Anda di halaman 1dari 12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. MOTIVASI BELAJAR
1. Pengertian Motivasi Belajar
Motivasi belajar merupakan salah satu faktor yang turut menentukan
keefektifan dalam pembelajaran. Seorang peserta didik akan belajar dengan
baik apabila ada faktor pendorongnya yaitu motivasi belajar. Peserta didik
akan belajar dengan sungguh-sungguh jika memiliki motivasi belajar yang
tinggi.
Menurut Hamzah B. Uno(2011: 23) “motivasi belajar adalah dorongan
internal dan eksternal pada siswa yang sedang belajar untuk mengadakan
tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur-unsur
yang mendukung. Indikator-indikator tersebut, antara lain: adanya hasrat dan
keinginan berhasil, dorongan dan kebutuhan dalam belajar, harapan dan cita-
cita masa depan, penghargaan dalam belajar, dan lingkungan belajar yang
kondusif.”
Menurut Hamzah B. Uno(2011: 27-29), peran penting motivasi belajar dan
pembelajaran, antara lain:
1) Peran motivasi belajar dalam menentukan penguatan belajar. Motivasi
dapat berperan dalam penguatan belajar apabila seorang anak yang sedang
belajar dihadapkan pada suatu masalah yang menentukan pemecahan dan
hanya dapat dipecahkan berkat bantuan hal-hal yang pernah dilalui.
2) Peran motivasi dalam memperjelas tujuan belajar. Peran motivasi dalam
memperjelas tujuan belajar erat kaitannya dengan kemaknaan belajar.
Anak akan tertarik untuk belajar sesuatu, jika yang dipelajari itu sedikitnya
sudah dapat diketahui atau dinikmati manfaatnya oleh anak.
3) Motivasi menentukan ketekunan belajar. Seorang anak yang telah
termotivasi untuk belajar sesuatu berusaha mempelajari dengan baik dan
tekun dengan harapan memperoleh hasil yang lebih baik.

1
2. Macam-macam Motivasi Belajar
Menurut Sardiman A.M(2007: 89-91) terdapat dua macam motivasi belajar,
yaitu:
1) Motivasi Intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif dan berfungsinya
tanpa harus diransang dari luar karena didalam seseorang individu sudah
ada dorongan untuk melaksanakan sesuatu. Bila seseorang telah memiliki
motivasi intrinsik maka secara sadar akan melakukan kegiatan dalam
belajar dan selalu ingin maju sehingga tidak memerlukan motivasi dari
luar dirinya. Hal ini dilatarbelakangi keinginan positif, bahwa yang akan
dipelajari akan berguna di masa yang akan datang.
2) Motivasi Ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena
ada perangsang dari luar. Motivasi dikatakan ekstrinsik bila peserta didik
menempatkan tujuan belajarnya diluar faktor-faktor situasi belajar.
Berbagai macam cara bisa dilakukan agar siswa termotivasi untuk belajar.
Sesuai dengan pendapat diatas, motivasi belajar yang ada pada diri
seseorang dibedakan menjadi dua yaitu motivasi intrinsik (dalam individu)
dan motivasi ekstrinsik (luar individu).
3. Komponen Motivasi Belajar
Connie Frieth 2007: 2 menjelaskan komponen-komponen motivasi belajar
yang meliputi, 1 rasa ingin tahu, 2 pemikiran yang positif positive thinking,
3 sikap, 4 kebutuhan, 5 kemampuan kompetensi dan 6 motivator eksternal.
Masing-masing komponen tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Rasa ingin tahu
curiosity . Ahli perilaku menyatakan bahwa pengaruh utama dalam
belajar adalah adanya penghargaan dan hukuman. Perilaku dapat
dipusatkan jika ada rangsangan yang berupa penghargaan dan dijauhkan
dari hukuman. Individu secara alamiah memiliki rasa keingintahuan
yang tinggi. Pada umumnya mereka mencari pengalaman-pengalaman
baru, mereka sangat senang mempelajari segala sesuatu yang baru
sifatnya, merasa puas apabila mampu memecahkan masalah, memiliki
keterampilan yang sempurna dan mengembangkan kemampuannya.

2
b. Pikiran positif positively thinking
Siswa yang tidak percaya bahwa dirinya “mampu”, tidak akan
termotivasi dalam belajar. Upaya membagi tugas ke dalam bagian-
bagian dan menetapkan siswa dengan keberhasilan merupakan metode
untuk mengembangkan rasa percaya diri siswa. Driscoll 1994
menetapkan tiga faktor penentu pikiran yang positif, adalah kecakapan
kemampuan diri, pengalaman pribadi dan persuasi.
c. Sikap
Sikap diperlukan oleh siswa sebagai faktor pengarah dalam belajar dan
merupakan motivasi intriksik yang besar serta tidak selalu diwujudkan
dalam bentuk perilaku. Fleming and Levie dalam Connie Frieth 2007:
3, menyimpulkan tiga macam pendekatan untuk merubah sikap, yaitu,
memberikan pesan-pesan persuasif, pemodelan dan penguatan perilaku
yang tepat, dan pengaruh ketidaksesuaian antara komponen kognitif,
afektif dan perilaku.
d. Kebutuhan
Kebutuhan yang bersifat individual dari setiap siswa sangat besar.
Maslow mengklasifikasikan hirarki kebutuhan menjadi lima jenjang,
yaitu; a kebutuhan fisiologi kebutuhan dasar, b keamanan kebutuhan
dasar, c kasih sayang dan memiliki, d penghargaan dan e aktualisasi
diri. Motivasi termasuk ke dalam kategori kebutuhan dasar, sehingga
harus dipenuhi sebelum memenuhui kebutuhan lain yang lebih tinggi.
Siswa tidak siap untuk belajar apabila kebutuhan dasarnya belum
terpenuhi.
e. Kompetensi
Kompetensi merupakan motivasi intriksik untuk belajar yang sangat
berkaitan dengan kekuatan diri self efficacy . Bagi siswa yang tidak
memiliki kepekaan atas kekuatan diri, guru tidak cukup hanya
memberikan situasi-situasi untuk menjadi berhasil, tetapi juga
memberikan kesempatan untuk mengerjakan tugas-tugas yang bersifat
menantang sehingga dapat berprestasi. Selain itu, penguatan
kompetensi dapat dilakukan dengan memberikan dukungan, rasa

3
hormat dan dorongan. Kemampuan berprestasi menjadi faktor motivasi
intrinsik.
f. Eksternal motivator
Motivasi dapat dibangkitkan melalui penguatan-penguatan oleh
motivator yang mampu memberikan sugesti. Siswa membutuhkan
pembangunan penguatan kemampuan seperti doa dan dorongan untuk
membimbingnya. Kondisi-kondisi eksternal yang mampu mendukung
kondisi internal meliputi, kesempatan, tanggungjawab, kompetensi,
hubungan personal, kebahagiaan dan dukungan dalam bentuk lain
seperti perhatian dan rasa hormat serta pengembangan keterampilan
bimbingan Mc. Combs, 1996.
Menurut Sardiman A.M (2011:83) indikator motivasi belajar adalah sebagai
berikut:
1. Tekun menghadapi tugas
2. Ulet dalam menghadapi kesulitan (tidak lekas puas)
3. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah untuk orang
dewasa (misalnya masalah pembangunan, politik, ekonomi dan lain-lain)
4. Lebih senang bekerja mandiri
5. Cepat bosan pada hal-hal yang rutin (hal-hal yang berulang-ulang begitu
saja)
6. Dapat mempertahankan pendapatnya.

B. PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Cooperative learning (http://www.ditnaga-dikti.org) atau pembelajaran
kooperatif merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada
anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang
terstruktur. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Slavin (2008: 4),
“ Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai metode pengajaran dimana
para siswa bekerja dalam kelompok- kelompok kecil untuk saling membantu
satu sama lainnya dalam memahami mata pelajaran. Dalam kelas kooperatif,
para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan

4
berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan
menutup kesenjangan dalam pemahaman masing- masing. “
Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok.
Dalam pembelajaran kooperatif terdapat saling ketergantungan positif di
antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap siswa mempunyai
kesempatan yang sama untuk sukses. Aktivitas belajar berpusat pada siswa
dalam bentuk diskusi, mengerjakan tugas bersama, saling membantu dan
saling mendukung dalam memecahkan masalah. Melalui interaksi belajar
yang efektif siswa lebih termotivasi, percaya diri, mampu menggunakan
strategi berpikir tingkat tinggi, serta mampu membangun hubungan
interpersonal.
Ibrahim (dalam Trianto, .2007: 45) mengatakan pembelajaran kooperatif
bertitik tolak dari pandangan John Dewey dan Hebert Thelan yang
menyatakan pendidikan dalam masyrakata yang demokratis seyogyanya
mengajarkan proses demokratis secara langsung. Tingkah laku kooperatif
dipandang Dewey dan Thelan sebagai dasar demokrasi dan sekolah
merupakan laboratorium untuk mengembangkan tingkah laku tersebut.
Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif (http://www.sd-binatalenta.com)
adalah;
1) Belajar bersama dengan teman,
2) Selama proses belajar terjadi tatap muka antar teman,
3) Saling mendengarkan pendapat
4) Di antara anggota kelompok,
5) Belajar dari teman sendiri dalam kelompok,
6) Belajar dalam kelompok kecil,
7) Produktif berbicara atau saling mengemukakan pendapat,
8) Keputusan tergantung pada mahasiswa sendiri,
9) Siswa aktif
Model pembelajaran kooperatif memungkinkan semua siswa dapat menguasai
materi pada tingkat penguasaan yang relatif sama atau sejajar. Sehingga
semua siswa mendapatkan pemahaman konsep dengan benar. Hal ini sesuai
pendapat Slavin (2008: 33), ”Tujuan paling penting dari pembelajaran

5
kooperatif adalah untuk memberikan para siswa pengetahuan, konsep,
kemampuan dan pemahaman, yang mereka butuhkan, supaya menjadi anggota
masyarakat yang bahagia dan memberikan kontribusi.”
Roger dan David Johnson (dalam Lie, 2004:31) mengatakan bahwa tidak
semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai
hasil yang maksimal, maka harus diterapkan lima unsur model pembelajaran
kooperatif, yaitu:
1. Saling ketergantungan positif.
2. Tanggung jawab perseorangan.
3. Tatap muka.
4. Komunikasi antar anggota.
5. Evaluasi proses kelompok
Karakteristik pembelajaran kooperatif (http://pkab.wordpress.com)
diantaranya:
1. Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi
akademis.
2. Anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang
berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi.
3. Jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif
berbeda suku, budaya, dan jenis kelamin.
4. Sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada individu.
Menurut Nurhadi (2004: 116) pembelajaran kooperatif mempunyai kelebihan,
diantaranya adalah :
1. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.
2. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan,
informasi, perilaku sosial, dan pandangan – pandangan.
3. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.
4. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai- nilai sosial dan
komitmen.
5. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri dan egois.
6. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.

6
7. Berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan
saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan.
8. Meningkatkan rasa percaya kepada sesama manusia.
9. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai
perspektif.
10. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasa lebih
baik.
11. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan
kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama
dan orientasi tugas.

Selain memiliki kelebihan, pembelajaran kooperatif juga memiliki kelemahan.


Sesuai dengan pendapat Djamarah (200: 157), diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Diskusi memakan waktu
2. Pemborosan waktu
3. Diskusi dapat menekan pendirian
Dari berbagai pendapat para ahli, dapat dikatakan bahwa pembelajaran
kooperatif merupakan belajar dalam kelompok yang mempunyai unsur-unsur
pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembagian kelompok
biasa. Pelaksanaan prosedur pembelajaran kooperatif dengan benar akan
memungkinkan guru mengelola kelas dengan efektif.

C. PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GI (Group Investigation)


1. Pengertian Model GI (Group Investigation)
Arifin dan Afandi (2015: 13) mengungkapkan bahwa Group Investigation
(GI) merupakan, pembelajaran dimana siswa dilibatkan sejak perencanaan,
baik dalam menentukan topik/ sub topik maupun cara untuk pembelajaran
secara investigasi dan model ini menuntut para siswa memiliki kemampuan
berkomunikasi dengan baik dalam arti bahwa pembelajaran investigasi
kelompok itu metode yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa
untuk mencari sendiri materi (informan) pelajaran yang akan di pelajari

7
melalui bahan-bahan yang tersedia misalnya dari buku pelajaran,
masyarakat, internet. Group investigation (GI) dapat melatih siswa untuk
menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara
aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir
pembelajaran.
Menurut Mafune, (Rusman, 2012: 222) “model pembelajaran tipe Group
Investigation (GI) dapat dipakai guru untuk mengembangkan kreatifitas
siswa, baik secara perorangan maupun kelompok”. Selanjutnya menurut
Slavin, (Rusman, (2012: 221) mengemukakan bahwa, belajar kooperatif
dengan teknik Group Investigation (GI)sangat cocok untuk bidang kajian
yang memerlukan kegiatan studi proyek terintegrasi yang mengarah pada
kegiatan perolehan, analisis, dan sintetis informasi dalam upaya untuk
memecahkan suatu masalah.
Pembelajaran tipe Group Investigation (GI) merupakan salah satu bentuk
model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan
aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang
akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku
pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet.
Ciri-ciri Pembelajaran Group Investigation
Menurut Udin S. Winaputra, 2001:75 dalam model Group Investigation
terdapat tiga konsep utama, yaitu:
a. Penelitian (Enquiri)
Adalah proses dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah
dan memecahkan masalah tersebut.
b. Pengetahuan (Knowledge)
Adalah pengalaman belajar yang diperoleh siswa baik secara langsung
maupun tidak langsung.
c. Dinamika Kelompok (The Dynamic of the Learning Group)
Menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok saling
berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling
bertukar pengalaman melalui proses saling beragumentasi.

8
2. Kelebihan dan Kekurangan Model GI
Setiawan (2006:9) mendeskxipsikan beberapa kelebihan dari pembelajaran
GI, yaitu sebagai berikut:
1) Secara Pribadi
a) Dalam proses belajarnya dapat bekerja secara bebas
b) Memberi semangat untuk berinisiatif, kreatif, dan aktif
c) Rasa percaya diri dapat lebih meningkat
d) Dapat belajar untuk memecahkan, menangani suatu masalah
e) Mengembangkan antusiasme dan rasa pada fisika
2) Secara Sosial
a) Meningkatkan belajar bekerja sama
b) Belajar berkomunikasi baik dengan teman sendiri maupun guru
c) Belajar berkomunikasi yang baik secara sistematis
d) Belajar menghargai pendapat orang lain
e) Meningkatkan partisipasi dalam membuat suatu keputusan
3) Secara Akademis
a) siswa terlatih untuk mempertanggungjawabkan jawaban yang
diberikan
b) bekerja secara sistematis
c) mengembangkan dan melatih keterampilan fisika dalam berbagai
bidang
d) merencanakan dan mengorganisasikan pekerjaannya
e) mengecek kebenaran jawaban yang mereka buat
f) Selalu berfikir tentang cara atau strategi yang digunakan sehingga
didapat suatu kesimpulan yang berlaku umum.
Model Pembelajaran Group Investigation selain memiliki kelebihan
juga terdapat beberapa kekurangannya, yaitu:
a) Sedikitnya materi yang tersampaikan pada satu kali pertemuan
b) Sulitnya memberikan penilaian secara personal
c) Tidak semua topik cocok dengan model pembelajaran GI, model
pembelajaran GI cocok untuk diterapkan pada suatu topik yang

9
menuntut siswa untuk memahami suatu bahasan dari pengalaman yang
dialami sendiri
d) Diskusi kelompok biasanya berjalan kurang efektif
e) Siswa yang tidak tuntas memahami materi prasyarat akan mengalami
kesulitan saat menggunakan model ini (Setiawan, 2006:9).
Berdasarkan pemaparan mengenai model pembelajaran GI
tersebut, jelas bahwa model pembelajaran GI mendorong siswa untuk
belajar lebih aktif dan lebih bermakna. Artinya siswa dituntut selalu
berfikir tentang suatu persoalan dan mereka mencari sendiri secara
penyelesaiannya. Dengan demikian mereka akan lebih terlatih untuk selalu
menggunakan keterampilan pengetahuannya, sehingga pengetahuan dan
pengalaman belajar mereka akan tertanam untuk jangka waktu yang cukup
lama (Setiawan, 2006:9).
3. Langkah-langkah Pembelajaran Model GI
Suardi (2015) menyatakan bahwa terdapat enam langkah untuk
melaksanakan metode pembelajaran dengan teknik group investigation,
yaitu grouping, planning, investigation, organizing, presenting,dan
evaluating. Masing – masing dari langkah – langkah tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut.
1) Grouping. Merupakan langkah dalam group investigation di mana
pada langkah ini merupakan tahapan untuk menentukan jumlah
anggota yang akan terlibat dalam kelompok, menentukan sumber yang
dapat digunakan oleh kelompok, memilih topik yang akan digunakan
dalam kelompok, dan merumuskan suatu permasalahan.
2) Planning. Merupakan langkah dalam group investigation di mana
dalam tahapan ini mulai menetapkan tentang hal – hal yang akan
dipelajari, cara untuk mempelajarinya, menentukan individu untuk
melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuannya, dan tujuan dalam
mengerjakan.
3) Investigation. Merupakan langkah dalam group investigation di mana
dalam langkah ini mulai muncul saling bertukar informasi dan ide
diantara individu dalam kelompok, melakukan kegiatan diskusi,

10
melakukan klarifikasi, mengumpulkan suatu informasi, menganalisis
data yang telah diperoleh, dan membuat inferensi.
4) Organizing. Merupakan langkah dalam metode group investigation di
mana dalam tahapan ini anggota kelompok mulai menuliskan hasil
diskusinya ke dala laporan, membuat rencana untuk melakukan
presentasi dari laporan yang diperoleh, menentukan penyaji dalam
laporan, moderator dalam presentasi, dan menentukan notulis untuk
mencatat hasil presentasi.
5) Presenting. Merupakan langkah dalam metode group investigation, di
mana dalam langkah ini salah satu kelompok menyajikan hasil yang
diperoleh, sedangkan kelompok yang lain melakukan suatu
pengamatan, melakukan evaluasi, melakukan klarifikasi, kemudian
mengajukan pertanyaan atau tanggapan pada kelompok yang tampil.
6) Evaluating. Merupakan langkah dalam metode group investigation, di
mana dalam tahapan ini masing – masing siswa mulai melakukan
koreksi atau pembenaran terhadap laporan – laporan yang disusun.
Pembenaran dilakukan berdasarkan pada hasil diskusi dengan kelas,
siswa, dan guru. Guru perlu berkolaborasi dengan siswa di kelas untuk
melakukan penilaian terhadap pembelajaran yang dilakukan.
Kemudian, guru juga perlu melakukan penilaian terhadap hasil belajar
siswa yang difokuskan pada pencapaian pemahamannya.

D. Matematika di Sekolah Dasar


Menurut Depdiknas (2004:75) Matematika merupakan suatu bahan kajian
yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif,
yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran
sebelumnya sudah diterima, sehingga keterkaitan antar konsep dalam
Matematika bersifat sangat kuat dan jelas.
Berdasarkan teori tersebut konsekuensi bagi peneliti adalah guru harus benar-
benar paham bahwa perlunya pemahaman konsep kepada peserta didik dalam
proses pembelajaran. Pengalaman yang telah diperoleh siswa merupakan
jembatan untuk memperoleh pengetahuan yang akan disampaikan dengan

11
materi yang relevan sehingga pengetahuan siswa tidak terputus, siswa dapat
menerapkan kaidah Matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Udin S Winataputra (2004:1.25) Matematika berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangn
dan simbol-simbol serta ketajaman penalaran yang dapat membantu
memperjelas dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
Jadi Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar
melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, dan eksperimen, sebagai alat
pemecahan masalah melalui pola pikir dan model Matematika serta sebagai
alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik, diagram, dalam menjelaskan
gagasan.
Tujuan pembelajaran Matematika adalah melatih cara berpikir secara
sistematis, logis, kritis, kreatif, dan konsisten (Depdiknas, 2004:75). Di
Sekolah Dasar diutamakan agar siswa mengenal, memahami serta mahir
menggunakan bilangan dalam kaitannya dengan praktek kehidupan.

12

Anda mungkin juga menyukai