Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/ atau faktor non alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. (Definisi
bencana menurut UU No. 24 tahun 2007). Bencana merupakan
pertemuan dari tiga unsur, yaitu ancaman bencana, kerentanan, dan
kemampuan yang di picu oleh suatu kejadian.
Posisi geografis menyebabkan Indonesia berada pada belahan bumi
dengan iklim monsoon tropis yang sangat sensitif terhadap anomali
iklim El-Nino Southern Oscillation (ENSO). ENSO menyebabkan
terjadinya kekeringan apabila kondisi suhu permukaan laut di Pasifik
Equator bagian tengah hingga timur menghangat (El Nino).
B. Karakteristik Dasar Kekeringan
Kekeringan adalah keadaan kekurangan pasokan air pada suatu daerah
dalam masa yang berkepanjangan (beberapa bulan hingga bertahun-
tahun). Biasanya kejadian ini muncul bila suatu wilayah secara terus-
menerus mengalami curah hujan di bawah rata-rata. Musim kemarau
yang panjang akan menyebabkan kekeringan karena cadangan air tanah
akan habis akibat penguapan (evaporasi), transpirasi, ataupun
penggunaan lain oleh manusia.
Kekeringan dapat menjadi bencana alam apabila mulai menyebabkan
suatu wilayah kehilangan sumber pendapatan akibat gangguan pada
pertanian dan ekosistem yang ditimbulkannya. Dampak ekonomi dan
ekologi kekeringan merupakan suatu proses sehingga batasan
kekeringan dalam setiap bidang dapat berbeda-beda. Namun demikian,
suatu kekeringan yang singkat tetapi intensif dapat pula menyebabkan
kerusakan yang signifikan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat di simpulkan rumusan
masalah berikut dalam penyusunan makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan kekeringan ?
2. Apa saja tanda-tanda kekeringan ?
3. Apa saja faktor penyebab kekeringan ?
4. Bagaimana dampak kekeringan baik fisik maupun non fisik ?
5. Bagaimana usaha untuk mitigasi untuk menangani bencana
kekeringan baik pra bencana saat bencana dan pasca bencana ?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat disimpulkan tujuan dalam
penyususnan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan kekeringan.
2. Untuk mengetahui tanda-tanda terjadinya kekeringan.
3. Untuk mengetahui faktor penyebab kekeringan.
4. Untuk mengetahui dampak kekeringan baik fisik maupun non
fisik.
5. Untuk mengetahui usaha mitigasi untuk menangani bencana
kekeringan baik pra bencana, saat terjadi bencana, dan pasca bencana.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kekeringan
Posisi geografis menyebabkan Indonesia berada pada belahan bumi
dengan iklim monsoon tropis yang sangat sensitif terhadap anomali
iklim El-Nino Southern Oscillation (ENSO). ENSO menyebabkan
terjadinya kekeringan apabila kondisi suhu permukaan laut di Pasifik
Equator bagian tengah hingga timur menghangat (El Nino).
Berdasarkan analisis iklim 30 tahun terakhir menunjukkan bahwa, ada
kecenderungan terbentuknya pola iklim baru yang menyebabkan
terjadinya perubahan iklim. Dampak terjadinya perubahan iklim
terhadap sektor pertanian adalah bergesernya awal musim kemarau
yang menyebabkan berubahnya pola tanam karena adanya kekeringan.
B.Tipe bencana Kekeringan
Kekeringan adalah keadaan kekurangan pasokan air pada suatu daerah
dalam masa yang berkepanjangan (beberapa bulan hingga bertahun-
tahun). Biasanya kejadian ini muncul bila suatu wilayah secara terus-
menerus mengalami curah hujan di bawah rata-rata. Musim kemarau
yang panjang akan menyebabkan kekeringan karena cadangan air tanah
akan habis akibat penguapan (evaporasi), transpirasi, ataupun
penggunaan lain oleh manusia.
Menurut Shelia B. Red (1995) kekeringan didefinisikan sebagai
pengurangan persediaan air atau kelembaban yang bersifat sementara
secara signifikan di bawah normal atau volume yang diharapkan untuk
jangka waktu khusus. Dampak kekeringan muncul sebagai akibat dari
kekurangannya air, atau perbedaan-perbedaan antara permintaan dan
persediaan air.
Menurut Shelia B. Red (1995) kekeringan bisa dikelompokan
berdasarkan jenisnya yaitu:
1. Kekeringan meteorologis, berasal dari kurangnya curah hujan dan
didasarkan pada tingkat kekeringan relatif terhadap tingkat kekeringan
normal atau rata–rata dan lamanya periode kering. Perbandingan ini
haruslah bersifat khusus untuk daerah tertentu dan bisa diukur pada
musim harian dan bulanan, atau jumlah curah hujan skala waktu
tahunan. Kekurangan curah hujan sendiri, tidak selalu menciptakan
bahaya kekeringan.

2. Kekeringan hidrologis mencakup mencangkup berkurangnya sumber–


sumber air seperti sungai, air tanah, danau dan tempat–tempat
cadangan air. Definisinya mencangkup data tentang ketersediaan dan
tingkat penggunaan yang dikaitkan dengan kegiatan wajar dari sistem
yang dipasok (sistem domestik, industri, pertanian yang menggunakan
irigasi). Salah satu dampaknya adalah kompetisi antara pemakai air
dalam sistem–sistem penyimpanan air ini.

3. Kekeringan pertanian adalah dampak dari kekeringan meteorologi


dan hidrologi terhadap produksi tanaman pangan dan ternak.
Kekeringan ini terjadi ketika kelembapan tanah tidak mencukupi untuk
mempertahankan hasil dan pertumbuhan rata-rata tanaman. Kebutuhan
air bagi tanaman, bagaimanapun juga, tergantung pada jenis tanaman,
tingkat pertumbuhan dan sarana- sarana tanah. Dampak dari
kekeringan pertanian sulit untuk bisa diukur karena rumitnya
pertumbuhan tanaman dan kemungkinan adanya faktor–faktor lain yang
bisa mengurangi hasil seperti hama, alang–alang, tingkat kesuburan
tanah yang rendah dan harga hasil tanaman yang rendah.
4. Kekeringan sosioekonomi berhubungan dengan ketersediaan dan
permintaan akan barang–barang dan jasa dengan tiga jenis kekeringan
yang disebutkan diatas. Ketika persediaan barang–barang seperti air,
jerami atau jasa seperti energi listrik tergantung pada cuaca,
kekeringan bisa menyebabkan kekurangan. Konsep kekeringan
sosioekonomi mengenali hubungan antara kekeringan dan aktivitas–
aktivitas manusia. Sebagai contoh, praktek–praktek penggunaan lahan
yang jelek semakin memperburuk dampak–dampak dan kerentanan
terhadap kekeringan di masa mendatang.

C.Tanda-Tanda Umum Kekeringan

Gejala terjadinya kekeringan adalah sebagai berikut:


1. Kekeringan berkaitan dengan menurunnya tingkat curah hujan
dibawah normal dalam satu musim. Pengukuran kekeringan
Meteorologis merupakan indikasi pertama adanya bencana kekeringan.
2. Tahap kekeringan selanjutnya adalah terjadinya kekurangan
pasokan air permukaan dan air tanah. Kekeringan ini diukur
berdasarkan elevasi muka air sungai, waduk, danau dan air tanah.
Kekeringan Hidrologis bukan merupakan indikasi awal adanya
kekeringan.
3. Kekeringan pada lahan pertanian ditandai dengan kekurangan
lengas tanah (kandungan air di dalam tanah) sehingga tidak mampu
memenuhi kebutuhan tanaman tertentu pada periode waktu tertentu
pada wilayah yang luas yang menyebabkan tanaman menjadi kering
dan mengering.
D. Faktor – Faktor Terjadinya Kekeringan
Faktor-faktor penyebab terjadinya bencana kekeringan:
1. Lapisan tanah tipis
Dengan lapisan tanah yang tipis, air hujan yang terkandung dalam
tanah tidak akan bertahan lama. Hal ini dapat terjadi karena air akan
lebih cepat mengalami penguapan oleh panas matahari. Biasanya
bencana kekeringan sering terjadi di daerah pegunungan kars, karena
di daerah ini memiliki lapisan tanah atas yang tipis.
2. Air tanah dalam
Air hujan yang jatuh pada saat musim penghujan, akan meresap jauh
ke dalam lapisan bawah tanah mengingat selain hanya mampu
menyimpan air dengan intensitas yang terbatas, tanah juga tidak
mampu menyimpan air dengan jangka waktu yang lebih lama.Hal ini
menyebabkan aliran-aliran air di bawah tanah (sungai bawah tanah)
yang dalam, sehingga tanaman tidak mampu menyerap air pada saat
musim kemarau, karena akar yang dimiliki tidak mampu
menjangkaunya. Air tanah yang dalam menyebabkan sumber-sumber
mata air mengalami kekeringan di musim kemarau, karena air yang
terdapat jauh di bawah lapisan tanah tidak mampu naik, sehingga
kalaupun ada sumber mata air yang tidak mengalami kekeringan pada
musim kemarau, itu jumlahnya terbatas.
3. Tekstur tanah kasar
Tekstur tanah yang kasar, tidak mampu menyimpan air dengan jangka
waktu yang lama. Karena air hujan yang turun akan langsung
mengalir ke dalam, karena tanah tidak mampu menahan laju air. Di
lain sisi, air yang terkandung dalam tanah yang memiliki tekstur yang
kasar akan mengalami penguapan relatif lebih cepat, karena rongga-
rongga tanah jelas lebih lebar dan sangat mendukung terjadinya proses
penguapan.
4. Iklim
Dalam hal ini iklim berkaitan langsung dengan bencana kekeringan.
Keadaan alam yang tidak menentu akan berpengaruh terhadap kondisi
iklim yang terjadi. Sehingga mengakibatkan perubahan musim.
Misalnya: Akibat perubahan kondisi iklim, menyebabkan musim
kemarau berjalan lebih lama daripada musim penghujan, dengan
musim kemarau yang lebih lama tentunya akan memungkinkan
terjadinya bencana kekeringan. Karena kebutuhan air kurang terpenuhi
di musim kemarau.
5. Vegetasi
Vegetasi juga mempunyai andil terhadap terjadinya kekeringan .Jenis
vegetasi tertentu seperti ketela pohon yang menyerap air tanah dengan
intensitas yang lebih banyak,daripada tanaman lain, tentunya akan
sangat menguras kandungan air dalam tanah. Dan lebih parahnya,
penanaman ketela pohon banyak terjadi di daerah pegunungan karst
yang rawan akan bencana kekeringan. Vegetasi lain yang dapat
memicu kekeringan adalah tanaman bambu. Bambu memiliki struktur
yang sangat rumit, dan menutupi permukaan tanah (lapisan tanah atas)
di sekitar bambu itu tumbuh. Sehingga kemungkinan tanaman lain
untuk tumbuh sangat kecil. Dengan demikian tanaman yang seharusnya
berfungsi untuk menyimpan air tidak ada atau terbatas jumlahnya.
6. Topografi
Topografi atau tinggi rendah suatu daerah sangat berpengaruh terhadap
kandungan air tanah yang dimiliki. Biasanya daerah yang rendah akan
memiliki kandungan air tanah yang lebih banyak daripada di daerah
dataran tinggi. Hal ini disebabkan karena air hujan yang diserap oleh
tanah akan mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah.
Oleh karena itu air akan lebih banyak terserap oleh tanah di dataran
yang lebih rendah. Dengan kata lain.di dataran tinggi kemungkinan
terjadi bencana kekeringan lebih besar daripada di dataran rendah.
Karena dataran tinggi tidak mampu menyimpan air lebih lama.

E . Dampak Kekeringan
1. Fisik
a. Kerusakan terhadap habitat spesies ikan dan binatang.
b. Erosi-erosi angin dan air terhadap tanah.
c. Kerusakan spesies tanaman.
d. Pengaruh-pengaruh terhadap kualitas air (salinisasi).
e. Pengaruh-pengaruh terhadap kualitas udara (debu, polutan,
berkurangnya daya pandang).
f. Kekeringan juga menjadikan tanah menjadi mengeras dan retak-
retak, sehingga sulit untuk dijadikan lahan pertanian.
g. Keadaan suhu siang hari pada saat kekeringan akibat musim
kemarau menjadikan suhu udara sangat tinggi dan sebaliknya pada
malam hari suhu udara sangat dingin. Perbedaan suhu udara yang
berganti secara cepat antara siang dan malam menyebabkan terjadinya
pelapukan batuan lebih cepat.
2. Non fisik
a. Ekonomi
1) Kerugian-kerugian produksi tanaman pangan, susu, ternak, kayu,
dan perikanan.
2) Kerugian pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional.
3) Kerugian pendapatan petani dan lain-lain yang terkena secara
langsung.
4) Kerugian-kerugian dari bisnis turisme dan rekreasi.
5) Kerugian pembangkit listrik tenaga air dan meningkatkan biaya-
biaya energi.
6) Kerugian-kerugian yang terkait dengan produksi pertanian.
7) Menurunya produksi pangan dan meningkatnya harga-harga
pangan.
8) Pengangguran sebagai akibat menurunnya produksi yang terkait
dengan kekeringan.
9) Kerugian-kerugian pendapatan pemerintah dan meningkatnya
kejenuhan pada lembaga-lembaga keuangan.
b. Sosial Budaya
1) Saat terjadi kekeringan, tanah menjadi kering dan pasir lembut
atau debu mudah terbawa angin. Hal ini menyebabkan debu ada
dimana, sehingga menimbulkan banyak gejala penyakit yang
berhubungan dengan pernafasan. Banyak orang yang akan sakit flu
dan batuk.
2) Pengaruh-pengaruh kekurangan pangan ( kekurangan gizi,
kelaparan).
3) Hilangnya nyawa manusia karena kekurangan pangan atau kondisi-
kondisi yang terkait dengan kekeringan.
4) Konflik di antara penggunan air.
5) Masalah kesehatan karena menurunnya pasokan air.
6) Ketidakadilan dalam distribusi akibat dampak-dampak kekeringan
dan bantuan pemulihan.
7) Menurunnya kondisi-kondisi kehidupan di daerah pedesaan.
8) Meningkatnya kemiskinan, berkurangnya kualitas hidup.
9) Kekacauan social, perselisihan sipil.
10) Pengangguran meningkat, karena yang tadinya bertani kehilangan
mata pencaharian.
11) Migrasi penduduk untuk mendapatkan pekerjaan atau bantuan
pemulihan,banyaknya TKI (tenaga kerja indonesia) yang memilih
keluar negeri.
c. Politik
Pemerintah harus bekerja keras untuk membuat kebijakan
penanggulangan bencana kekeringan. Badan khusus penanggulangan
bencana juga harus dibentuk, seperti yang sudah dibentuk di Indonesia
yaitu BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana).

F. penangganan khusus emergency

Musim kemarau yang terjadi di Indonesia beberapa bulan belakangan


ini mulai berdampak kepada masyarakat. Badan Meteorologi
Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi kondisi ini akan
terus terjadi sampai akhir September, dan hujan baru akan terjadi pada
Oktober dan November. Menurut Dr.-Ing. Ir. Agus Maryono, dosen
Magister Teknik Sipil UGM, masalah kekeringan sesungguhnya dapat
diselesaikan dengan merubah budaya masyarakat dan beberapa pihak
terkait. Budaya tersebut antara lain dengan mempersiapkan diri
menghadapi bencana kekeringan.
Belum membudayanya kegiatan "memanen" dan "menabung" air hujan
oleh masyarakat dan pemerintah/ pemerintah daerah ini menjadikan
tidak adanya persediaan air di masyarakat di saat musim kemarau.
Ketidaksiapan masyarakat inilah yang menimbulkan penderitaan
kekeringan di berbagai daerah."Karena itu, gerakan "memanen" dan
"menabung" air hujan mestinya bisa menjadi suatu gerakan, gerakan
masyarakat menghadapi bencana kekeringan dan bukan selalu
bergantung pada pemerintah," katanya, di ruang rapat Humas dan
Protokol UGM, Rabu (20/9) dalam jumpa pers bertema Menangani
Masalah Kekeringan, Banjir dan Kerusakan Lingkungan.Penyelesaian
masalah kekeringan melalui "memanen" dan "menabung" air hujan
sekaligus meningkatkan kesiapan masyarakat menghadapi bencana
kekeringan, menurut Agus Maryono, dapat dilakukan secara preventif
(sebelum terjadi kekeringan) dan kuratif (saat terjadi kekeringan). Cara
preventif merupakan upaya antisipasi dan melakukan persiapan di saat
musim penghujan sebelumnya.emergency misalnya dengan mencari
sumber-sumber air, menunggu droping air dan membeli air dan
sebagainya."Jika hanya cara kuratif yang dijalankan maka hal ini
memperlihatkan ketidaksiapan masyarakat menghadapi kekeringan.
Apalagi, masyarakat sudah terbiasa dengan menerima bantuan droping
air, membeli air dan lain-lain, Beberapa cara preventif "memanen" dan
"menabung" air hujan saat musim hujan, diantaranya dengan
menampung air hujan dengan PAH, memasukkan air hujan ke sumur-
sumur resapan sebanyak-banyaknya dan membuat ekodrainase dengan
jargon TRAP (Tampung, Resapkan, Alirkan dan Pelihara). Sementara
cara kuratif dengan mencari sumber air/mata air yang masih tersisa di
sumber-sumber air sepanjang sungai, sumber air pada sungai bawah
tanah, sumber air pada sekitar danau, telaga dan situ, sumber air
sekitar rawa, sumber air pada daerah sekitar dan sepanjang saluran
irigasi dan drainase.
Agus Maryono yakin dengan melakukan pengelolaan air hujan yang
baik dapat meningkatkan kualitas lingkungan disamping mengurangi
bencana banjir dan kekeringan. Karena itu, semua ini diharapkan
menjadi gerakan yang dapat memberdayakan masyarakat."Upaya
pengurangan risiko bencana kekeringan dengan mengelola atau
"memanen" air hujan merupakan upaya nyata mencegah banjir dan
mencegah penurunan kualitas air tanah dan permukaan," tandasnya.
(Humas UGM/ Agung)
G. Mitigasi Bencana Kekeringan / Tindakan respon pada
becana kekeringan
Strategi Mitigasi dan Upaya Pengurangan Bencana
1. Penyusunan peraturan pemerintah tentang pengaturan sistem
pengiriman data iklim dari daerah ke pusat pengolahan data.
2. Penyusunan PERDA untuk menetapkan skala prioritas penggunaan
air dengan memperhatikan historical right dan azas keadilan.
3. Pembentukan pokja dan posko kekeringan pada tingkat pusat dan
daerah.
4. Penyediaan anggaran khusus untuk pengembangan/perbaikan
jaringan pengamatan iklim pada daerah-daerah rawan kekeringan.
5. Pengembangan/perbaikan jaringan pengamatan iklim pada daerah-
daerah rawan kekeringan.
Jika lebih dirincikan, tahap mitigasi bencana kekeringan adalah sebagai
berikut:
1. Pra bencana
a. Memanfaatkan sumber air yang ada secara lebih efisien dan
efektif.
b. Memprioritaskan pemanfaatan sumber air yang masih tersedia
sebagai air baku untuk air bersih.
c. Menanam pohon dan perdu sebanyak-banyaknya pada setiap
jengkal lahan yang ada di lingkungan tinggal kita.
d. Membuat waduk (embung) disesuaikan dengan keadaan
lingkungan.
e. Memperbanyak resapan air dengan tidak menutup semua
permukaan dengan plester semen atau ubin keramik.
f. Kampanye hemat air, gerakan hemat air, perlindungan sumber air
g. Perlindungan sumber-sumber air pengembangannya.
h. Panen dan konservasi air
Panen air merupakan cara pengumpulan atau penampungan air hujan
atau air aliran permukaan pada saat curah hujan tinggi untuk
digunakan pada waktu curah hujan rendah. Panen air harus diikuti
dengan konservasi air, yakni menggunakan air yang sudah dipanen
secara hemat sesuai kebutuhan. Pembuatan rorak merupakan contoh
tindakan panen air aliran permukaan dan sekaligus juga tindakan
konservasi air.
Daerah yang memerlukan panen air adalah daerah yang mempunyai
bulan kering (dengan curah hujan < 100 mm per bulan) lebih dari
empat bulan berturut-turut dan pada musim hujan curah hujannya
sangat tinggi (> 200 mm per bulan). Air yang berlebihan pada musim
hujan ditampung (dipanen) untuk digunakan pada musim kemarau.
Penampungan atau 'panen air' bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan
air tanaman, sehingga sebagian lahan masih dapat berproduksi pada
musim kemarau serta mengurangi risiko erosi pada musim hujan.
1) Rorak
Rorak adalah lubang kecil berukuran panjang/lebar 30-50 cm dengan
kedalaman 30-80 cm, yang digunakan untuk menampung sebagian air
aliran permukaan. Air yang masuk ke dalam rorak akan tergenang
untuk sementara dan secara perlahan akan meresap ke dalam tanah,
sehingga pengisian pori tanah oleh air akan lebih tinggi dan aliran
permukaan dapat dikurangi.
Rorak cocok untuk daerah dengan tanah berkadar liat tinggi-di mana
daya serap atau infiltrasinya rendah—dan curah hujan tinggi pada
waktu yang pendek.
2) Saluran buntu
Saluran buntu adalah bentuk lain dari rorak dengan panjang beberapa
meter (sehingga disebut sebagai saluran buntu). Perlu diingat bahwa
dalam pembuatan rorak atau saluran buntu, air tidak boleh tergenang
terlalu lama (berhari-hari) karena dapat menyebabkan terganggunya
pernapasan akar tanaman dan berkembangnya berbagai penyakit pada
akar.
3) Lubang penampungan air (catch pit)
Bibit yang baru dipindahkan dari polybag ke kebun, seharusnya
dihindarkan dari kekurangan air. Sistem 'catch pit' merupakan lubang
kecil untuk menampung air, sehingga kelembaban tanah di dalam
lubang dan di sekitar akar tanaman tetap tinggi. Lubang harus dijaga
agar tidak tergenang air selama berhari-hari karena akan menyebabkan
kematian tanaman.
4) Embung
Embung adalah kolam buatan sebagai penampung air hujan dan aliran
permukaan. Embung sebaiknya dibuat pada suatu cekungan di dalam
daerah aliran sungai (DAS) mikro. Selama musim hujan, embung akan
terisi oleh air aliran permukaan dan rembesan air di dalam lapisan
tanah yang berasal dari tampungan mikro di bagian atas/hulunya. Air
yang tertampung dapat digunakan untuk menyiram tanaman, keperluan
rumah tangga, dan minuman ternak selama musim kemarau.
Embung cocok dibuat pada tanah yang cukup tinggi kadar liatnya
supaya peresapan air tidak terlalu besar. Pada tanah yang peresapan
airnya tinggi, seperti tanah berpasir, air akan banyak hilang kecuali
bila dinding dan dasar embung dilapisi plastik atau aspal. Cara ini
akan memerlukan biaya tinggi.
5) Bendungan Kecil (cek dam)
Cek dam adalah bendungan pada sungai kecil yang hanya dialiri air
selama musim hujan, sedangkan pada musim kemarau mengalami
kekeringan. Aliran air dan sedimen dari sungai kecil tersebut
terkumpul di dalam cekdam, sehingga pada musim hujan permukaan
air menjadi lebih tinggi dan memudahkan pengalirannya ke lahan
pertanian di sekitarnya. Pada musim kemarau diharapkan masih ada
genangan air untuk tanaman, air minum ternak, dan berbagai
keperluan lainnya.
6) Panen air hujan dari atap rumah
Air hujan dari atap rumah dapat ditampung di dalam bak atau tangki
untuk dimanfaatkan selama musim kemarau untuk mencuci, mandi,
dan menyiram tanaman. Untuk minum sebaiknya digunakan air dari
mata air karena pada awal musim hujan, air hujan mengandung debu
yang cukup tinggi.
Antisipasi penanggulangan kekeringan dapat dilakukan melalui dua
tahapan strategi yaitu perencanaan jangka pendek dan perencanaan
jangka panjang.
a) Perencanaan jangka pendek (satu tahun musim kering):
 Penetapan prioritas pemanfaatan air sesuai dengan prakiraan
kekeringan.
 Penyesuaian rencana tata tanam sesuai dengan prakiraan
kekeringan.
 Pengaturan operasi dan pemanfaatan air waduk untuk wilayah
sungai yang mempunyai waduk.
 Perbaikan sarana dan prasarana pengairan.
 Penyuluhan/sosialisasi kemungkinan terjadinya kekeringan dan
dampaknya.
 Penyiapan cadangan pangan.
 Penyiapan lapangan kerja sementara (padat karya) untuk
meringankan dampak.
 Persiapan tindak darurat.
 Pembuatan sumur pantek atau sumur bor untuk memperoleh air.
 Penyediaan air minum dengan mobil tangki.
 Penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan.
 Penyediaan pompa air.
b. Sedangkan perencanaan jangka panjang meliputi antara lain:
 Pelaksanaan reboisasi atau konservasi untuk meningkatkan retensi
dan tangkapan di hulu.
 Pembangunan prasarana pengairan (waduk, situ, embung).
 Pengelolaan retensi alamiah (tempat penampungan air sementara) di
wilayah sungai.
 Penggunaan air secara hemat.
 Penciptaan alat sanitasi hemat air.
 Pembangunan prasarana daur ulang air.
 Penertiban pengguna air tanpa ijin dan yang tidak taat aturan.
2. Saat terjadi Bencana
Sasaran penanggulangan kekeringan ditujukan kepada ketersediaan air
dan dampak yang ditimbulkan akibat kekeringan. Untuk
penanggulangan kekurangan air dapat dilakukan melalui:
 Pembuatan sumur pantek atau sumur bor untuk memperoleh air.
 Penyediaan air minum dengan mobil tangki.
 Penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan.
 Penyediaan pompa air.
 Pengaturan pemberian air bagi pertanian secara darurat (seperti
gilir giring).
Untuk penanganan dampak, perlu dilakukan secara terpadu oleh sektor
terkait antara lain dengan upaya:
a. Dampak Sosial:
 Penyelesaian konflik antar pengguna air.
 Pengalokasian program padat karya di daerah-daerah yang
mengalami kekeringan.
b. Dampak Ekonomi:
 Peningkatan cadangan air melalui pembangunan waduk-waduk baru,
optimalisasi fungsi embung, situ, penghijauan daerah tangkapan air,
penghentian perusakan hutan, dll.
 Peningkatan efisiensi penggunaan air melalui gerakan hemat air,
daur ulang pemakaian air.
 Mempertahankan produksi pertanian, peternakan, perikanan, dan
kayu/ hutan melalui diversifikasi usaha.
 Meningkatkan pendapatan petani, dan perdagangan hasil pertanian
melalui perbaikan sistem pemasaran.
c.Dampak Keamanan:
 Mengurangi kriminalitas melalui penciptaan lapangan pekerjaan.
 Mencegah kebakaran dengan meningkatkan kehati-hatian dalam
penggunaan api.
d.Dampak Lingkungan:
 Mengurangi erosi tanah melalui penutupan tanah (land covering).
 Mengurangi beban limbah sebelum dibuang kesumber air.
 Membangun waduk-waduk baru untuk menambah cadangan air
pada musim kemarau.
 Mempertahankan kualitas udara (debu, asap, dll) melalui
pencegahan pencemaran udara dengan tidak melakukan kegiatan yang
berpotensi menimbulkan kebakaran yang menimbulkan terjadinya
pencemaran udara.
 Mencegah atau mengurangi kebakaran hutan dengan pengolahan
lahan dengan cara tanpa pembakaran.
3. Pasca Bencana
Kegiatan pemulihan mencakup kegiatan jangka pendek maupun jangka
panjang akibat bencana kekeringan antara lain:
 Bantuan sarana produksi pertanian.
 Bantuan modal kerja.
 Bantuan pangan dan pelayanan medis.
 Pembangunan prasarana pengairan, seperti waduk, bendung karet,
saluran pembawa, dll.
 Penggunaan air secara hemat dan berefisiensi tinggi.
 Penciptaan alat-alat sanitasi yang hemat air.
Kejadian kekeringan mempengaruhi sistem sosial, disamping sistem
fisik dan sistem lingkungan, sehingga manajemen kekeringan
merupakan suatu tanggung jawab sosial, yang pada dasarnya terarah
pada upaya pasokan air dan mengurangi/meminimalkan dampak
(Yevjevich-1978).

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kekeringan merupakan suatu peristiwa atau suatu rangkaian peristiwa
yang disebabkan oleh aktivitas alam tetapi aktivitas alam ini sangat
menggangu dan merugikan banyak aspek seperti aspek fisik dan non
fisik (sosial budaya, ekonomi, politit). kerugian fisik yang di
timbulkan misalnya terutama rusaknya tanaman petani yang
menggakibatkan gagal panen dan kelaparan, selain itu kerugian fisik
selalu menggarah pada manusia karena kekeringan menyebabkan
kekurangan air bersih yang memaksa orang untuk mengkonsumsi air
yang tidak sehat, bahkan banyak hewan, tanaman dan manusia mati
karena kekurang air yang sangat di butuhkan untuk bertahan hidup.
Kerugian non fisik yaitu terjadi kerugian terhadap pemasukan negara
dan ekonomi.
Upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana kekeringan
sebelum terjadi dilakukan dengan cara mengadakan sosialisasi di
masyarakat akan bahaya kekeringan yang tejadi apabila masyarakat
menggunakan air berlebihan diluar batas kebutuhan.

B. Saran
Bagi masyatrakat hendaknya menggunakan air dengan baik, jangan
terlalu berlebihan dalam menggunakan air kerena bisa meyebabkan
kekuranagan air. Gunakanlah air secukupnya atau sesuai kebutuhan.
Menurut keagamaan kekeringan itu di sebabkan oleh tingkah laku
manusia sendiri yang terlalu serakah serta faktor kemaksiatan yang
merajalela.

Anda mungkin juga menyukai