Anda di halaman 1dari 19

REPRESENTASI MOBILITAS SOSIAL PEMBANTU RUMAH TANGGA

DALAM FILM KOMEDI INEM PELAYAN SEXY 1-3 NYA KARYA


ABBAS AKUP 1967—1977

Wanti Hidayah, Muhammad Wasith Albar

Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Kampus
UI Depok, Jawa Barat, 16424, Indonesia

Email: wantihidayah@ymail.com

Abstrak

Skripsi ini mencoba untuk memberikan penjelasan bagaimana film komedi dapat
dijadikan media representasi kehidupan pembantu rumah tangga pada masa Orde Baru yang
menjadi persoalan tersendiri bagi sektor informal di ibukota, mulai dari dari permasalahan upah,
urbanisasi, regulasi hukum mengenai belum adanya RUU Perlindungan Pembantu Rumah
Tangga. Representasi dalam film Film Inem Pelayan Sexy 1-3 diuraikan dengan menggunakan
analisis deskriptif dengan menguraikan terlebih dahulu pokok permasalahan yang diikuti uraian-
uraian terperinci. Film Inem Pelayan Sexy 1-3 menunjukkan terjadinya mobilitas sosial pembantu
rumah tangga yang dialami oleh Inem, pembantu rumah tangga yang berubah berubah status
menjadi nyonya besar, perubahan status tersebut juga mengubah gaya hidupnya, dan
perjuangannya mengangkat harkat pembantu lainnya.

Kata kunci: Inem Pelayan Sexy 1-3; Mobilitas sosial; Nya Abbas Akup; Pembantu rumah tangga;
Representasi.

Abstract

This thesis describes about how a comedy movie could turn out to be a media to represent the life of maids in New
Order, which was a common issue in the city of Jakarta at that time, which included the salary issue, urbanization,
law regulation about maids, and many other. The representation in "Inem Pelayan Sexy 1-3" movies was described
with descriptive analytical and it explained the main problem first, then followed by the details descriptions. The
"Inem Pelayan Sexy 1-3" movies showed that the social mobility of maids happened to Inem, a maid who turned into
a royal lady. Not only she moved from a lower class society to an upper class society, she also changed her whole
lifestyle, and tried to help the other maids to climb the social class.

Keyword: Inem Pelayan Sexy 1-3; Maid; Nya Abbas Akup; Representation; Social mobility.
  1    

Universitas Indonesia

Representasi Mobilitas..., Wanti Hidayah, FIB UI, 2014


2  

1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang

Pembahasan dalam Jurnal ini adalah film komedi Inem Pelayan Sexy 1-3 yang pada tahun
pembuatannya menjadi salah satu film yang terlaris di bioskop. Film ini dihasilkan oleh sutradara
yang konsisten di sepanjang karirnya di genre film komedi, sekitar 33 film yang dihasilkan 28
film di antaranya adalah film komedi, ia adalah Nya Abbas Akup.1 Nya Abbas Akup sendiri
bukanlah orang baru dalam bidang perfilman. Pada awal 1950-an, ia sudah menghasilkan
sejumlah film di antaranya Heboh (sutradara, 1954), dan Tiga Dara (sutradara, 1956). Melalui
film-filmnya, Nya Abbas Akup bukan hanya menampilkan kelucuan semata tetapi juga ia
merepresentasikan keadaan sosial masyarakat pada zamannya. Seperti salah satu fungsi film,
yaitu sebagai arsip sosial yang dapat menangkap jiwa zaman atau Zeitgeist masyarakat saat itu2
atau dengan kata lain film hadir sebagai manifestasi yang jujur dari apa yang tengah bergejala di
masyarakat.
Film Inem Pelayan Sexy 1-3 yang diproduksi oleh PT Candi Dewi Film dipandang
penting untuk diteliti karena mengangkat kehidupan seorang pembantu rumah tangga yang
disimbolkan melalui tokoh Inem untuk meraih kehidupan yang lebih baik secara ekonomi dengan
cara mencari pekerjaan di Ibukota. Nya Abbas Akup menampilkan pemerintah Orde Baru yang
giat melakukan pembangunan di Jakarta sehingga Inem tertarik untuk datang ke kota dan sebagai
sosok seorang pendatang, ia menjadi korban modernisasi.3 Inem harus menghadapi permasalahan
lainnya yang berkaitan dengan profesinya sebagai pembantu rumah tangga seperti permasalahan

                                                                                                                       
1
Terdapat dua tipe penulisan nama Nya Abbas Akup, yang pertama adalah dengan menggunakan akhiran
huruf “b” dan “p”. Dalam skrispsi ini penulisan nama Nya Abbas Akup menggunakan tipe yang kedua
dengan akhiran “p”. Hal ini dikarenakan banyak buku-buku yang menggunakan nama Nya Abbas Akup,
hal ini juga sesuai dengan penulisan yang tertera dalam film-filmnya yang ditampilkan di layar sebelum film di
mulai. Veven Sp. Wardhana Wardhana, Veven Sp. 2006. Kritik Sosial Dalam Film Komedi: Studi Khusus Tujuh
Film Nya Abbas Akup. Jakarta: FFTV-IKJ PRESS. Hlm 15.
2
Ekky Imanjaya, A to Z about Indonesia Film, Bandung: Mirzan, 2006. Hlm. 30.
3
Modernisasi adalah suatu proses transformasi, suatu perubahan masyarakat dalam segala aspek. Dalam modernisasi
terdapat unsur westernisasi sehingga tidak mengherankan apabila masyarakat Jakarta banyak yang bergaya hidup
kebaratan. D. J. W. Schrool, Sociologie Der Modernisering Modernisasi: Pengantar Sosiologi Pembangunan
Negara-negara Sedang Berkembang, terj. R.G. Soekadijo. Jakarta: Gramedia, 1980. Hlm. 1. Menurut
Koetjaraningrat, modernisasi adalah usaha untuk hidup sesuai dengan zaman dan konstelasi dunia sekarang.
Modernisasi memang identik dengan bangsa Barat namun bukan berarti dalam menjalankan modernisasi harus
bergaya kebarat-baratan atau weternisasi. Koetjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta:
Gramedia, 1981. Hlm. 140−141.

Universitas Indonesia

Representasi Mobilitas..., Wanti Hidayah, FIB UI, 2014


3  

urbanisasi, upah, pembangunan di kota yang tidak merata, dan perubahan gaya hidup, hingga
kepada usaha dia untuk menaikkan harkat para pembantu rumah tangga.
1.2 Permasalahan
Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah “Bagaimana kehidupan pembantu
rumah tangga pada masa Orde Baru yang direpresentasikan di dalam film Inem Pelayan Sexy 1-
3”. Permasalahan di atas akan dijawab dengan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kondisi ekoomi sosial dan industri perfilman pada masa Orde Baru ?
2. Bagaimanakah perjalanan Nya Abbas Akup dalam dunia perfilman ?
3. Bagaimana film Inem Pelayan Sexy 1-3 merepresentasikan mobilitas sosial pembantu
rumah tangga ?
1.3 Metode
Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah metode
sejarah, yang terdiri dari empat langkah, yaitu; heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi,
yang tidak terlepas dari konsep penelitian sejarah.
Dimulai dengan tahap Heuristik yaitu berupa pengumpulan data dari berbagai sumber
terkait penulisan baik sumber primer maupun sumber sekunder. Sumber primer yang ditemukan
adalah film, skenario dan artikel dalam surat kabar dan majalah yang sezaman dengan topik
penelitian. Sumber terpenting dari penelitian ini adalah film Inem Pelayan Sexy 1-3. Penulis
menonton langsung copy asli film tersebut di Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, Kuningan
Jakarta. Sumber sekunder yang telah ditemukan berupa buku-buku mengenai film, sejarah,
ekonomi, antropologi, dan sosiologi, sebagaimana yang tercantum dalam Daftar Acuan skripsi
ini.
Tahap kedua adalah melakukan kritik baik kritik internal maupun eksternal. Dalam kritik
internal, peneliti menilai apakah sumber-sumber yang telah dikumpulkan ini adalah sumber yang
faktual. Dalam hal ini dilakukan perbandingan cerita Inem Pelayan Sexy 1-3 dalam skenario dan
film. Dalam kritik eksternal, sumber tercetak diamati sampul, bentuk, dan jenis kertas.
Tahap ketiga adalah interpretasi, yaitu menafsirkan sumber-sumber yang telah dikritik di
tahap sebelumnya, lalu diklarifikasikan satu sama lain, dan dilihat apakah ada keterkaitan antara
fakta-fakta tersebut untuk mendapatkan kesimpulan dari fakta-fakta yang telah diuji untuk dapat
ditulis. Ketiga film ini merupakan representasi tentang mobilitas sosial pembantu rumah tangga

Universitas Indonesia

Representasi Mobilitas..., Wanti Hidayah, FIB UI, 2014


4  

yang disimbolkan melalui tokoh Inem untuk meraih kehidupan yang lebih baik secara ekonomi
dengan cara mencari pekerjaan di ibukota. Tahap terakhir adalah historiografi yaitu proses
penulisan hasil penelitian ini. dalam tulisan ini, dilakukan rekontruksi ulang terkait dengan
permasalahan yang akan diteliti. Selain itu, penulis menggunakan pola analisis deskriptif dalam
penulisan ini, yaitu pola penulisan dengan menguraikan pokok permasalahan terlebih dahulu lalu
diikuti dengan uraian-uraian.

2. EKONOMI, SOSIAL, DAN PERFILMAN INDONESIA PADA MASA ORDE BARU


2.1 Keadaan Ekonomi dan Sosial Orde Baru
Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama pada masa Orde Baru. Pada awal
kebangkitan ekonomi Indonesia yang menjadi faktor utama pembangunan ialah pinjaman yang
berasal dari luar negeri. Namun, secara perlahan Indonesia berhasil memanfaatkan kekayaan
sumber daya alam, khususnya minyak dan gas bumi. Pendapatan yang berasal dari sumber daya
energi ini meningkat sejak akhir 1960-an dan memberikan sumbangan yang penting bagi
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada 1970, sekitar 60 persen penduduk Indonesia hidup
dibawah garis kemiskinan, namun pada 1976 kemiskinan menurun menjadi 40 persen. Dalam
artian penduduk Indonesia yang hidup dibawah garis kemiskinan mengalami penurunan secara
drastis dari 70 juta pada 1970 menjadi 54 juta pada 1976.4 Pada dasarnya pembangunan ekonomi
ditujukan untuk mengatasi kemiskinan, penggangguran, dan ketimpangan, sehingga dapat
terwujudnya masyarakat yang sejahtera. Meskipun pendapatan perkapita telah meningkat pesat
selama 1970-1976, kemiskinan dan kesenjangan ekonomi semakin terlihat. Hal ini dikarenakan
pembangunan ekonomi tersebut hanya dirasakan oleh kelas elite dan hanya berpusat di kota
Jakarta, masalah-masalah yang muncul inilah yang banyak direprentasikan kedalam film.

2.2 Perfilman pada Masa Orde Baru


Pada masa Orde Baru, orang film dan pemerintah membangun dunia perfilman dengan
berbagai macam cara, diantaranya dengan memberikan pembebasan kuota film yang diberikan
kepada para importir film guna untuk menghidupkan kembali bioskop-biokop yang bangkrut
pada masa sebelumnya. Sikap pemerintah yang longgar terhadap importir film dan pemilik
                                                                                                                       
4
Survey Badan Pusat Statistik. Jumlah Penduduk Miskin, Presentase Penduduk Misikin dan Garis Kemiskinan
1970-2013. Dalam http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=23&notab=7. Diakses
pada 30 September 2014 pukul 15:07 WIB.

Universitas Indonesia

Representasi Mobilitas..., Wanti Hidayah, FIB UI, 2014


5  

bioskop menyebabkan semakin membanjirnya film-film impor dalam jumlah yang semakin
banyak dan bersifat tidak mendidik. Kondisi ini sangat disayangkan, mengingat pada awalnya
niat pemerintah untuk memacu produksi film dalam negeri, malah justru jumlah produksi film
dalam negeri tidak meningkat baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas.

2.2.1 Kebijakan Perfilman Pada Masa Orde Baru


Pada masa Orde Baru pemerintah melakukan pengendalian media yang sangat ketat di
bawah pengawasan Menteri Penerangan, selain itu keterbatasan lainnya datang dari Lembaga
Sensor yang membatasi tema-tema atau cerita dari film yang akan diputar. Film pada masa ini
tidak dipandang sebagai seni tetapi sebagai media massa hingga dibatasi sedemikian rupa. Selain
memperketat aturan terhadap orang-orang film, pada masa ini banyak dikeluarkan peraturan yang
berhubungan dengan film yang dikeluarkan oleh Menteri Penerangan. Kebijakan-kebijakan
tersebut dimulai dari Menpen BM Diah (1967-1971), mengeluarkan Surat Keputusan Menteri
Penerangan No. 71/SK/M/1967 yang isinya mengenai pengumpulan dana dari setiap importir
film guna untuk mendukung keberlangsungan perfilman nasioal.5
Menpen Manshuri tahun 1973 melahirkan Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri
(SKB), yakni Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan dan Menteri Penerangan yang
mewajibkan tiap bioskop untuk memutar film Indonesia dua kali dalam satu bulan.6 Usaha yang
dilakukan pemerintah ini ternyata tidak bisa menolong perfilman Indonesia, hal ini terbukti
dengan merosotnya jumlah produksi film di tahun 1975 menjadi 39 judul film setelah
sebelumnya mencapai angka 84 film ditahun 1974. Melihat semakin merosotnya jumlah film
yang diproduksi, pada tahun 1976 dikeluarkan kebijakan baru, yaitu setiap para importir film
yang akan memasukkan filmnya ke Indonesia maka ia harus pula membuat film Indonesia atau
yang lebih dikenal dengan kebijakan Wajib Produksi Film Nasional, dengan perbandingan lima
film impor dengan satu buah film Indonesia, kemudian hal tersebut diperketat kembali menjadi
tiga banding satu.7 Implikasi dari kebijakan yang dikeluarkannya adalah peningkatan jumlah
produksi film Indonesia yang mencapai jumlah terbanyak dalam sejarah dunia film Indonesia,
yakni sekitar 124 film dihasilkan pada tahun 1977 dan 84 judul film di tahun 1978.
                                                                                                                       
5
Budi Irawanto, Novi Kurnia dan Rahayu, 2004. Menguak Peta Perfilman Indonesia. Jakarta: Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata RI. Hlm. 20.
6
SK Menpen No. 49/KEP/MENPEN/1975.
7
Budi Irawanto, Op. cit, Hlm. 14.

Universitas Indonesia

Representasi Mobilitas..., Wanti Hidayah, FIB UI, 2014


6  

2.2.2 Persaingan Film Impor dan Nasional


Perfilman Indonesia pada masa awal Orde Baru harus berjuang keras dengan
banyaknya film impor yang masuk. Keadaan ini bisa dilihat dari banyaknya jumlah film nasional
dan film impor yang masuk.
Pada tahun 1970 jumlah film impor yang masuk berjumlah banyak, yaitu sekitar 820
judul meningkat dari 800 judul tahun 1969, hal ini merupakan dampak dari kebijakan yang
membuka kesempatan selebar-lebarnya kepada para importir film untuk memasukkan film-
filmnya ke Indonesia. Tahun 1971, jumlah film impor yang masuk mengalami penurunan dari
820 judul di tahun 1970 menjadi 757 di tahun 1971, hal ini dikarenakan adanya pengetatan sensor
terhadap film impor yang masuk guna untuk melindungi produksi film nasional. Film impor yang
masuk pada dekade 1970-an masih di dominasi dari Amerika, Hongkong, Cina, dan India.
Kebanyakan genre film Amerika yang masuk adalah action dan drama percintaan yang dipenuhi
oleh unsur seks, kekerasan dan kekejaman dalam filmnya. Penurunan jumlah produksi film
nasional yang terjadi di tahun 1975 sebanyak 39 judul yang ditahun sebelumnya mencapai 84
judul merupakan dampak dari kesulitan yang dihadapi oleh para sutradara dan produser yang
filmnya sulit untuk mendapatkan tempat di bioskop-bioskop nasional untuk diputar. Pada tahun
1977, merupakan puncak dari produksi film Indonesia dengan jumlah 124 judul.8

3. PERJALANAN NYA ABBAS AKUP DI DUNIA PERFILMAN


3.1 Profil Nya Abbas Akup
Nya9 Abbas Akup lahir di Malang pada tanggal 22 April 1932.10 Masa kecilnya ia tempuh
dengan bersekolah di tingkat pendidikan HIS (Hollandsch Inlandsche School) dan
menyelesaikan sekolahnya di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs). Selama ia menjadi
mahasiswa, Nya Abbas dikenal sebagai mahasiswa yang cukup aktif sebagai seseorang yang jeli
menangkap keadaan sosial-ekonomi pada masa Orde Baru. Hal inilah yang menyebabkan
                                                                                                                       
8
S.M. Ardan, Dari gambar Idoep ke Sinepleks, Jakarta: Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia, 1992.
Hlm. 56-57.
9
Penggunaan awalan Nya dalam nama Nya Abbas Akup merupakan nama yang diberikan dari keturunan ayah
berdarah Aceh yang bernama Nya Akup. Awalan Nya dalam nama tersebut juga digunakan oleh adik-adik Nya
Abbas Akup seperti yang bernama Nya Adam, Nya Achmad, Nya Amir dan Nya Arifin.
10
Masruri, 1979. Apa Siapa Orang Film Indonesia 1926-1978, Jakarta: Yayasan Artis Film dan Artis Indonesia.
Hlm. 361.

Universitas Indonesia

Representasi Mobilitas..., Wanti Hidayah, FIB UI, 2014


7  

mengapa ia menyalurkan kepeduliannya terhadap kehidupan disekitarnya yang ia tuang melalui


sebuah film.
3.2 Perjalanan Karier
Nya Abbas Akup bukanlah sosok baru dalam dunia perfilman Indonesia, terutama dalam
film komedi. Awal kariernya bermula di Perfini. Pada awalnya ia bekerja sebagai clapper boy,
scriptman, dan unit manager. Satu tahun menjalani berbagai pekerjaan tersebut, Nya Abbas
diangkat oleh Usmar Ismail sebagai asisten sutradara dalam pembuatan film Kafedo (1953) yang
dibuat oleh Usmar Ismail. Selama menjadi asisten sutradara, bakat dalam dunia perfilman yang
ada dalam diri Nya Abbas Akup tak luput dari pantauan Usmar Ismail, hingga pada akhirnya
Usmar Ismail memberikan kepercayaan kepada Nya Abbas Akup untuk menyutradarai sebuah
film drama komedi yang berjudul Heboh (1954).
3.3 Proses Kreatif
Latar belakang lingkungan pada masa kecilnya di Malang sangat berpengaruh terhadap
pola pemikirannya di dunia perfilman. Lahir dan besar di kota Malang membuat ia mengenal
dan memahami kesenian daerah. Ia kerap diajak menonton pertunjukkan ludruk oleh ayahnya,
yang mengakibatkannya erat dengan dunia komedi. Berdasarkan perkembangannya,
pertunjukkan ludruk merupakan keutuhan dari tiga genre, yaitu ngremo (tari pembukaan),
dagelan (lawakan), dan cerita rakyat atau folklore,11 meskipun secara konsep sandiwara
berfungsi menghibur tetapi ludruk dalam satu fungsinya juga berperan sebagai media kritik
sosial pada masanya.12 Karena itu, beberapa karyanya diwarnai dengan karakter kesenian
tradisional, selain itu sosok Usmar Ismail juga berperan dalam menanamkan kreativitas komedi
dalam dirinya. Usmar Ismail adalah guru yang menjadi panutannya di dunia perfilman. Ia
membuat film bukan hanya untuk kepentingan komersil, tetapi juga mengedepankan sisi
perenungan dan berpijak kepada budaya Indonesia.
Karya-karya Nya Abbas hampir keseluruhannya berangkat dari realita sosial
masyarakat yang ia amati dari keadaan disekitar lingkungannya. Mulai dari lingkungan tempat
tinggal, lingkungan tempat kerja, hingga sampai ke tempat-tempat dimana terdapat hubungan
interaksi antara orang banyak. Banyak film-film Nya Abbas Akup yang menceritakan tentang

                                                                                                                       
11
Sunaryo H.S., Heri Suwignyo, dll, Perkembangan Ludruk di Jawa Timur, Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1997. Hlm. 9.
12
 Ibid.  

Universitas Indonesia

Representasi Mobilitas..., Wanti Hidayah, FIB UI, 2014


8  

tentang tingkah laku manusia atau masyarakat Indonesia lengkap dengan gaya tutur
masyarakatnya yang biasa kita jumpai dalam teater rakyat.

3.4 Film-Film Nya Abbas Akup


Ketiga puluh tiga film Nya Abbas Akup itu adalah Heboh (1954), Tiga Dara (1956),
Djuara 1960 (1957), Tiga Buronan (1957), Djendral Kantjil (1958), Asmara dan Wanita (1961),
Penjebrangan (1963), Langkah-langkah Dipersimpangan (1965), Tikungan Maut (1966), Nenny
(1968), Matt Dower (1969), Dunia Belum Kiamat (1971), Catatan Seorang Gadis (1972),
Ambisi (1973), Bing Slamet Koboi Cengeng (1974), Ateng Minta Kawin (1974), Drakula Mantu
(1974), Tiga Cewek Badung (1975), Cintaku di Kampus Biru (1976), Inem Pelayan Sexy (1976),
Karminem (1977), Bang Kojak (1977), Petualang Cilik (1977), Inem Pelayan Sexy 2 (1977),
Inem Pelayan Sexy 3 (1977), Kisah Cinta Rojali dan Juleha (1979), Gadis (1980), Koboi Sutra
Ungu (1981), Apanya Dong (1983), Semua Karena Ginah (1985), Cintaku di Rumah Susun
(1987) dan Kipas-Kipas Cari Angin (1989) dan Boneka dari Indiana (1990). Sepanjang karirnya
Nya Abbas Akup banyak menghasilkan beberapa jenis ragam film komedi, seperti komedi
slapstick13 dalam film Heboh (1954), komedi situasi dalam Cintaku di Rumah Susun (1987),
komedi horor14 yang ditampilkan dalam film Drakula Mantu (1974), komedi aksi15 dalam film
Tiga Buronan (1957), Djuara (1960), Matt Dower (1969) dan Koboi Sutra Ungu (1981),
selanjutnya komedi parodi16 dalam film Djendral Kantjil (1958), Bing Slamet Koboi Cengeng
(1974) dan Bang Kojak (1977), dan komedi individual dalam film Ateng Minta Kawin (1974).
Selain kemahirannya dalam membuat film komedi, ia juga membuat beberapa film drama,
diantaranya film Nenny (1968), Catatan Harian Seorang Gadis (1972), Cintaku di Kampus Biru
(1976) dan Kisah Cinta Rojali dan Juleha (1979).

3.5 Film Komedi Nya Abbas sebagai Media Representasi

                                                                                                                       
13
Komedi yang menampilkan kelucuannya secara kasar melalui olah gerak tubuh. Veven Sp. Wardhana, 2006. Kritik
Sosial Dalam Film Komedi: Studi Khusus Tujuh Film Nya Abbas Akup. Jakarta: FFTV-IKJ PRESS. Hlm. 67.
14
Komedi horor adalah komedi yang dipadukan dengan unsur keseraman, menegangkan dan mengerikan hingga
menimbulkan ketakutan, ketakutan tersebutlah yang seringkali dibuat sebagai bahan lelucuan. Veven Sp. Wardhana.
Op. cit., Hlm. 67.
15
Komedi aksi adalah film komedi yang biasanya disertai dengan adegan aksi seperti kejar-kejaran, tembak
menembak yang disajikan secara lucu. Ibid.
16
Komedi yang menirukan sesuatu baik dalam bentuk ucapan maupun tingkah laku guna untuk menimbulkan unsur
lucu. Ibid.

Universitas Indonesia

Representasi Mobilitas..., Wanti Hidayah, FIB UI, 2014


9  

Melalui film-filmnya Nya Abbas Akup selalu menyinggung permasalahan sosial yang
terjadi dalam masyarakat, contohnya dalam film Semua Karena Ginah (1985) yang
menceritakan mengenai praktek monopoli dalam dunia ekonomi. Kreativitasnya mulai tak
terbendung lagi ketika memasuki dekade 1970-1980-an, tak kurang setengah dari keseluruhan
filmnya ia hasilkan pada dekade tersebut. Salah satu diantaranya adalah film Drakula Mantu
(1974). Melalui film ini ia ingin menungkapkan permasalahan penggusuran yang pada saat
tahun pembuatan film ini sedang marak terjadi di Jakarta. Gambaran kehidupan masyarakat
lainnya juga digambarkan melalui film Cintaku di Rumah Susun (1987) yang menceritakan
kehidupan percintaan yang dibaluti dengan sketsa keseharian kehidupan sosial penduduk rumah
susun. Gambaran mengenai tenaga kerja wanita yang tidak mendapat perhatian pemerintah juga
ia kemas dalam film Kipas-Kipas Cari Angin (1989). Inilah yang menjadi ciri khas Nya Abbas
Akup, gemar membuka topeng kepalsuan yang banyak dipakai oleh sejumlah orang besar yang
ada di sekeliling kita. Selain film-film yang telah disebutkan di atas, film yang akan dibahas
lebih lanjut adalah film Inem Pelayan Sexy 1-3. Film ini berisi tentang representasi kehidupan
pekerja sektor informal seperti pembantu rumah tangga pada masa Orde Baru, lengkap dengan
permasalahan mengenai sistem pengupahan dan kedudukan pembantu rumah tangga di mata
hukum yang belum jelas.

4. REPRESENTASI MOBILITAS SOSIAL DALAM FILM INEM PELAYAN SEXY 1-3

Sebagaimana telah dijelaskan, salah satu fungsi film adalah sebagai media representasi.
Representasi adalah tindakan menghadirkan sesuatu baik orang, peristiwa, maupun objek lewat
sesuatu yang lain di luar dirinya, biasanya berupa tanda atau simbol.17 Film sebagai media
reperesentasi kerap menggambarkan persoalan kehidupan yang dialami oleh masyarakat, seperti
realita sosial baru yang sedang digandrungi, issue-issue hangat, dan juga perubahan dan
perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat Indonesia tak luput dari pantauan ide dari
sebuah film. Salah satu yang dapat digambarkan melalui film adalah mobilitas sosial. Pengertian
mobilitas sosial secara umum merupakan perubahan status sosial atau status pekerjaan seseorang.
Mobilitas sosial merajuk pada proses dimana individu berpindah dari satu posisi ke posisi lain

                                                                                                                       
17
 Stuart Hall, Representation: Cultural Representations and Signifying Practices, London: Sage Publications, 1997.
Hlm. 28.  

Universitas Indonesia

Representasi Mobilitas..., Wanti Hidayah, FIB UI, 2014


10  

dalam masyarakat. Proses perpindahan individu tersebut bisa terjadi dari posisi rendah ke posisi
yang lebih tinggi maupun sebaliknya.18
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Inem Pelayan Sexy (IPS)19 karya
sutradara Nya Abbas Akup yang di buat berseri 1-3 di tahun 1976 dan 1977 merupakan salah satu
contoh film yang merepresentasikan mobilitas sosial kehidupan dan perjuangan pembantu rumah
tangga yang bekerja di perkotaan pada masa Orde Baru. Hal inilah yang akan di bahas lebih
mendalam dalam bab ini.

4.1 Inem Pelayan Sexy 1 (1976): Pembantu Masuk Kota


Film IPS 1 lebih banyak menceritakan mengenai masuknya seorang PRT ke dalam sebuah
keluarga yang bermukim di kawasan elite Ibu Kota. Dari awal cerita dapat terlihat betapa
pentingnya peran pembantu dalam sebuah keluarga di perkotaan Dari deskripsi film IPS 1 ini
merepresentasikan realitas sosial pekerja sektor informal pembantu rumah tangga pada masa
Orde Baru lengkap dengan persoalan mengenai urbanisasi, sistem pengupahan dan pembangunan
kota yang tidak merata.

4.1.1 Urbanisasi
Pada awal film digambarkan Inem berasal dari udik atau kampung yang diajak salah
seorang temannya yang bekerja sebagai tukang roti keliling untuk menjadi pembantu rumah
tangga di sebuah rumah yang terletak di kawasan elite Ibu kota. Hal ini tercermin dalam salah
satu dialog menit ke 3:55-4:26:
Nyonya Cokro : “Mana orangnya?”
Tukang Roti : “Susah cari orang sekarang nya (memanggil sebutan nyonya), harus didatangkan dari
udik”
Nyonya Cokro :”Janji-janji melulu, nunggu lama-lama rumah kita kan bisa berantakan”.

Melalui adegan ini, Nya Abbas Akup memperlihatkan gejala urbanisasi yang terjadi
dalam masyarakat melalui sosok Inem. Urbanisasi adalah suatu keadaan dimana semakin
banyaknya penduduk desa menuju kota, hal ini terjadi karena adanya ketimpangan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Indonesia di awal tahun 1970-an hanya bisa dirasakan di
kota-kota besar dan hanya sebagaian masyarakatnya, salah satunya kota Jakarta. Nya Abbas
                                                                                                                       
18
Seymour M. Lipset dan Reinhard Bendix, Social Mobility in Industrial Society, Chicago: University of Chicago
Press, 1966. Hlm. 2.
19
Judul film Inem Pelayan Sexy selanjutnya akan ditulis dengan cara menyingkat menjadi IPS.

Universitas Indonesia

Representasi Mobilitas..., Wanti Hidayah, FIB UI, 2014


11  

Akup menggambarkan fenomena urbanisasi sedang marak terjadi di kota-kota besar di Indonesia
khususnya Jakarta. Pertumbuhan penduduk Jakarta disebabkan adanya pendatang yang masuk ke
Ibu kota.20 Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Jakarta mengalami peningkatan dari sekitar
2,9 juta orang pada tahun 1961 menjadi 4,5 juta orang pada tahun 1971.21 Angka tersebut
menunjukkan rata-rata tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 6 persen per tahun, yang lebih dari
separuhnya disebabkan oleh urbanisasi.22
4.1.2 Upah Pembantu Rumah Tangga
Gambaran mengenai sitem pengupahan pembantu rumah tangga yang terjadi di Indonesia
digambarkan oleh Nya Abbas Akup melalui salah satu dialog yang terdapat di film Inem Pelayan
Seksi 1, dialog tersebut berupa:

Nyonya Cokro : “Eh janji melulu. Nunggu lama-lama bisa berantakan rumah kita”
Tukang Roti : “Habis nyonya maunya yang murah si. Tiga ribu sebulan mana ada yang mau”
Nyonya Cokro : “Tiga ribu kan harga umum”
Tukang Roti : “Sekarang Tiga ribu udah ga ada yang mau. Ada yang mau tapi minta sepuluh
ribu”
Nyonya Cokro : “Itu kan merusak pasaran”.23

Dialog diatas terdapat ucapan “tiga ribu kan harga umum”, hal ini mencerminkan bahwa
upah yang diberikan oleh para majikan yang berada di Indonesia pada umumnya adalah sesuai
dengan standar harga yang berlaku pada saat itu.

Ketika Inem masuk ke dalam rumah Nyonya Cokro untuk pertama kalinya, para
pembantu rumah tangga lainnya yang bekerja disekitar menunggu di luar rumah Nyonya Cokro
untuk mendapatkan informasi apakah Inem akan mendapatkan upah yang sama dengan yang
diberikan majikan mereka masing-masing.
Pembantu 1 :”Gimana hasilnya?”
Pembantu 2 :”Kapan mulai kerja?”
Tukang Roti :”Besok”
Pembantu 3 :”Ko masih mau saja ada orang yang kerja sama orang yang judes dan cerewat”
Pembantu 1, 2, 3 :”Berapa gajinya?”
Tukang roti :”Pokoknya gede”
                                                                                                                       
20
Mayling Oey. Jakarta Dibangun Kaum Pendatang, dalam Prisma, 5 Mei 1977. Hlm. 64.
21
Sensus Penduduk 1971, 1980, 1990, 2000 dan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1995. Penduduk Indonesia
menurut Provinsi 1971, 1980, 1990, 1995, 2000 dan 2010. Dalam
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=12%20&notab=1. Diakses pada 27
September 2014 pukul 20:16 WIB.
22
Business News, 6 April 1972.
23
Percakapan ini terjadi pada menit ke-03:55-04:26. Lihat dalam lampiran, Gambar 4.6.

Universitas Indonesia

Representasi Mobilitas..., Wanti Hidayah, FIB UI, 2014


12  

Pembantu 3 :”Kita harus tahu dong, kita tuntut persamaan.”24

Penggambaran Nya Abbas Akup terhadap pemberian upah pembantu rumah tangga sesuai
dengan keadaan nyata yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1970-an. Seperti yang terdapat
dalam salah satu surat kabar yang memberitakan mengenai pembantu rumah tangga. Artikel
tersebut menyebutkan bahwa untuk urusan gaji pembantu rumah tangga, biasanya para majikan
yang hendak mempekerjakan pembantu tersebut dipersilahkan untuk berunding sendiri dengan si
calon.25 Berdasarkan klasifikasi sesuai dengan jenis pekerjaannya, pembantu rumah tangga
termasuk ke dalam kalangan kelas bawah. Apabila dilihat dari survey Badan Pusat Statistik, rata-
rata pendapatan perbulan penduduk miskin di Indonesia pada tahun 1970-1974 sekitar Rp. 2.849
- 4.52226 atau pendapatan penduduk miskin di Jakarta di tahun 1972 biasanya berkisar Rp. 100-
Rp. 250 perhari.27 Berdasarkan data tersebut, menunjukkan bahwa yang direpresentasikan Nya
Abbas Akup melalui upah Inem dan pembantu lainnya sebesar Rp. 3000 masuk ke dalam
kategori pendapatan penduduk miskin, sedangkan gaji karyawan yang bekerja diperkantoran pada
pertengahan tahun 1970-an mencapai Rp. 12.000 perbulannya.28
4.1.3 Pembangunan di Kota yang Tidak Merata
Pertumbuhan pembangunan yang tidak merata terlihat ketika menampilkan rumah Inem
yang terletak di sebuah kampung di pinggiran kota. Lingkungan rumah Inem digambarkan
dengan rumah kecil berbilik bambu dan beralaskan tanah dengan bantuan penerangan lampu
minyak tanah.29 Untuk mencapai rumah tesebut harus melewati sebuah jembatan gantung.30 Hal
ini yang coba direpresentasikan oleh Nya Abbas Akup dimana di pinggiran kota Jakarta masih
banyak daerah yang mengalami ketertinggalan. Daerah pinggiran kota tersebut biasanya
ditempati oleh warga asli keturunan Jakarta dan tak jarang juga ditempati oleh kaum pendatang
yang bekerja di tengah kota baik sebagai pembantu maupun buruh.

                                                                                                                       
24
Percakapan ini terjadi pada menit ke-06:20-06:38. Lihat dalam lampiran, Gambar 4.7.
25
“Mendapat Pembantu Rumah Tangga Melalui Suatu Biro”, Kompas 7 Maret 1974. Hlm. 5.
26
Survey Badan Pusat Statistik. Jumlah Penduduk Miskin, Presentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan
1970-2013, Diakses melalui http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=23&notab=7,
29 September 2014.
27
Gustav F. Papanek. Penduduk Miskin di Jakarta, dalam Prisma 1 Februari 1976
28
Bagian Statistik Tenaga Kerja. Indikator Tingkat Hidup Pekerja 1986. Biro Pusat Statistik. Hlm. 27.
29
Lihat dalam lampiran, Gambar 4.5.
30
Adegan sebuah perkampungan yang terletak di pinggiran kota tersebut tercermin dalam film Inem Pelayan Seksi 1
menit ke 42:37, sedangkan penggambaran rumah Inem yang berbilik bambu terdapat pada menit ke 43:08. Lihat
dalam lampiran, Gambar 4.4.

Universitas Indonesia

Representasi Mobilitas..., Wanti Hidayah, FIB UI, 2014


13  

4.2 Inem Pelayan Sexy 2 (1977): Perubahan Status Sosial


Film IPS 2 ini lebih banyak menceritakan mengenai perilaku seseorang yang mengalami
perubahan drastis dari awalnya miskin menjadi kaya. Hal ini disebut mobilitas sosial dimana
seseorang mengalami proses perpindahan dari satu posisi ke posisi lain dalam masyarakat. Selain
mengalami perubahan status sosial, Inem juga mengalami perubahan gaya hidup. Perubahan
status sosial membuat Inem mulai beradaptasi dengan kehidupan nyonya-nyonya di kota.

4.2.1 Gaya Hidup Modern


Gaya hidup modern yang direpresentasikan oleh Nya Abbas Akup identik dengan
kemunculan kelompok masyarakat yang disebut masyarakat hedonis yang identik dengan senang-
senang. Selain gaya hidup modern juga direpresentasikan gaya hidup konsumtif. Selain itu salah
satu gaya hidup modern terlihat dengan keberadaan night club, pub bar, diskotek yang pada awal
tahun 1970-an mulai mewarnai kehidupan di Jakarta. Hal inilah yang coba direpresentasikan oleh
Nya Abbas Akup melalui film IPS 2. Gaya hidup konsumtif direpresentasikan Nya Abbas
melalui adegan dalam arisan menit ke 50:42:31
Nyonya 5 : “ Mobil kamu baru lagi? Mobil kedua ya?”
Nyonya 6 : “Bukan, mobil yang ketiga”
Nyonya 5 :”Yang dulu dijual?”
Nyonya 6 :”Oh tidak, yang satu untuk papinya anak-anak, dan yang lainnya untuk Benny. Kamu
tau Benny kan? Anak muda perlu hiburan toh.”
Nyonya 5 :”Benny bawa sendiri?”
Nyonya 6 :”Iya, kenapa? Biasakan buat kebut-kebutan.”

Proses modernisasi ini dimulai sejak awal ketika kebijaksanaan pembangunan yang
berorientasi pada pertumbuhan di tahun 1960 dan 1970-an telah mengakibatkan terjadinya
pemusatan kekayaan serta pendapatan di tangan kelas elite di Jakarta.32 Hal inilah yang
mengakibatkan munculnya Orang Kaya Baru (OKB). Kelompok ini mulai tergolong dalam kelas
atas masyarakat Jakarta. Orang-orang kaya ini mengalami peningkatan pendapatan akibat
pembangunan ekonomi di Jakarta pada 1970-an, karena adanya kemajuan ekonomi yang
meningkat sehingga berdampak pada taraf kehidupan masyarakat.

4.2.2 Ajang Pemilihan Putri

                                                                                                                       
31
Lihat dalam lampiran, Gambar. 4.14.
32
Hans Dieter Evers dan Rüdiger Korff, Op. cit.

Universitas Indonesia

Representasi Mobilitas..., Wanti Hidayah, FIB UI, 2014


14  

Pada masa Orde Baru, ajang pemilihan putri kerap dilaksanakan oleh berbagai pihak,
mulai dari industri kosmetika hingga pemilihan putri daerah. Serangkaian proses harus dijalani
oleh para peserta mulai dari parade, pemeriksaan kesehatan, ujian pengetahuan umum, bahasa
inggris, pengetahuan kepariwisataan, seni serta budaya, dan di malam puncak biasanya para
peserta tampil berjalan di atas catwalk dengan pakaian internasional, olahraga dan kebaya.33
Hal inilah yang coba dipresentasikan oleh Nya Abbas Akup dalam salah satu adegan di
IPS 2. Nyonya dan Tuan Cokro mengadakan seleksi mencari pembantu rumah tangga dengan
mengikuti cara kontes pemilihan putri yang pada saat ini sedang marak dilaksanakan.
Keberhasilan Inem menjadi nyonya besar yang kaya raya menjadi acuan bagi pembantu lainnya
untuk melamar menjadi pembantu di rumah nyonya Cokro.
4.3 Inem Pelayan Sexy 3 (1977): Memperjuangkan Harkat
Deskripsi film IPS 3 lebih mengangkat kepada sikap dermawan mantan pembantu, Inem
yang sekarang sudah berubah menjadi nyonya besar yang kaya raya. Inem mulai menaruh
perhatian terhadap para pembantu rumah tangga dengan cara menyelenggarakan Kongres di Bali.
Kongres memiliki tiga tujuan yakni pertama untuk mempersatukan babu-babu, kedua untuk
menyadarkan masyarakat bahwa para babu juga termasuk golongan masyarakat yang mempunyai
arti dalam kehidupan masyarakat karena itu kita menuntut adanya keadilan dan kemakmuran,
terakhir para babu ingin membantu pemerintah Negara Republik Indonesia dalam pembangunan.
Permasalahan tersebutlah yang selama ini erat kaitannya dengan tenaga kerja informal yang ada
di Indonesia, hal ini direpresentasikan oleh Nya Abbas Akup dalam dialog antara majikan dengan
pembantu yang telah mengikuti Konggres babu-babu menit ke-1:10:13:

Nyonya Cokro : “Apa hasil konggresnya ?”


Karjo : “Kita bikin pernyataan”
Nyonya Cokro : “Isinya?”
Karjo : “Banyak. Antara lain: Kita babu-babu adalah manusia juga. Karena itu kami
seperti manusia-manusia lainnya juga berhak menuntut keadilan dan
kemakmuran”
Tuan Cokro : “Hanya itu saja? Terlalu mahal harganya untuk satu milyar”
Karjo : “Masih banyak lagi. Antara lain konggres telah mengangkat harga diri kita.
Kita sekarang telah merasa menjadi orang”.

                                                                                                                       
33
“Akchirnya Ratu Djabar Menggunakan Pakaian Renang Djuga”, Kompas, 5 Agustus 1971.

Universitas Indonesia

Representasi Mobilitas..., Wanti Hidayah, FIB UI, 2014


15  

RUU mengenai PRT sangat penting untuk memberikan perlindungan dan menjamin
pemenuhan hak-hak pembantu rumah tangga seperti jam kerja, kepastian upah, Jaminan sosial,
bebas dari perlakuan diskriminasi dan kekerasan.
Dampak belum adanya RUU yang melindung pembantu rumah tangga menimbulkan
dampak masih banyak PRT yang diperlakukan tidak layak oleh majikan. Hal inilah yang
direpresentasikan oleh Nya Abbas melalui dialog para PRT yang menyalurkan keluh kesahnya
dalam Kongres Babu Babu menit ke-54:13

Pembantu1 : “Di tempat saya babu-babu masih sering dipukuli”


Pembantu2 : “Ditempat saya anak-anak dibawah umur sudah bekerja jadi babu, apa itu
diperbolehkan oleh Undang-Undang?”
Perwakilan tamu asing : “Di negeri saya tidak ada persoalan babu, mereka dibayar mahal U$2 perjam”
Pembantu3 : “Berapa itu dua dolar?”
Pembantu 4 : “Lebih dari Rp. 800”

Sudah selayaknya PRT mendapatkan perhatian khusus melalui RUU PRT, sehingga ada
hak yang dapat melindungi kepentingannya dan sekaligus kewajiban yang harus dilaksanakan
sebagai Pekerja Rumah Tangga. Alasan yuridis mengenai perlindungan PRT sebenarnya sudah
tertuang dalam Pasal 27 UUD 1945, dinyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hal tersebut merupakan jaminan
konstitusi dalam rangka memberikan perlindungan, kesejahteraan dan sekaligus keadilan bagi
golongan masyarakat pekerja apapun termasuk pembantu rumah tangga.

4.3.1 Hak Berserikat


Nya Abbas ingin merepresentasikan bahwa pada tahun 1970-an banyak diadakan kongres
yang diadakan oleh serikat profesi lainnya seperti wartawan dan guru. Kongres Wartawan ke-
XIV oleh PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) diadakan 29 Maret 1971. Pada umumnya
kongres tersebut membicarakan mengenai keberlangsungan kehidupan para pekerja yang ada di
dalam wadah tersebut. Namun yang terjadi hingga saat ini belum ada serikat pembantu rumah
tangga. Profesi pembantu rumah tangga masih dianggap sebelah mata bila dibandingkan dengan
profesi lainnya. Hal ini tercermin dalam dialog wartawan dengan Karjo dalam Kongres Babu
Babu berikut:34

Wartawan : “Apa untuk tujuan itu perlu diadakan kongres macam ini?”
                                                                                                                       
34
Dialog tersebut tercermin dalam IPS 3—PBB dalam menit ke-35: 54.

Universitas Indonesia

Representasi Mobilitas..., Wanti Hidayah, FIB UI, 2014


16  

Karjo : “Kenapa tidak? Anda lihat ada kongres kaum wartawan ada konggres artis, dsb. Kenapa
tidak perlu ada kongres kaum babu. Kan babu itu juga sebuah profesi juga”
Wartawan : “Betul. Tapi kenapa belum pernah saya dengar ada konggres babu-babu diluar negeri?
Di Amerika umpamanya”
Karjo : “Tentu saja. Disana kedudukan babunya sudah baik.. sudah memanusia”

Pekerja khususnya pembantu rumah tangga mempunyai peranan penting dalam


keberlangsungan pekerjaan rumah tangga di rumah majikannya. Oleh sebab itu, dalam
menggunakan hak kebebasan berserikat, serikat pekerja juga berkewajiban menciptakan
hubungan yang harmonis.

4.3.2 Babu sebagai Pahlawan Pembangunan


Spanduk yang terdapat dalam film IPS 3 menit ke 26:07 bertuliskan “Babu Juga
Pahlawan Pembangunan” memunculkan ironi bahwa sejak dekade 1970-an pemerintah Indonesia
menikmati remitansi35 jerih keringat dari PRT yang bekerja di luar negeri, selain itu juga
digambarkan melalui dialog:36
Wartawan : “Melihat persiapan anda yang begitu hebat dan luar biasa, sebenarnya apa tujuan
menyelenggarakan kongres ini?”
Karjo : “Pertama untuk mempersatukan babu-babu, kedua untuk menyadarkan masyarakat
bahwa kami termasuk golongan masyarakat yang ada arti dalam kehidupan masyarakat”
Wartawan : “Lalu?”
Karjo : “Ketiga kami ingin membantu pemerintah negara NKRI dalam pembangunan”.

Selama rezim Orde Baru berkuasa, pertumbuhan ekonomi menjadi tujuan utama untuk
memulihkan perekonomian Indonesia. Pembangunan dan modernisasi membuka kesempatan
bagi kaum perempuan untuk memasuki sektor publik untuk mendapatkan upah. Pendidikan dan
keterampilan dijadikan dasar dalam menentukan jenis pekerjaan berikut upahnya.
Pada masa ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan mengenai peran perempuan
di dunia publik untuk berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya bidang ekonomi. .
Kebijakan tersebut misalnya pengerahan tenaga kerja ke luar negeri, penempatan buruh-buruh
perempuan di pabrik, dan memperkenalkan konsep kemitrasejajaran laki-laki dengan perempuan
lewat GBHN yang kemudian dikenal dengan peran ganda perempuan dengan ikut berperan di
peran publik dengan tetap mempertahankan peran domestiknya sebagai ibu rumah tangga. Peran
ganda ini juga diperkuat oleh Undang-Undang Perkawinan No. 1/1974, yang di satu sisi memberi

                                                                                                                       
35
Remitansi adalah jumalah kiriman uang TKI yang masuk ke pemerintah. Remitansi merupakan salah satu
sumbangan terbesar bagi negara berkembang untuk menurunkan angka kemiskinan.
36
Dialog menit ke 35: 06.

Universitas Indonesia

Representasi Mobilitas..., Wanti Hidayah, FIB UI, 2014


17  

peluang bagi perempuan untuk berkiprah di tengah masyarakat. Kebijakan tersebutlah


memberikan peluang bekerja sebagai pembantu rumah tangga sangat terbuka, seiring dengan
berubahnya fungsi peran ibu atau berkembangnya peran ganda ibu, di satu sisi sebagai ibu rumah
tangga di sisi lain sebagai pencari nafkah keluarga, terutama di perkotaan.

5. KESIMPULAN
Film merupakan salah satu media massa yang selain sebagai media hiburan juga
merupakan sebuah teks sosial yang merekam dan sekaligus berbicara tentang dinamika
kehidupan masyarakat pada saat film tersebut diproduksi. Pada masa Orde Baru, pemerintah
melakukan pengendalian terhadap media massa yang sangat ketat, hal ini juga berlaku terhadap
film. Pemerintah melakukan pengawasan yang ketat terhadap sineas perfilman sehingga tidak
bisa mendapatkan kebebasan sepenuhnya dalam mengungkap sebuah realita yang sebenarnya
sedang terjadi disekitarnya. Pembangunan ekonomi yang dicapai pada masa Orde Baru dan
permasalahan-permasalahan akibat dari ketidakmerataan pembangunan turut menjadi salah satu
tema yang direpresentasikan dalam film.
Film Inem Pelayan Sexy 1-3 menjadi medium untuk memperjuangkan harkat pembantu
rumah tangga yang ingin disampaikan oleh Nya Abbas Akup. Nya Abbas Akup menampilkan
Inem sebagai simbolisasi pekerja sektor informal dari kelas bawah yang berjuang hidup di
ibukota untuk mendapatkan kehidupan ekonomi yang lebih baik. Hal ini terbukti dengan
perubahan yang dialami Inem menjadi nyonya besar. Meskipun perubahan ini bukan berkat usaha
kerasnya melainkan karena pernikahannya dengan orang kaya. Perubahan status inilah yang
membuat Inem menyesuaikan dengan gaya hidup modern yang ada di ibukota, selain itu Inem
juga tak lupa untuk memperjuangkan harkat pembantu rumah tangga lainnya dengan mengadakan
kongres babu-babu.
Sumbangsih Nya Abbas Akup dalam dunia perfilman melalui film Inem Pelayan Sexy
sebagai media massa yang merepresentasikan perjalanan mobilitas pembantu rumah tangga yang
permasalahannya masih relevan hingga sekarang, Perjuangan Inem sebagai pembantu rumah
tangga untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik mampu menginspirasi masyarakat hingga
kini. Pada tahun 1970-an kehidupan pekerja pembantu rumah tangga kurang mendapatkan
perhatian serius dari pemerintah, hingga saat ini setelah reformasi pemerintah dinilai masih
kurang memperhatikan kehidupan pekerja pembantu rumah tangga, hal ini terbukti dengan masih

Universitas Indonesia

Representasi Mobilitas..., Wanti Hidayah, FIB UI, 2014


18  

belum adanya regulasi hukum yang mengatur mengenai kehidupan pembantu rumah tangga
sebagai salah satu pekerja yang ada di Indonesia.

Daftar Acuan
Film
Inem Pelayan Sexy (95 menit). Prod: PT Candi Dewi Film. Std: Nya Abbas Akup. Pem: Jalal
Surya Group, Doris Callebout, Eddy Moward dan Titik Puspa ,1976. Koleksi Pusat
Perfilman H. Usmar Ismail.
Inem Pelayan Sexy 2 (90 menit). Prod: PT Candi Dewi Film. Std: Nya Abbas Akup. Pem: Jalal
Surya Group, Doris Callebout, Eddy Moward dan Titik Puspa ,1977. Koleksi Pusat
Perfilman H. Usmar Ismail.
Inem Pelayan Sexy 3 (95 menit). Prod: PT Candi Dewi Film. Std: Nya Abbas Akup. Pem: Jalal
Surya Group, Doris Callebout, Eddy Moward dan Titik Puspa ,1977. Kolseksi Pusat
Perfilman H. Usmar Ismail.
Koran
Kompas 7 Maret 1974.

Kompas, 5 Agustus 1971.


Buku
Hall, Stuart. 1997. Representation: Cultural Representations and Signifying Practices. London:
Sage Publications.
Imanjaya, Ekky. 2006. A to Z about Indonesia Film. Bandung: Mirzan.
Irawanto, Budi, Novi Kurnia dan Rahayu. 2004. Menguak Peta Perfilman Indonesia. Jakarta:
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI.
Koentjaraningrat. 2004. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Lipset, Seymour M. dan Reinhard Bendix. 1966. Social Mobility in Industrial Society. Chicago:
University of Chicago Press.
Masruri, 1979. Apa Siapa Orang Film Indonesia 1926-1978, Jakarta: Yayasan Artis Film
dan Artis Indonesia.
S.M. Ardan, Dari gambar Idoep ke Sinepleks, Jakarta: Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh
Indonesia, 1992.
Sunaryo H.S, Heri Suwignyo, dll. 1997. Perkembangan Ludruk di Jawa Timur, Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Wardhana, Veven Sp. 2006. Kritik Sosial Dalam Film Komedi: Studi Khusus Tujuh Film Nya
Abbas Akup. Jakarta: FFTV-IKJ PRESS.

Artikel Majalah
Oey, Mayling. “Jakarta Dibangun Kaum Pendatang”, Prisma, 5 Mei 1977.
Gustav F. Papanek, Gustav F. “Penduduk Miskin di Jakarta”, Prisma 1 Februari 1976
Lubis, Mochtar. “Jakarta Kota Penuh Kontras”, Prisma 5 Mei 1977.

Universitas Indonesia

Representasi Mobilitas..., Wanti Hidayah, FIB UI, 2014


19  

Online
Sensus Penduduk 1971, 1980, 1990, 2000 dan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1995.
Penduduk Indonesia menurut Provinsi 1971, 1980, 1990, 1995, 2000 dan 2010. Dalam
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=12%20
&notab=1. Diakses pada 27 September 2014 pukul 20:16 WIB.

Survey Badan Pusat Statistik. Jumlah Penduduk Miskin, Presentase Penduduk Misikin dan Garis
Kemiskinan 1970-2013. Dalam
http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=23&notab=7.
Diakses pada 30 September 2014 pukul 15:07 WIB.

Universitas Indonesia

Representasi Mobilitas..., Wanti Hidayah, FIB UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai