Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Kampus
UI Depok, Jawa Barat, 16424, Indonesia
Email: wantihidayah@ymail.com
Abstrak
Skripsi ini mencoba untuk memberikan penjelasan bagaimana film komedi dapat
dijadikan media representasi kehidupan pembantu rumah tangga pada masa Orde Baru yang
menjadi persoalan tersendiri bagi sektor informal di ibukota, mulai dari dari permasalahan upah,
urbanisasi, regulasi hukum mengenai belum adanya RUU Perlindungan Pembantu Rumah
Tangga. Representasi dalam film Film Inem Pelayan Sexy 1-3 diuraikan dengan menggunakan
analisis deskriptif dengan menguraikan terlebih dahulu pokok permasalahan yang diikuti uraian-
uraian terperinci. Film Inem Pelayan Sexy 1-3 menunjukkan terjadinya mobilitas sosial pembantu
rumah tangga yang dialami oleh Inem, pembantu rumah tangga yang berubah berubah status
menjadi nyonya besar, perubahan status tersebut juga mengubah gaya hidupnya, dan
perjuangannya mengangkat harkat pembantu lainnya.
Kata kunci: Inem Pelayan Sexy 1-3; Mobilitas sosial; Nya Abbas Akup; Pembantu rumah tangga;
Representasi.
Abstract
This thesis describes about how a comedy movie could turn out to be a media to represent the life of maids in New
Order, which was a common issue in the city of Jakarta at that time, which included the salary issue, urbanization,
law regulation about maids, and many other. The representation in "Inem Pelayan Sexy 1-3" movies was described
with descriptive analytical and it explained the main problem first, then followed by the details descriptions. The
"Inem Pelayan Sexy 1-3" movies showed that the social mobility of maids happened to Inem, a maid who turned into
a royal lady. Not only she moved from a lower class society to an upper class society, she also changed her whole
lifestyle, and tried to help the other maids to climb the social class.
Keyword: Inem Pelayan Sexy 1-3; Maid; Nya Abbas Akup; Representation; Social mobility.
1
Universitas Indonesia
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pembahasan dalam Jurnal ini adalah film komedi Inem Pelayan Sexy 1-3 yang pada tahun
pembuatannya menjadi salah satu film yang terlaris di bioskop. Film ini dihasilkan oleh sutradara
yang konsisten di sepanjang karirnya di genre film komedi, sekitar 33 film yang dihasilkan 28
film di antaranya adalah film komedi, ia adalah Nya Abbas Akup.1 Nya Abbas Akup sendiri
bukanlah orang baru dalam bidang perfilman. Pada awal 1950-an, ia sudah menghasilkan
sejumlah film di antaranya Heboh (sutradara, 1954), dan Tiga Dara (sutradara, 1956). Melalui
film-filmnya, Nya Abbas Akup bukan hanya menampilkan kelucuan semata tetapi juga ia
merepresentasikan keadaan sosial masyarakat pada zamannya. Seperti salah satu fungsi film,
yaitu sebagai arsip sosial yang dapat menangkap jiwa zaman atau Zeitgeist masyarakat saat itu2
atau dengan kata lain film hadir sebagai manifestasi yang jujur dari apa yang tengah bergejala di
masyarakat.
Film Inem Pelayan Sexy 1-3 yang diproduksi oleh PT Candi Dewi Film dipandang
penting untuk diteliti karena mengangkat kehidupan seorang pembantu rumah tangga yang
disimbolkan melalui tokoh Inem untuk meraih kehidupan yang lebih baik secara ekonomi dengan
cara mencari pekerjaan di Ibukota. Nya Abbas Akup menampilkan pemerintah Orde Baru yang
giat melakukan pembangunan di Jakarta sehingga Inem tertarik untuk datang ke kota dan sebagai
sosok seorang pendatang, ia menjadi korban modernisasi.3 Inem harus menghadapi permasalahan
lainnya yang berkaitan dengan profesinya sebagai pembantu rumah tangga seperti permasalahan
1
Terdapat dua tipe penulisan nama Nya Abbas Akup, yang pertama adalah dengan menggunakan akhiran
huruf “b” dan “p”. Dalam skrispsi ini penulisan nama Nya Abbas Akup menggunakan tipe yang kedua
dengan akhiran “p”. Hal ini dikarenakan banyak buku-buku yang menggunakan nama Nya Abbas Akup,
hal ini juga sesuai dengan penulisan yang tertera dalam film-filmnya yang ditampilkan di layar sebelum film di
mulai. Veven Sp. Wardhana Wardhana, Veven Sp. 2006. Kritik Sosial Dalam Film Komedi: Studi Khusus Tujuh
Film Nya Abbas Akup. Jakarta: FFTV-IKJ PRESS. Hlm 15.
2
Ekky Imanjaya, A to Z about Indonesia Film, Bandung: Mirzan, 2006. Hlm. 30.
3
Modernisasi adalah suatu proses transformasi, suatu perubahan masyarakat dalam segala aspek. Dalam modernisasi
terdapat unsur westernisasi sehingga tidak mengherankan apabila masyarakat Jakarta banyak yang bergaya hidup
kebaratan. D. J. W. Schrool, Sociologie Der Modernisering Modernisasi: Pengantar Sosiologi Pembangunan
Negara-negara Sedang Berkembang, terj. R.G. Soekadijo. Jakarta: Gramedia, 1980. Hlm. 1. Menurut
Koetjaraningrat, modernisasi adalah usaha untuk hidup sesuai dengan zaman dan konstelasi dunia sekarang.
Modernisasi memang identik dengan bangsa Barat namun bukan berarti dalam menjalankan modernisasi harus
bergaya kebarat-baratan atau weternisasi. Koetjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta:
Gramedia, 1981. Hlm. 140−141.
Universitas Indonesia
urbanisasi, upah, pembangunan di kota yang tidak merata, dan perubahan gaya hidup, hingga
kepada usaha dia untuk menaikkan harkat para pembantu rumah tangga.
1.2 Permasalahan
Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah “Bagaimana kehidupan pembantu
rumah tangga pada masa Orde Baru yang direpresentasikan di dalam film Inem Pelayan Sexy 1-
3”. Permasalahan di atas akan dijawab dengan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kondisi ekoomi sosial dan industri perfilman pada masa Orde Baru ?
2. Bagaimanakah perjalanan Nya Abbas Akup dalam dunia perfilman ?
3. Bagaimana film Inem Pelayan Sexy 1-3 merepresentasikan mobilitas sosial pembantu
rumah tangga ?
1.3 Metode
Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah metode
sejarah, yang terdiri dari empat langkah, yaitu; heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi,
yang tidak terlepas dari konsep penelitian sejarah.
Dimulai dengan tahap Heuristik yaitu berupa pengumpulan data dari berbagai sumber
terkait penulisan baik sumber primer maupun sumber sekunder. Sumber primer yang ditemukan
adalah film, skenario dan artikel dalam surat kabar dan majalah yang sezaman dengan topik
penelitian. Sumber terpenting dari penelitian ini adalah film Inem Pelayan Sexy 1-3. Penulis
menonton langsung copy asli film tersebut di Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, Kuningan
Jakarta. Sumber sekunder yang telah ditemukan berupa buku-buku mengenai film, sejarah,
ekonomi, antropologi, dan sosiologi, sebagaimana yang tercantum dalam Daftar Acuan skripsi
ini.
Tahap kedua adalah melakukan kritik baik kritik internal maupun eksternal. Dalam kritik
internal, peneliti menilai apakah sumber-sumber yang telah dikumpulkan ini adalah sumber yang
faktual. Dalam hal ini dilakukan perbandingan cerita Inem Pelayan Sexy 1-3 dalam skenario dan
film. Dalam kritik eksternal, sumber tercetak diamati sampul, bentuk, dan jenis kertas.
Tahap ketiga adalah interpretasi, yaitu menafsirkan sumber-sumber yang telah dikritik di
tahap sebelumnya, lalu diklarifikasikan satu sama lain, dan dilihat apakah ada keterkaitan antara
fakta-fakta tersebut untuk mendapatkan kesimpulan dari fakta-fakta yang telah diuji untuk dapat
ditulis. Ketiga film ini merupakan representasi tentang mobilitas sosial pembantu rumah tangga
Universitas Indonesia
yang disimbolkan melalui tokoh Inem untuk meraih kehidupan yang lebih baik secara ekonomi
dengan cara mencari pekerjaan di ibukota. Tahap terakhir adalah historiografi yaitu proses
penulisan hasil penelitian ini. dalam tulisan ini, dilakukan rekontruksi ulang terkait dengan
permasalahan yang akan diteliti. Selain itu, penulis menggunakan pola analisis deskriptif dalam
penulisan ini, yaitu pola penulisan dengan menguraikan pokok permasalahan terlebih dahulu lalu
diikuti dengan uraian-uraian.
Universitas Indonesia
bioskop menyebabkan semakin membanjirnya film-film impor dalam jumlah yang semakin
banyak dan bersifat tidak mendidik. Kondisi ini sangat disayangkan, mengingat pada awalnya
niat pemerintah untuk memacu produksi film dalam negeri, malah justru jumlah produksi film
dalam negeri tidak meningkat baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
11
Sunaryo H.S., Heri Suwignyo, dll, Perkembangan Ludruk di Jawa Timur, Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1997. Hlm. 9.
12
Ibid.
Universitas Indonesia
tentang tingkah laku manusia atau masyarakat Indonesia lengkap dengan gaya tutur
masyarakatnya yang biasa kita jumpai dalam teater rakyat.
13
Komedi yang menampilkan kelucuannya secara kasar melalui olah gerak tubuh. Veven Sp. Wardhana, 2006. Kritik
Sosial Dalam Film Komedi: Studi Khusus Tujuh Film Nya Abbas Akup. Jakarta: FFTV-IKJ PRESS. Hlm. 67.
14
Komedi horor adalah komedi yang dipadukan dengan unsur keseraman, menegangkan dan mengerikan hingga
menimbulkan ketakutan, ketakutan tersebutlah yang seringkali dibuat sebagai bahan lelucuan. Veven Sp. Wardhana.
Op. cit., Hlm. 67.
15
Komedi aksi adalah film komedi yang biasanya disertai dengan adegan aksi seperti kejar-kejaran, tembak
menembak yang disajikan secara lucu. Ibid.
16
Komedi yang menirukan sesuatu baik dalam bentuk ucapan maupun tingkah laku guna untuk menimbulkan unsur
lucu. Ibid.
Universitas Indonesia
Melalui film-filmnya Nya Abbas Akup selalu menyinggung permasalahan sosial yang
terjadi dalam masyarakat, contohnya dalam film Semua Karena Ginah (1985) yang
menceritakan mengenai praktek monopoli dalam dunia ekonomi. Kreativitasnya mulai tak
terbendung lagi ketika memasuki dekade 1970-1980-an, tak kurang setengah dari keseluruhan
filmnya ia hasilkan pada dekade tersebut. Salah satu diantaranya adalah film Drakula Mantu
(1974). Melalui film ini ia ingin menungkapkan permasalahan penggusuran yang pada saat
tahun pembuatan film ini sedang marak terjadi di Jakarta. Gambaran kehidupan masyarakat
lainnya juga digambarkan melalui film Cintaku di Rumah Susun (1987) yang menceritakan
kehidupan percintaan yang dibaluti dengan sketsa keseharian kehidupan sosial penduduk rumah
susun. Gambaran mengenai tenaga kerja wanita yang tidak mendapat perhatian pemerintah juga
ia kemas dalam film Kipas-Kipas Cari Angin (1989). Inilah yang menjadi ciri khas Nya Abbas
Akup, gemar membuka topeng kepalsuan yang banyak dipakai oleh sejumlah orang besar yang
ada di sekeliling kita. Selain film-film yang telah disebutkan di atas, film yang akan dibahas
lebih lanjut adalah film Inem Pelayan Sexy 1-3. Film ini berisi tentang representasi kehidupan
pekerja sektor informal seperti pembantu rumah tangga pada masa Orde Baru, lengkap dengan
permasalahan mengenai sistem pengupahan dan kedudukan pembantu rumah tangga di mata
hukum yang belum jelas.
Sebagaimana telah dijelaskan, salah satu fungsi film adalah sebagai media representasi.
Representasi adalah tindakan menghadirkan sesuatu baik orang, peristiwa, maupun objek lewat
sesuatu yang lain di luar dirinya, biasanya berupa tanda atau simbol.17 Film sebagai media
reperesentasi kerap menggambarkan persoalan kehidupan yang dialami oleh masyarakat, seperti
realita sosial baru yang sedang digandrungi, issue-issue hangat, dan juga perubahan dan
perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat Indonesia tak luput dari pantauan ide dari
sebuah film. Salah satu yang dapat digambarkan melalui film adalah mobilitas sosial. Pengertian
mobilitas sosial secara umum merupakan perubahan status sosial atau status pekerjaan seseorang.
Mobilitas sosial merajuk pada proses dimana individu berpindah dari satu posisi ke posisi lain
17
Stuart Hall, Representation: Cultural Representations and Signifying Practices, London: Sage Publications, 1997.
Hlm. 28.
Universitas Indonesia
dalam masyarakat. Proses perpindahan individu tersebut bisa terjadi dari posisi rendah ke posisi
yang lebih tinggi maupun sebaliknya.18
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Inem Pelayan Sexy (IPS)19 karya
sutradara Nya Abbas Akup yang di buat berseri 1-3 di tahun 1976 dan 1977 merupakan salah satu
contoh film yang merepresentasikan mobilitas sosial kehidupan dan perjuangan pembantu rumah
tangga yang bekerja di perkotaan pada masa Orde Baru. Hal inilah yang akan di bahas lebih
mendalam dalam bab ini.
4.1.1 Urbanisasi
Pada awal film digambarkan Inem berasal dari udik atau kampung yang diajak salah
seorang temannya yang bekerja sebagai tukang roti keliling untuk menjadi pembantu rumah
tangga di sebuah rumah yang terletak di kawasan elite Ibu kota. Hal ini tercermin dalam salah
satu dialog menit ke 3:55-4:26:
Nyonya Cokro : “Mana orangnya?”
Tukang Roti : “Susah cari orang sekarang nya (memanggil sebutan nyonya), harus didatangkan dari
udik”
Nyonya Cokro :”Janji-janji melulu, nunggu lama-lama rumah kita kan bisa berantakan”.
Melalui adegan ini, Nya Abbas Akup memperlihatkan gejala urbanisasi yang terjadi
dalam masyarakat melalui sosok Inem. Urbanisasi adalah suatu keadaan dimana semakin
banyaknya penduduk desa menuju kota, hal ini terjadi karena adanya ketimpangan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Indonesia di awal tahun 1970-an hanya bisa dirasakan di
kota-kota besar dan hanya sebagaian masyarakatnya, salah satunya kota Jakarta. Nya Abbas
18
Seymour M. Lipset dan Reinhard Bendix, Social Mobility in Industrial Society, Chicago: University of Chicago
Press, 1966. Hlm. 2.
19
Judul film Inem Pelayan Sexy selanjutnya akan ditulis dengan cara menyingkat menjadi IPS.
Universitas Indonesia
Akup menggambarkan fenomena urbanisasi sedang marak terjadi di kota-kota besar di Indonesia
khususnya Jakarta. Pertumbuhan penduduk Jakarta disebabkan adanya pendatang yang masuk ke
Ibu kota.20 Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Jakarta mengalami peningkatan dari sekitar
2,9 juta orang pada tahun 1961 menjadi 4,5 juta orang pada tahun 1971.21 Angka tersebut
menunjukkan rata-rata tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 6 persen per tahun, yang lebih dari
separuhnya disebabkan oleh urbanisasi.22
4.1.2 Upah Pembantu Rumah Tangga
Gambaran mengenai sitem pengupahan pembantu rumah tangga yang terjadi di Indonesia
digambarkan oleh Nya Abbas Akup melalui salah satu dialog yang terdapat di film Inem Pelayan
Seksi 1, dialog tersebut berupa:
Nyonya Cokro : “Eh janji melulu. Nunggu lama-lama bisa berantakan rumah kita”
Tukang Roti : “Habis nyonya maunya yang murah si. Tiga ribu sebulan mana ada yang mau”
Nyonya Cokro : “Tiga ribu kan harga umum”
Tukang Roti : “Sekarang Tiga ribu udah ga ada yang mau. Ada yang mau tapi minta sepuluh
ribu”
Nyonya Cokro : “Itu kan merusak pasaran”.23
Dialog diatas terdapat ucapan “tiga ribu kan harga umum”, hal ini mencerminkan bahwa
upah yang diberikan oleh para majikan yang berada di Indonesia pada umumnya adalah sesuai
dengan standar harga yang berlaku pada saat itu.
Ketika Inem masuk ke dalam rumah Nyonya Cokro untuk pertama kalinya, para
pembantu rumah tangga lainnya yang bekerja disekitar menunggu di luar rumah Nyonya Cokro
untuk mendapatkan informasi apakah Inem akan mendapatkan upah yang sama dengan yang
diberikan majikan mereka masing-masing.
Pembantu 1 :”Gimana hasilnya?”
Pembantu 2 :”Kapan mulai kerja?”
Tukang Roti :”Besok”
Pembantu 3 :”Ko masih mau saja ada orang yang kerja sama orang yang judes dan cerewat”
Pembantu 1, 2, 3 :”Berapa gajinya?”
Tukang roti :”Pokoknya gede”
20
Mayling Oey. Jakarta Dibangun Kaum Pendatang, dalam Prisma, 5 Mei 1977. Hlm. 64.
21
Sensus Penduduk 1971, 1980, 1990, 2000 dan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1995. Penduduk Indonesia
menurut Provinsi 1971, 1980, 1990, 1995, 2000 dan 2010. Dalam
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=12%20¬ab=1. Diakses pada 27
September 2014 pukul 20:16 WIB.
22
Business News, 6 April 1972.
23
Percakapan ini terjadi pada menit ke-03:55-04:26. Lihat dalam lampiran, Gambar 4.6.
Universitas Indonesia
Penggambaran Nya Abbas Akup terhadap pemberian upah pembantu rumah tangga sesuai
dengan keadaan nyata yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1970-an. Seperti yang terdapat
dalam salah satu surat kabar yang memberitakan mengenai pembantu rumah tangga. Artikel
tersebut menyebutkan bahwa untuk urusan gaji pembantu rumah tangga, biasanya para majikan
yang hendak mempekerjakan pembantu tersebut dipersilahkan untuk berunding sendiri dengan si
calon.25 Berdasarkan klasifikasi sesuai dengan jenis pekerjaannya, pembantu rumah tangga
termasuk ke dalam kalangan kelas bawah. Apabila dilihat dari survey Badan Pusat Statistik, rata-
rata pendapatan perbulan penduduk miskin di Indonesia pada tahun 1970-1974 sekitar Rp. 2.849
- 4.52226 atau pendapatan penduduk miskin di Jakarta di tahun 1972 biasanya berkisar Rp. 100-
Rp. 250 perhari.27 Berdasarkan data tersebut, menunjukkan bahwa yang direpresentasikan Nya
Abbas Akup melalui upah Inem dan pembantu lainnya sebesar Rp. 3000 masuk ke dalam
kategori pendapatan penduduk miskin, sedangkan gaji karyawan yang bekerja diperkantoran pada
pertengahan tahun 1970-an mencapai Rp. 12.000 perbulannya.28
4.1.3 Pembangunan di Kota yang Tidak Merata
Pertumbuhan pembangunan yang tidak merata terlihat ketika menampilkan rumah Inem
yang terletak di sebuah kampung di pinggiran kota. Lingkungan rumah Inem digambarkan
dengan rumah kecil berbilik bambu dan beralaskan tanah dengan bantuan penerangan lampu
minyak tanah.29 Untuk mencapai rumah tesebut harus melewati sebuah jembatan gantung.30 Hal
ini yang coba direpresentasikan oleh Nya Abbas Akup dimana di pinggiran kota Jakarta masih
banyak daerah yang mengalami ketertinggalan. Daerah pinggiran kota tersebut biasanya
ditempati oleh warga asli keturunan Jakarta dan tak jarang juga ditempati oleh kaum pendatang
yang bekerja di tengah kota baik sebagai pembantu maupun buruh.
24
Percakapan ini terjadi pada menit ke-06:20-06:38. Lihat dalam lampiran, Gambar 4.7.
25
“Mendapat Pembantu Rumah Tangga Melalui Suatu Biro”, Kompas 7 Maret 1974. Hlm. 5.
26
Survey Badan Pusat Statistik. Jumlah Penduduk Miskin, Presentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan
1970-2013, Diakses melalui http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=23¬ab=7,
29 September 2014.
27
Gustav F. Papanek. Penduduk Miskin di Jakarta, dalam Prisma 1 Februari 1976
28
Bagian Statistik Tenaga Kerja. Indikator Tingkat Hidup Pekerja 1986. Biro Pusat Statistik. Hlm. 27.
29
Lihat dalam lampiran, Gambar 4.5.
30
Adegan sebuah perkampungan yang terletak di pinggiran kota tersebut tercermin dalam film Inem Pelayan Seksi 1
menit ke 42:37, sedangkan penggambaran rumah Inem yang berbilik bambu terdapat pada menit ke 43:08. Lihat
dalam lampiran, Gambar 4.4.
Universitas Indonesia
Proses modernisasi ini dimulai sejak awal ketika kebijaksanaan pembangunan yang
berorientasi pada pertumbuhan di tahun 1960 dan 1970-an telah mengakibatkan terjadinya
pemusatan kekayaan serta pendapatan di tangan kelas elite di Jakarta.32 Hal inilah yang
mengakibatkan munculnya Orang Kaya Baru (OKB). Kelompok ini mulai tergolong dalam kelas
atas masyarakat Jakarta. Orang-orang kaya ini mengalami peningkatan pendapatan akibat
pembangunan ekonomi di Jakarta pada 1970-an, karena adanya kemajuan ekonomi yang
meningkat sehingga berdampak pada taraf kehidupan masyarakat.
31
Lihat dalam lampiran, Gambar. 4.14.
32
Hans Dieter Evers dan Rüdiger Korff, Op. cit.
Universitas Indonesia
Pada masa Orde Baru, ajang pemilihan putri kerap dilaksanakan oleh berbagai pihak,
mulai dari industri kosmetika hingga pemilihan putri daerah. Serangkaian proses harus dijalani
oleh para peserta mulai dari parade, pemeriksaan kesehatan, ujian pengetahuan umum, bahasa
inggris, pengetahuan kepariwisataan, seni serta budaya, dan di malam puncak biasanya para
peserta tampil berjalan di atas catwalk dengan pakaian internasional, olahraga dan kebaya.33
Hal inilah yang coba dipresentasikan oleh Nya Abbas Akup dalam salah satu adegan di
IPS 2. Nyonya dan Tuan Cokro mengadakan seleksi mencari pembantu rumah tangga dengan
mengikuti cara kontes pemilihan putri yang pada saat ini sedang marak dilaksanakan.
Keberhasilan Inem menjadi nyonya besar yang kaya raya menjadi acuan bagi pembantu lainnya
untuk melamar menjadi pembantu di rumah nyonya Cokro.
4.3 Inem Pelayan Sexy 3 (1977): Memperjuangkan Harkat
Deskripsi film IPS 3 lebih mengangkat kepada sikap dermawan mantan pembantu, Inem
yang sekarang sudah berubah menjadi nyonya besar yang kaya raya. Inem mulai menaruh
perhatian terhadap para pembantu rumah tangga dengan cara menyelenggarakan Kongres di Bali.
Kongres memiliki tiga tujuan yakni pertama untuk mempersatukan babu-babu, kedua untuk
menyadarkan masyarakat bahwa para babu juga termasuk golongan masyarakat yang mempunyai
arti dalam kehidupan masyarakat karena itu kita menuntut adanya keadilan dan kemakmuran,
terakhir para babu ingin membantu pemerintah Negara Republik Indonesia dalam pembangunan.
Permasalahan tersebutlah yang selama ini erat kaitannya dengan tenaga kerja informal yang ada
di Indonesia, hal ini direpresentasikan oleh Nya Abbas Akup dalam dialog antara majikan dengan
pembantu yang telah mengikuti Konggres babu-babu menit ke-1:10:13:
33
“Akchirnya Ratu Djabar Menggunakan Pakaian Renang Djuga”, Kompas, 5 Agustus 1971.
Universitas Indonesia
RUU mengenai PRT sangat penting untuk memberikan perlindungan dan menjamin
pemenuhan hak-hak pembantu rumah tangga seperti jam kerja, kepastian upah, Jaminan sosial,
bebas dari perlakuan diskriminasi dan kekerasan.
Dampak belum adanya RUU yang melindung pembantu rumah tangga menimbulkan
dampak masih banyak PRT yang diperlakukan tidak layak oleh majikan. Hal inilah yang
direpresentasikan oleh Nya Abbas melalui dialog para PRT yang menyalurkan keluh kesahnya
dalam Kongres Babu Babu menit ke-54:13
Sudah selayaknya PRT mendapatkan perhatian khusus melalui RUU PRT, sehingga ada
hak yang dapat melindungi kepentingannya dan sekaligus kewajiban yang harus dilaksanakan
sebagai Pekerja Rumah Tangga. Alasan yuridis mengenai perlindungan PRT sebenarnya sudah
tertuang dalam Pasal 27 UUD 1945, dinyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hal tersebut merupakan jaminan
konstitusi dalam rangka memberikan perlindungan, kesejahteraan dan sekaligus keadilan bagi
golongan masyarakat pekerja apapun termasuk pembantu rumah tangga.
Wartawan : “Apa untuk tujuan itu perlu diadakan kongres macam ini?”
34
Dialog tersebut tercermin dalam IPS 3—PBB dalam menit ke-35: 54.
Universitas Indonesia
Karjo : “Kenapa tidak? Anda lihat ada kongres kaum wartawan ada konggres artis, dsb. Kenapa
tidak perlu ada kongres kaum babu. Kan babu itu juga sebuah profesi juga”
Wartawan : “Betul. Tapi kenapa belum pernah saya dengar ada konggres babu-babu diluar negeri?
Di Amerika umpamanya”
Karjo : “Tentu saja. Disana kedudukan babunya sudah baik.. sudah memanusia”
Selama rezim Orde Baru berkuasa, pertumbuhan ekonomi menjadi tujuan utama untuk
memulihkan perekonomian Indonesia. Pembangunan dan modernisasi membuka kesempatan
bagi kaum perempuan untuk memasuki sektor publik untuk mendapatkan upah. Pendidikan dan
keterampilan dijadikan dasar dalam menentukan jenis pekerjaan berikut upahnya.
Pada masa ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan mengenai peran perempuan
di dunia publik untuk berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya bidang ekonomi. .
Kebijakan tersebut misalnya pengerahan tenaga kerja ke luar negeri, penempatan buruh-buruh
perempuan di pabrik, dan memperkenalkan konsep kemitrasejajaran laki-laki dengan perempuan
lewat GBHN yang kemudian dikenal dengan peran ganda perempuan dengan ikut berperan di
peran publik dengan tetap mempertahankan peran domestiknya sebagai ibu rumah tangga. Peran
ganda ini juga diperkuat oleh Undang-Undang Perkawinan No. 1/1974, yang di satu sisi memberi
35
Remitansi adalah jumalah kiriman uang TKI yang masuk ke pemerintah. Remitansi merupakan salah satu
sumbangan terbesar bagi negara berkembang untuk menurunkan angka kemiskinan.
36
Dialog menit ke 35: 06.
Universitas Indonesia
5. KESIMPULAN
Film merupakan salah satu media massa yang selain sebagai media hiburan juga
merupakan sebuah teks sosial yang merekam dan sekaligus berbicara tentang dinamika
kehidupan masyarakat pada saat film tersebut diproduksi. Pada masa Orde Baru, pemerintah
melakukan pengendalian terhadap media massa yang sangat ketat, hal ini juga berlaku terhadap
film. Pemerintah melakukan pengawasan yang ketat terhadap sineas perfilman sehingga tidak
bisa mendapatkan kebebasan sepenuhnya dalam mengungkap sebuah realita yang sebenarnya
sedang terjadi disekitarnya. Pembangunan ekonomi yang dicapai pada masa Orde Baru dan
permasalahan-permasalahan akibat dari ketidakmerataan pembangunan turut menjadi salah satu
tema yang direpresentasikan dalam film.
Film Inem Pelayan Sexy 1-3 menjadi medium untuk memperjuangkan harkat pembantu
rumah tangga yang ingin disampaikan oleh Nya Abbas Akup. Nya Abbas Akup menampilkan
Inem sebagai simbolisasi pekerja sektor informal dari kelas bawah yang berjuang hidup di
ibukota untuk mendapatkan kehidupan ekonomi yang lebih baik. Hal ini terbukti dengan
perubahan yang dialami Inem menjadi nyonya besar. Meskipun perubahan ini bukan berkat usaha
kerasnya melainkan karena pernikahannya dengan orang kaya. Perubahan status inilah yang
membuat Inem menyesuaikan dengan gaya hidup modern yang ada di ibukota, selain itu Inem
juga tak lupa untuk memperjuangkan harkat pembantu rumah tangga lainnya dengan mengadakan
kongres babu-babu.
Sumbangsih Nya Abbas Akup dalam dunia perfilman melalui film Inem Pelayan Sexy
sebagai media massa yang merepresentasikan perjalanan mobilitas pembantu rumah tangga yang
permasalahannya masih relevan hingga sekarang, Perjuangan Inem sebagai pembantu rumah
tangga untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik mampu menginspirasi masyarakat hingga
kini. Pada tahun 1970-an kehidupan pekerja pembantu rumah tangga kurang mendapatkan
perhatian serius dari pemerintah, hingga saat ini setelah reformasi pemerintah dinilai masih
kurang memperhatikan kehidupan pekerja pembantu rumah tangga, hal ini terbukti dengan masih
Universitas Indonesia
belum adanya regulasi hukum yang mengatur mengenai kehidupan pembantu rumah tangga
sebagai salah satu pekerja yang ada di Indonesia.
Daftar Acuan
Film
Inem Pelayan Sexy (95 menit). Prod: PT Candi Dewi Film. Std: Nya Abbas Akup. Pem: Jalal
Surya Group, Doris Callebout, Eddy Moward dan Titik Puspa ,1976. Koleksi Pusat
Perfilman H. Usmar Ismail.
Inem Pelayan Sexy 2 (90 menit). Prod: PT Candi Dewi Film. Std: Nya Abbas Akup. Pem: Jalal
Surya Group, Doris Callebout, Eddy Moward dan Titik Puspa ,1977. Koleksi Pusat
Perfilman H. Usmar Ismail.
Inem Pelayan Sexy 3 (95 menit). Prod: PT Candi Dewi Film. Std: Nya Abbas Akup. Pem: Jalal
Surya Group, Doris Callebout, Eddy Moward dan Titik Puspa ,1977. Kolseksi Pusat
Perfilman H. Usmar Ismail.
Koran
Kompas 7 Maret 1974.
Artikel Majalah
Oey, Mayling. “Jakarta Dibangun Kaum Pendatang”, Prisma, 5 Mei 1977.
Gustav F. Papanek, Gustav F. “Penduduk Miskin di Jakarta”, Prisma 1 Februari 1976
Lubis, Mochtar. “Jakarta Kota Penuh Kontras”, Prisma 5 Mei 1977.
Universitas Indonesia
Online
Sensus Penduduk 1971, 1980, 1990, 2000 dan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1995.
Penduduk Indonesia menurut Provinsi 1971, 1980, 1990, 1995, 2000 dan 2010. Dalam
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=12%20
¬ab=1. Diakses pada 27 September 2014 pukul 20:16 WIB.
Survey Badan Pusat Statistik. Jumlah Penduduk Miskin, Presentase Penduduk Misikin dan Garis
Kemiskinan 1970-2013. Dalam
http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=23¬ab=7.
Diakses pada 30 September 2014 pukul 15:07 WIB.
Universitas Indonesia