya
memuat substansi ideologi yang kental;
• Klasifikasi netral/tidak netral secara ideologis ini
mesti dipahami dan dikritisi dalam konteks sosial
politik kapan dan dimana Loewenstein hidup.
Normative, Nominal and Semantic
- Kategorisasi ini dibuat Loewenstein karena ia
menyadari bahwa pada zamannya, konstitusi
yang tertulis seringkali dibuat sebagai alat bagi
bersemaianya rezim dikatator dan otoriter;
- Pendekatan yang dipakai disebutnya sebagai
pendekatan ontologis, untuk menilai
kesesuaian norma-norma yang ada pada
konstitusi dengan realitas politik yang ada.
Normative
• KONSTITUSI DILAKSANAKAN SECARA
KONSISTEN
• Ketentuan yang ada pada konstitusi tak hanya
mengikat secara hukum, melainkan juga
dijalankan dan ditaati oleh proses-proses
politik yang ada;
• Konstitusi ibarat baju yang secara ukuran pas
untuk dikenakan dan memang dipakai.
Nominal
• Suatu konstitusi dikatakan sebagai nominal jika
muatan norma di dalamnya tidak dilaksanakan
secara penuh ( hanya dijalankan sebagian );
• Norma yang ada pada konstitusi “nominal” berfungsi
sebagai tujuan akhir dikarenakan realitas politik yang
ada tak memungkinkan norma-norma tersebut untuk
dilaksanakan;
• Konstitusi Ibarat baju yang masih disimpan dilemari
sampai kondisi badan (situasi politik) cukup untuk
memakainya;
Semantic
• Kondisi dimana konstitusi hanya digunakan
sebagai formalisasi atas kekuasaan yang ada
secara eksklusif;
• Jika dianalogikan, konstitusi dalam maknanya
yang semantik bukanlah baju dalam arti yang
sebenarnya, melainkan jubah(yang menutupi
baju sesungguhnya)
• KONSTITUSI SEBAGAI PAJANGAN SAJA.
Gagasan Konstitusi yang Hidup
(The Living Constitution) 1

“A “living constitution”
is one that evolves,
changes over time,
and adapts to new
circumstances,

without
being formally
amended”

David A. Strauss
Gagasan Konstitusi yang Hidup
(The Living Constitution) 2
• Gagasan ini lahir pada situasi dimana terdapat
perkembangan (sosial-politik-ekonomi-demografi) suatu
negara yang dihadapkan pada norma dalam konstitusi
yang bersifat “statis”;
• Disisi lain, mekanisme perubahan konstitusi sebagaimana
diatur dalam konstitusi itu sendiri tak mudah dilakukan;
• Pada akhirnya, “kreativitas” dari para pengemban hukum
menjadikan norma yang ada pada konstitusi ditafsirkan
sedemikian rupa untuk menyesuaikan dengan dinamika
sosial yang ada.
Gagasan Konstitusi yang Hidup
(The Living Constitution) 3
• Gagasan konstitusi yang hidup, membawa
pada perdebatan penafsiran konstitusi dengan
dua pendekatan yang berbeda yaitu
originalism dan non-originalism;
• Pendekatan originalism, adalah antitesa
terhadap gagasan “living constitution”.
THE LIVING CONSTITUTION
• That is just too difficult a process to be a realistic means of
change and adaptation.
• Some form of living constitutionalism is inevitable, and
necessary,to prevent the Constitution from becoming either
irrelevant or,worse, a straitjacket that damages the society by
being so infl exible.
• Itu hanya terlalu sulit proses untuk menjadi sarana yang
realistis perubahan dan adaptasi.
• Beberapa bentuk hidup konstitusionalisme tidak dapat
dihindari, dan perlu, untuk mencegah Konstitusi dari menjadi
baik yang tidak relevan atau, lebih buruk lagi, sebuah jaket
yang merusak masyarakat dengan begitu lingkar exible.
The living Constitution is the primary—I will go so far as to say theall-but-
exclusive—way in which the Constitution, in practice, changes. The formal
amendments are a sidelight. The living Constitution is the real show. I will
demonstrate this by establishing four points.
First—a relatively familiar point—sometimes matters addressed by the
Constitution change even though the text of the Constitution is unchanged.
Second, and more surprisingly, some constitutional changes occur even though
an amendment that would have brought about that very change is explicitly
rejected.
Third, when amendments are adopted, they often do no more than ratify
changes that have already taken place in the living Constitution without the
help of an amendment. The changes in the living Constitution produce the
formal
amendment, rather than the other way around.
Fourth, when amendments are adopted even though the society hasn’t
changed, the amendments are systematically evaded. They end up having little
effect until the society catches up with the ambitions of the amendment. In
other words, changes come about because the living Constitution changes, not
because the written document was amended.
Konstitusi yang hidup adalah Pratama-aku akan pergi sejauh mengatakan
theall-tapi-eksklusif-cara di mana Konstitusi, dalam prakteknya, perubahan.
Amandemen formal adalah sidelight. Konstitusi hidup adalah pertunjukan
nyata. Aku akan menunjukkan ini dengan mendirikan empat poin.
Pertama — sebuah titik yang relatif akrab — terkadang masalah yang diatasi
dengan perubahan konstitusi meskipun teks Konstitusi tidak berubah.
Kedua, dan lebih mengherankan, beberapa perubahan konstitusional terjadi
meskipun amandemen yang akan membawa perubahan yang sangat secara
eksplisit ditolak.
Ketiga, ketika amandemen diadopsi, mereka sering melakukan tidak lebih dari
meratifikasi perubahan yang telah terjadi dalam Konstitusi hidup tanpa
bantuan amandemen. Perubahan dalam Konstitusi hidup menghasilkan
formal perubahan, bukan sebaliknya.
Keempat, ketika amandemen diadopsi meskipun masyarakat tidak berubah,
amandemen secara sistematis dievaded. Mereka akhirnya memiliki efek kecil
sampai masyarakat menangkap dengan ambisi amandemen. Dengan kata
lain, perubahan terjadi karena konstitusi yang hidup berubah, bukan karena
dokumen tertulis telah diubah.
INTERPRETASI KONSTITUSI
ORIGINALIST NONORIGINALIST
A. STRICT ORIGINALIST LIVING CONSTITUTION
HAKIM HARUS MELAKSANA-
KAN PERINTAH KONSTITUSI
HAKIM TIDAK BOLEH INTERPRETATION:
MENYIMPANG DARI MAKSUD NORM
PEMBENTUK KONSTITUSI VALUES
PERUBAHAN KONDISI
MASYARAKAT HARUS
MELALUI AMANDEMEN NATURAL LAW
B. MODERATE ORIGINALIST
Sumber: Erwin Chemerinsky,
(Dasar: Equal protection) Constitutional Law Principles and
Policies, second ed. ASPEN, USA,
2002, H. 15-32
Daya Ikat Konstitusi
• Daya ikat konstitusi menyoal ihwal kenapa suatu
konstitusi ditaati?
• Dahlan Thaib et.al menggunakan 3 pendekatan;
1. Hukum; hukum dalam perspektif Austinian adalah
produk penguasa yang harus ditaati, Konstitusi adalah
hukum.
2. Politik; Konstitusi adalah kristalisasi dari proses politik.
3. Moral; Konstitusi memuat substansi moral yang pada
hakikatnya ada bahkan melampaui keberadaan dari
konstitusi itu sendiri (hukum kodrat).

Anda mungkin juga menyukai