Anda di halaman 1dari 11

Prosiding Seminar Nasional PS2DM UNLAM Vol. 2 No.

IMPLEMENTASI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PARTISIPATIF UNTUK MENDORONG


KEBERHASILAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

Ahmad Muhyani Rizalie


Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin
Kalimantan Selatan

ABSTRAK
Pengambilan keputusan adalah proses memilih sejumlah alternatif. Manajemen Berbasis Sekolah
memberikan wewenang pengambilan keputusan bagi sekolah dalam perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi progam pendidikannya dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan dengan
sekolah guna memenuhi kebutuhan sesuai dengan kondisi dan tuntutan lingkungan masyarakatnya.
Dalam pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah, pengambilan keputusan dilakukan dengan
melibatkan semua pemangku kepentingan secara partisipatif untuk bermusyawarah, sehingga
keputusan yang diambil akan diterima oleh semua pihak Pengambilan keputusan partisipatif
adalah suatu cara untuk mengambil keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan
demokratik, di mana kepala sekolah, guru, siswa, karyawan, orang tua siswa, dan tokoh
masyarakat didorong untuk terlibat secara langsung dalam proses pengambilan keputusan yang
dibutuhkan bagi pencapaian tujuan sekolah. pengambilan keputusan yang efektif dalam
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah hasil pemilihan dari beberapa alternatif pemecahan
masalah yang dapat membawa hasil untuk memecahkan masalah yang dihadapi, yaitu dengan
terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya tujuan, ketepatan waktu, dan adanya partisipasi
aktif dari anggota dalam perumusan pemecahan masalah tersebut. Seorang pemimpin dalam
mengambil keputusan dihadapkan pada dilema etika dan moral. Keputusan yang diambil
pemimpin tentunya akan menghasilkan dampak bagi orang lain. Idealnya, seorang pemimpin
mempunyai integritas yang menjunjung tinggi nilai moral dan etika. Sehingga, keputusan yang
diambilnya adalah mengacu tidak hanya pada kepentingannya sendiri, melainkan juga
kepentingan orang banyak termasuk lingkungannya.
Kata kunci: Pengambilan keputusan partisipatif, MBS, keberhasilan MBS

PENDAHULUAN adalah keterampilan membuat keputusan dan


Kepala Sekolah pada essensinya laksana merealisasikannya dalam kegiatan pendidikan di
sebuah “lokomotif” yang akan menarik “gerbong- sekolah. Para ahli mengungkapkan bahwa
gerbong” organisasi sekolah ke arah peningkatan pengambilan keputusan merupakan salah satu hal
kualitas pendidikan (Danim, 2008:229). Pada tingkat terpenting dalam manajemen sekaligus merupakan
sekolah, kepala sekolah sebagai figur kunci dalam inti dari manajemen. Kepemimpinan adalah salah
mendorong perkembangan dan kemajuan sekolah satu bagian terpenting dalam manajemen. Tanpa
(Nurkolis, 2005:119) Dengan demikian kepala adanya pengambilan keputusan maka tidak ada
sekolah menempati posisi sentral dan strategis dalam kepemimpinan dan tanpa adanya kepemimpinan
sebuah organisasi khususnya organisasi sekolah. maka manajemen tidak berfungsi (Nurkolis,
Kepala sekolah sebagai penentu dalam 2005:183). Sementara Owen (2000) mengungkapkan
menggerakkan organisasi sekolah. Hal ini sesuai bahwa pengambilan keputusan bahkan dapat
dengan salah satu peran dari sekian banyak peran diibaratkan sebagai jantungnya sebuah organisasi.
kepala sekolah dalam pendidikan adalah sebagai Organisasi tanpa pengambilan keputusan, maka
pemimpin (leader). Kepala sekolah sebagai organisasi itu tersebut akan mati.
pemimpin dituntut harus mampu menggerakkan Pengambilan keputusan adalah proses
orang lain agar mereka secara sadar dan sukarela memilih sejumlah alternatif. Pengambilan keputusan
mau melaksanakan kewajibannya secara baik sesuai penting bagi manajer administrator karena proses
dengan yang diharapkan pimpinan dalam rangka pengambilan keputusan mempunyai peran penting
mencapai tujuan (Nurkolis, 2005:123). dalam memotivasi, kepemimpinan, komunikasi,
Didalam hal mengimplementasikan koordinasi, dan perubahan organisasi. Pengambilan
kepemimpinannya, kepala sekolah dituntut memiliki keputusan merupakan salah satu faktor penentu
beberapa keterampilan, termasuk dalam hal ini dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah.

96
Prosiding Seminar Nasional PS2DM UNLAM Vol. 2 No. 2

Manajemen Berbasis Sekolah memberikan semua serba diatur oleh pemerintah pusat
wewenang pengambilan keputusan bagi sekolah (sentralistis), sebaliknya model Manajemen
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi Berbasis Sekolah ini berpusat pada sumberdaya yang
progam pendidikannya dengan melibatkan semua ada di sekolah itu sendiri, sehingga paradigma
pihak yang berkepentingan dengan sekolah guna pendidikan menjadi berubah dari birokrasi di luar
memenuhi kebutuhan sesuai dengan kondisi dan sekolah menuju pengelolaan yang berbasis pada
tuntutan lingkungan masyarakatnya. Dalam potensi internal sekolah sendiri. Dengan kata lain
pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah, model pengelolaan pendidikan di sekolah sekarang
pengambilan keputusan dilakukan dengan sudah bergeser dari pengelolaan yang dikendalikan
melibatkan semua pemangku kepentingan secara oleh Pemerintah Pusat ke arah model pengelolaan
partisipatif untuk bermusyawarah, sehingga pendidikan di sekolah yang berbasis sekolah itu
keputusan yang diambil akan diterima oleh semua sendiri, yang sekarang dikenal dengan istilah
pihak (Mohrman dan Wohlstetter, 1994:279). Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Secara luas
Pengambilan keputusan partisipatif adalah suatu cara Manajemen Berbasis Sekolah berarti pendekatan
untuk mengambil keputusan melalui penciptaan politis untuk mendesain ulang organisasi sekolah
lingkungan yang terbuka dan demokratik, di mana dengan memberikan kewenangan dan kekuasaan
kepala sekolah, guru, siswa, karyawan, orang tua kepada partisipan sekolah pada tingkat lokal guna
siswa, dan tokoh masyarakat didorong untuk terlibat memajukan sekolahnya. Partisipan lokal sekolah tak
secara langsung dalam proses pengambilan lain adalah kepala sekolah, guru, konselor,
keputusan yang dibutuhkan bagi pencapaian tujuan pengembang kurikulum, administrator, orang tua
sekolah. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa jika siswa, masyarakat sekitar dan siswa. (Wohlstetter &
seseorang dilibatkan (turut bepartisipasi) dalam Mohrman, 1996). Secara lebih sempit, Manajemen
pengambilan keputusan, maka yang bersangkutan Berbasis Sekolah hanya mengarah pada perubahan
akan merasa ikut memiliki keputusan tersebut, tanggung jawab pada bidang tertentu. Seperti yang
sehingga yang bersangkutan akan bertanggungjawab dikatakan Kubick (1988), Manajemen Berbasis
dan berdedikasi sepenuhnya dalam pelaksanaan Sekolah meletakkan tanggung jawab dalam
keputusan guna mencapai tujuan sekolah. Meskipun pengambilan keputusan dari pemerintah daerah
demikian, pelibatan warga sekolah dalam kepada sekolah yang menyangkut bidang anggaran,
pengambilan keputusan harus mempertimbangkan personel dan kurikulum. Eman Suparman, seperti
keahlian, yurisdiksi, dan relevansinya dengan tujuan yang dikutip oleh Mulyono, mendefinisikan
pengambilan keputusan sekolah. Sehubungan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dengan
dengan itu dijelaskan bahwa pengambilan keputusan penyerasian sumber daya yang dilakukan secara
partisipatif dilakukan kepala sekolah sebagai strategi mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua
untuk meningkatkan efektivitas kendali (Chapman, kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah
1990: 254). Kepala sekolah adalah orang kunci secara langsung dalam proses pengambilan
dalam pengambilan keputusan yang akan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah
memberhasilkan implementasi Manajemen Berbasis atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah dalam
Sekolah. pendidik nasional (Minarti 2011:50). Oleh karena itu
Model Pengelolaan Sekolah Berbasis MBS Manajemen Berbasis Sekolah memberikan hak
Secara leksikal, istilah Manajemen Berbasis kontrol proses pendidikan kepada kepala sekolah,
Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata yaitu guru, siswa dan orang tua. Kementerian Pendidikan
manajemen, berbasis dan sekolah. Manajemen dan Kebudayaan RI (sekarang: Kementerian
adalah proses menggunakan sumberdaya secara Pendidikan Dasar dan Menengah) mengartikan
efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki Manajemen Berbasis Sekolah sebagai model
kata dasar basis yang berarti dasar atau asas. Sekolah manajemen yang memberikan otonomi lebih besar
adalah lembaga untuk belajar dan mengajar serta kepada sekolah dan mendorong pengambilan
tempat menerima dan memberikan pelajaran keputusan partisipatif yang melibatkan secara
(Kamisa:1997). Berdasarkan makna leksikal tersebut langsung semua warga sekolah untuk meningkatkan
maka Manajemen Berbasis Sekolah dapat diartikan kualitas sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan
sebagai penggunaan sumberdaya yang berasaskan nasional.
pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat
atau pembelajaran (Nurkolis, 2003:1). disimpulkan bahwa pada dasarnya Manajemen
Dalam konteks manajemen pendidikan secara Berbasis Sekolah merupakan model alternatif
umum, Manajemen Berbasis Sekolah berbeda dari manajemen pendidikan yang menempatkan,
manajemen pendidikan sebelumnya. Pada masa lalu memposisikan, dan memfungsikan sekolah sebagai

97
Prosiding Seminar Nasional PS2DM UNLAM Vol. 2 No. 2

sokoguru dan satuan utama pencapaian dan alternatif yang dapat digunakan untuk memecahkan
peningkatan kualitas pendidikan. Hal ini diiringi masalah yang dihadapinya. Sedangkan efektif dalam
dengan pemberian kewenangan yang jauh lebih kamus besar bahasa Indonesia berarti ada efeknya
besar kepada sekolah pada satu pihak dan pihak lain (akibatnya, pengaruhnya, kesannya), manjur atau
pengembangan pola pengambilan keputusan secara mujarab, dapat membawa hasil (Mulyasa 2004:82).
kolaboratif dan partisipatif dengan stakeholders. Efektif adalah bagaimana suatu organisasi berhasil
Jadi, pada hakekatnya Manajemen Berbasis Sekolah mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya dalam
merupakan model manajemen yang berpusat pada usaha mewujudkan tujuan operasional. Efektif
sekolah guna meningkatkan kualitas pendidikan berkaitan dengan terlaksananya semua tugas pokok,
untuk mencapai sasaran kualitas sekolah. Sebagai tercapainya tujuan, ketepatan waktu, dan adanya
manajemen yang berpusat pada sekolah, dan tidak partisipasi aktif dari anggota (Mulyasa 2004:82).
dapat dielakkan harus diwujudkan serta Suatu pekerjaan dikatakan efektif ialah kalau
dimanfaatkan otonomi sekolah dan pola pekerjaan itu memberi hasil yang sesuai dengan
pengambilan keputusan kolaboratif partisipatif kriteria yang ditetapkan semula, dengan kata lain
disamping harus diciptakan efektivitas, transparansi suatu pekerjaan dikatakan efektif kalau pekerjaan itu
dan akuntabilitas. sudah mampu merealisasi tujuan organisasi dalam
Penekanan pada pengambilan keputusan aspek yang dikerjakan itu (Pidarta, 2004:19)
partisipatif adalah memberi arah bahwa Manajemen Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan
Berbasis Sekolah dalam setiap proses pengambilan bahwa, pengambilan keputusan yang efektif dalam
keputusan, baik yang bermuara pada aspek finansial Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah hasil
maupun yang berkonotasi pada dimensi akademik pemilihan dari beberapa alternatif pemecahan
harus melibatkan warga sekolah, warga masyarakat masalah yang dapat membawa hasil untuk
(orang tua siswa) maupun stakeholders lainnya. memecahkan masalah yang dihadapi, yaitu dengan
Pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya
keputusan secara khusus, maupun pada tujuan, ketepatan waktu, dan adanya partisipasi aktif
penyelenggaraan pendidikan secara umum seperti dari anggota dalam perumusan pemecahan masalah
telah dikemukakan di atas yaitu untuk meningkatkan tersebut. Sedangkan sekolah yang sudah menerapkan
kepedulian, keterlibatan, kepemilikan dan dukungan MBS dapat dilihat dari beberapa ukuran atau
terhadap pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan indikator. Indikator-indikator tersebut dapat dilihat
di sekolah. Sesuai dengan definisi istilah bahwa dari 3 pilar kebijakan pendidikan nasional yaitu: (1)
pengambilan keputusan partisipatif adalah suatu pemerataan dan peningkatan akses; (2) peningkatan
proses penentuan dan penetapan dari berbagai mutu dan daya saing; (3) tata layanan pendidikan
alternatif tindakan yang perlu dilakukan dengan yang lebih baik. Dalam rangka evaluasi keberhasilan
maksud untuk mengatasi masalah atau membuat pelaksanaan MBS di sekolah-sekolah, telah
pedoman dan ketentuan yang akan digunakan dalam ditetapkan indikator keberhasilan implementasi
pelaksanaan kerja dimasa yang akan datang dengan MBS, yaitu terjadinya peningkatan dan keberhasilan
melibatkan seluruh warga sekolah pada bidang- pada: (1) meningkatnya jumlah siswa yang
bidang tugas yang telah ditentukan (Rizalie, mendapat layanan pendidikan; (2) meningkatnya
2015:20-21). Dengan demikian sangat diperlukan kualitas layanan pendidikan yang berdampak pada
adanya pengambilan keputusan yang efektif dalam peningkatan prestasi akademik dan non akademik
kerangka Manajemen Berbasis Sekolah. siswa serta menurunnya jumlah siswa yang tingkat
tinggal kelas; (3) meningkatnya tingkat produktivitas
Pengambilan Keputusan yang Efektif dalam MBS
sekolah (efektitivitas dan efesiensi penggunaan
Keputusan adalah hasil dari proses penentuan
sumber daya); (4) semakin meningkatnya relevansi
dan penetapan dari berbagai alternatif tindakan yang
pendidikan; (5) meningkatnya keadilan dalam
perlu dilakukan dengan maksud untuk mengatasi
penyelanggaraan pendidikan; (6) meningkatnya
atau memecahkan masalah, membuat pedoman,
partisipasi orang tua dan masyarakat dalam
menetapkan ketentuan dan peraturan, menentukan
pengambilan keputusan pada pembentukan iklim
kebijakan dan perencaanaan yang akan digunakan
dan budaya kerja sekolah; (7) meningkatnya
dalam pelaksanaan kerja dimasa yang akan datang
kesejahtraan guru dan staf sekolah; (8)
dengan melibatkan seluruh warga sekolah pada
meningkatnya demokratisasi dalam penyelanggaraan
bidang-bidang tugas yang telah ditentukan. Dengan
pendidikan.
kata lain dapat juga dikatakan bahwa keputusan itu
sesungguhnya merupakan hasil proses pemikiran Proses Pengambilan Keputusan Yang Efektif
yang berupa pemilihan satu diantara beberapa dalam MBS

98
Prosiding Seminar Nasional PS2DM UNLAM Vol. 2 No. 2

Manajemen sekolah yang bermutu dalam dalam proses pengambilan keputusan tersebut maka
konteks pengambilan keputusan biasanya proses pengambilan keputusan akan menjadi efektif.
memperhatikan kerangka berpikir, sebagai berikut: Pengambilan keputusan rasional membutuhkan
(1) keputusan manajemen sekolah diawali dengan kreatifitas, yaitu kemampuan menggabungkan
pemilihan alternatif terbaik; (2) keputusan gagasan dalam satu cara yang unik, atau untuk
manajemen sekolah adalah keputusan yang membuat asosiasi yang luar biasa diantara gagasan-
membawa pembaharuan; (3) proses kelompok dalam gagasan. Kreatifitas memungkinkan pengambil
pengambilan keputusan memberi kontribusi yang keputusan lebih menghargai dan memahami
sangat besar terhadap keberhasilan manajemen masalah, termasuk melihat masalah yang tidak dapat
sekolah. Dalam redaksional yang berbeda Nurkolis dilihat oleh orang lain. Nilai yang paling jelas dari
(2005:186) lebih menekankan kepada rasionalitas kreatifitas adalah membantu pengambil keputusan
proses pengambilan keputusan yang terdiri dari: (1) untuk mengidentifikasikan semua alternatif yang
menetapkan masalah; (2) mengidentifikasi kriteria dapat dilihat. Pada sudut pandang lain pengambilan
keputusan; (3) mengalokasikan bobot pada kriteria; keputusan dapat dianggap sebagai suatu hasil atau
(4) mengembangkan alternatif; (5) mengevaluasi keluaran dari proses mental atau kognitif yang
alternatif; (6) memilih alternatif yang terbaik. Oleh membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan di
karena itu sangatlah diperlukan sekali keberadaan antara beberapa alternatif yang tersedia. Setiap
warga sekolah yang termasuk di dalamnya tenaga proses pengambilan keputusan selalu menghasilkan
akademik dan tenaga penunjang akademik yang satu pilihan yang final dan tidak ragu-ragu. Oleh itu
memiliki karakteristik kreatif, inovatif, partisipatif sebelum memulai langkah proses pengambilan
dan produktif. Menurut Robbins dalam Nurkolis keputusan ini, ada baiknya memperhatikan prinsip-
(2005:186) Model pengambilan keputusan rasional prinsip lain dari pengambilan keputusan. Penulis
di atas didasarkan atas beberapa asumsi, yaitu: (1) sengaja mengadopsi prinsip bioetika praktik
kejelasan masalah dan masalahnya tidak mendua; (2) kedokteran yang semangatnya sangat tepat bila
pilihan-pilihan diketahui, yaitu semua kriteria pat diterapkan dalam pengambilan keputusan. Prinsip
diidentifikasi dan disadari konsekuensinya; (3) dimaksud adalah sebagai berikut ini: (1) autonomy,
pilihan yang jelas, yaitu kriteria dan alternatif dapat yang pengertian dasarnya adalah menjaga atau
diperingkatkan dan ditimbang akan arti pentingnya; memelihara martabat orang lain sebagai manusia.
(4) pilihan yang konstan; (5) tidak ada batasan waktu Isu ini berkaitan dengan pertanyaan apakah
atau biaya; dan (6) mengambil keputusan secara pengambilan keputusan ini bersentuhan dengan
maksimal yang menghasilkan nilai yang dirasakan melakukan eksploitasi terhadap orang lain dan
paling tinggi. Proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi kebebasan mereka. Setiap
melibatkan banyak orang, menuntut peran kepala pengambilan keputusan yang diambil tentunya akan
sekolah, para guru dan staf administrasi, harus mempengaruhi banyak orang akan tetapi yang
terlihat jelas kontribusinya dalam proses, mekanisme dikehendaki harus tetap menjaga atau menghormati
dan prosedur pembuatan keputusan. Proses martabat sebagai manusia. Oleh karena itu, perlu
pengambilan keputusan harus didasari pada adanya mempertimbangkan faktor ini ke dalam setiap proses
informasi selengkap mungkin. Terdapat empat pengambilan keputusan. Setiap orang baik warga
langkah dalam proses pengambilan keputusan, yaitu sekolah maupun warga masyarakat harus
pertama, mula-mula sekolah membentuk Dewan diperlakukan sebagai manusia yang memiliki
Sekolah yang terdiri dari kepala sekolah, perwakilan otonomi (hak menentukan nasib sendiri). Dalam hal
guru, orang tua siswa, anggota ini anggota kelompok maupun stakeholders
masyarakat, staf sekolah dan siswa. Kedua, diberikan hak untuk berpikir secara logis dan
Dewan Sekolah melakukan pengukuran kebutuhan membuat saran dan pendapat tentang keputusan
(need assesment) sekolah. Ketiga, Dewan Sekolah yang akan di ambil; (2) non-malfeasance, yang
mengembangkan perencanaan tindakan yang dalam pengertian dasarnya adalah tidak boleh
mencakup tujuan dan sasaran yang terukur. merugikan orang lain. Konteksnya dengan
Keempat, langkah selanjutnya adalah mengambil pengambilan keputusan, seorang pimpinan karena
keputusan yang bisa dilakukan dengan dua cara, jabatannya tidak dibenarkan melanggar ketentuan
yaitu (a) Dewan Sekolah memberi saran kepada yang berlaku hingga menyebabkan ada orang lain
kepala sekolah, yang selanjutnya kepala sekolah yang dirugikan Dengan kata lain dengan keputusan
memutuskannya, dan (b) Dewan Sekolah mengambil yang ditetapkan oleh seorang pimpinan tidaklah
keputusan sendiri. Kepala sekolah memiliki peran boleh sampai mencederai pihak lain, pilihan
yang besar dalam proses pengambilan keputusan hendaknya diprioritaskan kepada alternatif yang
seperti ini. Dengan mengikuti langkah-langkah paling kecil risikonya dan paling besar manfaatnya.

99
Prosiding Seminar Nasional PS2DM UNLAM Vol. 2 No. 2

Hal ini sering terjadi di lingkungan kepemerintahan, menghasilkan dampak bagi orang lain. Idealnya,
nyaris setiap peraturan tentunya akan seorang pemimpin mempunyai integritas yang
menguntungkan bagi satu pihak sementara itu juga menjunjung tinggi nilai moral dan etika. Sehingga,
mencederai bagi pihak lain; (3) beneficence, yang keputusan yang diambilnya adalah mengacu tidak
arti dasarnya adalah menyediakan kemudahan dan hanya pada kepentingannya sendiri, melainkan juga
kesenangan bagi orang lain, mengambil langkah kepentingan orang banyak termasuk lingkungannya.
positif untuk memaksimalisasi akibat baik daripada Menurut Mathis dan Jackson, etika memiliki
akibat buruk. Dalam setiap pengambilan keputusan dimensi-dimensi konsekuensi luas, alternatif ganda,
hendaknya memiliki implikasi manfaat, hingga akibat berbeda, konsekuensi tak pasti, dan efek
mengundang pertanyaan apakah keputusan yang personal, seperti dijelaskan di bawah ini: (1) etika
diambil ini benar-benar membawa manfaat. Manfaat yang berdimensi konsekuensi luas yaitu suatu
tersebut harus mampu menjadi solusi bagi masalah pengambilan keputusan yang memperhatikan etika
atau merupakan solusi terbaik untuk keluar dari akan membawa konsekuensi yang luas, misalnya
belenggu dan lilitan masalah; (4) Justice yang arti karena menyentuh masalah etika senioritas yang
dasarnya adalah keadilan. Proses pengambilan terkait dengan mutasi area kerja, maka diambil
keputusan mempertimbangkan faktor keadilan dan keputusan untuk memutasi guru ke tempat lain yang
termasuk implementasinya. Di dunia ini memang berdekatan dengan tempat tinggalnya. Hal itu akan
sulit untuk menciptakan keadilan yang sempurna, berpengaruh terhadap kehidupan guru-guru lainnya,
namun tentunya kita selalu berusaha untuk keluarganya, masyarakat dan penyelenggaraan
menciptakan keadilan yang ideal. Dimana pendidikan; (2) etika yang melahirkan alternatif
memperlakukan tiap orang dengan sejajar; (5) ganda, yaitu terkadang beragam alternatif sering
fidelity berkaitan dengan kesesuaian keputusan terjadi pada situasi pengambilan keputusan dengan
dengan definisi peran yang kita mainkan. Seringkali jalur di luar aturan, sebagai contoh memutuskan
ini melibatkan ‘looking at the bigger picture’ atau seberapa jauh keluwesan dalam melayani pendidik
melihat secara keseluruhan dan memahami peran dan tenaga kependidikan tertentu dalam hal
anda dengan baik. persoalan keluarga sementara terhadap pendidik dan
tenaga kependidikan yang lain menggunakan aturan
Etika dalam Pengambilan Keputusan
yang ada dan relatif ketat; (3) etika yang
Kata etika berasal dari bahasa Yunani,
berimplikasi berbeda, yaitu pengambilan keputusan
“ethos” atau “taetha” yang berarti tempat tinggal,
dengan memperhatikan etika bisa menghasilkan
padang rumput, kebiasaan atau adat istiadat.
akibat yang berbeda yaitu positif dan negatif,
Aristoteles seorang filosof Yunani menggunakan
misalnya mempertahankan pekerjaan untuk beberapa
kata “etika” untuk menunjukkan filsafat moral yang
tenaga kependidikan di suatu sekolah dalam waktu
menjelaskan fakta moral tentang nilai dan norma
relatif lama mungkin akan mengurangi peluang para
moral, perintah, tindakan kebajikan dan suara hati.
tenaga kependidikan lainnya untuk bekerja di
Etika mencakup analisis dan penerapan konsep
sekolah itu. Di satu sisi keputusan itu
seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung
menguntungkan sekolah tetapi pihak terdapat tenaga
jawab. Pada pengertian yang paling dasar, etika
kependidikan lainnya yang dirugikan; (4) etika yang
adalah sistem nilai pribadi yang digunakan untuk
berbuntut ketidakpastian konsekuensi, konsekuensi
memutuskan apa yang benar, atau apa yang paling
keputusan-keputusan bernuansa etika sering tidak
tepat, dalam suatu situasi tertentu; memutuskan apa
diketahui secara tepat, misalnya pertimbangan
yang konsisten dengan sistem nilai yang ada dalam
penundaan promosi pada guru tertentu yang hanya
organisasi dan diri pribadi. Etika juga diartikan pula
berdasarkan pada gaya hidup dan kondisi
sebagai filsafat moral yang berkaitan dengan studi
keluarganya padahal guru tersebut benar-benar
tentang tindakan-tindakan baik ataupun buruk
memenuhi kualifikasi; (5) etika yang berdampak
manusia di dalam mencapai kebahagiaannya. Apa
efek personal, yaitu keputusan-keputusan etika
yang dibicarakan di dalam etika adalah tindakan
sering mempengaruhi kehidupan tenaga
manusia, yaitu tentang kualitas baik (yang
kependidikan dan keluarganya, misalnya pemecatan
seyogyanya dilakukan) atau buruk (yang seyogyanya
terhadap tenaga kependidikan disamping membuat
dihindari) atau nilai-nilai tindakan manusia untuk
sedih yang bersangkutan juga akan membuat susah
mencapai kebahagiaan serta tentang kearifannya
keluarganya. Contoh lainnya, kalau para pelanggan
dalam bertindak.
(masyarakat) yang tidak menginginkan dilayani oleh
Seorang pemimpin dalam mengambil
“guru wanita” maka akan berpengaruh negatif pada
keputusan dihadapkan pada dilema etika dan moral.
masa depan karir para “guru wanita” tersebut.
Keputusan yang diambil pemimpin tentunya akan
Etika dimulai bila manusia merefleksikan

100
Prosiding Seminar Nasional PS2DM UNLAM Vol. 2 No. 2

unsur-unsur etis ke dalam pendapat-pendapat Dengan demikian pada ruang lingkup MBS
spontanitas. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita yang menempatkan pengambilan keputusan sebagai
rasakan ketika pendapat etis kita berbeda dengan faktor yang memiliki urgensi tingkat tinggi, maka
pendapat etis orang lain. Untuk itulah diperlukan pengambilan keputusan haruslah dilakukan dengan
suatu penetapan etika yang akomodatif adaptif, yaitu hati-hati agar implementasi MBS dapat berjalan
untuk mencari tahu keseimbangan etika yang dengan baik dan efektif. Apabila salah dalam proses
semestinya dilakoni oleh manusia yang beretika. pengambilan keputusan, maka akibatnya amat luas
Secara metodologis, tidak semua orang sepakat pengaruhnya terutama terhadap proses pembelajaran
menilai sebuah perilaku seseorang hingga dapat ataupun kualitas kerja para warga sekolah. Etika
dikatakan sebagai perilaku yang beretika atau dalam pengambilan keputusan yang efektif dalam
perilaku yang tidak beretika. Karena etika akan MBS yaitu (1) merumuskan keputusan yang
tergantung pada asumsi dan sudut pandang dianggap sebaik-baiknya melalui rapat anggota
seseorang dalam menyikapinya. Etika memerlukan sekolah; (2) dalam pengambilan keputusan tidak
sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam boleh mementingkan kepentingan pribadi; (3) pada
melakukan refleksi, karena itulah etika ini oleh saat rapat untuk pengambilan keputusan dalam
sebagian para ahli diakui sebagai suatu ilmu yang memecahan masalah harus mendengarkan pendapat
sangat dinamis. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika orang lain dan tidak boleh menang sendiri; (4)
adalah tingkah laku manusia Akan tetapi berbeda kepala sekolah harus dapat mengambil keputusan
dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah dengan sebaik-baiknya dengan mempertimbangkan
laku manusia, etika memiliki sudut pandang pendapat-pendapat dari anggota sekolah.
normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik Pengambilan keputusan dalam kerangka kerja
dan buruk terhadap perbuatan manusia. MBS, haruslah senafas dengan tujuan ideal
Secara lengkap etika diartikan sebagai nilai- pelaksanaan otonomi daerah dibidang pendidikan
nilai normatif atau pola perilaku seseorang atau yaitu: (1) meningkatkan pelayanan pendidikan yang
badan/lembaga/organisasi sebagai suatu bentuk yang lebih dekat, cepat, mudah , dan murah sesuai
dapat diterima umum dalam interaksi dengan kebutuhan masyarakat; (2) pembudayaan dan
lingkungannya. Sedangkan dalam konteks lain pemberdayaan peserta didik sepanjang hayat; (3)
secara luas dinyatakan bahwa etika adalah aplikasi memberikan keteladanan, membangun kemauan; (4)
dari proses dan teori filsafat moral terhadap mengembangkan kreativitas peserta didik; (5)
kenyataan yang sebenarnya. Memilih tanggapan mengembangkan budaya membaca, menulis,
etika yang terbaik dan mengimplementasikannya ke berhitung, dan memberdayakan seluruh komponen
dalam pengambilan keputusan, pilihan tersebut harus masyarakat; (6) pemerataan dan keadilan; (7)
konsisten dengan tujuan budaya, dan sistem nilai meningkatkan kesejahteraan pendidik dan tenaga
sekolah serta keputusan individu. Oleh karena itu kependidikan; (8) akuntabilitas publik; (9)
ada tiga tipe manajer dilihat dari sudut etikanya: (1) transparansi; (10) memperkuat integritas; dan (11)
manajemen tidak bermoral, yaitu manajemen yang meningkatkan daya saing di era globalisasi (Husaini
sarat dengan dorongan untuk memenuhi kepentingan Usman, 2008: 572).
dirinya sendiri atau kelompoknya. Kekuatan yang
Pengaruh Etika dalam Pengambilan Keputusan
menggerakan manajemen immoral adalah
Pengelolaan satuan pendidikan yang
kerakusan/ketamakan berupa prestasi organisasi atau
menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah,
keberhasilan personal; (2) manajemen amoral, yaitu
ditunjukkan dengan kemandirian, keterbukaan,
manajemen yang orientasinya hanya untuk
kemitraan, partispasi, dan akuntabilitas dalam
memperoleh laba yang sebanyak-banyaknya tanpa
perencanaan, program, penyusunan kurikulum
memperhatikan moral sedikitpun. Berbeda dengan
tingkat satuan pendidikan, kegiatan pembelajaran,
manajemen immoral yang tidak dengan sengaja
pendayagunaan tenaga kependidikan, penilaian
melanggar hukum atau norma etika, manajemen
kemajuan belajar, pengelolaan sarana dan prasarana,
amoral ini bebas tanpa kendali dalam pengambilan
dan pengawasan. Manajemen Berbasis Sekolah pada
keputusan, artinya mereka tidak mempertimbangkan
dasarnya merupakan sistem manajemen yang
etika sedikitpun dalam mengambil keputusan; (3)
memposisikan sekolah sebagai unit pengambilan
manajemen bermoral, yaitu manajemen yang
keputusan penting tentang penyelenggaraan
bertujuan untuk meraih keberhasilan, tetapi
pendidikan secara mandiri, sehingga diharapkan
menggunakan aspek legal dan prinsip-prinsip etika.
setiap keputusannya tepat dalam rangka
Filosofi manajer bermoral selalu melihat hukum
meningkatkan mutu lulusan. Berbeda dengan
sebagai standar minimum untuk beretika dalam
kenyataan yang terjadi bahwa penerapan Manajemen
berperilaku.

101
Prosiding Seminar Nasional PS2DM UNLAM Vol. 2 No. 2

Berbasis Sekolah pada beberapa lembaga pendidikan perilaku didasarkan pada satu nilai: keadilan; (5)
belum memberikan hasil yang maksimal, yang mana Relativisme (self-interest), ini menekankan bahwa
salah satu faktor penyebabnya adalah kebingungan baik buruknya perilaku manusia didasarkan pada
dan keraguan pemangku kepentingan dalam kepentingan atau kebutuhan pribadi (self-interest
pengambilan keputusan (Dachofany dan Yuzana, and needs). Dengan demikian, setiap individu akan
2009:6). mempunyai kriteria moral yang berbeda dengan
Sekolah sebagai lembaga satuan tingkat individu lainnya, atau akan terjadi perbedaan kriteria
pendidikan, pada setiap saatnya selalu dihadapkan moral dari satu kultur ke kultur lainnya.
dengan tugas-tugas pengambilan keputusan, Dari semua uraian di atas, nampaknya tipe
walaupun terkadang sering tidak disadari. Banyak pengambilan keputusan yang memenuhi tuntutan
keputusan yang harus di ambil setiap harinya, tetapi etika dimaksud adalah tipe pengambilan keputusan
kadang-kadang satu hari hanya satu keputusan yang partisipatif yang selama ini telah digunakan oleh
dibuat, hal ini disebabkan adanya hambatan yang model pengelolaan sekolah berbasis MBS.
antara lain kemampuan mengambil keputusan masih
Pengambilan Keputusan Partisipatif dalam MBS
rendah, adanya sikap bingung dan ragu-ragu, adanya
Pengambilan keputusan partisipatif adalah
asumsi lain dari para pengambil keputusan dan lain-
suatu cara untuk mengambil keputusan melalui
lain. Membuat keputusan dan penyelesaian masalah
penciptaan lingkungan yang terbuka dan
merupakan salah satu peranan yang harus
demokratik, di mana kepala sekolah, guru, siswa,
dimainkan setiap leader dan manajer. Semua fungsi
karyawan, orang tua siswa, dan tokoh masyarakat
manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian,
didorong untuk terlibat secara langsung dalam
pengarahan, dan pengawasan memerlukan
proses pengambilan keputusan yang dibutuhkan
keputusan. Pengambilan keputusan merupakan
bagi pencapaian tujuan sekolah. Hal ini dilandasi
peranan manajer disamping peranan interpersonal
oleh keyakinan bahwa jika seseorang dilibatkan
dan informasional
(turut bepartisipasi) dalam pengambilan keputusan,
Etika merupakan pertimbangan etis yang
maka yang bersangkutan akan merasa ikut memiliki
seharusnya suatu kriteria yang penting dalam
keputusan tersebut, sehingga yang bersangkutan
pengambilan keputusan organisasional. Ada lima
akan bertanggungjawab dan berdedikasi sepenuhnya
kriteria dalam mengambil keputusan yang etis, yaitu:
dalam pelaksanaan keputusan guna mencapai tujuan
(1) utilitarian, Keputusan-keputusan yang diambil
sekolah. Meskipun demikian, pelibatan warga
semata-mata atas dasar hasil atau konsekuensi
sekolah dalam pengambilan keputusan harus
mereka. Tujuannya adalah memberikan kebaikan
mempertimbangkan keahlian, yurisdiksi, dan
yang terbesar untuk jumlah yang terbesar.
relevansinya dengan tujuan pengambilan keputusan
Pandangan ini cenderung mendominasi pengambilan
sekolah agar pengambilan keputusan dimaksud
keputusan bisnis, seperti efisiensi, prokduktivitas
benar-benar maksimal. Sehubungan dengan itu
dan laba yang tinggi; (2) universalisme (duty), Ini
dijelaskan bahwa pengambilan keputusan
menekankan pada baik buruk nya perilaku
partisipatif dilakukan kepala sekolah sebagai
tergantung pada niat (intention) dari keputusan atau
strategi untuk meningkatkan efektivitas kendali
perilaku. Paham ini adalah kebalikan (contrast) dari
(Chapman, 1990: 254). Dengan demikian posisi
utilitarianisme. Berdasarkan prinsip Immanuel Kant
kepala sekolah menempati posisi kunci dalam
(categorical imperative), paham ini mempunyai dua
pengambilan keputusan yang akan memberhasilkan
prinsip. Pertama, seseorang seharusnya memilih
implementasi Manajemen Berbasis Sekolah.
suatu perbuatan. Kedua, orang - orang lain harus
Menurut Newel (1992), pembuatan keputusan
diperlakukan sebagai akhir (tujuan), bukan sekedar
partisipatif dapat menghasilkan keputusan yang
alat untuk mencapai tujuan; (3) penekanan pada hak,
lebih baik sebab sejumlah pemikiran orang
kriteria ini memberikan kesempatan kepada individu
diperkenalkan dalam memecahkan suatu masalah.
untuk mengambil keputusan yang konsisten dengan
Jika seseorang dilibatkan dalam membuat keputusan
kebebasan dan keistimewaan mendasar seperti
maka orang tersebut akan lebih suka untuk
dikemukakan dalam dokumen-dokumen (contoh
melaksanakan keputusan itu secara efektif. Prosedur
Piagam Hak Asasi). Suatu tekanan pada hak dalam
partisipasi dalam pembuatan keputusan membantu
pengambilan keputusan berarti menghormati dan
penyatuan tujuan individu dengan tujuan organisasi.
melindungi hak dasar dari individu; (4) penekanan
Partisipasi dalam pembuatan keputusan bermakna
pada keadilan, ini mensyaratkan individu untuk
bagi perkembangan individu dan bagi upaya
menegakan dan memperkuat aturan - aturan yang
fungsionalisasi diri, proses membangun
adil dan tidak berat sebelah sehingga ada pembagian
keterampilan kelompok dan pengembangan
manfaat dan biaya yang pantas. Keadilan distributif,

102
Prosiding Seminar Nasional PS2DM UNLAM Vol. 2 No. 2

kompetensi kepemimpinan. Barangkali, nilai yang Kepala Sekolah (KKKS) sebagai sumber
paling besar dari keikutsertaan dalam pengambilan pembelajaran dan inspirasi dalam pengambilan
keputusan adalah kekuatan pengertian yang keputusan. Melalui wadah tersebut dapat berbagi
disampaikan kepada individu, karena seseorang pengalaman antara lain: memecahkan masalah,
sudah pasti membutuhkan respek dari orang lain menyusun perencanaan bersama, memperluas
dalam rangka aktualisasi dirinya. wawasan kependidikan yang pada gilirannya
Berbagai penelitian menemukan bahwa diimplementasikan di sekolah sendiri.
seseorang memberikan respek dan memperoleh Kepala Sekolah dan guru harus diberi ruang
manfaat dari teknik pengambilan keputusan gerak yang akomodatif guna mendorong untuk
partisipatif. Temuan itu menunjukkan bahwa: (1) membuat keputusan dan menyusun rencana yang
individu akan kehilangan kepentingan dalam dipilihnya dalam bentuk atau gaya yang dianggap
pemecahan masalah jika tidak terlibat secara aktif; layak dan wajar. Kegiatan itu dapat dilakukan oleh
(2) partisipasi dalam pembuatan keputusan me- kepala sekolah dan guru serta bersama-sama pihak
ngurangi penolakan terhadap perubahan, karena komite sekolah dan stakeholders, dalam koridor
kelompok dapat terus berfungsi secara efektif otonomi sekolah. Kepala sekolah dan guru pada
meskipun kehilangan kedudukan sebagai pemimpin dasarnya diberi kebebasan penuh untuk
jika kepemimpinan telah dibagi dengan anggota menjalankan sekolah secara independen, mereka
kelompok; (3) keterlibatan dalam pengawasan yang tetap diberi kekuasaan untuk mengorganisasikan
berhubungan dengan tugas dapat meningkatkan dengan cara tertentu yang memungkinkan
motivasi dan kepuasan kerja; (4) nteraksi kelompok keputusan perencanaan yang ditetapkan tersebut
seringkali mengarahkan untuk mengambil risiko memiliki tingkat resiko paling rendah.
lebih besar atas bagian daripada anggota kelompok, Sebuah penelitian tentang pelaksanaan MBS
bahwa kelompok pembuat keputusan memperkuat selama empat tahun terakhir terhadap 40 buah
nilai perilaku anggota kelompok yang secara umum sekolah di 13 distrik di negara Amerika Serikat,
diterima dalam budaya tertentu; (5) partisipasi yang diungkap oleh Holloway, (2000)
dalam pembuatan keputusan merupakan faktor menyimpulkan bahwa strategi MBS yang paling
utama yang mempengaruhi kepuasan guru di efektif adalah kebebasan yang diberikan untuk
sekolah; mempergunakan energi dalam membuat keputusan
Temuan penelitian di atas meneguhkan asumsi melalui tim-tim yang bekerja dengan pendekatan
bahwa peningkatan peranan individu dan kelompok horizontal dan vertikal. Situasi kerja yang beragam
dalam proses pembuatan keputusan dapat dari komisi atau tim-tim itu ditransformasikan ke
meningkatkan produktivitas dan kepuasan diri yang dalam pikiran-pikiran abstrak yang tidak dapat
lebih besar. Penelitian ini juga menemukan bahwa dipahami selain melalui keterlibatan guru pada
peningkatan peranan manajemen (level) bawah proses keputusan yang demokratis (shared decision-
dalam pembuatan keputusan dapat meningkatkan making). Selanjutnya kerja komisi dan tim
produktivitas. dimaksud diwujudkan ke dalam spesifikasi konkret
MBS memberi peluang pada sekolah untuk yang diperlukan untuk membuat restrukturisasi
menentukan nasib sendiri (otonomi) dalam pekerjaan, seperti: (1) perubahan program di
membuat keputusan-keputusan sekolah untuk berbagai bidang pelajaran, seperti matematika, IPA,
pengembangan lebih lanjut ke depan. Pembuatan membaca, dan studi sosial; (2) pengembangan unit
keputusan rencana pengembangan dimaksud harus kurikulum aktual yang akan diterapkan di ruang
dibuat, dikaji secara mendalam, disosialisasikan kelas; (3) mengkreasi praktik-praktik pembelajaran
secara jelas untuk diimplementasikan secara efektif di sekolah; (4) pengembangan profesional yang
dan efisien. Guru sebagai warga sekolah adalah dituntut dari strategi pedagogikal yang baru; (5)
stakeholders yang paling tepat dan strategis untuk merefleksi dan menilai praktik instruksional; (6)
diajak berkerjasama dalam rangka membuat mengembangkan strategi peningkatan sekolah
keputusan pada tingkat organisasi bersama-sama secara terus-menerus.
dengan kepala sekolah, atau dengan kata lain yang Pada tatanan untuk membangun kesepakatan
diperluas kepala sekolah sangat tepat apabila dalam internal tim terhadap visi sekolah yang ingin
mengajak guru dan komite sekolah atau pihak-pihak diimplementasikan, penelitian juga membuktikan
lain yang patut dilibatkan dalam pembuatan bahwa sekolah membutuhkan otoritas untuk
keputusan dalam spektrum yang lebih luas. Kepala merekrut dan menyeleksi staf. Mereka yang direkrut
sekolah dapat memanfaatkan kekuatan yang ada inilah yang akan ikut mendukung dan
sekarang misalnya melalui Musyawarah Kerja mengkontribusi, sebagai tindak lanjut dari
Kepala Sekolah (MKKS) dan Kelompok Kerja restrukturisasi yang dikehendaki untuk

103
Prosiding Seminar Nasional PS2DM UNLAM Vol. 2 No. 2

menempatkan visi itu menjadi realita. Membangun kepemimpinan dan pendelagasian tugas yang cocok
tim kohesif yang memiliki kesepakatan untuk kepada personel lain adalah faktor penting di dalam
mencapai visi sekolah dengan standar tinggi manajemen sekolah. Administrator atau manajer
tidaklah mudah Holloway (2000) kembali sekolah yang berhasil adalah mereka yang mampu
mengungkapkan, bahwa "It is hindered both by memberikan pemerataan tugas-tugas pokok kepada
district practices that place personnel in schools bawahannya, sesuai dengan tugas masing-masing.
with little if any school input And by contract Efektivitas organisasi sekolah ditentukan oleh
provisions that allow teachers to transfer into and sampai seberapa jauh organisasi itu dapat
out of school based solely on year experience and dipertahankan melalui kepemipinan yang efektif;
teachers choise”. Di Indonesia sebutan yang (3) program yang dijalankam oleh staf, disarankan
dipopulerkan oleh Departemen Pendidikan Nasional oleh semua anggota baik oleh staf itu sendiri
(sekarang Kementerian Pendidikan dan maupun manajer sekolah. Efektivitas keputusan
Kebudayaan) adalah Manajemen Peningkatan Mutu sekolah ditentukan sejauh mana staf menerima
Berbasis Sekolah (MPMBS) dengan asumsi bahwa materi yang akan di bicarakan. Kesetujuan atau
tekanannya pada perbaikan mutu proses pendidikan ketidaksetujuan personel terhadap materi pokok
dan pembelajaran, bukan MBS dalam makna merupakan faktor penentu, sebelum keputusan
totalitas. diambil.
Dengan demikian, elemen penting lain dari Uraian ini memuat pengertian bahwa setiap
desain menyeluruh MBS atau strategi restrukrisasi personel dapat memberikan pokok-pokok pikiran
adalah desentralisasi fungsi personel di tingkat yang terkait dengan masalah atau topik yang akan
sekolah, misalnya memberi peluang bagi sekolah dibicarakan. Kejelasan masalah atau topik,
untuk merekrut dan menyeleksi staf, mengijinkan sangatlah penting sekali diketahui karena akan
sekolah merekrut dan menyeleksi staf memerlukan memberi warna terhadap jenis keputusan apa yang
waktu beberapa tahun sebagai masa transisi. Seperti akan dibuat. Pertama, dialog yang dilakukan
yang ditulis oleh John H. Holloway (2000), haruslah menempatkan mutu dalam prioritas tujuan.
Successful decentralized school management is that Keputusan sekolah dibuat tidak dalam kondisi
it too often is given only superficial attention, and ruangan hampa, tetapi harus mengandung tujuan
when it is taken seriously, it requires many years to tertentu yang ingin dicapai melalui implementsai
fully implement.” keputusan itu. Baik tidaknya sebuah keputusan
MBS didefinisikan sebagai suatu proses yang bukan di tentukan oleh banyak sedikitnya keputusan
dikonsepkan sebagai suatu yang akan dapat yang ditetapkan, tetapi lebih ditentukan oleh
menjamin hadirnya dukungan maksimal dari guru ketepatan dalam menetapkan alternatif tujuan dalam
dan staf sekolah untuk meningkatkan kinerja kerangka peningkatan mutu pendidikan. Kedua, ide
sekolah dan prestasi belajar anak didik. Dukungan dasar program yang didiskusikan tidak dibatasi pada
maksimal itu akan muncul karena proses keharusan berasal dari internal sekolah, tetapi dapat
manajemen sekolah didasari atas aktivitas diskusi disarankan oleh pihak eksternal yang meliputi
yang demokratis. Proses demokratis itu dicapai atas strategi, kebijakan dan sararan program. Program
prioritas pengalokasian sumber-sumber pendidikan dengan turunannya tersebut dapat saja disarankan
dan pembelajaran dalam kerangka pembuatan oleh pihak-pihak ini karena yang paling penting
keputusan yang terkait dengan upaya pencapaian bukan dari sumber datangnya saran, melainkan ide
prestasi belajar siswa. Diskusi yang demokratis itu dasar yang betul-betul bermakna bagi organisasi.
ada kalanya berupa forum dialog untuk membuat
Pengambilan Keputusan Partisipatif Melalui
keputusan, berikut beberapa rancangan tentative
Gugus Mutu
sebagai berikut : (1) dialog mencakup sumbangan
MBS menempatkan sekolah sebagai sentral
pikiran dari sebagian besar anggota yang hadir,
menajemen mutu baik pada dimensi proses maupun
karena keputusan sekolah yang efektif adalah
dalam dimensi produk pembelajaran. Johnson ( )
keputusan yang mencakup kontribusi pemikiran dari
telah mengembangkan konsep ini secara detail
semua anggota orgnisasi. Berdasarkan kontribusi
tentang bagaimana kelompok dapat membuat
pemikiran tersebut, akan dijaring sejumlah ide-ide
rencana dan keputusan terbaik yang akan
dan gagasan-gagasan baru yang melatarbelakangi
disumbangkan kepada organisasi (sekolah).
dipilihnya keputusan yang paling mungkin
Pembuatan keputusan sekolah dapat dilakukan
(feasible), obyektif (objective) dan rasional
dengan membentuk kelompok kerja yang
(rasional); (2) banyaknya orang yang memegang
beranggotakan para guru profesional dan memiliki
pimpinan dalam diskusi, tergantung pada fungsi
kompetensi yang dibentuk berdasarkan persetujuan
yang dijalankan. Demokrasi dalam proses

104
Prosiding Seminar Nasional PS2DM UNLAM Vol. 2 No. 2

warga sekolah. Banyak bukti yang menunjukan perubahan dan terintegrasi dengan perilaku
bahwa dengan alternatif seperti ini dalam membuat anggotanya. Keberadaan gugus mutu merupakan
keputusan bersama lebih menguntungkan bagian dari proses pembaruan dan aktualisasi
dibandingkan dengan alternatif lainnya”. Pada organisasi, akan menjadi penting ketika mampu
mulanya muncul fenomena yang terkait dengan guru mengemban prinsip desentralisasi pengelolaan
tidak dapat mengakses informasi satu sama lain sekolah secara MBS. Oleh karena itu, ada kebutuhan
karena mereka memiliki tanggung jawab pada kelas yang sangat kuat terhadap kepemilikan “kendaraan
masing-masing. Perilaku ini dapat di ubah melalui baru” untuk manajemen partisipatif di sekolah. Salah
prakarsa struktural seperti membentukan tim satunya adalah alternatif proses pembuatan
pengajaran dan sebaginya. Pembentukan kelompok keputusan melalui gugus mutu.
kerja tertentu (Young,1988). Pemanfaatan dan Gugus mutu biasanya mengadakan pertemuan
pelibatan secara ekstensif kelompok kecil guru berkalanya tanpa dihadiri oleh kepala sekolah, akan
dalam pembuatan keputusan bagi sekolah sangat tetapi bila kepala sekolah berkenan hadir akan lebih
memungkinkan dalam situasi MBS. Kelompok kecil baik untuk memberikan pencerahan dan informasi-
dimaksud itu dapat berupa gugus kualitas (Quality informasi aktual yang diperlukan. Hubungan antara
Circle). Gugus kualitas atau gugus mutu muncul gugus mutu dengan kepala sekolah adalah hubungan
telah dikenal pada kisaran tahun 1970-an dan 1980- fungsional, sehingga perlu dibina dengan harmonis
an di dunia industri. Sedangkan pengadopsian di agar masing-masing anggota gugus menyadari
lingkungan persekolahan dilakukan setelah beberapa bahwa fungsi gugus mutu dalam pengambilan
tahun kemudian. Gugus mutu di lingkungan sekolah keputusan hanya sebagai penyedia data dan
dibentuk dengan anggota yang terdiri dari guru informasi serta pemberi rekomendasi untuk kepala
senior secara keilmuan dan metodologi sekolah. Pada sisi lain perlu juga ditekankan pada
pembelajaran, anggota komite sekolah dari kalangan semua anggota staf akademik bahwa gugus mutu
pakar atau praktisi yang mapan, tim pengendali bukanlah kelompok pembuat keputusan, tetapi
manajeman pembelajaran dan sebagainya. berfungsi membantu kepala sekolah untuk
Sebuah pertanyaan yang sering dilemparkan mengambil keputusan. Finalisasi keputusan tetap
tentang bagaimana gugus mutu sekolah itu dibentuk. berada di tangan kepala sekolah, kecuali untuk
Pada umumnya adalah dengan menempatkan kegiatan-kegiatan pembelajaran yang telah
beberapa guru ke dalam gugus dalam ukuran yang didesentalisasikan langsung dan menjadi tanggung
wajar, yaitu setiap orang disekolah akan menjadi jawab guru masing-masing.
anggota suatu gugus mutu tertentu. Setiap gugus Kepala sekolah harus cukup cerdas dalam
pada waktu yang ditentukan menjadi kendaraan memutuskan ketika dia tidak dapat mengatakan
kolektif untuk menerima masukan permasalahan dan menolak atas ide atau saran apapun yang diajukan
merumuskan pemecahan yang mungkin tentang gugus mutu, dia harus menyikapinya dengan hati-
kualitas layanan pendidikan. Versi lain dengan hati untuk menindaklanjuti rekomendasi gugus mutu
memilih atau menugaskan beberapa orang ke dalam tersebut. Berikan alasan penolakan dengan logis dan
beberapa kelompok yang membidangi masalah, wajar serta diskusikan dengan mereka, hingga
disiplin, dan satu kelompok lainnya membidangi anggota gugus tersebut dapat menyadari atas
anggaran. penolakan tersebut. Jika tidak dilakukan demikian,
Disamping itu, sekolah dapat memiliki maka cepat atau lambat, gugus mutu akan menjadi
beberapa tipe kelompok besar maupun kecil dalam lemah atau berkurang. Karakteristik gugus mutu
rangka pembuatan keputusan. Kelompok ini akan yang unik membuat kelompok ini benar-benar jelas
memiliki arti penting dan bernilai jika dibuat sebagai fungsi dan perannya, memahami prosedur, termasuk
gugus mutu yang betul-betul terseleksi dan terpilih bagaimana mereka membuat suatu keputusan. Selain
untuk menjadi penghubung antara manajemen dan itu, pengumpulan informasi dan prosedur penelitian
kelompok pengajar, termasuk staf sekolah. Masing- tindakan adalah kultur gugus mutu, sehingga
masing gugus diberi tugas secara detail, diberi kebanyakan keputusan dari kelompok itu
arahan oleh kepala sekolah kemudian diminta untuk diinformasikan dengan baik dan ditunjang oleh basis
melaksanakan tugas tersebut dengan penuh tanggung data yang valid.
jawab. Sebuah gugus mutu dengan setumpuk tugas
SIMPULAN
seharusnya dibentuk disekolah-sekolah, karena
Pada bagian akhir tulisan ini akan
sesuai dengan tugasnya mereka selama periodenya
disimpulkan sebagai berikut: (1) Kepala sekolah
melakukan prakarsa menuju peningkatan standar
sebagai penentu dalam menggerakkan organisasi
mutu. Kerja gugus mutu bukanlah sekedar kerja
sekolah, karena kepala sekolah dalam pendidikan
rutin, melainkan kerja yang berorientasi kepada

105
Prosiding Seminar Nasional PS2DM UNLAM Vol. 2 No. 2

adalah sebagai pemimpin (leader). Kepala sekolah akan merasa ikut memiliki keputusan tersebut,
sebagai pemimpin dituntut harus mampu sehingga yang bersangkutan akan bertanggungjawab
menggerakkan orang lain agar mereka secara sadar dan berdedikasi sepenuhnya dalam pelaksanaan
dan sukarela mau melaksanakan kewajibannya keputusan guna mencapai tujuan sekolah.
secara baik sesuai dengan yang diharapkan pimpinan
DAFTAR RUJUKAN
dalam rangka mencapai tujuan: (2) Didalam hal
Danim, Sudarwan. 2008. Visi Baru Manajamen
mengimplementasikan kepemimpinannya, kepala
Sekolah: dari Unit Birokrasi ke Lembaga
sekolah dituntut memiliki beberapa keterampilan,
Akademik. Jakarta: Bumi Akasara.
termasuk dalam hal ini adalah keterampilan
Minarti, Sri. 2011. Manajemen Sekolah Mengelola
membuat keputusan dan merealisasikannya dalam
Lembaga Pendidikan Secara Mandiri.
kegiatan pendidikan di sekolah. Para ahli
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
mengungkapkan bahwa pengambilan keputusan
Mulyasa. 2012. Manajemen Berbasis Sekolah.
merupakan salah satu hal terpenting dalam
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
manajemen sekaligus merupakan inti dari
Umaedi. 1999. Manajemen Peningkatan Mutu
manajemen. Kepemimpinan adalah salah satu bagian
Berbasis Sekolah. Departemen Pendidikan
terpenting dalam manajemen. Tanpa adanya
dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal
pengambilan keputusan maka tidak ada
Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat
kepemimpinan dan tanpa adanya kepemimpinan
Pendidikan Menengah Umum. Jakarta
maka manajemen tidak berfungsi; (3) Manajemen
Usman, Husaini. 2014. Manajemen: teori, praktik,
Berbasis Sekolah merupakan model alternatif
dan riset pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
manajemen pendidikan yang menempatkan,
Pidarta, Made. 2004. Manajemen Pendidikan
memposisikan, dan memfungsikan sekolah sebagai
Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
sokoguru dan satuan utama pencapaian dan
Suparlan. 2013. Manajemen Berbasis Sekolah dari
peningkatan kualitas pendidikan. Hal ini diiringi
teori sampai praktek. Jakarta: PT Bumi
dengan pemberian kewenangan yang jauh lebih
Aksara
besar kepada sekolah pada satu pihak dan pihak lain
Syaifuddin, Mohammad, dkk. 2007. Manajemen
pengembangan pola pengambilan keputusan secara
Berbasis Sekolah, Bahan Ajar Cetak. Jakarta:
kolaboratif dan partisipatif dengan stakeholders; (4)
Departemen Pendidikan Nasional.
pengambilan keputusan yang efektif dalam
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah hasil
pemilihan dari beberapa alternatif pemecahan
masalah yang dapat membawa hasil untuk
memecahkan masalah yang dihadapi, yaitu dengan
terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya
tujuan, ketepatan waktu, dan adanya partisipasi aktif
dari anggota dalam perumusan pemecahan masalah
tersebut; (5) Seorang pemimpin dalam mengambil
keputusan dihadapkan pada dilema etika dan moral.
Keputusan yang diambil pemimpin tentunya akan
menghasilkan dampak bagi orang lain. Idealnya,
seorang pemimpin mempunyai integritas yang
menjunjung tinggi nilai moral dan etika. Sehingga,
keputusan yang diambilnya adalah mengacu tidak
hanya pada kepentingannya sendiri, melainkan juga
kepentingan orang banyak termasuk lingkungannya;
(6) Pengambilan keputusan partisipatif adalah suatu
cara untuk mengambil keputusan melalui penciptaan
lingkungan yang terbuka dan demokratik, di mana
kepala sekolah, guru, siswa, karyawan, orang tua
siswa, dan tokoh masyarakat didorong untuk terlibat
secara langsung dalam proses pengambilan
keputusan yang dibutuhkan bagi pencapaian tujuan
sekolah. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa jika
seseorang dilibatkan (turut bepartisipasi) dalam
pengambilan keputusan, maka yang bersangkutan

106

Anda mungkin juga menyukai