Anda di halaman 1dari 10

Studi Pendahuluan tentang Penerapan Metode Ambang Bertingkat…

Jurnal Agroteknologi, Vol. 08 No. 02 (2014)

STUDI PENDAHULUAN TENTANG PENERAPAN METODE AMBANG


BERTINGKAT UNTUK ANALISIS KEKERINGAN HIDROLOGI
PADA 15 DAS DI WILAYAH JAWA TIMUR
Application of Threshlod Level Method for Hydarulogical Drougth Analysis: Preleminarty
Study at 15 Watershed in Eastern Part of East Java

Indarto1)*, Sri Wahyuningsih1), Muhardjo Pudjojono1), Hamid Ahmad1), Ahmad Yusron1)


1)
Lab. Teknik Pengendalaian dan Konservasi Lingkungan, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Jember
Jalan Kalimantan No. 37 Kampus Tegalboto, Jember 68121
*E-mail: indarto.ftp@unej.ac.id

ABSTRACT

This research deals with identification of potential hydrological drought at 15 watersheds in


Eastern part of East Java Province. Hydrological drought events is indicated by water deficits at the
main river of the watersheds during certain period of record. Discharge data from 15 watersheds in
East Java are used as main input for this analysis. TLM modul based on HydroOffice platform is
used to calculate the deficit. Deficit event is counted when the discharge during more than > 7 days
is below the threshold level. The threshold level is set up using percentile 90% (Q90). The value of
Q90 is determined from discharge times series. Furthermore, the discharge is rangked from high to
low flow. Results from TLM are then imported to EXCEL for further analysis. Furthermore, GIS
software package (Quantum GIS) is used for mapping the spatial variation of discharge values
(avarage, maximum, Q90), frequency and duration of deficits events. This analysis produces the
spatial maps of discharge value and deficit events ( averaged annually).

Keywords: TLM, hydrological drougth, percentile 90 (Q90), discharge

PENDAHULUAN Kerusakan lahan dan dampak kerugian


yang diakibatkan oleh kejadian kekeringan
Definisi Kekeringan sangat luas dan nilai ekonomi kerugian
Kekeringan merupakan salah satu cukup besar.
masalah serius yang sering muncul ketika Secara umum kejadian kekeringan
musim kemarau tiba. Banyak tempat di dapat ditinjau dari aspek: hidro-
Indonesia mengalami masalah kekurangan meteorologi, pertanian, dan hidrologi
air atau defisit air atau kekeringan. (Wilhite, 2010). Dari aspek hidro-
Dari perspektif kebencanaan meteorologi kekeringan timbul dan
kekeringan didefinisikan sebagai disebabkan oleh berkurangnya curah hujan
kekurangan curah hujan dalam periode selama periode tertentu. Dari aspek
waktu tertentu (umum-nya dalam satu pertanian dinyatakan kekeringan jika
musim atau lebih) yang menyebabkan lengas tanah berkurang sehingga tanaman
kekurangan air untuk berbagai kebutuhan kekurangan air. Lengas tanah (soil
(UN-ISDR, 2009). Kekurangan air moisture) merupakan parameter yang
tersebut berpengaruh terhadap besarnya menentukan potensi produksi tanaman.
aliran permukaan pada suatu DAS. Ketersediaan lengas tanah juga erat
Pada umumnya bencana kekeringan kaitannya dengan tingkat kesuburan tanah.
tidak dapat diketahui mulainya, namun Secara hidrologi kekeringan ditandai
dapat dikatakan bahwa kekeringan terjadi dengan berkurang-nya air pada sungai,
saat air yang ada sudah tidak lagi waduk dan danau (Nalbantis et al., 2008).
mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari.

112
Studi Pendahuluan tentang Penerapan Metode Ambang Bertingkat…
Jurnal Agroteknologi, Vol. 08 No. 02 (2014)

Berbagai macam indek untuk


menyatakan kekeringan telah diusulkan Metode Ambang Bertingkat (MAB)
dan digunakan, misalnya Percent of Metode ambang bertingkat (MAB)
Normal (PN) (Willeke et al., 1994), atau Thershold Level Method (TLM)
Standardized Precipitation Index (SPI) (Tallaksen et al., 1997; Hisdal &
(McKee et al., 1993), Palmer Drought Tallaksen, 2000; Thallaksen et al., 2004)
Severity Index (PDSI) (Palmer, 1965), menyatakan kekeringan hidrologi sebagai
Palmer Hydrological Drought Index defisit atau berkurang-nya air sungai
(PHDI) (Karl and Knight 1985). Crop sampai di bawah batas atau ambang
Moisture Index (CMI) (Palmer, 1968), tertentu. TLM menggunakan data debit
Surface Water Supply Index (SWSI) rekaman dari suatu DAS sebagai masukan
(Shafer and Dezman, 1982), Reclamation utama untuk analisis surplus atau defisit
Drought Index (RDI), Deciles (Gibbs and air. Debit yang berpotensi menghasilkan
Maher, 1967) and TLM (Tallaksen et al., banjir atau kekeringan diidentifikasi secara
1997; Lanen et al., 2008). statistik menggunakan metode ambang
Penelitian ini bertujuan menguji bertingkat.
metode TLM sebagai dasar untuk Gambar 1, menampilkan potongan
menyatakan potensi kekeringan di Jawa hidrograf aliran sungai dan prinsip kerja
Timur. Adapun tujuan khususnya adalah metode TLM untuk menganalisis kejadian
(1) menentukan nilai ambang batas debit kekeringan. Garis merah pada Gambar 1
(Q90) pada 15 DAS; (2) menentukan menunjukkan debit ambang yang
frekuensi dan lama kejadian kekeringan ditentukan. Selanjutnya, sepanjang periode
pada tiap DAS, dan (3) memetakan rekaman, debit yang ada diidentifikasi
variabilitas spasial nilai ambang batas secara statistik nilai debit yang berada di
debit, frekuensi dan lama kejadiam bawah ambang batas tersebut. Periode
kekeringan pada 15 DAS sampel tersebut. rekaman dimana debit berada di bawah

Ambang batas
TLM = 90% FDC
(m3/s)
Debit

Surplus Air

Defisit Volume

Defisit Air

X
Waktu
(Tahun)
Peristiwa Kekeringan Defisit Maksimum

Awal Akhir

Gambar 1. Ilustrasi cara kerja metode TLM (Sumber: adaptasi dari Gregor, 2010)

113
Studi Pendahuluan tentang Penerapan Metode Ambang Bertingkat…
Jurnal Agroteknologi, Vol. 08 No. 02 (2014)

ambang batas disebut sebagai deficit air mengalir tidak terus menerus sepanjang
yang berpotensi menghasilkan kekeringan. tahun. Umumnya, aliran air sungai= 0
Debit harian yang berada di bawah ketika musim kemarau, maka dapat
ambang-batas, dinyatakan sebagai kondisi digunakan persentil 70 (Q70) digunakan
kekurangan debit. Kekurangan debit dapat sebagai penentu nilai ambang batas
mengakibatkan kejadian kekeringan untuk mengetahui indeks
(drought event) saat periode kekurangan kekeringannya.
airnya berlangsung cukup lama. Nilai Metode TLM sangat penting
ambang batas dapat diatur dalam waktu digunakan untuk menentukan kondisi awal
yang tetap sepanjang tahun (konstan), dan akhir musim kemarau. Metode TLM
musiman (1-4 musim), bulanan, N-hari
sangat efektif dalam operasi penyimpanan
dan setiap hari. Pada kasus nilai ambang air pada suatu DAS. Penyimpanan air
yang konstan, Threshold atau nilai ambang dimaksud-kan sebagai upaya alokasi air
batas untuk menyatakan kekeringan dapat yang sesuai dengan kebutuhan dan
ditentukan menggunakan nilai persentil menghindari kejadian defisit air untuk
dari input data debit. periode waktu tertentu pada suatu DAS.
Tallaksen et al., (2004) membedakan Adanya ambang-batas debit, maka nilai
nilai ambang berdasarkan jenis sungainya, debit harian pada suatu DAS dapat
yaitu: dikondisikan agar tidak sampai berada di
1. Pada sungai abadi (perennial), dimana bawah nilai ambang-batas tersebut. Modul
pada sungai tersebut selalu ada debit TLM sudah termuat dalam paket aplikasi
setiap harinya (berair sepanjang tahun). HidrOffice (Gregor, 2010). Aplikasi
Nilai ambang ditentukan menggunakan metode ini misalnya dijumpai dalam
persentil 70% (Q70) sd Persentil 95 % tulisan Hisdal & Tallaksen (2000) yang
(Q95). menggunakan TLM untuk mengkaji
2. Pada sungai periodik (intermittent), periode atau lamanya kekurangan air yang
dimana ada saat tertentu air di sungai dapat dianggap sebagai kejadian
tersebut kering atau sungai yang airnya kekeringan di wilayah Amerika Serikat

Gambar 2. Grafik TLM-drought assessment (Sumber: Hasil analisis): = debit, = defisit air,
= Threshold (ambang batas)

114
Studi Pendahuluan tentang Penerapan Metode Ambang Bertingkat…
Jurnal Agroteknologi, Vol. 08 No. 02 (2014)

dan Inggris. Penelitian tersebut program TLM menggunakan menu TLM –


menggunakan sumber data debit harian Drought Statistic (Gambar 3). Waktu
sebagai input utama untuk analisis. terjadinya kekeringan dan nilai defisit
Di Jawa Timur dan di wilayah volume tergantung pada data debit yang
Indonesia, umumnya data debit tersedia diinputkan pada program TLM.
pada interval waktu harian. Hal ini Berdasarkan Gambar 3, maka
memungkinkan analisis menggunakan deficit start dan deficit end berarti waktu
TLM pada wilayah yang cukup luas, terjadinya peristiwa kekeringan pada
karena ketersediaan data debit. Nilai periode tertentu. Periode length
defisit air pada TLM ditunjukkan pada menunjukkan lamanya waktu kejadian
grafik TLM drought assessment (Gambar kekeringan. Deficit volume menunjukkan
2). Defisit air berarti kekurangan air yang jumlah kekurangan debit yang terjadi pada
terjadi pada waktu tertentu. Sehingga saat peristiwa kekeringan yang dihitung per
debit berada di bawah garis ambang batas, hari. Sedangkan maximal deviation
maka terjadi defisit air yang berakibat menunjukkan nilai kekurangan debit yang
pada peristiwa kekeringan. terbesar selama peristiwa kekeringan.
Penentuan awal dan akhir kejadian
kekeringan serta defisit volume pada

Gambar 3. TLM-drought Statistic

115
Studi Pendahuluan tentang Penerapan Metode Ambang Bertingkat…
Jurnal Agroteknologi, Vol. 08 No. 02 (2014)

METODE PENELITIAN Rancangan Percobaan


Percobaan dilakukan dengan
Lokasi & Waktu Penelitian menguji metode TLM pada 15 DAS
Penelitian pendahuluan ini dilakukan terpiih sebagai sampel pengujian.
pada 15 DAS di wilayah timur Jawa
Timur. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Tahapan Penelitian
Gambar 4. Inventarisasi dan persiapan data
Semua data debit yang terekam oleh Data debit harian dan data hujan
stasiun pengukur debit atau AWLR dari berasal dari Dinas PU Pengairan Provinsi
masing-masing DAS digunakan dalam Jawa Timur dan sumber lainnya. Data
penelitian ini. Data hujan untuk masing- tersebut dikoleksi sejak tahun 2004 sd
masing DAS dihitung dari nilai rerata data 2012. Selanjutnya, data diformat ke dalam
hujan harian yang diperoleh dari sejumlah Excel sebagaimana format data
stasiun yang ada di dalam DAS. Panjang sumberdaya air yang berlaku di Dinas.
periode rekaman bervariasi antara satu Data dari Excel tersebut, selanjutnya
lokasi dengan lokasi lain, dengan rentang diformat ke dalam file text dua kolom
sekitar 10 tahun (1996 sd 2005). (x,y), dimana kolom_x berisi tanggal (urut
Keterbatasan data dan ketidakseragaman dari awal sampai dengan akhir periode
periode rekaman data diabaikan dalam rekaman) dan kolom_y menyatakan nilai
penelitian ini dengan asumsi bahwa data harian tersebut. Selanjutnya, data dua
penelitian lebih menekankan pada aspek kolom tersebut diformat ke dalam aplikasi
nilai rerata dalam hal interval waktu dan River Analysis Package (RAP) ( Marsh et
sebaran data dalam skala ruang, sehingga al., 2003) dan HydroOffice (Gregor,
panjang periode rekaman yang berbeda 2010).
tetap dapat digunakan.

Gambar 4. Lokasi penelitian

116
Studi Pendahuluan tentang Penerapan Metode Ambang Bertingkat…
Jurnal Agroteknologi, Vol. 08 No. 02 (2014)

Analisis statistik Dalam studi ini, nilai ambang batas


Analisis statistik umum mencakup Q90 ditentukan konstan sepanjang periode
nilai (rerata, maksimum, minimum, analisis. Selanjutnya, frekuensi kejadian
median, standar deviasi, Kuantil 10% (Q10) kekeringan sepanjang periode rekaman
sd Kuantil 90(Q90) dilakukan secara dihitung secara statistik menggunakan
simultan menggunakan modul “Time HydroOffice.
Series Analyist” di atas platform RAP Selanjutnya, TLM dapat digunakan
(Mars et al., 2003). Analisis ini untuk analisis statistik data debit DAS,
menghasilkan nilai statikstik debit pada 15 menentukan kondisi awal dan akhir musim
DAS tersebut. kemarau, menentukan frekuensi dan lama
kejadian kekeringan per interval waktu
Penentuan ambang batas kekeringan yang bervariasi (bulanan, tahunan) dan
Nilai Q90 untuk masing-masing analisis terkait dengan frekuensi dan lama
DAS, digunakan sebagai dasar untuk kejadaian kekeringan.
penentuan ambang batas kekeringan. Nilai
debit pada (Q90) dicari dengan Interpretasi dan pembuatan peta tematik
mengurutkan data debit harian sepanjang Proses interpretasi dilakukan
periode rekaman yang tersedia. dengan mengekspor hasil analisis dari
Selanjutnya, debit harian tersebut HydrOffice ke dalam excel dan
dirangking secara statistik dari yang paling dipresentasikan dalam bentuk tabel dan
besar ke yang terkecil (Walpole, 1995). grafik. Pembuatan peta tematik dilakukan
Ambang batas kekeringan atau nilai Q90, di atas platform QGIS/ArcGIS. Hasil
dihitung menggunakan rumus (pers. 1): analisis dari Excel, RAP dan Hydroofice
dijadikan masukan bagi tabel atribut untuk
………. (pers. 1 ) layer-layer tematik yang menggambarkan
distribusi spasial variabel hidrologi dan
Keterangan: kejadian kekeringan pada DAS-DAS di
Qxi = rangking data yang menunjukkan Jawa Timur.
persentil ke-xi Selanjutnya pure diangkat kemudian
Xi = persentil yang akan dicari dituangkan pada loyang yang telah dilapisi
N = jumlah data. plastik tahan panas, dan diratakan sesuai
Jika Qxi menghasilkan bilangan ukuran loyang. Pure yang telah menjendal,
desimal maka dilakukan interpolasi kemudian dikeringkan dengan tunnel dryer
meggunakan persentil terdekat (di atas dan selama 9 jam dengan suhu 60°C.
di bawah nilai persentil yang dicari), Kemudian leather dikelupas dari plastik,
menggunakan rumus sebagai berikut: dan dipotong sesuai dengan bentuk yang
diharapkan, kemudian ditaburi gula kastor.
Q = (Qxi ) (P2 – P1) + P1................ (pers. 2) Dan selanjutnya dikeringkan lagi pada
tunnel dryer dengan suhu 50°C selama 5
Dengan: jam.
Q = nilai debit (ambang batas)
Qxi = nilai desimal dari persentil ke- HASIL DAN PEMBAHASAN
xi
P1 = nilai 1 debit hasil pencarian Penelitian ini menghasilkan database
persentil hasil analisis Debit DAS di Jawa Timur,
P2 = nilai 2 debit hasil pencarian yang berisi antara lain: (1) nilai
persentil. karakteristik fisik DAS, (2) nilai statistik
debit, (3) nilai statistik hujan di dalam
DAS, (4) hasil analisis terkait dengan

117
Studi Pendahuluan tentang Penerapan Metode Ambang Bertingkat…
Jurnal Agroteknologi, Vol. 08 No. 02 (2014)

kejadian banjir, (5) hasil analisis morfometrik dan hidrologi DAS.


kekeringan hidrologi, dan (6) peta tematik Peta pada Gambar 5 (a) memper-
terkait dengan variabilitas data hidro- lihatkan distribusi spasial debit rerata dan
meteorologi DAS di Jawa Timur. maksimal pada 15 DAS tersebut.
Tabel 1 menampilkan hasil analsis Selanjutnya Gambar 5 (b) memuat
statistik debit pada ke 15 DAS tersebut. distribusi spasial nilai debit pada percentile
Analisis statistik dapat diperpanjang untuk 90 (Q90) yang digunakan sebagai ambang
berbagai parameteter yang dapat batas kekeringan.
menyatakan: karakteristik fisik,

Tabel 1. Luas, Q-min, Q-max, Q-rata-rata 15 DAS yang digunakan sebagai sampel pengujian
Debit (m3/s)
Luas DAS
No. DAS
(km2) Qmin Qmax
Qrrt
1. Rawatamtu 783 0.1 588 35.25
2. Mayang 219 0.01 70.45 4.99
3. Wonorejo 215 2.07 196.06 17.94
4. Mujur 183 0.2 51.5 4.77
5. Sanenrejo 291 0.03 184 10.16
6. Bomo Bawah 138 0.07 89.62 3.93
7. Bomo Atas 38 0.02 99 2.31
8. Karangdoro 479 0.07 205.35 17.73
9. Kloposawit 686 1.29 242.78 10.39
10. Setail 219 0.11 498 9.24
11. Kadalpang 206 0.04 69.04 2.91
12. Welang 387 0.25 32.55 3.89
13. Kramat 178 0.11 193.03 2.63
14. Pekalen 166 3.35 94.3 10.95
15. Rondodingo 136 0.25 101 5.03

(a). Debit Rerata (b). Debit maksimal

Gambar 5. Distribusi spasial nilai debit rerata dan maksimum DAS-DAS di Jawa Timur

118
Studi Pendahuluan tentang Penerapan Metode Ambang Bertingkat…
Jurnal Agroteknologi, Vol. 08 No. 02 (2014)

Gambar 6 memuat distribusi spasial Gambar 7 menampilkan potensi


nilai debit pada percentile 90 (Q90) yang kejadian kekeringan pada tiap DAS
digunakan sebagai ambang batas dinyatakan dalam rerata frekuensi defisit
kekeringan. Peta tematik terkait dengan air selama setahun. Defisit air, dimana
variasi atau distribusi spasial tentang: nilai debit di bawah Q90 lebih dari tujuh
karakteristik fisik, variabel hidrologi dan hari lamanya dan dalam satu periode
hujan di dalam DAS dapat dibuat dan terjadi antara 1 sampai dengan 3 kali
ditampilkan dengan cara yang serupa. dalam setahun.

Gambar 6. Distribusi spasial nilai debit pada precentile 90 (Q90 )

Gambar 7. Distribusi spasial rerata frekuensi kejadian defisit air (kekeringan) > 7 hari
119
Studi Pendahuluan tentang Penerapan Metode Ambang Bertingkat…
Jurnal Agroteknologi, Vol. 08 No. 02 (2014)

Gambar 8. Distribusi spasial rerata tahunan durasi kejadian defisit air (kekeringan)

Durasi tiap kejadian (defisit air atau hidrologi, potensi kejadain banjir dan
kekeringan ) dapat dinyatakan dalam rerata kekeringan di Jawa Timur.
lama kejadian defisit air per tahun
(Gambar 8). Durasi atau lama tiap DAFTAR PUSTAKA
kejadian deficit dapat berlangsung antara 5 Gibbs, W. J. and J. V. Maher, 1967. Rainfall
sd 46 hari. deciles as drought indicators. Bureau of
Meteorology Bulletin, No. 48,
KESIMPULAN Commonwealth of Australia,
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Melbourne.
dengan meneggunakan ambang batas debit Golnaraghi, M., A WMO Fachtsheet 2013.
pada kuantile 90%, kejadian deficit air WMO Disaster Risk Reduction
pada DAS – DAS yang diteliti, terjadi Programme. http://www.wmo.int.
antar 1 sd 3 kali dalam setahun dengan Gregor, M. 2010. User Manual TLM 2.1.
durasi bervariasi antara 5 sd 46 hari per Department of Hydrogeology - Faculty
kejadaian. Metode TLM dapat digunakan of Natural Science - Comenius.
untuk menyatakan potensi kejadain University of Slovakia.
kekeringan, namun demikian hasilnya Hisdal, H and Tallaksen, L. M. 2000. Jurnal :
akan lebih valid jika data lebih panjang Assessment of the Regional Impact of
periode nya. Hasil penelitian juga perlu Droughts in Europe: Drought Event
dicek dengan indicator yang dipakai di Definition. Department of Geophysics,
lapangan untuk menyatakan kekeringan. University of Oslo, Norwegia.
Secara umum, database dan peta-peta Karl, T. R. and R. W. Knight, 1985. Atlas of
tematik yang dihasilkan dapat bermanfaat Monthly Palmer Hydrological Drought
untuk menyatakan variabiitas spasial data Indices (1931-1983) for the Contiguous

120
Studi Pendahuluan tentang Penerapan Metode Ambang Bertingkat…
Jurnal Agroteknologi, Vol. 08 No. 02 (2014)

United States. Historical Climatology http://dx.doi.org/10.1623/hysj.48.6.857.


Series 3-7, National Climatic Data 51421.
Center, Asheville, NC.
Tallaksen, L. M. Van Lanen, H. A. J. van eds.
Lanen, Kundzewicz, Tallaksen, Hisdal, 2004. Hydrological drought – processes
Fendekova, dan Prudhomme. 2008. and estimation methods for streamflow
Indice for Different Types of Drought and groundwater. Developments in
and Flood at Different Scale. Water and water Science, 48. Amsterdam: Elsevier
Global Change. Technical Report No. Science B.V, ISBN 0-444-51688-3, pp.
11. 579.
Marsh, N. A., Stewardson, M. J., Kennard, M. Tallaksen, L.M., madsen, H ‘, Clausen, B.
J. 2003. River Analysis Package, 1997. On the definition and modelling
Cooperative Research Centre for of streamflow drought duration and
Catchment Hydrology. Monash, deficit volume. Hydrological Sciences-
University Melbourne. Journal-des Sciences Hydrologiques,
42(1) February, 1997.
McKee, T. B., Doesken N. J., and Kleist, J.
1993. The relationship of drought UN-ISDR, 2009. Drought Risk Reduction
frequency and duration to time scales. Framework and Practices. United
Preprints, 8th Conference on Applied Nations International Strategy for
Climatology, 17-22 January, Anaheim, Disaster Reduction.
CA, pp. 179-184.
Walpole E. Ronald. 1995. Pengantar Statistik.
Nalbantis, I, and Tsakiris, G. 2008. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Assessment of Hydrological Drought
Wilhite, D. A. 2010. Quantification of
Revisited. Water Resources
agricultural drought for effective
Management 23 (5) (July 22): 881-897.
drought mitigation, in agricultural
Palmer, W. C., 1968. Keeping track of crop drought indices, Proceedings of an
moisture conditions, nationwide: the Expert Meeting 2-4 June. Murcia, Spain,
new Crop Moisture Index, Weatherwise, WMO, Geneva.
21:156-161.
Willeke, G., J. R. M. Hosking, J. R. Wallis,
Palmer, W. C., 1965. Meteorological Drought. and N. B. Guttman, 1994. The National
Research Paper No. 45, U.S. Drought Atlas. Institute for Water
Department of Commerce Weather Resources Report 94-NDS-4, U.S.
Bureau, Washington, D.C. Army Corps of Engineers.
Shafer, B. A. and L. E. Dezman, 1982.
Development of a Surface Water Supply
Index (SWSI) to assess the severity of
drought conditions in snowpack runoff
areas. Proceedings of the Western Snow
Conference, pp. 164-175.
Sivapalan, M , K. Takeuchi , S. W. Franks ,
V. K. Gupta , H. Karambiri , V.
Lakshmi , X. Liang , J. J. Mcdonnell , E.
M. Mendiondo , P. E. O'Connell , T.
Oki, J. W. Pomeroy , D. Schertzer , S.
UhlenbrooK and Zehe. 2003. IAHS
Decade on Predictions in Ungauged
Basins (PUB), 2003–2012: Shaping an
exciting future for the hydrological
sciences. Hydrological Sciences
Journal, 48:6, 857-880,

121

Anda mungkin juga menyukai