………………………………………(resume kuliah)…………………………………………
Pendahuluan
Setelah memperoleh STR , seorang dokter wajib kompeten dalam bidang medikolegal,
bukan berarti menjadikan kita sebagai sarjana hukum, tapi membuat kita memahami bahasa
hukum kedokteran.
Karena paara praktisi medis senantiasa bersentuhan dengan berbagai aspek hukum.
Dilapangan terdapat beberapa potensi yang dapat menimbulkan ancaman legal bagi praktisi
medis yang membuat kita berurusan dengan hukum baikperdata maupuan pidana
Alasan Utama perlu melakukan regulasikualitas tenaga kesehatan adalah, pelayanana
kesehatan itu berbahaya, bisa terjadihal-halyang tidak diinginkan pada pasien, oleh karena itu
perlu diatur regulasi bagi tenaga kesehatan, sehingga yang memberi pelayanan benar benar
kompeten dalam kualitasnya dalam meberikan pelayanan.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan performatenaga kesehatan sangat dipengaruhi
oleh Skil serta perilakunya(behaviour). Bila seorang mempunyai skil 1 dan perilaku1 maka
hasilnya performanya akan 1 (maksimal), bila seorang punya skil1 perilakunya 0 maka
performanya kosong. Bila skil setengah perilaku setengah makan performanya seperempat.
Issue Utamanya adalah sejauh mana para praktisi medis paham posisi hukum dimana
anda berada sehingga kita akan membahas isu profesionalisme dan masalah clinical privilege.
Anda mungkin akan berpikir sejauh mana saya akan berhak melakukan praktek setelah saya
lulus. Masalah clinical privilege akan berkaitkan dengan profesionalisme dimana beberapa
norma hukum itu diinterpretasikan. kemudian kita akan bicarakan soal norma bagaimana
norma etik dan norma hukum.
Tujuan pembelajaran :
1. mengenal apa itu paradigma ilmu hukum setidaknya “you know how the lawyer think”
2. Peserta juga menyadari implikasi hukum dalam praktek kedokteran karena anda
berkaitan dengan masalah jiwa manusia
3. Mampu menghadapi berbagai tantangan dalam praktik kedokteran.
Urutan Paparan:
1. Mengenal anatomi hukum dan cara bekerjanya
2. Melihat posisi hukum para praktisi medis
3. Mengenal beberapa norma hukum
Norma merupakan ukuran atau standar seseorang untuk berperilaku. Ada empat jenis
norma yaitu norma kepercayaan, norma kesusilaan,norma kesopanan, dan norma hukum.
Norma kepercayaan mengatur hubungan antara seseorang dengan tuhanya, contohnya
seorang muslim akan pergi ke masjid untuk shalat, sedangkan orang kristen akan kegereja
untuk beribadah. Tidak ada paksaan oleh hukum bagi seseorang dalam menjalankan
ibadahnya.
Norma kesusilaan diperuntukan bagi pribadi seseorang, apabilaa seseorang melangar norma
ini maka dirinya dianggap asusila
Norma Kesopanan
Merupakan norma pribadi antar sesama manusia, mengatur perilaku pribadi dengan
lingkungannya. Dengan tujuan untuk kenyamanan hidup bersama
Misal: adik kita bermain diluar rumah kemudian adik kita melempar sesuatu ke atap rumah
tetangga sampai rusak, lalu tetangga kita marah pada kita dan meminta ganti rugi, kita
sebagai keluarga memberikan punishment kepada adik kita agar dia jera dan tetangga sekitar
rumah kita menjadi aman dan nyaman.
Norma Hukum
Merupakan norma antar pribadi, mengatur hubungan antara seseorang dengan orang
lain dan masyarakatnya. Dengan tujuan untuk terciptanya kedamaian hidup bersama. Dan
bisa mendapatkan sanksi dari negara.
Etika
Merupakan termasuk dalam norma kesusilaan yang juga termasuk norma pribadi, yang
mengatur nilai pribadi seseorang. Dengan tujuan untuk mengatur kemurnian/integritas hidup
pribadi. Dan ini mendapatkan sanksi moral.
Hukum adalah seperangkat norma yang tujuannya untuk menjaga kedamaian hidup
bersama agar tidak homo hominis lupus. Penegakkan hukum oleh negara, harus dipaksaka
bagi yang melanggar. Hukum merupakan suatu instrument bagi civil society.
Perbedaan etika profesi, disiplin profesi dan hukum
Etika membahas masalah moral baik - buruk, dilema norma pribadi (etika profesi)
kehormatan profesi maupun kulaitas moral, MKEK organisasi profesi. Dengan sasaran diri
sendiri. Disiplin membahas standar profesi dan perilaku pelayanan, pelanggaran sandar
profesi, kualitas profesi, KONSIL-MKDKI, dengan lingkup sasaran dokter. Hukum
membahas norma hukum, penggaran norma hukum, cara mencegah dan mengatasi konflik
dengan perdata-pidana. Ada pengadilan, dan lingkup sasaran dokter dan RS.
Klasifikasi hukum terbagi menjadi bentuk hukum baik tertulis maupun tidak tertulis;
Jenis hukum baik publik maupun privat
Hukum privat, adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara seorang pribadi
dengan pribadi lainnya, dan penegakannya dilakukan oleh pihak yang dilanggar haknya,
disini berlaku hukum perdata, dengan sangsi ganti rugi. Masyarakat tidak dirugikan, sehingga
yang menuntut adalah orang yang dirugikan.
Ada perbedaan antara hukum pidana dan perdata dimana pada hukum pidana, yang
terjadi adalah proses public dan disini public diwakili oleh penyidik atau penuntut umum dan
pembuktian pun dilakukan oleh penuntut umum atau jaksa. Penengah adalah hakim, yang
harus benar-benar aktif untuk mencari kebenaran materiel dan sanksi yang didapat antara
lain, mati, dipenjara, sita, dan denda.Sedangkan pada hokum perdata adalah proses individu
yang melakukan pembuktian pribadi yang dapat diwakili oleh pengacara, dan pembuktian
dilakukan oleh penggugat, tanpa jaksa, dengan penengah adalah hakim yang mencari
kebenaran formil. Sanksi yang didapat antara lain ganti rugi dan rehabilitasi. Contohnya
adalah malpraktek kedokteran.
Terdapat beberapa perbedaan antara etika profesi dan disiplin profesi dan hokum,
dimana pada masalah etika adalah sebuah masalah moral mengenai mana yang baik dan
buruk, seringkali terjadi dilemma pada norma pribadi saat terjadi kasus, dan inilah yang
menentukan kualitas moral dengan lingkupnya adalah diri sendiri dan MKEK sebagai
organisasi profesi. Sedangkan Disiplin, memiliki sebuah standar profesi / perilaku pelayanan,
dan pelanggaran standar profesi akan menentukan yang benar dan salah. Kualitas yang
didapat adalah kualitas profesi dengan lingkupnya dokter dan Konsil MKDKI sebagai
anggota profesi. Hukum memiliki norma hokum dan pelanggarannya menunjukkan benar dan
salah, kedamaian untuk mencegah dan mengatasi konflik dan pengadilan dengan hakim,
jaksa dan tergugat sebagai organisasinya.
Pada paradigma hukum dalam pelayanan Kesehatan, ketika ada masalah hukum dalam
pelayanan Kesehatan, masalah tersebut akan dilihat melalui :
1. Subyek Hukum :
a. Orang
b. Badan Hukum
2. Obyek Hukum
a. Pelayanan Kesehatan
b. Penunjang dan Obat
c. Pembiayaan
3. Hubungan Hukum
a. Kontrakterapeutik
b. Rumah Sakit – Dokter
c. Lain-lain
4. Peristiwa Hukum
a. Kelalaian Pelayanan Kesehatan
b. Wanprestasi Lain
5. Akibat Hukum
a. Tanggung Gugat Dokter
b. Tanggung Gugat RS
Profesionalisme bukan :
1. Telah menjalani pendidikan tertentu yang dibuktikan dengan suatu sertifikat
2. Kompeten karena telah berpengalaman
3. Memperoleh privilege dari masyarakat karena secara historis “pekerjaan” ini dikenal
keluhurannya sehingga timbul “trust” dari masyarakat
Seorang dokter yang kompeten tidak otomatis memiliki hak (privilege) untuk
memberikan pelayanan tertentu di rumah sakit. Awalnya kontrak social dimulai Ketika ada
kekecewaan terhadap dokter,akhirnya masyarakat membuat namanya kontrak social, yang
menjadi dokter harus melakukan self credentialing (karena yang mengetahui dokter itu baik
atau tidak itu Peer groupnya, missal dalam RS ada komite medik yang mengatur perilaku dan
Tindakan dokter yang bekerja di RS tersebut., self licensing (Dalam bentuk STR ) dokter
memliki Clinical Privilege yaitu dokter memiliki hak istimewa atau kewenangan, setiap
dokter harus memilki kompetensi tinggi dan tanggung jawab, untuk membayar hutang karena
memiliki “clinical Privilege”
Setiap dokter begitu lulus ujian board akan di credentialing terregistrasi dalam bentuk
STR dan apabila dokter tersebut melakukan unprofessional conduct dapat dicabut STRnya,
dan setiap 5 tahun dilakukan recredentialing (STR Ulang)
Didalam tataran Rumah Sakit, belum tentu seorang dokter yang sudah mendapatkan STR
maupun Serkom dapat langsung bekerja karena harus melewati Credential terlebih dahulu (memilih
apel). Kemudian bila Dokter tersebut siap dibeli maka diberikan Medical Appointment setelah itu
Dokter tersebut bisa mendapatkan STR local “STR Rumah Sakit”. Namun bila terjadi kesalahan bisa
dicabut Kembali oleh Komite Medik.
Menurut Pasal 35 UU Praktek Kedokteran, maka dokter atau dokter gigi yang telah
memiliki surat tanda registrasi mempunyai wewenang melakukan praktik kedokteran sesuai
dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, yang terdiri atas :
a.mewawancarai pasien;
b.memeriksa fisik dan mental pasien;
c.menentukan pemeriksaan penunjang;
d.menegakkan diagnosis;
e.menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien;
f.melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi;
g.menulis resep obat dan alat kesehatan;
h.menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi;
i.menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan; dan
j.meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah terpencil yang
tidak ada apotek.
Ketika seorang dokter memiliki STR maka Dokter tersebut telah memiliki Previlege
(pengecualian atas larangan) untuk melakukan praktek kedokteran pada yuridiksi tertentu
oleh otoritas yuridiksi tersebut (KKI, Negara ataupun Rumah Sakit). Sehingga, apabila telah
memiliki kompetensi tidak berarti seorang praktis dapat langsung mendapatkan previlege
untuk melakukan aktifitas klinis pada yuridiksi tertentu.
Setiap tindakan kesehatan didasarkan pada privilege, dokter yang berkompeten apabila
tidak memiliki privilege pada suatu layanan kesehatan maka dia tidak boleh meemberikan
pelayanan.
Privilege ditentukan melalui proses kreedensialing. Krde sialing dilakukan oleh komite
medis bukan oleh management, karena komite medik lah yang paham privilege seorang
dokter di suatu layanan.
Status professional dokter maupun dokter gigi ditentukan oleh Clinical privilege yang
diberikan oleh KKI atau fasyankes melalui komite medik. Hal tersebut bukan hak melainkan
privilege yang sewaktu-waktu apabila tidak layak maka dapat dicabut privelege nya
Pasal 38
Persyaratan untuk mendapatkan SIP:
1. STR
2. Tempat Praktik
3. Rekomendasi dari organisasi profesi
Hubungan antara pasal 36 dan pasal 38 untuk entering the profession
Magang (Apprenticeship)
Merupakan suatu sistem pelatihan untuk generasi baru (dokter umum) yang
berhubungan dengan keterampilan. Sistem ini pertama kali digunakan pada abad
pertengahan. Ini semua disupervisi oleh suatu kelompok profesi dan pemerintah. Hampir
semua pelatihan ini dapat dikerjakan ketika menjadi pekerja atau pegawai
Medical Apprenticeship adalah sebuah sistem pelatihan generasi baaru dari praktisi
trhadal kemampuan afektif (beneficence, non maleficence, autonomi, justice) dan kognitif
(critical thinking, clinical skill). Dokter-dokter senior mengajarkan juniornya dengan
mempertaruhkan nasib dirinya dan nasib profesinya (dokter). Hutang seseorang terhadap
gurunya sebetulnya tidak terbayar.
Bedakan antara Asosiasi dengan Kolegium. Kolegium lebih dulu ada (ratusan tahun
lalu) disbanding asosiasi. Kolegium lebih mengarah kepada profesi, tujuannya kualitas,
keselamatan. Di Indonesia, kolegium tidak diperkenalkan lebih dulu, karena Baelanda
sebagai [enjajah tidak memperkenalkan. Kita lebih dulu dikenalkan asosiasi, yang tujuannya
lebihn meneknakan pada bagaimana kesejahteraan anggotanya.
Dasar hukum melakukan praktik kedokteran :
1. UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
2. UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
3. UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4. Permenkes 755 tahun 2011 tentang Komite Medis
Bentuk klaim terhadap tenaga medis
Disiplin profesi dengan adanya MKDKI dan peringatan sebagai contoh suspensi STR
Hukum baik perdata maupun pidana
Proses penyelesaian konflik pelayanan kesehatan, jika terdapat pengaduan atau laporan
kasus, makan akan dilakukan investigasi kemudian sidang majelis disiplin yang akan
menentukan apakah memang melanggar disiplin atau tidak, kemudian akan di mediasi dan
negosiasi, namun jika tidak berhasil mencapai kata damai maka laporan akan diteruskan ke
pengadilan
Saat berakhir tindakan disiplin, maka KKI akan menerbitkan putusan pemberlakuan
kembali STR dan Faskes dapat mengaktifkan kembali pelayanan kesehatan oleh yang
bersangkutan. Organisasi Profesi menyampaikan hasil pembinaan anggotanya kepada KKI.
Pada Pasal 51 UU Praktik Kedokteran tercantum berbagai kewajiban dokter dan dokter
gigi antara lain :
1. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional serta kebutuhan medis pasien
2. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan
3. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien bahkan juga setelah
pasien itu meninggal dunia
4. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan
5. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran dan
kedokteran gigi
Pada UU no 29 tahun 2004 mengenai praktik kedokteran pada pasal 46 disebutkan bahwa :
1. setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat
rekam medis.
2. rekam medis sebagaimana dimaksud harus segera dilengkapi setelah pasien selesai
menerima pelayanan Kesehatan
3. setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu dan tanda tangan petugas yang
memberikan pelayanan atau tindakan.