Anda di halaman 1dari 15

SUPREMASI DAN DAYA IKAT

KONSTITUSI

Sholikul Hadi, S.H., M.H.


Fakultas Syariah UIN KHAS Jember
Supremasi Konstitusi
• Dalam negara modern, penyelenggaraan kekuasaan
negara dilakukan berdasarkan hukum dasar (droit
constitutional), Undang-Undang Dasar atau
verfassung, oleh Carl Schmith dianggap sebagai
keputusan politik yang tertinggi. Sehingga konstitusi
mempunyai kedudukan atau derjat supremasi
konstitusi yaitu di mana konstitusi mempunyai
kedudukan tertinggi dalam tertib hukum suatu negara.
• Benarkah konstitusi mempunyai derajat yang tertinggi
dalam suatu negara?
2 Aspek Konstitusi
• K.C. Wheare dalam bukunya Modern Constitutions memberikan
ulasan bahwa pada intinya kedudukan konstitusi dalam suatu
negara bisa dipandang dari dua aspek, yaitu aspek hukum dan
aspek moral.
• Konstitusi dilihat dari aspek hukum mempunyai derajat tertinggi
(supremasi). Dasar pertimbangannya adalah :
a. Konstitusi dibuat oleh Badan Pembuat undang-undang atau lembaga-
lembaga.
b. Konstitusi dibentuk atas nama rakyat, berasal dari rakyat, kekuatan
berlakunya dijamin oleh rakyat, dan ia harus dilaksanakan langsung
kepada masyarakat untuk kepentingan mereka.
c. Dilihat dari sudut hukum yang sempit yaitu dari proses
pembuatannya, konstitusi ditetapkan oleh lembaga atau badan yang
diakui keabsahannya.
Lanjutan…
• Jika konstitusi dilihat dari aspek moral landasan
fundamental, maka konstitusi berada di bawahnya. Dengan
kata lain, konstitusi tidak boleh bertentangan dengan nilai-
nilai universal dari etika moral. Oleh karena itu dilihat dari
constitutional phyloshofi, apabila aturan kosntitusi
bertentangan dengan etika moral, maka seharusnya
konstitusi disampingkan.
• William H. Seward mencontohkan bahwa konstitusi yang
mengesahkan perbudakan sudah sewajarnya tidak dituruti.
Contoh lain seandainya konstitusi melegalisir sistem
apartheid, dengan sendirinya bertentangan dengan moral.
Supremasi vs Tidak
• Bahwa tidak semua negara memberikan
kedudukan yang lebih tinggi kepada Undang-
Undang Dasar dari pada undang-undang
dalam arti formal, akan tetapi pada umumnya
negara-negara mengakui supremasi Undang-
undang Dasar di atas segala peraturan
perundang-undangan lainnya.
Jaminan Supremasi Konstitusi
• Menurut Wheare, dengan menempatkan konstitusi pada
kedudukan yang tinggi (supreme) ada semacam jaminan
bahwa:
• “konstitusi itu akan diperhatikan dan ditaati dan
menjamin agar konstitusi tidak akan dirusak dan diubah
begitu saja secara sembarangan. Perubahannya harus
dilakukan secara hikmat, penuh kesungguhan dan
pertimbangan yang mendalam. Agar maksud ini dapat
dilaksanakan dengan baik, maka perubahannya pada
umumnya disyaratkan adanya suatu proses dan prosedur
yang khusus atau istimewa”
Motif & Supremasi
Menurut Bryce, motif politik yang menonjol dalam penyusunan UUD adalah:
a. Keinginan untuk menjamin hak-hak rakyat dan untuk mengendalikan tingkah
laku penguasa.
b. Keinginan untuk menggambarkan sistem pemerintahan yang ada dalam
rumusan yang jelas guna mencegah kemungkinan perbuatan sewenang-
wenang dari penguasa di masa depan.
c. Hasrat dari pencipta kehidupan politik baru untuk menjamin atau
mengamankan berlakunya cara pemerintahan dalam bentuk yang permanen
dan yang dapat dipahami oleh warga negara.
d. Hasrat dari masyarakat-masyarakat yang terpisah untuk menjamin aksi
bersama yang efektif dan bersamaan dengan itu berkeinginan tetap
mempertahankan hak serta kepentingannnya sendiri-sendiri.
Atas dasar pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa UUD dibuat secara sadar
sebagai perangkat kaidah fundamental yang mempunyai nilai politik lebh tinggi
dari jenis kaidah lain karena menjadi dasar bagi seluruh tata kehidupan negara.
Daya Ikat Konstitusi
• Mengapa warga negara taat pada konstitusi?
• Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan warga negara mentaati
konstitusi yang berlaku dalam suatu negara?
• Kekuatan mengikat diistilahkan juga dengan “daya ikat”. Mahmud
Rasyid menggunakan “daya ikat” yang diartikan sebagai sebab-sebab
warga negara bersedia untuk taat kepada konstitusi. Ia menyebutkan
ada 3 (tiga) aspek menjadi faktor “daya ikat” konstitusi, yaitu aspek
hukum, aspek politik dan aspek moral. Jika dicermati dari “Filsafat
Hukum”, maka ketiga aspek tersebut berasal dari teori positivisme
hukum (aspek hukum), teori sosiologi (aspek politik), dan teori
hukum alam (aspek moral).*

* I.D.G Atmadja, Teori Konstitusi dan Konsep Negara Hukum, Setara Press, Malang, 2015,
hal. 58
A. Aspek Hukum
• Menurut K.C. Wheare, kalau berangkat dari aliran
positivisme hukum, maka konstitusi itu mengikat,
karena ia ditetapkan oleh badan yang berwenang
membentuk hukum, dan konstitusi itu dibuat untuk
dan atas nama rakyat (yang didalamnya sarat
dengan ketentuan sanksi yang diatur lebih lanjut
dalam undang-undang organik). *

*Thaib, H. Dahlan., hal 77


Lanjutan..
Di dalam teori-teori ilmu hukum, dapat dibedakan tiga macam
hal mengenai berlakunya hukum sebagai kaidah.
1. kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya
didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi tingkatanya atau
terbentuk atas dasar yang telah ditetapkan.
2. kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah
tersebut efektif. Artinya, kadah dimaksud dapat dipaksakan
berlakunya oleh penguasa walaupun tidak diterima oleh
warga masyarakat (teori kekuasaan) atau kaidah itu berlaku
karena adanya pengakuan dari masyarakat.
3. kaidah hukum berlaku secara filosofis, yaitu sesuai dengan
cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi.
Kepatuhan Hukum
• Hukum berfungsi sebagai alat untuk
mengubah masyarakat yang disebut oleh
Roscoe Pound a tool of social engineering
• Kesadaran masyarakat terhadap hukum.
• Motivasi masyarakat mentaati hukum.
• Prinsip-prinsip wawasan negara berdasar atas
hukum (rechtsstaat).
B. Aspek Politik
• Hukum adalah produk politik yang telah menjadikan badan konstituante
(lembaga lain yang ditunjuk) sebagai badan perumus dan pembuat
konstitusi suatu negara, kemudian peran itu dilanjutkan oleh lembaga
legislatif sebagai pembuat undang-undang. Proses yang dilakukan oleh
kedua badan ini merupakan kristalisasi dan proses politik. 
• Politik hukum adalah pernyataan kehendak dari pemerintah negara
mengenai hukum yang berlaku di wilayahnya dan ke arah mana hukum itu
akan dikembangkan. Fungsi hukum sebagai alat politik dapat dipahami
bahwa sistem hukum di Indonesia peraturan perundang-undangan
merupakan produk bersama DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dengan
pemerintah sehingga antara hukum dan politik amat susah dipisahkan.
Hukum dimaksud adalah berkaitan langsung dengan negara.
• Namun demikian, hukum sebagai alat politik tidak dapat berlaku secara
universal, sebab tidak semua hukum diproduksi oleh DPR bersama
pemerintah.
Lanjutan..
• Pada abad ke 19, ajaran bahwa hukum tiak lain daripada kekuasaan,
banyak mempunyai pengikut. Lassalle membelanya dalam pidatonya
yang termasyhur: ”Uber Verfassungswesen”. Menurutnya, konstitusi
sesuatu negara bukanlah undang-undang dasar yang tertulis yang hanya
merupakan secarik kertas, melainkan hubungan-hubungan kekuasaan
yang nyata dalam suatu negara.
• Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok manusia
untuk mempengaruhi tingkah-lakunya seseorang atau sekelompok lain
sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan
keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu.
• Sehingga produk politik yang berupa konstitusi atau segala macam
peraturan perundang-undangan mempunyai daya ikat
pemberlakuannya bagi warga negara. Kemudian hubungan hukum dan
kekuasaan telah terimplementasikan dalam konstitusi baik dalam
pengertian hukum dasar tertulis dan hukum dasar tidak tertulis, yang
pada dasarnya telah membatasi tindakan penguasa yang mempunyai
kewenangan memaksa warga negara untuk mentaatinya.
C. Aspek Moral
• Otoritas konstitusi kalau dipandang dari segi moral sama halnya
dengan pandangan aliran hukum alam, yaitu mempunyai daya
ikat terhadap warga negara, karena penetapan konstitusi juga
didasarkan pada nilai-nilai moral. Konstitusi sebagai landasan
fundamental tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai
universal dari etika moral.
• Moral adalah peraturan perbuatan manusia sebagai manusia
ditinjau dari segi baik buruknya dipandang dari hubungannya
dengan tujuan akhir hidup manusia berdasarkan hukum
kodrati. Dalam pelaksanaan moral tidak pernah dapat
dipaksakan. Moral menuntut dari kita kepatuhan penyerahaan
diri secara mutlak.
Pertanyaan
• Apakah UUD NRI 1945 memiliki daya ikat
konstitusi?
• Jawablah pertanyaan tersebut (maksimal 1
halaman) dan kumpulkan minggu depan saat
UTS

Anda mungkin juga menyukai