Anda di halaman 1dari 14

TUGAS MANDIRI

FILSAFAT HUKUM KEDOKTERAN


“ANALISIS KASUS ETIK DAN MEDIKOLEGAL”
Prof DR dr Agus Purwadianto, DFM, SH, MSi, Sp.F(K)
Program Pendidikan Dokter Spesialis Sp-1

Nama : Jousephine Stefanny Hanoctazya Faidiban


Prodi : Kedokteran Okupasi
NPM : 2006626866

1. Buatlah deskripsi kasus di bidang spesialis anda


dr. J adalah seorang dokter spesialis Okupasi yang bertugas melakukan MCU pada suatu
perusahaan A. Perusahaan A meminta pemeriksaan VCT kepada seluruh karyawannya untuk
skrining HIV dan hasil pemeriksaan dari karyawannya kemudian diminta oleh management
perusahaan. Salah satu dari karyawannya tersebut ada yang terdiagnosa HIV, karena hal
tersebut diketahui oleh karyawan yang lain maka pasien kemudian dikucilkan di dalam
perusahaan pasien bekerja. Pasien menuntut dr. J karena menurut pasien dr.J yang
bertanggungjawab membocorkan rahasia pasien dan atas kejadian yang terjadi kepada pasien
di Perusahaannya.     

2. Cari info kasus spesialis anda dengan “penderitaan” aduan/gugatan/tuntutan/laporan


terbanyak!
Misal kasus yang mungkin sering terjadi dibidang kedokteran okupasi yang berhubungan
dengan “penderitaan” (seorang dokter spesialis okupasi), seperti kasus kecelakaan kerja yang
terjadi di sebuah pabrik contohnya ada seorang buruh pabrik yang mengalami kecelakaan
kerja yaitu jari tangan terputus akibat tanpa sengaja tangan buruh tersebut masuk kedalam
alat pemotong kaca. Ini merupakan kecelakaan kerja yang harus dapat dipertanggung
jawabkan oleh pemimpin pabrik atau perusahaan tersebut. Maka untuk menjaga reputasi
sebuah perusahaan atau pabrik tersebut, maka pimpinan perusahaan menutup-nutupi kasus
kecelakaan kerja tersebut, karena perusahaan tersebut tidak mau dianggap lalai atau
reputasinya menurun apalagi ada penilaian mengenai kesehatan dan keselamatan kerja suatu
perusahaan (pabrik), lalu pemimpin perusahaan tersebut melaporkan kejadian ini kepada
dokter spesialis okupasi yang bekerja di pabrik tersebut, tapi pepimpin perusahaan tersebut
menyuruh dokter tersebut untuk menutup-nutupi kejadian ini seperti melarang untuk
melaporkan kejadian tersebut ke dinas ketenagakerjaan setempat, atau kalaupun juga
melaporkan tidak secara jujur dikatakan apa yg sebenarnya terjadi, karena bagaimanapun
juga reputasi dan penilaian keselamatan kerja perusahaan tersebut menjadi buruk. Maka dari
itu dari kasus ini kita bisa mengambil kesimpulan, bahwa seorang dokter spesialis okupasi
yang berkerja di pabrik tersebut mengalami yang disebut “penderitaan” akibat tuntutan dari
pemimpin perusahaan tadi, dan juga jika kasus ini terkuak oleh pihak luar perusahaan maka
dokter spesialis okupasi tersebut pasti akan ikut terbawa pada kasus ini. Hal ini pasti sangat
merugikan semua pihak baik perusahaan, buruh pabrik yang mengalami kecelakaan kerja,
maupun dokter speasialis okupasi tersebut. 

3. Uraikan 3 pelanggaran terbanyak di bidang spesialisasi saudara!


3 pelanggaran terbanyak  di bidang spesialisasi okupasi, antara lain :
A.     Kedokteran Okupasi adalah kedokteran klinis yang berfokus pada identifikasi dan
pengelolaan risiko kesehatan yang mungkin dihadapi seseorang di tempat kerjanya.
Contohnya adalah pekerjaan survey di lokasi proyek konstruksi, lokasi pabrik,
industri kesehatan seperti Rumah Sakit, untuk kemudian melakukan asesmen risiko
untuk setiap pekerjaan dalam lokasi tersebut. Pelanggaran terjadi jika seorang dokter
okupasi tidak memahami dengan baik resiko apa saja yang mungkin terjadi di tempat
kerja tersebut sehingga asesmen yang dibuat masih kurang tepat dan akhirnya
mencelakakan bagi para pekerja di lokasi terutama industri resiko tinggi. Hal ini
adalah salah satu bentuk ketidak mampuan atau kurangnya kompetensi dari seorang
dokter spesialis okupasi,
B.  Seorang dokter spesialis okupasi lebih berkarya pada pengelolaan resiko kesehatan di
tempat kerja, sehingga bila menemui kasus akibat pekerjaan (PAK) yang berat, tentu
ia harus merujuk pada dokter spesialis lain yang mampu untuk memberikan terapi
yang tepat dan pengelolaan pasien. Pelanggaran terjadi jika seorang dokter spesialis
Okupasi tidak merujuk pada pada dokter spesialis lain dalam penatalaksanaan
penyakit akibat kerja yang berat.
C. Seorang dokter spesialis okupasi mungkin tidak berada di lokasi pabrik setiap saat,
sehingga pada saat ia sedang tidak berada di klinik kesehatan kerja harus
mendelegasikan pengelolaan kesehatan kerja kepada perawat untuk
mengkonsultasikan jika ada sesuatu yang emergensi. Pelanggaran terjadi jika dokter
mendelegasikan tugas dan tanggung jawab pada perawat baru yang tidak mengerti
lokasi kerja, tidak mengerti penanganan pasien atau kepada petugas admin yang tidak
mengerti tentang medis.
4. Buat urutan 7 kasus kemungkinan pelanggaran terjarang di bidang spesialisasi saudara
a. turut serta dalam Tindakan penyiksaan (torture/eksekusi hukuman mati (terjarang)
b. Tidak berikan data /informasi atas permintaan MKDKI
c. Tidak memberi pertolongan darurat
d. Tidak laksanakan informed concent
e. Penghentian kehamilan
f. Tidak layak praktek (Kesehatan Fisik dan mental)
g. Penerapan Pelayanan yang belum diterima kedokteran

5. Deskripsi 4 tipe kasus lintasan etikoleg (Error, Waste, Abuse, Fraud) sesuai bidang
spesialisasi saudara
(kasus real atau hipotetik)
Pada era Jaminan Kesehatan Nasional ini, tidak menutup kemungkinan terhadap terjadinya
penyimpangan dalam rangka memberikan keuntungan kepada pihak tertentu. Hal ini biasanya
dikenal dengan istilah fraud. Di Indonesia, pembahasan masalah fraud pada pelayanan
kesehatan merupakan sesuatu yang masih baru. Merriam-Webster Dictionary of Law
memberikan definisi fraud sebagai tindakan, ekspresi, kelalaian, atau menyembunyikan
sesuatu dengan kesalahan representasi suatu fakta material untuk transaksi yang dibuat
dengan kesengajaan melakukan kesalahan,mengabaikan kebenaran untuk mendapatkan
sesuatu yang bernilai atas kerugian orang lain.
Dalam pelaksanaan program jaminan kesehatan, kecurangan (fraud) pada Sistem Jaminan
Kesehatan Nasional yang selanjutnya disebut kecurangan JKN adalah tindakan yang
dilakukan dengan sengaja oleh peserta, petugas BPJS kesehatan, pemberi pelayanan
kesehatan, serta penyedia obat dan alat kesehatan untuk mendapatkan keuntungan finansial
dalam Sistem Jaminan Kesehatan Nasional melalui perbuatan curang yang tidak sesuai
dengan ketentuan. Sistem pembayaran dari BPJS ke rumah sakit melalui klaim berdasarkan
INA-CBG, dimana dalam pembayaran CBG rumah sakit maupun pihak pembayar tidak perlu
lagi merinci tagihan dengan merinci tiap pelayanan yang telah diberikan kepada seorang
pasien. 
Rumah sakit hanya menyampaikan diagnosis pasien waktu pulang dan memasukan kode
CBG untuk diagnosis tersebut. Pada sistem pembayaran ini akan berpotensi muncul
kecurangan atau fraud dimana diagnosis diatur agar besaran CBG didapatkan angka klaim
yang terbesar, hal ini disebut upcoding. Tiga titik kritis yaitu pada pra verifikasi, verifikasi
dan pasca verifikasi. Fraud bisa berawal dari Error (khilaf), Waste (tidak bermanfaat), dan
Abuse (penyalahgunaan).
Pengelompokkan bentuk kecurangan yang berpotensi dilakukan oleh penyedia pelayanan
kesehatan (PPK) seperti:
a. Upcoding berarti berusaha membuat kode diagnosa dan tindakan dari pelayanan
yang ada lebih tinggi atau lebih kompleks dari yang sebenarnya dikerjakan di
institusi pelayanan kesehatan atau sebaliknya. Contoh: Pasien dengan DM tipe 2
dengan komplikasi neuropati, di coding dengan DM tipe 2 dengan berbagai
komplikasi.
b. Phantom Billing berati bagian penagihan dari institusi RS membuat suatu tagihan ke
pihak penyelenggara JKN dari suatu tagihan yang tidak ada pelayanannya.
c. Inflated Bills adalah suatu tindakan membuat tagihan dari suatu pelayanan di RS
menjadi lebih tinggi dari yang seharusnya.
d. Service unbundling or fragmentation adalah suatu tindakan yang sengaja melakukan
pelayanan tidak langsung secara keseluruhan tapi dibuat beberapa kali pelayanan.
Contoh: Pasien dengan patah tulang femur dan memerlukan pemasangan tiga buah
‘pen’, tapi insitusi pelayanan kesehatan melakukan pemasangan dua pen pada rawat
inap pertama dan pen yang lain dipasang kemudian pada periode perawatan
berikutnya.
e. Standart of Care berarti suatu tindakan yang berusaha untuk memberikan pelayanan
dengan menyesuaikan dari tarif INA CBG yang ada, sehingga dikhawatirkan
cenderung menurunkan kualitas dan standar pelayanan yang diberikan. Contoh:
Pasien rawat jalan memerlukan pemeriksaan penunjang namun karena tarif rawat
jalannya tidak mencukupi maka tidak dilakukan pemeriksaan penunjang yang
dibutuhkan.
f. Cancelled Service adalah melakukan pembatalan pelayanan yang rencananya
diberikan dan tetap ditagihkan pada sistem.Contoh : Pasien yang direncanakan untuk
dilakukan operasi kemudian karena beberapa hal tidak jadi dilakukan namun
tindakan operasi tersebut tetap ditagihkan .
g. No Medical Value adalah melakukan suatu layanan kesehatan yang tidak
memberikan manfaat untuk pemeriksaan dan penatalaksanaan pasien .Contoh :
Pasien dilakukan pemeriksaan penunjang yang tidak diperlukan.
h. Unnecessary Treatment berarti melakukan suatu pengobatan atau pemberikan
layanan kesehatan yang tidak dibutuhkan dan tidak diperlukan oleh pasien. Contoh:
Pasien dilakukan operasi appendectomy padahal tidak memerlukan operasi tersebut.
i. Length of Stay adalah melakukan perpanjangan masa rawat inap di institusi
pelayanan kesehatan untuk mencapai tarif penggantian yang lebih tinggi. Contoh 
Pasien di ICU yang memerlukan ventilator kurang dari 36 jam tapi masa rawat
inapnya dibuat lebih lama lebih dari 72 jam agar mendapatkan tarif yang lebih
tinggi.
j. Keystroke mistake adalah kesalahan yang dilakukan dengan sengaja dalam
penginputan penagihan pasien dalam sistem tarif untuk mencapai penggantian tarif
yang lebih tinggi. Contoh : Pasien rawat jalan diinput dengan rawat inap agar
mendapatkan penggantian yang lebih tinggi.
 
Pada kedokteran Okupasi sendiri hal yang mungkin terjadi terkait fraud adalah:
Error (khilaf) merupakan bentuk kesalahan yang tidak disengaja yang dapat menimbulkan
kerugian, pada kasus kedokteran okupasi salah satu benuk error adalah pada contoh kasus
adanya kesalahan dalam menuliskan kode diagnostic yang tidak disengaja (pasien dengan
diagnosa Carpal Tunnel Syndrome Kode ICD X: G56.0 tertulis menjadi G55.1 yang berarti
diagnosis Laminectomy)

Waste (tidak bermanfaat) merupakan suatu keputusan ataupun tindakan yang diberikan dalam
asuhan medis yang tidak bermanfaat, contoh kasus dalam kedokteran okupasi adalah dalam
menegakkan diagnosis, pasien diminta untuk melakukan pemeriksaan penujang yang tidak
diperlukan (pada pasien asma curiga pajanan fisik, pasien tersebut dilakukan pemeriksaan
MRI)
Abuse (penyalahgunaan) dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan tidak mengikuti standar
pelayanan kedokteran yang mengakibatkan adanya biaya yang tidak diperlukan, contoh kasus
dalam kedokteran okupasi adalah tidak adanya clinical pathway yang diterapkan dilayanan
kesehatan (pada pasien dengan kecurigaan dry eye syndrome  akibat pajanan fisik dari layar
monitor dilakukan pemeriksaan spirometry, audiometri, dll,) sehingga prosedur pemeriksaan
dalam menegakkan diagnosis klinis cenderung melebar

Fraud (kecurangan) kecurangan dapat berdiri sendiri ataupun berdasarkan dari ketiga hal
tersebut diata (error,waste,abuse) yang paling sering dilakukan adalah upcoding. Contoh
dalam kedokteran Okupasi adalah pada pasien dengan dry eye syndrome akibat pajanan fisik
monitor computer, ditambahkan diagnosis nya dengan Carpal Tunnel Syndrome sehingga
menjadi dua diagnosis yang berbeda, padahal pasien tidak mengeluhkan apapun terkait
Carpal Tunnel Syndrome.

6. Buatlah sketsa Aktor sketsa medik

7. Silakan membuat/cari kasus atau silakan buat kasus hipotetik di bidang spesialisasi
saudara yang dapat menggambarkan analisis posisi hukum sebagaimana 4 slide diatas
Tuan A, laki-laki, 50 tahun, bekerja di PT. X, yang bergerak di bidang penambangan dan
ekspor batu bara ke Amerika Serikat.  Tuan A datang ke klinik kerja dengan keluhan batuk
disertai rasa sulit bernapas sejak 1 bulan yang lalu. Dokter Spesialis Okupasi kemudian
melakukan anamnesis dan ditemukan bahwa Tuan A telah bekerja selama 30 tahun di PT. X
sebagai penambang batu bara tanpa penggunaan alat perlindungan diri karena tidak ada
penyediaan dari perusahaan. Tuan A memiliki riwayat merokok 1 bungkus rokok setiap
harinya selama bekerja. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil bunyi wheezing di kedua
lapang paru. Dokter Spesialis Okupasi kemudian melakukan pemeriksaan penunjang
radiologis dan pemeriksaan fungsi paru. Pada pemeriksaan fungsi paru didapatkan nilai
FEV1/FVC pada 43% dan pada pemeriksaan radiologis didapatkan hasil bacaan
pneumoconiosis. Dokter Spesialis Okupasi kemudian menindaklanjuti dengan melakukan
pemeriksaan lanjutan pada lingkungan kerja dan lingkungan pribadi Tuan A untuk menilai
pajanan dan faktor-faktor yang mungkin berperan. Setelah dilakukan pemantauan, Dokter
Spesialis Okupasi menetapkan diagnosis Penyakit Akibat Kerja pada Tuan A dan
melaporkannya kepada Kementerian Tenaga Kerja. Pekerja juga diminta untuk berobat dan
dilakukan pemeriksaan ulang 2 minggu lagi. Pada pemeriksaan ini pekerja dinyatakan tidak
dapat bekerja kembali (unfit to work) karena fungsi pernafasan yang telah sangat turun dan
Dokter Spesialis Okupasi menyarankan PT. X untuk memberikan pensiun dini kepada Tuan
A. Pelaporan dan rekomendasi ini berdampak pada kegiatan ekspor produk PT. X, dimana
kegiatan ekspor menjadi terhenti karena ada ditemukannya case fatality pada Perusahaan.
Manajemen PT. X yang mengetahui hal ini kemudian melaporkan Dokter Spesialis Okupasi
secara perdata dan pidana kepada Kepolisian karena melakukan kesalahan diagnosa dan
mencemarkan nama baik PT. X.

8. Dari tugas 7 contreng semua check list yang relevan dari kasus tugas nomor 7
Medicolegal checklist

Hukum Administrasi / Disiplin Medik YES NO


sertifikat kompetensi PDSp 🗸
Surat tanda registrasi (spesialis) - KKI 🗸
STR - kompetensi tambahan (subspesialis) 🗸
STR PPDS - KKI 🗸
Surat Ijin Praktik =<3 TP - PTSP, Dinkes 🗸
surat rekomendasi IDI 🗸
Surat Kewenangan Klinis Direktur RS/ Klinik 🗸
Kedaluwarsaan atau tidak berlaku lagi semua 🗸
Standar pelayanan medik/SPO- direktur RS 🗸
standar asuhan keperawatan - dir RS 🗸
Panduan praktik klinis - Dir RS (turunan dari PNPK -
Menkes) 🗸
standar perilaku RS - Dir Rs 🗸
Surat eligibilitas peserta JKN 🗸
Kriteria kelengkapan >< malpraktek (D1-) 🗸

Ye
Pembelaan : Buktikan satu unsur kelalaian (D1,2,3,4) tidak ada s No
alasan pembenaran dapat diterima 🗸
risiko medik : unforeseeability 🗸
risiko medik (minimal, tidak parah) : laik bayang, tak terhindarkan,
terperhitungkan, terkendalikan 🗸
risiko tak terhindarkan, satu satunya jalan 🗸
perjalanan penyakit/komplikasi : tak mungkin dicegah atau dihindarkan 🗸
alasan pemaaf : tekanan situasi- kondisi darurat/life saving 🗸
limited resouces, nilai manfaat tak tergantikan (harus dilakukan saat itu juga) 🗸
kontribusi pasien 🗸

Kelemahan : Sesuatu Laik cegah Yes No


Kekeliruan Medik 🗸
Pengobatan substandar 🗸
Monitoring tidak/kurang memadai. 🗸
Kurang waspada : Rutinitas- KTD yang Langka 🗸
Penilaian yang tidak/kurang memadai 🗸
Pengobatan/Diagnosis yang tidak perlu, tidak dilakukan 🗸
Komunikasi Jelek 🗸
Sistem keselamatan pasien dilanggar 🗸
Gangguan pada lingkungan kerja 🗸

Kelemahan : Sesuatu tak dapat dicegah Yes No


Kurangnya pendokumentasian rekam medik 🗸
tak adanya pendokumentasian rekam medik 🗸
perawatan/asuhan medis yang sulit
(kompleks) 🗸
Kondisi pasien yang sulit (Kompleks) 🗸

Ye
Hukum Internal Rumah Sakit s No
Peraturan RS : Statuta RS
Peraturan internal RS : HBL & Medical Staff Bylaws 🗸
PNPK 🗸
Ketentuan Clinical pathway/INA-CBG 🗸
MOU/PKS (kontrak profesi) DR-RS 🗸
Peraturan RS/Direksi : wajib asuransi profesi 🗸
Peraturan Dir/Komdik - ttg rawat bersama , response time, on
site 🗸
Peraturan Dir/RS - Daftar DR jaga, pengganti 🗸

Ye
Pedoman lain-lain s No
Dokumen konsensus internal mutakhir:
Panduan monitoring data diagnosis dan terapi 🗸
Panduan diagnosis dan terapi pasien risiko
tinggi 🗸
Dokumen konsensus lintas spesialis 🗸
Kode disiplin, kode etik idi, fatwa etik 🗸
Pedoman perilaku RS (code of conduct) 🗸
Keputusan PN/PT/MA MK 🗸
Keputusan MKDKI, MKEK, DPK, dan lain-lain 🗸

Pedoman analisis: Dini Yes No


Identifikasi insight/potensi keluhan/Pokok
pengaduan 🗸
Ketegori motivasi aduan/keluhan pasien 🗸
Upaya pembelaan anggota IDI 🗸
Celetukan beracun TS lain 🗸
Kelalaian nyata (gross negligence) 🗸
Tertinggalnya benda asing (dokrin les ipsa loquitur), 🗸
salah potong/operasi 🗸
Fakta medikolegal Substansial: 🗸
Faktor Pengalih Patofis/Risiko Medik 🗸

Pedoman Analisis: Administratif Yes No


Status administrasi teradu (ijin praktek anggota POGI validitas kewenangan
klinik) 🗸

Status kerja di RS: kontrak, paruh waktu, purna waktu, dll 🗸


Masuk kategori dokter bermasalah? 🗸
Adakah fenomena The slippery slope? (disotomi dokter) 🗸
Validasi asuransi profesi 🗸
Dukungan/rapport dengan peer group 🗸

Ye
Analisis Kasus s No
Diagnosis atau indikasi medik (tepatkah tujuannya?) 🗸
Adakah penyimpangan atau perluasan (peran peer review/second opinion, adakah
kesengajaan: teori fried / white collar crime ditunjang oleh pertanggung jawaban
pidana). 🗸
Konteks-situasi: gawat? darurat? (ingat etika situasi); 🗸
kasus sulit atau biasa? perubahan situasi: dari elektif menjadi segera? Ketiadaan
alat/obat/dokter? 🗸

analisis kasus diagnosis Yes No


Upaya penegakan diagnosis keseluruhan dan sistematis (SOAP) 🗸

Kepatuhan, ketelitian atau kehati-hatian dalam penegakan diagnosis : evidence 🗸


kelaziman (best practice): substandar, overstadar 🗸

delegasi: kompetensi pelaksana lapangan (bidan / perawat) bawahan 🗸

analisis kasus prognosis Yes No


foreseeabilty yang lazim = “can it causality” → disease rate 🗸

avoidability = “will it causality” → persiapan antisipatif risiko tsb pada kasus 🗸


sistem rujukan kemana 🗸
kontrak dengan pusat rujukan 🗸
kondisi khusus pasien : alergi, imunolgi, kompromais 🗸
kontraindikasi 🗸

analisis kasus terapi Yes No


mekanisme kontrol akurasi (alat, SOP, penunjang lain,
sitem) 🗸
rawat bersama : captain of the ship 🗸
kompetensi dan inkapasitas pelaksana 🗸
product liability : daluwarsa, insert warning 🗸
deteksi dini penyulit durante tindakan? = superseding cause 🗸
tepatkah (kategori,cara) simpul penyulit 🗸
modalitas / alternatif terapi 🗸

Ye
Analisis kasus : komunikasi informasi s No
setelah yang umum : masih perlu informed consent 🗸
khusus(form kasus spesifik) 🗸
adakah mispersepsi/mitos?contextual features 🗸
(anak mahal, dll)+quality of life 🗸
Keluasan info : Reasoneable person or DR’s standard? 🗸

Perubahan status medik (situasi) : kegawatan/kedaruratan 🗸


Biaya + syarat peserta asuransi 🗸
Proxy+spouse consent? 🗸

Analisis kasus : hambatan/gangguan proses medis (diagnosis, prognosis,terapi) Yes No


Pasien non otonom : anak/uzur 🗸
pasien tak mampu 🗸
adakah iatrogenik/resiko 🗸
adakah andil kesalahan pasien /keluarganya 🗸
Miskomunikasi/tidak puas ec rusak harapan 🗸
dilema etik/konfliketikolegal persisten 🗸
Evaluasi checkpoin pengelolaan 🗸
Evaluasi on going “did it causality” 🗸

Kategori umum kasus Yes No


putih/abu-abu/hitam 🗸
Penyingkiran masalah litigious legal procedure 🗸
-> BHP2A, asuransi profesi 🗸
Pengedepanan pembelaan terbatas 🗸
Rencana pendisiplinan 🗸

Kordinasi dengan dewan kehormatan PDSp, MKEK/MDTK, dll 🗸


saksi ahli “pencerah” (pemahaman) 🗸
sahli “selingkung” untuk menera normalitas 🗸
pembenar, pemaaf, kesempatan bela 🗸

9. Apa refleksi saudara tentang medikolegal dan hukum kedokteran Dari tugas
sebelumnya?
Medikolegal adalah suatu ilmu terapan yang melibatkan dua aspek ilmu yaitu  medico yang
berarti ilmu kedokteran dan legal yang berarti ilmu hukum. Medikolegal berpusat pada
standar pelayanan medis dan standar pelayanan operasional dalam bidang kedokteran dan
hukum – hukum yang berlaku pada umumnya dan hukum – hukum yang bersifat khusus
seperti kedokteran dan kesehatan pada khususnya. Keberhasilan suatu tindakan medik tidak
hanya bergantung kepada kompetensi dokter dan stafnya, melainkan juga bergantung kepada
ketersediaan peralatan dan waktu, keadaan penyakitnya, faktor-faktor lingkungan, kepatuhan
pasien, serta faktor konstitutif pasien itu sendiri.

Masyarakat saat ini semakin kritis tentang hak-haknya dalam bidang hukum, pelayanan
medis, jasa asuransi, kelalaian medik dan lainnya. Tuntutan hukum pun sering terjadi karena
pelayanan medis yang tidak memuaskan. Namun yang sering jadi masalah, apakah tuntutan
dan klaim tersebut dibuat dengan benar, apakah penyebab kondisi korban sesuai dengan
penyebab yang dituduhkan atau hal-hal yang diperjanjikan dalam polis asuransi. Disiplin
kedokteran tidak sama dengan cara pandang disiplin hukum dan keduanya tidak dapat dipakai
secara langsung untuk menyelesaikan masalah.

Hubungan dokter-pasien merupakan hubungan yang bersifat kontrak berdasar upaya dan
bukannya kontrak berdasar hasil. Perkembangan etik medikolegal yang awalnya berpijak
pada 3 pilar yaitu rahasia kedokteran, rekam medis dan informed consent, pada saat ini telah
jauh berkembang. Medikolegal mulai menilai bahwa tidak cukup niat baik saja dalam
menjalankan praktik kedokteran, akan tetapi niat baik juga harus diiringi dengan tindakan
yang baik juga
Melihat dari sisi hubungan hukum antara dokter dengan pasien dapat terjadi karena dua hal,
yakni hubungan karena kontrak (terapeutik) dan hubungan karena undang-undang. Hubungan
antara dokter dengan pasien dalam transaksi “terapeutik” didasari oleh dua macam hak asasi
manusia, dengan demikian keberadaan hubungan antara dokter dengan pasien, baik ditinjau
dari sudut hukum maupun aspek pelayanan kesehatan, tidak terlepas dari hak asasi manusia
yang melekat dalam diri manusia, khususnya hak untuk menentukan nasib sendiri dan hak
untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Hubungan kontrak, dokter dan pasien telah
dianggap sepakat melakukan perjanjian apabila dokter telah memulai tindakan medis
terhadap pasien, sedangkan hubungan karena undang-undang muncul karena kewajiban yang
dibebankan pada dokter. 

Sengketa medik merupakan perselisihan yang timbul akibat hubungan hukum antara dokter
dengan pasien dalam upaya melakukan penyembuhan. Penyebab terjadinya sengketa antara
dokter dengan pasien adalah jika timbul ketidakpuasan pasien terhadap dokter dalam
melaksanakan upaya pengobatan. Ketidakpuasan ini dikarenakan adanya dugaan kesalahan
atau kelalaian dokter dalam melaksanakan tugasnya sehingga menyebabkan kerugian pada
pihak pasien. 

Kasus medicolegal/ sengketa medik adalah sebuah kasus hukum yang memerlukan keahlian
medis dalam penyelesaiannya. Pada sengketa medik, terdapat perbedaan sudut pandang
antara dokter dan pasien, dimana keduanya merasa benar dan pihak lain adalah yang salah.
Dua sudut pandang ini sebenarnya dapat dilakukan pendekatan, sehingga jarak ekstrim antara
kedua argumentasi tersebut dapat lebih dekat. Tidak jarang hal ini terjadi disebabkan oleh
komunikasi dan informasi yang tidak adekuat antara kedua pihak. Seringkali sebab terjadinya
sengketa medik karena informasi medik yang kurang lengkap, terlambat disampaikan, atau
bahkan salah memberikan informasi sehingga berimbas pada tindakan medis yang dilakukan.

Berdasarkan perangkat peraturan dan prosedur penyelesaian sengketa yang ada saat ini,
sengketa medik dapat diselesaikan melalui jalur hukum maupun jalur etika. Dari jalur hukum,
bisa melalui Hukum Perdata, Hukum Pidana, ataupun Hukum Perlindungan Konsumen. Dari
jalur etika, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran telah
mengamanatkan pembentukan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)
yang bertugas memeriksa dan memutuskan pengaduan atas kasus dugaan pelanggaran
disiplin dokter dan dokter gigi. Ada juga Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) yang
dibentuk oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk menengakkan etika profesi kedokteran.

Sebelum memilih jalur mana yang akan digunakan oleh pasien dalam menyelesaikan
permasalahannya terkait sengketa medik, pasien diharapkan dapat meninjau terlebih dahulu
kelebihan dan kekurangan dari masing-masing jalur. Pasien atau jaksa penuntut umum dalam
Peradilan Pidana kesulitan dalam membuktikan adanya kesalahan yang dilakukan oleh dokter
karena keawamannya terhadap teknik medis. Dalam dunia kedokteran dikenal dengan adanya
“risiko medis”, yaitu kemungkinan terjadinya suatu hal yang tidak diinginkan oleh pasien
maupun dokter dalam rangkaian proses tindakan medis baik dari risiko cidera, cacat, hingga
kematian. Bahkan risiko medis juga dapat terjadi pada tempat fasilitas pengobatan, misalnya
rumah sakit, klinik, apotek, dll. Selama dokter sudah menerapkan Standar Operasional
Pelayanan (SOP) dengan benar, maka risiko medis yang terjadi tidak dapat disalahkan kepada
dokter. Sebagai contoh seorang pasien yang memiliki kondisi kesehatan tertentu atau alergi
tertentu, dimana sebelumnya tidak mengetahui kondisi tersebut sedangkan dokter juga sudah
menerapkan SOP dengan menanyakan dan melakukan serangkaian tindakan medis pra-
operasi tidak bisa disalahkan jika kemudian terjadi kondisi medis pasien mengalami syok
anafilaktik atau reaksi alergi yang dapat menyebabkan shock dan kematian.

Hal yang terpenting dalam perjanjian terapeutik adanya informasi dari kedua belah pihak
yang merupakan hak dan kewajiban masing-masing sebagailandasan untuk melaksanakan
tindakan medis. Pelanggaran terhadap KODEKI ada yang merupakan pelanggaran etik saja,
ada pula yang merupakan pelanggaran etik sekaligus pelanggaran hukum. Kedua belah pihak
perlu memahami hak dan kewajiban masing-masing dalam menjalankan proses hubungan
dokter dokter-pasien.dalam menjalankan praktik/Tindakan kedokteran, seorang dokter perlu
memahami standar minimal kompentensi yang diperlukan, SOP yang diterapkan, serta
atruran-aturan lain yang berlaku. Seorang pasien juuga perlu memahami adanya risiko medis
yang dapat terjadi dalam setiap praktik/Tindakan kedokteran. Komunikasi yang baik dan
adekuat antara kedua pihak dapat mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan serta
ketidakpuasan pasien yang dapat menimbulkan sengketa medik

Anda mungkin juga menyukai