Anda di halaman 1dari 128

LAPORAN PENDAHULUAN

WAHAM

Diajukan untuk memenuhi tugas dari Stase Keperawatan Jiwa


Dosen Pembimbing : Rudi Alfiansyah, S. Kep.,Ns.,M.Pd

DISUSUN OLEH :

DEWI FAUZIAH
KHGD 20063

STASE KEPERAWATAN JIWA


PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN X
STIKES KARSA HUSADA GARUT
2020
I. Masalah Utama :
Perubahan proses pikir : waham
II. Proses terjadinya masalah
1. Pengertian Waham
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian
realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat
intelektual dan latar belakang budaya klien. Waham dipengaruhi oleh
faktor pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya penolakan,
kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya.
(Budi Anna Keliat,1999). Menurut Gail W. Stuart, Waham adalah
keyakinan yang salah dan kuat dipertahankan walaupun tidak diyakini
oleh orang lain dan bertentangan dengan realitas sosial.
2. Tanda dan Gejala :
 Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara
berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan
 Klien tampak tidak mempunyai orang lain
 Curiga
 Bermusuhan
 Merusak (diri, orang lain, lingkungan)
 Takut, sangat waspada
 Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas
 Ekspresi wajah tegang
 Mudah tersinggung
(Azis R dkk, 2003)
3. Penyebab dari Waham
Salah satu penyebab dari perubahan proses pikir : waham yaitu
Gangguan konsep diri : harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian
individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh
perilaku sesuai dengan ideal diri. Gangguan harga diri dapat digambarkan
sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, dan
merasa gagal mencapai keinginan.
4. Tanda dan Gejala :
 Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan
terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)
 Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri
sendiri)
 Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
 Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
 Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan
yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
( Budi Anna Keliat, 1999)
5. Faktor predisposisi
 Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem saraf
yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
 Neurobiologis; Adanya gangguan pada korteks pre frontal dan korteks
limbic
 Neurotransmitter ; abnormalitas pada dopamine, serotonin dan
glutamat.
 Virus paparan virus influensa pada trimester III
 Psikologis; ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
6. Faktor Presipitasi
 Proses pengolahan informasi yang berlebihan
 Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
 Adanya gejala pemicu
7. Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman
yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologis yang
maladaptif meliputi :
 Regresi : berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya
untuk mengatasi ansietas
 Proyeksi : sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi
 Menarik diri
 Pada keluarga ; mengingkari
8. Prilaku
 Waham agama : keyakinan seseorang bahwa ia dipilih oleh Yang
Maha Kuasa atau menjadi utusan Yang Maha Kuasa.
 Waham somatik : keyakinan seseorang bahwa tubuh atau bagian
tubuhnya sakit atau terganggu.
 Waham kebesaran : keyakinan seseorang bahwa ia memiliki kekuatan
yang istimewa.
 Waham paranoid : kecurigaan seseorang yang berlebihan atau tidak
rasional dan tidak mempercayai orang lain, ditandai dengan waham
yang sistematis bahwa orang lain “ingin menangkap “ atau memata-
matainya.
 Waham depresif : kepercayaan tidak mendasar serta cenderung
menyalahkan diri sendiri akibat perbuatan-perbuatannya yang
melanggar kesusilaan atau kejahatan, sering dirasakan sebagai waham
sakit dan waham bersalah
 Waham nihilistik : suatu pikiran bahwa dirinya atau orang lain sudah
meninggal atau dunia sudah hancur
 Waham pengaruh : keyakinan bahwa dirinya merupakan subjek
pengaruh dari orang lain
 Siar pikir ; waham tentang pikiran yang disiarkan ke dunia luar.
 Sisip pikir ; waham tentang pikiran yang ditempatkan ke dalam benak
orang lain atau pengaruh luar.
9. Akibat dari Waham
Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai
diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu
tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang
lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
 Memperlihatkan permusuhan
 Mendekati orang lain dengan ancaman
 Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
 Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
 Mempunyai rencana untuk melukai
10. Rentang respon perilaku adaptif-maladaptif
Respon adaptif - respon maladaptif
1. Tanda dan gejala
Klien ini tidak memperlihatkan gangguan pikiran dan mood yang perpasif
yang ditemukan pada kondisi psikotik lain, tidak ada afek datar atau afek tidak
serasi, waham yang menonjol, atau waham aneh yang nyata klien memilki
satu atau beberapa waham, sering berupa waham kejar, dan ketidaksetiaan dan
dapat juga berbentuk waham kebesaran, somatik, atau eretomania yang :
 Biasanya spesial (misal, melibatkan orang, kelompok, tempat, atau waktu
tertentu, atau aktivitas tertentu).
 Biasanya terorganisasi dengan baik(misal, “orang jahat ini”
mengumpulkan alasan-alasan tentang sesuatu yang sedang dikerjakannya
yang dapat dijelaskan secara rinci).
 Biasanya waham kebesaran (misalnya, sekelompok yang berkuasa tertarik
hanya kepadanya).
 Wahamnya tidak cukup aneh untuk mengesankan skizofrenia.
Klien-klien ini (cenderung berusia 40-an) mungkin tidak dapat dikenali
sampai sistem waham mereka dikenali oleh keluarga dan teman-temannya. Ia
cenderung mengalami isolasi sosial baik karena keinginan mereka sendirian
atau akibat ketidakramahan mereka (misalnya, pasangan mengabaikan
mereka). Apabila terdapat disfungsi pekerjaan dan sosial, biasanya hal ini
merupakan respon langsung terhadap waham mereka.
Kondisi ini sering tampak membentuk kesinambungan klinis dengan
kondisi seperti kepribadian paranoid, skizofrenia paranoid, penggambaran
mengenai bats-batas setiap sindrom menunggu penelitian lebih lanjut.
Singkirkan gangguan afektif, ide-ide paranoid dan cemburu sering terdapat
pada depresi, paranoid sering terdapat pada orang tua dan pada orang yang
menyalahgunakan zat stimulan, reaksi paranoid akut sering ditemui pada klien
dengan delirium ringan dan klien yang harus berada di temapat tidur karena
sakit.
III . Pohon Masalah
Efek       →                     Gangguan Komunikasi verbal
↓ ↑
Core Problem                   →         Perubahan proses pikir / waham
↑ ↓
Etiologi                            →        Gangguan konsep diri
Masalah utama : klien mengalami waham
Penyebab : gangguan konsep diri
Efek : gangguan komunikasi verbal
IV. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
1. Resiko menciderai diri, orang lain, dan lingkungan
 Data subjektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh,
dan ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
 Data objektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan
tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
2. Perubahan proses pikir : waham
 Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai kenyataan.
 Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak
(diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak
tepat menilai lingkungan/ realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah
tersinggung.
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
 Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa- apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri
 Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternative
tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri hidup
V. TAK (Terapi Aktivitas Kelompok)
Tujuan :
1. Klien dapat memahami pentingnya melakukan kegiatan untuk
mencegah munculnya waham.
2. Klien dapat menyusun jadwal kegiatan untuk mencegah terjadinya
waham
Setting :
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran
2. Ruangan nyaman dan tenang.
Metode :
1. Diskusi dan tanya jawab.
2. Bermain peran/ stimulus dan latihan.
SP (Strategi Pendahuluan)
Tempatkan waham dalam kerangka waktu dan identifikasi pemicu
 Identifikasi semua komponen waham dengan menempatkannya
dalam waktu dan urutan
 Identifikasi pemicu yang mungkin berhubungan dengan stres dan
ansietas
 Apabila waham terkait ansietas ajarkan keterampilan mengatasi
ansietas
 Buat suatu program penatalaksanaan gejala
Kaji instensitas, frekuensi dan lama waham
 Bantu klien untuk menghilangkan waham yang berlalu dengan
cepat dalam keranmgka waktu yang singkat.
 Pertimbangkan untuk menghindari waham yang menetap atau yang
telah dialami dalam waktu lama sementara waktu guna mencegah
terhambatnya hubungan perawat-klien.
 Dengarkan secara seksama sampai tidak diperlukan lagi
pembicaraan mengenai waham.
Identifikasi komponen emosional sosial waham
 Berespon terhadap perasaan klien yang mendasar, bukan pada sifat
waham yang tidak logis.
 Dorong pembicaraan mengenai ketakutan, kecemasan, dan
kemarahan klien klien tanpa menilai waham yang diceritakan klien
benar atau salah.
Amati adanya bukti pemikiran konkret
 Tentukan apakah klien benar-benar menagjak anda berbicara atau
tidak.
 Tentukan apakah klien dan anda menggunakan bahasa yang sama.
Amati pembicaraan yang menunjukkan gejala gangguan pemikiran
 Tentukan apakah klien menunjukkan gangguan pemikiran( mis,
bicara berputar-putar, menyimpang, mudah mengubah topik
pembicaraan, tidak dapat merespon terhadap upaya anda untuk
mengarahkan kembali pembicaraan).
 Sadari bahwa ini bukan saat yang tepat untuk menunjukkan
ketidaksesuaian antara kenyataan dan waham.
Amati kemampuan klien untuk menggunakan pertimbangan sebab akibat
secara akurat
 Tentukan apakah klien dapat membuat prediksi yang
logis(indukltif atau deduktif ) berdasarkan pengalaman masa lalu.
 Tentukan apakah klien dapat mengonseptualisasi waktu.
 Tentukan apakah klien dapat mengakses dan menggunakan
memori yang bermakna saat ini dan jangka panjang.
Bedakan antara gambaran pengalaman dan kenyataan dari situasi tertentu
 Identifikasi keyakinan yang salah mengenai situasi yang nyata.
 Tingkatkan kemampuan klien untuk menguji realitas.
 Tentukan apakah klien berwaham, karena ini akan memperkuat
waham
Secara cermat, tanyakan klien tentang kenyataan yang terjadi dan arti dari
kenyataan tersebut.
 Bicarakan mengenai waham untuk mencoba membantu klien
melihat bahwa waham itu tidak benar.
 Harap diingat, jika langkah ini dilakukan sebelum langkah
sebelumnya selesai, hal ini dapat memperkuat waham.
Diskusikan tentang waham dan konsekuensinya
 Jika intensitas waham berkurang, diskusikan waham ketika klien
siap untuk mendiskusikannya.
 Diskusikan konsekuensi waham.
 Berikan kesempatan kepada klien untuk mengambil
tanggungjawab dalam prilaku, aktivitas sehari-har, dan
pengambilan keputusan.
 Dorong tanggungjawab personal klien dan partisipasinya dalam
kesehatan dan penyembuhan.
Tingkatkan distraksi sebagai cara untuk menghentikan fokus klien pada
waham
 Tingkatkan aktivitas yang membutuhkan perhatian pada
keterampilan fisik dan dapat membantu klien menggunakan waktu
secara konstruktif.
 Kenali dan dorong aspek yang positik dari kepribadian klien.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz R, dkk, 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo.
Balitbang. 2007. Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa. Bogor
Keliat Budi Ana. 1999.Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta :
EGC.
Keliat Budi Ana. 1999. Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC.
Stuart GW, Sundeen. 1995. Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th
ed.). St.Louis Mosby Year Book.
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Nama Klien :……………. Ruangan :…………….
No. CM :……………. Dx Medis :……………

Tgl No Dx Perencanaan
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Gangguan TUM : Klien 1. Setelah…..× interaksi 1. Bina hubungan saling percaya 1. Kepercayaan dari
Proses pikir : dapat klien: dengan menggunakan prinsip klien merupakan
Waham….. mengontrol  Mau menerima komunikasi terapeutik : hal yang mutlak
wahamnya kehadiran perawat  Beri salam serta akan
disampingnya  Perkenalkan diri, tanyakan nama memudahkan
TUK 1 : Klien  Mengatakan mau serta nama panggilan yang disukai dalam pendekatan
dapat membina menerima bantuan  Jelaskan tujuan interaksi dan tindakan
hubungan saling perawat  Yakinkan klien dalam keadaan keperawatan yang
percaya  Tidak menunjukan aman dan perawat siap menolong akan dilakukan
tanda-tanda curiga dan mendampinginya kepada klien
 Mengijinkan duduk  Yakinkan bahwa kerahasiaan klien
disamping akan tetap terjaga
 Tunjukan sikap terbuka dan jujur
 Perhatikan kebutuhan dasar dan
beri bentuan untuk memenuhinya
TUK 2 : KLien 2. Setelah…..× interaksi 2. Bantu klien untuk mengungkapkan 2. Ungkapan perasaan
dapat klien: perasaan dan pikirannya : menunjukan apa
mengidentifikasi  menceritakan ide- yang dibutuhkan
perasaan yang ide dan perasaan dan apa yang
muncul pikiran yang dalam dirasakan klien
klien - pikirannya -
Tgl No Dx Perencanaan
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
TUK 2 : - secara  - muncul secara  Diskusikan dengan klien
berulang dalam berulang pengalaman yang dialami
selama ini termasuk hubungan
dengan orang yang berarti,
lingkungna kerja, sekolah,dlsb
 Dengarkan pernyataan klien
denganempati tanpa mendukung
/menentang pernyataan
wahamnya
 Katakan perawat dapat
memahami apa yang diceritakan
klien

TUK 3 : Klien 3. Setelah…..× interaksi 3. Bantu klien untuk mengidentifikasi 3. Dengan mengetahui
dapat klien : kebutuhan yang tidak terpenuhi penyebab waham
mengidentifikasi  Dapat serta kejadian yang menjadi klien dapat di
stresor / menyebutkan faktor pencetus wahamnya : temukan
pencetus kejadian-kejadian  Diskusikan dengan klien tentang mekanisme koping
wahamnya sesuai urutan kejadian-kejadian traumatik klien dalam
waktu serta yang menimbulkan rasa takut, memproses sesuatu
harapan / ansietas maupun perasaan tidak dalam pikirannya
kebutuhan dasar dihargai serta strategi apa
yang tidak  Diskusikan kebutuhan / hrapan yang akan
terpenuhi yang belum terpenuhi diterapkan kepada
klien
Tgl No Dx Perencanaan
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
 Dapat  Diskusikan dengan klien cara-
menyebutkan cara mengatasi kebutuhan
hubungan antara yang tidak terpenuhi dan
kejadian kejadian yang traumatis
traumatis /  Diskusikan dengan klien
kebutuhan tidak apakah ada halusinasi yang
terpenuhi dengan meningkatkan pikiran /
wahamnya perasaan yang terkait
wahamnya
 Diskusikan dengan klien
antara kejadian-kejadian
tersebut dengan wahamnya
TUK 4 : klien 4. Setelah…..× interaksi 4. Bantu klien mengidentifikasi 4. Jika wahamnya
dapat klien: menyebutkan keyakinan yang salah tentang sudah
mengidentifikasi perbedaan situasi yang nyata (bila pasien teridentifikasi
wahamnya pengalaman nyata sudah siap): maka akan terlihat
dengan pengalaman  Diskusikan dengan klien mekanisme koping
wahamnya pengalaman wahamnya tanpa klien dalam
beragumentasi menyelesaikan
 Katakan kepada klien akan masalah yang
keraguan perawat terhadap dihadapi
pernyataan klien
 Diskusikan dengan klien
respon perasaan terhadap
wahamnya
 Diskusikan frekuensi,
intensitas, dan durasi
terjadinya waham

Tgl No Dx Perencanaan
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
 Bantu klien membedakan
situasi nyata dengan situasi
yang dipersepsikan salah oleh
klien
 Motivasi klien menceritakan
perasaan setelah tindakan
tersebut
 Diskusikan apakah dengan
tindakan tersebut msalah yang
dialami teratasi
TUK 5 : Klien 5. Setelah…..× interaksi : 5.1 Diskusikan dengan klien 5. Membantu klien
dapat klien menjelaskan pengalaman-pengalaman yang melihat dampak
mengidentifikasi gangguan fungsi tidak menguntungkan sebagai yang
kosekuensi dari hidup sehari-hari akibat dari wahamnya seperti : ditimbulkan
wahamnya yang diakibatkan ide-  Hambatan dalam berinteraksi akibat pikiran
ide / pikiran yang dengan keluarga yang
tidak sesuai dengan  Hambatan berinteraksi dengan dipersepsikan
kenyataan seperti : orang lain salah oleh klien
 Hubungan dengan  Hambatan berinteraksi dalam serta mencari
keluarga melakukan aktivitas sehari-hari cara sehat untuk
 Hubungan denga  Perubahan dalam prestasi kerja membantu klien
orang lain / sekolah kembali ke
 Aktivitas sehari- 5.2 Ajak klien melihat bahwa waham orientasi nyata
hari tersebut adalah masalah yang
 Pekerjaan membutuhkan bantuan dari orang
 Sekolah lain
 Dll

Tgl No Dx Perencanaan
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
5.3 Diskusikan dengan klien orang /
tempat ia minta bantuan apabila
wahamnya timbul / sulit
dikendalikan
TUK 6 : Klien 6. Setelah…..× interaksi 6.1 Diskusikan hobi / aktivitas yang 6. Aktivitas yang
dapat klien : klien disukainya sibuk, berorientasi
melakukan melakukan aktivitas 6.2 Anjurkan klien memilih dan dengan kenyataan
teknik distraksi yang konstruktif melakukan aktivitas yang serta menarik
sebagai cara sesuai dengan membutuhkan perhatian dan minat klien akan
menghentikan minatnya yang dapat keterampilan fisik mengalihkan
pikiran yang mengalihkan focus 6.3 Ikut sertakan klien dalam aktivitas perhatian dan
terpusat pada klien dari wahamnya fisik yang membutuhkan pikiran klien dari
wahamnya perhatian sebagai pengisi waktu wahamnya
luang
6.4 Libatkan klien dalam TAK
orientasi realita
6.5 Bicara dengan klien topik-topik
yang nyata
6.6 Anjurkan klien untuk bertanggung
jawab secara personal dalam
mempertahankan / meningkatkan
kesehatan dan pemulihannya
6.7 Beri penghargaan bagi setiap
upaya klien yang positif

Tgl No Dx Perencanaan
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
TUK 7 : Klien 7.1 Setelah…..× interaksi 7.1 Diskusikan pentingnya peran serta 7. Keluarga
mendapat keluarga dapat keluarga sebagai pendukung klien merupakan sistem
dukungan menjelaskan tentang: untuk mengatasi waham pendukung utama
keluarga untuk  Pengertian 7.2 Diskusikan potensi keluarga untuk yang membantu
mengontrol waham membantu klien mengatasi klien kembali ke
perilaku  Tanda dan gejala waham orientasi nyata
kekerasan waham 7.3 Jelaskan pada keluarga tentang :
 Penyebab dan  Pengertian waham
akibat waham  Tanda dan gejala waham
 cara merawat  Penyebab dan akibat waham
klien waham  cara merawat klien waham
7.2 Setelah…..× interaksi 7.4 Latih keluarga cara merawat klien
keluarga dapat waham
mempraktekan cara 7.5 Tanyakan perasaan keluarga
merawat klien waham setelah mencoba cara yang
dilatihkan
7.6 Beri pujian pada keluarga setelah
peragaan
TUK 8 : KLien 8.1 Setelah…..× interaksi 8.1 Diskusikan dengan klien tentang 8. Membantu
dapat klien menyebutkan : manfaat minum obat, kerugian mensukseskan
memanfaatkan  Manfaat minum tidak minum obat, nama obat, program
obat dengan obat warna obat, dosis yang diberikan, pengobatan
baik  Kerugian tidak efek terapi, dan efek samping dengan benr
minum obat 8.2 Pantau klien saat penggunaan obat
 Nama obat  Beri pujian jika klien
 Warna obat menggunakan obat dengan
benar

Tgl No Dx Perencanaan
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
 Dosis yang 8.3 Diskusikan akibat berhenti minum
diberikan obat tanpa konsultasi dengan
 Efek terapi dokter
 Efek samping  Anjurkan klien untuk
8.2 Setelah…..× interaksi konsultasi kepada
klien dokter/perawat jika terjadi hal-
mendemonstrasikan hal yang tidak diinginkan
penggunaan obat
dengan benar
8.3 Setelah…..× interaksi
klien menyebutkan
akibat berhenti obat
tanpa konsultasi
dokter
LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

Diajukan untuk memenuhi tugas dari Stase Keperawatan Jiwa

Dosen Pembimbing : Rudi Alfiansyah, S. Kep.,Ns.,M.Pd


DISUSUN OLEH :

DEWI FAUZIAH

KHGD 20063

STASE KEPERAWATAN JIWA

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN X

STIKES KARSA HUSADA GARUT

2020
I. MASALAH UTAMA
Isolasi Sosial
II. PROSES TERJADI MASALAH
1. PENGERTIAN
a. Hubungan Sosial
Hubungan sosial adalah hubungan untuk menjalin kerjasama dan
ketergantungan dengan orang lain (Stuart and Sundeen, 1998).
b. Kerusakkan Interaksi Sosial
Kerusakkan interaksi sosial adalah suatu kerusakkan interpersonal
yang terjadi akibat kepribadiuan yang tidak flesibel yang menimbulkan
perilaku maladaptif yang mengganggu fungsi seseorang dalam
berhubungan sosial (Depkes RI, 2002 :114).
c. Isolasi Sosial : Menarik Diri
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami
seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan
mengancam (Mary C. Rownsendl,1998:152).
Menarik diri adalah suatu sikap dimana individu menghindari dari
interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan
hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi
perasaan, pikiran, prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk
berhubungan secara spontan dengan orang lain (RSJ, 1996).
Kerusakan interaksi sosial adalah satu gangguan kepribadian yang
tidak fleksibel, tingkah maladaptif dan mengganggu fungsi individu dalam
hubungan sosialnya (Stuart dan Sundeen, 1 998), pengertian kerusakan
sosial menurut Townsend (1998) adalah suatu keadaan seseorang
berpartisipasi dalam pertukaran sosial dengan kuantitas dan kualitas yang
tidak efektif. Klien yang mengalami kerusakan interaksi sosial mengalami
kesulitan dalam ber interaksi dengan orang lain yang salah satunya
mengarah pada perilaku menarik diri.
2. RENTANG RESPON SOSIAL
Manusia sebagai makhluk sosial adalah memenuhi kebutuhan
sehari – hari, tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa ada
hubungan dengan lingkungan sosialnya. Hubungan dengan orang lain dan
lingkungan sosialnya menimbulkan respon – respon sosial pada individu.
Rentang respon sosial individu berada dalam rentang adaptif sampai
dengan maladaptif.
a. Respon Adaptif
Yaitu respon individu dalam penyesuaian masalah yang dapat
diterima oleh norma – norma sosial dan kebudayaan, meliputi :
1. Solitude (Menyendiri)
Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa
yng telah dilakukan di lingkungan sosialnya, dan merupakan suatu cara
mengevaluasi diri untuk menentukan langkah – langkah selanjutnya.
2. Autonomy (Kebebasan)
Respon individu untuk menentukan dan menyampaikan ide – ide
pikiran dan perasaan dalam hubungan sosial
3. Mutuality
Respon individu dalam berhubungan interpersonal dimana individu
saling memberi dan menerima.
4. Interdependence (Saling Ketergantungan)
Respon individu dimana terdapat saling ketergantungan dalam
melakukan hubungan interpersonal.
b. Respon Antara Adaptif dan Maladaptif
1. Aloness (Kesepian)
Dimana individu mulai merasakan kesepian, terkucilkan dan
tersisihkan dari lingkungan.
2. Manipulation (Manipulasi)
Hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain dan individu
cenderung berorientasi pada diri sendiri atau tujuan bukan pada orang
lain.
3. Dependence (Ketergantungan)
Individu mulai tergantung kepada individu yang lain dan mulai tidak
memperhatikan kemampuan yang dimilikinya.
C. Respon Maladaptif
Yaitu respon individu dalam penyelesaian masalah yang
menyimpang dari norma – norma sosial dan budaya lingkungannya.
1. Loneliness (Kesepian)
Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak
berhubungandengan orang lain atau tanpa bersama orang lain untuk
mencari ketenangan waktu sementara.
2. Exploitation (Pemerasan)
Gangguan yang terjadi dimana seseorang selalu mementingkan
keinginannya tanpa memperhatikan orang lain untuk mencari
ketenangan pribadi.
3. Withdrawl (Menarik Diri)
Gangguan yang terjadi dimana seseorang menentukan kesulitan dalam
membina hubungan saling terbuka dengan orang lain, dimana individu
sengaja menghindari hubungan interpersonal ataupun dengan
lingkungannya.
4. Paranoid (Curiga)
Gangguan yang terjadi apabila seseorang gagal dalam
mengembangkan rasa percaya pada orang lain.
3. ETIOLOGI
Terjadinya menarik diri dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan
stressor presipitasi. Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan
faktor predisposisi dan stressor presipitasi. Faktor perkembangan dan
sosial budaya merupakan faktor predisposisi terjadi perilaku menarik diri.
Kegagalan perkembangan dapat mengakibatkan individu tidak percaya
diri, tidak percaya pada diri orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus
asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindari orang lain, tidak
mampu merumuskan keinginan dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat
menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain,
menghindar dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri dan
kegiatan sendiri terabaikan.
Menurut Townsend (1998) penyebab penarikan diri dari masa bayi
sampai tahap akhir perkembangan adalah :
a. Kelainan pada konsep diri
b. Perkembangan ego yang terlambat
c. Perlambatan mental yang ringan sampai sedang
d. Abnormalitas SSP tertentu, seperti adanya neurotoksin, epilepsi,
5. serebral palsi, atau kelainan neurologist lainnya
e. Kelainan fungsi dari sistem keluarga
f. Lingkungan yang tidak terorganisir dan semrawut
g. Penganiayaan dan pengabaian anak
h. Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan
i. Model-model peran yang negatif
j. Fiksasi dalam fase perkembangan penyesuaian
k. Ketakutan yang sangat terhadap penolakan dan terlalu terjerumus
l. Kurang identitas pribadi
4. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala menarik diri adalah menarik diri, tidak ada
perhatian, tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain, berat
badan menurun atau meningkat secara drastis, kemunduran kesehatan
fisik, tidur berlebihan, tinggal ditempat tidur dalam waktu yang lama,
banyak tidur siang, kurang bergairah, tidak memperdulikan lingkungan,
kegiatan menurun, immobilisasi, mondar – mandir, melakukan gerakan
secara berulang dan keinginan seksual menurun. (Depkes, 1996)
5. DAMPAK MENARIK DIRI TERHADAP KEBUTUHAN DASAR
MANUSIA
Dibawah ini akan dijelaskan mengenai dampak gangguan interaksi
sosial menarik diri terhadap kebutuhan dasar manusia yang dikemukakan
oleh Abraham Maslow.
a. Kebutuhan Fisiologis
Klien dengan interaksi sosial menarik diri kurang memperhatikan diri
dan lingkungannya sehingga motivasi untuk makan sendiri tidak ada.
Klien kurang memperhatikan kebutuhan istirahat dan tidur, karena
asyik dengan pikirannya sendiri sehingga tidak ada minat untuk
mengurus diri dan keberhasilannya.
b. Kebutuhan Rasa Aman
Klien dengan gangguan interaksi menarik diri cenderung merasa
cemas, gelisah, takut dan bingung sehingga akan menimbulkan rasa
tidak aman bagi klien.
c. Kebutuhan Mencintai dan Dicintai
Klien dengan gangguan interaksi sosial menarik diri cenderung
memisahkan diri dari orang lain.
d. Kebutuhan Harga Diri
Klien dengan gangguan interaksi sosial menarik diri akan mengalami
perasaan yang tidak berarti dan tidak berguna. Klien akan mengkritik
diri sendiri, menurunkan dan mengurangi martabat diri sendiri
sehingga klien terganggu.
e. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Klien dengan gangguan interaksi sosial menarik diri akan merasa
tidak percaya diri, merasa dirinya tidak pantas menerima pengakuan
dan penghargaan dari orang lain dan klien akan merasa rendah diri
untuk meminta pengakuan dari orang lain.
f. Rentang Respon Perilaku
Respon adaptif                                                                      Respon maladaptif
Solitud                                           Kesepian                                            Manipulasi
Otonomi                    →         → Menarik diri                                           Impulsif
Bekerjasama Tergantung                                          Narkisisme
Saling tergantung

a. Faktor pencetus
1) Faktor perkembangan
Sistem keluarga yang terganggu dapat menunjang perkembangan
respon sosial yang maladaptif. Beberapa orang percaya bahwa individu
yang mempunyai masalah ini adalah orang yang tidak berhasil
memisahkan
diri dari orang tua. Norma keluarga mungkin tidak mendukung hubungan
keluarga dengan pihak lain di luar keluarga. Keluarga seringkali
mempunyai peran yang tidak jelas. Orang tua pecandu alkohol dan
penganiaya anak juga dapat mempengaruhi seseorang berespons sosial
maladaptif.
Organisasi anggota keluarga bekerjasama dengan tenaga
profesional untuk mengembangkan gambaran yang lebih tepat tentang
hubungan antara kelainan jiwa dan stress keluarga. Pendekatan kolaboratif
sewajarnya mengurangi menyalahkan keluarga oleh tenaga profesional.
2) Faktor Biologis
Faktor genetik juga dapat menunjang terhadap respons sosial
maladaptif. Ada bukti terdahulu tentang terlibatnya neurotransmiter dalam
perkembangan gangguan ini, namun masih tetap diperlukan penelitian
lebih lanjut mengenai kebenaran keterlibatan neurotransmiter.
3) Faktor sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini
akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain
atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti
lansia, orang cacat, dan berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena
mengadopsi norma, perilaku, dan sistem nilai yang berbeda dari kelompok
budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistik terhadap hubungan
merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini.
b. Stresor pencetus
Stresor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang
penuh stres seperti kehilangan, yang mempengaruhi kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas. Stresor
pencetus dapat dikelompokkan dalam kategori:
1) Stresor sosiokultural
Stres dapat ditimbulkan oleh :
a). Menurunnya stabilitas unit keluarga
b).Perpisahan dengan orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya
karena dirawat di rumah sakit.
2) Stresor psikologis
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah
dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi
kebutuhan untuk ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tinggi
III. POHON MASALAH
Efek Resiko bunuh diri / mencelakai oang lain
↓↑
Masalah Isolasi Sosial

Penyebab HDR Defisit perawatan diri, mekanisme koping tidak effektif
IV. MASALAH DAN DATA YANG HARUS DIKAJI
Data Subjektif :
 Riwayat tugas perkembangan
 Perasaan PD dan takut
 Perasaan putus asa dan pesimis
Data Objektif
 tidak ada kontak mata
 sering menunduk
 menghindar dari orang lain
 tidak nafsu makan
 dll
DAFTAR PUSTAKA
Aziz R, dkk, 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo.
Balitbang. 2007. Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa. Bogor
Keliat Budi Ana. 1999.Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta :
EGC.
Keliat Budi Ana. 1999. Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC.
Stuart GW, Sundeen. 1995. Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th
ed.). St.Louis Mosby Year Book.
http://winddyasih.wordpress.com/2008/10/10/isolasi-sosial-menarik-diri/
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama Klien :……………. Ruangan :…………….

No. CM :……………. Dx Medis :……………

Tgl No Dx Perencanaan
Dx
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

Isolasi Sosial TUM : Klien 1. Setelah…..× interaksi 1. Bina hubungan saling percaya 1. Kepercayaan dari
dapat klien menunjukan dengan menggunakan prinsip klien merupakan hal
berinteraksi tanda-tanda percaya komunikasi terapeutik : yang mutlak serta
dengan orang kepada perawat : akan memudahkan
lain  Sapa klien dengan ramah baik dalam pendekatan
 Ekspresi wajah verbal maupun nonverbal dan tindakan
bersahabat  Perkenalkan nama, nama keperawatan yang
 Menunjukan rasa panggilan dan tujuan perawat akan dilakukan
TUK 1 : Klien senang berkenalan kepada klien
dapat membina  Ada kontak mata  Tanyakan nama lengkap dan
hubungan saling  Mau berjabat tangan nama penggilan yang disukai
percaya  mau menyebutkan klien
nama  Buat kontrak yang jelas
 Mau menjawab salam  Tunjukan sikap jujur dan
 Mau duduk menepati janji setiap kali
berdampingan dengan berinteraksi
perawat  Tunjukan sikap empati dan
Bersedia menerima apa adanya
mengungkapkan  Beri perhatian kepada klien dan
masalah yang masalah yang dihadapi klien
dihadapi  Dengarkan dengan penuh
perhatian ekspresi perasaan klien

Tgl No Dx Perencanaan
Dx
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

TUK 2 : Klien 2. Setelah…..× interaksi 2.1 Tanyakan pada klien tentang: 2. Dengan mengetahui
mampu klien dapat penyebab klien
menyebutkan menyebutkan minimal  orang yang tinggal menarik diri dapat di
penyebab satu penyebab serumah/teman sekamar klien temukan mekanisme
menarik diri menarik diri dari :  orang yang paling dekat koping klien dalam
dengan klien di rumah/ di berinteraksi sosial
 Diri sendiri ruang perawatan serta strategi apa
 Orang lain  apa yang membuat klien dekat yang akan
 Lingkungan dengan orang tersebut diterapkan kepada
 orang yang tidak dekat klien
dengan klien di rumah/ di
ruang perawatan
 Apa yang membuat klien
tidak dekat dengan orang
tersebut
 Upaya yang sudah dilakukan
agar dekat dengan orang lain

2.2 Diskusikan dengan klien


penyebab menarik diri atau
tidak mau bergaul dengan orang
lain

2.3 Beri pujian terhadap kemampuan


klien mengungkapkan
perasaannya

TUK 3 : Klien 3. Setelah…..× interaksi 3.1 Tanyakan pada klien tentang : 3. Dengan mengetahui
mampu klien dapat manfaat
menyebutkan - menyebutkan  Manfaat hubungan sosial berhubungan sosial
keuntungan  Kerugian menarik diri dan kerugian
berhubungan sosial, menarik diri maka
klien akan -
Tgl No Dx Perencanaan
Dx
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

TUK 3 : - 3. misalnya : 3.2 Diskusikan bersama klien 3. – termotivasi untuk


keuntungan tentang manfaat berhubungan berinteraksi dengan
berhubungan  banyak teman sosial dan kerugian menarik orang lain
sosial dan  tidak kesepian diri
kerugian  bisa diskusi
menarik diri  saling menolong 3.3 Beri pujian terhadap kemampuan
klien mengungkapkan
dan kerugian menarik perasaannya
diri, misalnya :

 sendiri
 kesepian
 tidak bisa diskusi

TUK 4 : klien 4. Setelah…..× interaksi 4.1 Observasi perilaku klien saat 4. Melibatkan klien
dapat klien dapat berhubungan sosial dalam interaksi
melaksanakan melaksanakan sosial mendorong
hubungan sosial hubungan sosial 4.2 Beri motivasi dan bantu klien klien untuk melihat
secara bertahap secara bertahap untuk dan merasakan
dengan : berkenalan/berkomunikasi secara langsung
dengan : manfaat dari
 perawat  Perawat berhubungan sosial
 perawat lain  Klien lain serta meningkatkan
 klien lain  Kelompok konsep diri klien
 kelompok
4.3 Libatkan klien dalam TAK

4.4 Diskusikan jadwal harian yang


dapat dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan klien
bersosialisasi

4.5 Beri motivasi klien untuk


melakukan kegiatan sesuai
dengan jadwal yang telah dibuat

Tgl No Dx Perencanaan
Dx
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

4.6 Beri pujian terhadap kemampuan


klien memperluas pergaulannya
melalui aktivitas yang
dilaksanakannya

TUK 5 : Klien 5. Setelah…..× interaksi 5.1 Diskusikan dengan klien tentang 5. Untuk mengetahui
mampu klien dapat perasaannya setelah berhubungan kemajuan klien
menjelaskan menjelaskan sosial dengan : dalam berinteraksi
perasaannya perasaannya setelah serta menilai
setelah berhubungan sosial :  Orang lain keberhasilan dalam
berhubungan  Kelompok strategi
sosial  Orang lain pelaksanaan
 Kelompok 5.2 Beri pujian terhadap kemampuan
klien memperluas pergaulannya
melalui aktivitas yang
dilaksanakan

TUK 6 : Klien 6. Setelah…..× interaksi 6.1 Diskusikan pentingnya peran 6. Keluarga adalah
mendapat keluarga dapat serta keluarga sebagai sistem pendukung
dukungan menjelaskan tentang : pendukung klien untuk utama bagi klien
keluarga dalam mengatasi perilaku menarik diri untuk
memperluas  Pengertian meningkatkan ke
hubungan sosial menarik diri 6.2 Diskusikan potensi keluarga PD agar mampu
 Tanda dan gejala untuk membantu klien berinteraksi sosial
menarik diri mengatasi perilaku menari diri
 Penyebab dan
akibat menarik 6.3 Jelaskan pada keluarga tentang :
diri
 cara merawat  Pengertian menarik diri
klien menarik diri  Tanda dan gejala menarik diri
 Penyebab dan akibat menarik
diri
 cara merawat klien menarik
diri

6.4 Latih keluarga cara merawat


klien menarik diri

Tgl No Dx Perencanaan
Dx
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

6.5 Tanyakan perasaan keluarga


setelah mencoba cara yang
dilatihkan

6.6. Beri motivasi keluarga agar


membantu klien untuk
bersosialisasi

6.7 Beri pujian kepada keluarga atas


keterlibatannya merawat klien di
RS

TUK 7 : KLien 7.1 Setelah…..× interaksi 7.1 Diskusikan dengan klien tentang 9. Mensukseskan
dapat klien menyebutkan : manfaat minum obat, kerugian program
memanfaatkan tidak minum obat, nama obat, pengobatan klien
obat dengan  Manfaat minum warna obat, dosis yang serta
baik obat diberikan, efek terapi, dan efek mengoptimalkan
 Kerugian tidak samping kerja dari obat
minum obat terhadap klien
 Nama obat 7.2 Pantau klien saat penggunaan
 Warna obat obat
 Dosis yang
diberikan 7.3 Beri pujian jika klien
 Efek terapi menggunakan obat dengan
 Efek samping benar

7.2 Setelah…..× interaksi 7.4 Diskusikan akibat berhenti


klien minum obat tanpa konsultasi
mendemonstrasikan dengan dokter
penggunaan obat
dengan benar 7.5 Anjurkan klien untuk konsultasi
kepada dokter/perawat jika
terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan
Tgl No Dx Perencanaan
Dx
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

7.3 Setelah…..×
interaksi klien
menyebutkan akibat
berhenti obat tanpa
konsultasi dokter
LAPORAN PENDAHULUAN
PRILAKU KEKERASAN

Diajukan untuk memenuhi tugas dari Stase Keperawatan Jiwa


Dosen Pembimbing : Rudi Alfiansyah, S. Kep.,Ns.,M.Pd

DISUSUN OLEH :

DEWI FAUZIAH
KHGD 20063

STASE KEPERAWATAN JIWA


PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN X
STIKES KARSA HUSADA GARUT
2020
I. Masalah Utama:
Resiko Perilaku Kekerasan
II. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian perilaku kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap
diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk
mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart
dan Sundeen, 1995). Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu
bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik
maupun psikologis (Berkowitz dalam Harnawati, 1993). Sementara,
menurut (Towsend, 1998) perilaku kekerasan adalah suatu keadaan
dimana seseorang individu mengalamai perilaku yang dapat melukai
secara fisik baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Perilaku
kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan scara verbal dan
fisik (Keltner et al, 1995).
2. Penyebab perilaku kekerasan
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri:
harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian
diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.
Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan.
3. Akibat dari Perilaku kekerasan
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi
mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan
suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri,
orang lain dan lingkungan.
4. Tanda dan Gejala Fisik :
 Muka merah
 Pandangan tajam
 Otot tegang
 Nada suara tinggi
 Berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak
 Memukul jika tidak senang
5. Tanda dan gejala Emosional:
 Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan
terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)
 Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri
sendiri)
 Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
 Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
 Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan
yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya. (Budiana
Keliat, 1999)
6. Tanda dan Gejala Sosial:
 Memperlihatkan permusuhan
 Mendekati orang lain dengan ancaman
 Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
 Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
 Mempunyai rencana untuk melukai
7. Tanda dan Gejala Intelektual :
 Mendominasi
 Cerewet
 Cenderung suka meremehkan
 Berdebat
 Kasar
8. Tanda dan Gejala Spiritual:
 Merasa diri kuasa
 Merasa diri benar
 Keragu-raguan
 Tak bermoral
 Kreativitas terhambat
9. Faktor Predisposisi Perilaku Kekerasan
1. Psikologis : kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau perilaku kekerasan,contohnya :
pada masa anak-anak yang mendapat perilaku kekerasan cenderung
saat dewasa menjadi pelaku perilaku kekerasan
2. Perilaku : kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka
kekerasan yang diterima sehingga secara tidak langsung hal tersebut
akan diadopsi dan dijadikan perilaku yang wajar
3. Sosial Budaya : Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang
tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah
kekerasan adalah hal yang wajar
4. Bioneurologis : Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem
limbik, lobus frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan
neurotransmitter ikut menyumbang terjadi perilaku kekerasan
10. Faktor Presipitasi Perilaku Kekerasan
Klien itu sendiri, lingkungan yang mendukung perilaku kekerasan, kelemahan
fisik, kehilangan orang / sesuatu yang berharga, interaksi sosial yang provokatif.
C. Pohon Masalah
Efek Resiko bunuh diri / mencelakai orang lain

Masalah Resiko perilaku kekerasan

Penyebab halusinasi, isolasi sosial, HDR, Mekanisme koping tidak effektif
D. Masalah keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
 Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1. Data subjektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin
membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
2. Data objektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan
tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
 Perilaku kekerasan / amuk
1. Data Subjektif :
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2. Data Objektif
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang barang.
Gangguan harga diri : harga diri rendah
1. Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri
sendiri.
2. Data objektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

Data lain yang juga dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial
dan spiritual.
1. Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi
terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi,
muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala
yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan,
ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan
refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah
bertambah.
2. Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel,
frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan
sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
3. Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses
intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan
lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu
pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi
penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan
diintegrasikan.
4. Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan.
Emosi marah sering merangsang kemarahan orang
lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah
laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan
kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat
mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak
mengikuti aturan.
5. Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat
menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa
tidak berdosa.
DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk, 2003 ,Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo,

Balitbang. 2007. Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa. Bogor


Keliat Budi Ana, 1999, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta :
EGC,
Keliat Budi Ana, 1999, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC,
Stuart GW, Sundeen, 1995, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th
ed.). St.Louis Mosby Year Book,
Townsend C. Mary , 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit
Buku Kedokteran,EGC;Jakarta.

http://keperawatan-gun.blogspot.com/2008/06/askep-perilaku-kekerasan.html

http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/27/askep-perilaku-kekerasan/

.
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Nama Klien :……………. Ruangan :…………….
No. CM :……………. Dx Medis :……………

Tgl No Dx Perencanaan
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Risiko Perilaku TUM : Klien 1. Setelah…..× interaksi 1. Bina hubungan saling percaya 1. Kepercayaan dari
Kekerasan dapat klien menunjukan dengan menggunakan prinsip klien merupakan hal
mengontrol tanda-tanda percaya komunikasi terapeutik : yang mutlak serta
perilaku kepada perawat :  Sapa klien dengan ramah baik akan memudahkan
kekerasan  Ekspresi wajah verbal maupun nonverbal dalam pendekatan
bersahabat  Perkenalkan nama, nama dan tindakan
TUK 1 : Klien  Menunjukan rasa panggilan dan tujuan perawat keperawatan yang
dapat membina senang berkenalan akan dilakukan
hubungan saling  Ada kontak mata  Tanyakan nama lengkap dan kepada klien
percaya  Mau berjabat tangan nama penggilan yang disukai
 mau menyebutkan klien
nama  Buat kontrak yang jelas
 Mau menjawab salam  Tunjukan sikap jujur dan
 Mau duduk menepati janji setiap kali
berdampingan dengan berinteraksi
perawat  Tunjukan sikap empati dan
Bersedia menerima apa adanya
mengungkapkan  Beri perhatian kepada klien dan
masalah yang masalah yang dihadapi klien
dihadapi  Dengarkan dengan penuh
perhatian ekspresi perasaan klien
Tgl No Dx Perencanaan
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
TUK 2 : Klien 2. Setelah…..× interaksi 2. Bantu klien mengungkapkan 2. Menentukan
dapat mengenal klien menceritakan perasaan marahnya: mekanisme koping
penyebab penyebab perilaku  Motivasi klien untuk yang dimiliki klien
perilaku kekerasan yang menceritakan penyebab rasa dalam menghadapi
kekerasan yang dilakukannya : kesal atau jengkelnya masalah serta sebagi
dilakukannya  Menceritakan  Dengarkan tanpa menyela atau langkah awal dalam
penyebab perasan memberi penilaian setiap menyusun strategi
jengkel/marah baik ungkapan perasaan klien berikutnya
dari diri sendiri
maupun
lingkungannya
TUK 3 : Klien 3. Setelah…..× interaksi 3. Bantu klien mengungkapkan 3. Deteksi dini sehingga
dapat klien menceritakan tanda-tanda perilaku kkerasan dapat mencegah
mengidentifikasi tanda-tanda saat yang dialaminya : tindakan yang dapat
tanda-tanda terjadi perilaku  Motivasi klien menceritakan membahayakan
perilaku kekerasan : kondisi fisik saat perilaku klien dan
kekerasan  Tanda Sosial : kekerasan terjadi lingkungan sekitar
bermusuhan yang  Motivasi klien menceritakan
dialami saat terjadi kondisi emosionalnya saat
perilaku kekerasan terjadi perilaku kekerasan
 Tanda Emosional :  Motivasi klien menceritakan
perasaan marah, hubungan dengan orang lain
jengkel, bicara saat terjadi perilaku kekerasan
kasar
Tgl No Dx Perencanaan
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
 Tanda Fisik : mata
merah, tangan
mengepal, ekspresi
tegang,dll
TUK 4 : klien 4. Setelah…..× interaksi 4. Diskusikan dengan klien perilaku 4. Melihat mekanisme
dapat klien menjelaskan : kekerasan yang dilakukannya koping klien dalam
mengidentifikasi  Jenis-jenis selama ini : menyelesaikan
perilaku ekspresi  Motivasi klien menceritakan masalah yang
kekerasan yang kemarahan yang jenis-jenis tindak kekerasan dihadapi
pernah selama ini telah yang selama ini pernah
dilakukan dilakukannya dilakukannya
 Perasaan saat  Motivasi klien menceritakan
melakukan perasaan setelah tindakan
kekerasan tersebut
 Efektivitas cara  Diskusikan apakah dengan
yang dipakai tindakan tersebut msalah
dalam yang dialami teratasi
menyelesaikan
masalah
TUK 5 : Klien 5. Setelah…..× interaksi 5. Diskusikan dengan klien akibat 5. Membantu klien
dapat klien menjelaskan negatif cara yang dilakukan melihat dampak
mengidentifikasi akibat tindakannya : pada : yang ditimbulkan
akibat perilaku  Diri sendiri  Diri sendiri akibat perilaku
kekerasan  Orang lain  Orang lain kekerasan yang
 Lingkungan  Lingkungan dilakukan klien

Tgl No Dx Perencanaan
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
TUK 6 : Klien 6. Setelah…..× interaksi 6. Diskusikan dengan klien : 6. Menurunkan
dapat klien :  Apakah klien mau perilaku destruktif
mengidentifikasi  Menjelaskan cara mempelajari cara baru untuk yang akan
cara konstruktif yang sehat untuk mengungkapkan marah yang mencederai klien
dalam mengungkapkan sehat dan lingkungan
mengungkapkan marah  Jelaskan berbagai alternatif sekitar
kemarahan pilihan untuk
mengungkapkan marah selain
perilaku kekerasan yang
diketahui klien
 Jelaskan cara-cara sehat
untuk mengungkapkan marah
:
Cara fisik : nafas dalam,
pukul bantal atau kasur,
olahraga
Verbal : mengungkapkan
bahwa dirinya sedang kesal
kepada orang lain
Sosial : Latihan asertif
dengan orang lain
Spiritual : Sembahyang/doa,
zikir, meditasi,dlsb
TUK 7 : Klien 7. Setelah…..× interaksi 7.1. Diskusikan cara yang akan 7.1 Keinginan untuk
dapat klien memperagakan dipilih dan anjurkan klien marah tidak tahu
mendemonstrsik cara mengontrol memilih cara yang kapan munculnya
an cara perilaku kekerasan memungkinkan untuk serta siapa yang
mengontrol mengungkapkan kemarahan akan memicunya
perilaku -

Tgl No Dx Perencanaan
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
TUK 7 : -  Fisik : tarik nafas 7.2 Latih klien memperagakan cara 7.2 Meningkatkan
kekerasan dalam, memukul yang dipilih : kepercayaan diri
bantal/kasur  Peragakan cara yang dipilih klien serta asertifitas
 Verbal :  Jelaskan manfaat cara klien saat
Mengungkapkan tersebut marah/jengkel
perasaan  Anjurkan klien menirukan
kesal/jengkel peragaan yang sudah
pada orang lain dilakukan
tanpa menyakiti  Beri penguatan pada klein, 7.3 Meningkatkan
 Spiritual : Berdoa perbaiki cara yang masih asertifitas klien
sesuai agama belum sempurna dalam menghadapi
7.3 Anjurkan klien menggunakan marah
cara yang sudah dilatih saat
marah/jengkel
TUK 8 : Klien 8. Setelah…..× interaksi 8.1 Diskusikan pentingnya peran 8. Keluarga adalah
mendapat keluarga : serta keluarga sebagai sistem
dukungan  Menjelaskan cara pendukung klien untuk pendukung utama
keluarga untuk merawat klien mengatasi perilaku kekerasan bagi klien
mengontrol dengan perilaku 8.2 Diskusikan potensi keluarga
perilaku kekerasan untuk membantu klien
kekerasan  Mengungkapkan mengatasi perilaku kekerasan
rasa puas dalam 8.3 Jelaskan pengertian, penyebab,
merawat klien akibat, dan cara merawat klien
perilaku kekerasan yang dapat
dilakukan keluarga
8.4 Peragakan cara merawat klien
8.5 Beri kesempatan keluarga untuk
memperagakan ulang

Tgl No Dx Perencanaan
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
8.6 Beri pujian pada keluarga setelah
peragaan
8.7 Tanyakan perasaan keluarga
setelah mencoba cara yang
dilatih
TUK 9 : KLien 9.1 Setelah…..× interaksi 9.1 Jelaskan pada klien : 9. Mensukseskan
menggunakan klien menjelaskan :  Manfaat minumobat program
obat sesuai  Manfaat  Kerugian tidak minum obat pengobatan klien
program yang minumobat  Nama obat
telah ditetapkan  Kerugian tidak  Bentuk dan warna obat
minum obat  Dosis yang diberikan
 Nama obat  Waktu pemakaian
 Bentuk dan warna  Cara pemakaian
obat  Efek yang dirasakan
 Dosis yang 9.2 Anjurkan klien :
diberikan  Minta dan menggunakan obat
 Waktu pemakaian tepat waktu
 Cara pemakaian  Lapor ke perawat/dokter jika
 Efek yang mengalami efek yang tidak
dirasakan biasa
9.2 Setelah…..× interaksi  Beri pujian terhadap
klien menggunakan kedisiplinan klien
obat sesuai program menggunakan obat
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH

Diajukan untuk memenuhi tugas dari Stase Keperawatan Jiwa


Dosen Pembimbing : Rudi Alfiansyah, S. Kep.,Ns.,M.Pd

DISUSUN OLEH :

DEWI FAUZIAH
KHGD 20063

STASE KEPERAWATAN JIWA


PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN X
STIKES KARSA HUSADA GARUT
2020
I. Kasus (Masalah Utama)
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
II. Proses terjadinya masalah
1. Pengertian harga diri rendah
Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan
tentang diri atau kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung
atau tidak langsung diekspresikan ( Townsend, 1998 ).
Menurut Schult & Videbeck ( 1998 ), gangguan harga diri rendah
adalah penilaian negatif seseorang terhadap diiri dan kemampuan, yang
diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang
negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga
diri, merasa gagal mencapai keinginan. (Budi Ana Keliat, 1999).
Jadi dapat disimpulkan bahwa perasaan negatif terhadap diri sendiri yang
dapat diekspresikan secara langsung dan tak langsung.
2. Tanda dan gejala :
 Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap
penyakit (rambut botak karena terapi)
 Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
 Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
 Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
 Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya. ( Budi Anna Keliat,
1999)
3. Penyebab dari harga diri rendah
Salah satu penyebab dari harga diri rendah yaitu berduka
disfungsional. Berduka disfungsional merupakan pemanjangan atau tidak
sukses dalam menggunakan respon intelektual dan emosional oleh
individu dalam melalui proses modifikasi konsep diri berdasarkan persepsi
kehilangan.
4. Akibat dari harga diri rendah
Harga diri rendah dapat beresiko terjadinya isolasi sosial : menarik
diri. Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain
(Rawlins,1993).
5. Tanda dan gejala :
o Rasa bersalah
o Adanya penolakan
o Marah, sedih dan menangis
o Perubahan pola makan, tidur, mimpi, konsentrasi dan aktivitas
o Mengungkapkan tidak berdaya
o Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
o Menghindar dari orang lain (menyendiri)
o Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap
dengan klien lain/perawat
o Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
o Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas
o Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan
percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap
o Tidak/ jarang melakukan kegiatan sehari-hari. (Budi Anna Keliat,
1998)
6. Akibat dari harga diri rendah
Harga diri rendah dapat beresiko terjadinya isolasi sosial : menarik
diri. Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain
(Rawlins,1993).
7. Faktor Predisposisi terjadinya HDR
Dimulai sejak klien masih kecil akibat oleh penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak realistik, kegagalan yang berulang-ulang,
kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan, gagal untuk
mencintai orang lain, dan ideal diri yang tidak realistik.
8. Faktor Presipitasi terjadinya HDR
Kejadian traumatis, psikologis karena menyaksikan hal yang
mengancam kehidupan, kehilangan bagian tubuh, perubahan bentuk
penampilan, serta kegagalan dalam berproduktivitas.
III. Pohon masalah
HDR← Isolasi sosial : menarik diri → Halusinasi

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah


Berduka disfungsional, Ideal diri yang tidak realistik, koping
tidak effektif
IV. Masalah dan Data yang Perlu Dikaji
Masalah
No Data Subyektif Data Obyektif
Keperawatan

1 Isolasi sosial :  Mengungkapkan  Ekspresi


menarik diri tidak berdaya dan wajah
tidak ingin hidup kosong
lagi  Tidak ada
 Mengungkapkan kontak mata
enggan berbicara ketika diajak
dengan orang lain bicara
 Klien malu  Suara pelan
bertemu dan dan tidak
berhadapan jelas
dengan orang lain

2 Gangguan  Mengungkapkan  Merusak diri


konsep diri : ingin diakui jati sendiri
harga diri dirinya  Merusak
rendah  Mengungkapkan orang lain
tidak ada lagi  Menarik diri
yang peduli dari
 Mengungkapkan hubungan
tidak bisa apa-apa sosial
 Mengungkapkan  Tampak
dirinya tidak mudah
berguna tersinggung
 Mengkritik diri  Tidak mau
sendiri makan dan
tidak tidur
 Perasaan
malu
 Tidak
nyaman jika
jadi pusat
perhatian

3 Berduka  Mengungkapkan  Ekspresi


disfungsional tidak berdaya dan wajah sedih
tidak ingin hidup  Tidak ada
lagi kontak mata
 Mengungkapkan ketika diajak
sedih karena tidak bicara
naik kelas  Suara pelan
 Klien malu dan tidak
bertemu dan jelas
berhadapan  Tampak
dengan orang lain menangis
karena diceraikan
suaminya
 Dan lain – lain…
DAFTAR PUSTAKA

Azis R, dkk. 2003. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang : RSJD Dr.
Amino Gondoutomo.

Balitbang. 2007. Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa. Bogor


Boyd MA, Hihart MA. 1998. Psychiatric nursing : contemporary practice.
Philadelphia : Lipincott-Raven Publisher.
Keliat BA. 1999. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC.
Stuart GW, Sundeen SJ. 1998. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta :
EGC.
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama Klien :……………. Ruangan :…………….

No. CM :……………. Dx Medis :……………

Tgl No Dx Perencanaan
Dx
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

Gangguan TUM : Klien 1. Setelah…..× interaksi 1. Bina hubungan saling percaya 1. Kepercayaan dari
Konsep Diri : memiliki konsep klien menunjukan dengan menggunakan prinsip klien merupakan hal
Harga Diri diri yang positif tanda-tanda percaya komunikasi terapeutik : yang mutlak serta
Rendah kepada perawat : akan memudahkan
 Sapa klien dengan ramah baik dalam pendekatan
 Ekspresi wajah verbal maupun nonverbal dan tindakan
TUK 1 : Klien bersahabat  Perkenalkan nama, nama keperawatan yang
dapat membina  Menunjukan rasa panggilan dan tujuan perawat akan dilakukan
hubungan saling senang berkenalan kepada klien
percaya dengan  Ada kontak mata  Tanyakan nama lengkap dan
perawat  Mau berjabat tangan nama penggilan yang disukai
 mau menyebutkan klien
nama  Buat kontrak yang jelas
 Mau menjawab salam  Tunjukan sikap jujur dan
 Mau duduk menepati janji setiap kali
berdampingan dengan berinteraksi
perawat  Tunjukan sikap empati dan
Bersedia menerima apa adanya
mengungkapkan  Beri perhatian kepada klien dan
masalah yang masalah yang dihadapi klien
dihadapi  Dengarkan dengan penuh
perhatian ekspresi perasaan klien

Tgl No Dx Perencanaan
Dx
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

TUK 2 : Klien 2. Setelah…..× interaksi 2.1 Diskusikan dengan klien 2.1 Aspek positif
dapat klien menyebutkan : tentang: penting untuk
mengidentifikasi meningkatkan PD
aspek positif  aspek positif dan  Aspek positif yang dimiliki serta harga diri
dan kemampuan kemampuan yang klien keluarga, lingkungan
yang dimiliki dimiliki klien  Kemampuan yang dimiliki
 Aspek positif klien
keluarga 2.2 Memvalidasi dan
 Aspek positif 2.2 Bersama klien buat daftar tantang menguatkan apa
lingkungan klien : yang sudah
 Aspek positif klien, keluarga, disampaikan secara
lingkungan lisan
 Kemampuan yang dimiliki
klien 2.3 Meningkatkan
harga diri serta
2.3 Beri pujian yang realistis, memancing klien
hindarkan memberi penilaian untuk
negatif mengungkapkan apa
yang diinginkan
oleh klien

TUK 3 : Klien 3. Setelah…..× interaksi 3.1 Diskusikan dengan klien 3. Mencari cara yang
dapat menilai klien menyebutkan kemampun yang dapat konstruktif dan
kemampuan kemampuan yang dilakukan setiap hari sesuai menunjukan potensi
yang dimiliki dapat dilaksanakan kemampuan klien yang dimiliki klien
untuk untuk mengubah
dilaksanakan dirinya menjadi
lebih baik dan
berharga

3.2 Diskusikan kemampuan yang


dapat dilanjutkan
pelaksanaannya
Tgl No Dx Perencanaan
Dx
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

TUK 4 : klien 4. Setelah…..× interaksi 4.1 Rencanakan bersama klien 4.1 Menghindari
dapat klien membuat aktivitas yang dapat dilakukan adanya
merencanakan rencana kegiatan setiap hari sesuai kemampuan kehilangan/perubhan
kegiatan sesuai harian klien : peran akibat
dengan perasaan HDR yang
kemampuan  kegiatan mandiri dialami klien serta
yang dimiliki  kegiatan dengan bantuan mencari alternatif
koping untuk
meningkatkan harga
diri

4.2 Tingkatkan kegiatan sesuai 4.2 Menghargai


kondisi klien kemampuan klien
serta menunjukan
kemampuan yang
klien miliki

4.3 Meningkatkan
pengetahuan klien
4.3 Beri contoh cara pelaklsanaan dalam mekanisme
kegiatan setelah pulang koping yang
konstruktif dalam
menghargai diri
sendiri

TUK 5 : Klien 5. Setelah…..× interaksi 5. 1 Anjurkan klien untuk 5. Membantu klien


dapat klien melakukan melaksanakan kegiatan yang telah meningkatkan harga
melakukan kegiatan sesuai jadwal direncanakan dirinya
kegiatan sesuai - yang dibuat

Tgl No Dx Perencanaan
Dx
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

TUK 5 : - 5.2 Pantau kegiata yang


rencana yang dilaksanakan klien
dibuat
5.3 Beri pujian atas usaha yang
dilakukan klien
5.4 Diskusikan kemungkinan
pelaksanaan kegiatan setelah
pulang

TUK 6 : Klien 6. Setelah…..× interaksi 6.1 Beri pendidikan kesehatan pada 6. Keluarga sebagai
dapat klien memanfaatkan keluarga tentang cara merawat sistem pendukung
memanfaatkan sistem pendukung klien dengan harga diri rendah utama mempunyai
sistem yang ada di keluarga peran serta potensi
pendukung yang 6.2 Bantu keluarga memberikan besar dalam
ada dukungan selama klien dirawat menciptakan konsep
serta harga diri klien
6.3 Bantu keluarga menyiapkan
lingkungan rumah
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

Diajukan untuk memenuhi tugas dari Stase Keperawatan Jiwa


Dosen Pembimbing : Rudi Alfiansyah, S. Kep.,Ns.,M.Pd

DISUSUN OLEH :
DEWI FAUZIAH
KHGD 20063

STASE KEPERAWATAN JIWA


PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN X
STIKES KARSA HUSADA GARUT
2020
A. PENGERTIAN
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan
panca indera (Isaacs, 2002).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana
klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan
yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren/
persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang
salah (Stuart, 2007).
Menurut Varcarolis (2006: 393), halusinasi dapat didefenisikan
sebagai terganggunya proses sensori seseorang, dimana tidak terdapat
stimulus.
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
a. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
1. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan
oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1)  Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan
dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien
dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi
korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan
anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.
3. Sosial Budaya
            Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam)
dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
b. Faktor Presipitasi
      Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
2. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
C. DATA YANG PERLU DIKAJI
 Manifestasi Klinis
1.      Bicara, senyum dan tertawa sendiri
2.      Menarik diri dan menghindar dari orang lain
3.      Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
4.      Tidak dapat memusatkan perhatian
5.      Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya)takut
6.      Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung (Budi Anna Keliat, 2005)
 Akibat
            Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai
diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend,
M.C suatu keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupuan orang lain.
            Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri
sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku :
 Data subjektif :
a.       Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam
b.      Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
 Data objektif :
a.       Wajah tegang, merah
b.      Mondar-mandir
c.       Mata melotot rahang mengatup
d.      Tangan mengepal
e.       Keluar keringat banyak
f.       Mata merah
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sosial: Halusinasi
2. Isolasi sosial: Menarik Diri
3. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkunga.
E. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
KEPADA K E G I A T A N SP
Klien 1. Tujuan tindakan
a. Pasien mengenali halusinasi yang
dialaminya
b. Pasien dapat mengontrol halusinasinya
c. Pasien mengikuti program pengobatan SP 1
secara optimal
2. Tindakan keperawatan
a. Membantu klien
mengenali halusinasinya
Untuk membantu pasien mengenali halusinasinya
dapat dilakukan dengan cara berdiskusi dengan
pasien tentang isi halusinasi (apa yang
didengar/lihat, waktu terjadi halusinasi, frekwensi
terjadi halusinasi, situasi yang menyebabkan
halusinasi muncul dan respon pasien saat halusinasi
muncul.
b. Melatih klien
mengontrol halusinasinya
Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol
halusinasi dengan melatih pasien 4 (empat) cara
yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi,
yaitu :
1) Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah upaya
mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan
cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien
dilatih untuk mengatakan tidak terhadap
halusinasi yang muncul atau tidak memperdulikan
halusinasinya. Sehingga klien mampu
mengendalikan diri dan tidak mengikuti
halusinasi yang muncul. Mungkin halusinai tetap
ada, namun dengan kemampuan ini pasien tidak
akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam
halusinainya. SP 2
Tahapan tindakan meliputi:
a) Menjelaskan cara menghardik halusinasi
b) Memperagakan cara menghardik
c) Meminta pasien memperagakan ulang
d) Memantau penerapan cara ini, menguatkan
perilaku pasien
2) Bercakap-cakap dengan orang lain
Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan
bercakap-cakap dengan orang lain. Ketika pasien
bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi SP 3
distraksi; fokus perhatian pasien akan beralih dari
halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan
orang lain tersebut. Sehingga salah satu cara yang
efektif untuk mengontrol halusinasi adalah
dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
3) Melakukan aktivitas yang terjadwal
Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi
adalah dengan menyibukkan diri dengan aktivitas
yang teratur. Dengan beraktivitas secara
terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak
waktu luang yang seringkali mencetuskan
halusinasi. Untuk itu pasien yang mengalami
halusinasi bisa dibantu untuk mengatasi
halusinasinya dengan cara beraktivitas secara
teratur dari bangun pagi sampai tidur malam,
tujuh hari dalam seminggu.

Tahapan intervensinya sebagai berikut:


 Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur
untuk mengatasi halusinasi.
 Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan
oleh pasien
 Melatih pasien melakukan aktivitas
 Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai
dengan aktivitas yang telah dilatih. Upayakan SP 4
pasien mempunyai aktivitas dari bangun pagi
sampai tidur malam, 7 hari dalam seminggu.
 Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan;
memberikan penguatan terhadap perilaku
pasien yang positif.

4) Menggunakan obat secara teratur


Untuk mampu mengontrol halusinasi pasien juga
harus dilatih untuk menggunakan obat secara
teratur sesuai dengan program. Pasien gangguan
jiwa yang dirawat di rumah seringkali mengalami
putus obat sehingga akibatnya pasien mengalami
kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi maka
untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih
sulit. Untuk itu pasien perlu dilatih menggunakan
obat sesuai program dan berkelanjutan.
Berikut ini tindakan keperawatan agar pasien
patuh menggunakan obat:
 Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada
gangguan jiwa
 Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan
sesuai program
 Jelaskan akibat bila putus obat
 Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
 Jelaskan cara menggunakan obat dengan
prinsip 5 benar (benar obat, benar pasien, benar
cara, benar waktu, benar dosis)
c. Melakukan Terapi Aktivitas Kelompok
d. Melakukan Terapi keluarga

Keluarga 1. Tujuan Tindakan SP 5


a. Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik
dirumah sakit maupun dirumah
b. Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang
efektif untuk pasien. SP 6
2. Tindakan Keperawatan
a. Diskusikan masalah
yang dihadapi keluarga dalam mera-wat pasien. SP 7
b. Berikan pendidikan
kesehatan tentang pengertian halusi-nasi, jenis
halusinasi yang dialami pasien, tanda dan geja-la
halusinasi, proses terjadinya halusinasi, dan cara
mera-wat pasien halusinasi.
c. Berikan kesempatan
pada keluarga untuk memperagakan cara merawat
pasien dengan halusinasi langsung dihadap-an
pasien.
d. Buat perencanaan
pulang dengan keluarga
Kelompok Terapi Aktivitas Kelompok SP 8

KETERANGAN: SP = Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


F. STRATEGI PELAKSAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
KEMAMPUAN S1
1. Untuk Klien
a. Masalah : Halusinasi
1) Pertemuan : Ke 1
a) Proses Keperawatan
(1) Kondisi: Klien mengatakan sering mendengar suara-
suara. Suara itu kadang-kadang membuat dirinya
sangat takut. Klien terlihat sering bicara sendiri,
tertawa sendiri dan suka menyendiri
(2) Diagnosa: Perubahan sensori Persepsi: Halusinasi
pende-ngaran
(3) TUK :
(a) Membina hubungan saling percaya
(b) Membantu klien mengenali halusinasinya
(c) Mengajarkan klien mengontrol halusinasinya dengan
menghardik halusinasi.
b) Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan
(1) Orientasi :
(a) Salam terapeutik
“Selamat pagi ! perkenalkan, nama saya Asep Edyana, biasa
dipanggil Pak Asep, Namanya siapa ? Senang dipanggil
apa ?”
(b) Evaluasi / validasi
“Bagaimana perasaan M hari ini ? Apa keluhan M saat
ini ?”
(c) Kontrak
“Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang
suara yang selama ini M dengar tetapi tak tampak
wujudnya ? Di mana kita duduk ? Di ruang tamu ?
Berapa lama ? Bagaimana kalau 20 menit ?“
(2) Kerja :
“Apakah D mendengar suara tanpa ada ujudnya? Apa yang
dikatakan suara itu?” “Apakah terus-menerus terdengar
atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering D
dengar suara? Berapa kali sehari D alami? Pada
keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu
sendiri?”
“Apa yang D rasakan pada saat mendengar suara itu?”
“Apa yang D lakukan saat mendengar suara itu? Apakah
dengan cara itu suara-suara itu hilang? Bagaimana
kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-
suara itu muncul?
“D, ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu
muncul. Pertama, dengan menghardik suara tersebut.
Kedua dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.
Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan
yang ke empat minum obat dengan teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan
menghardik”.
“Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung D bilang, pergi
saya tidak mau dengar, ….. Saya tidak mau dengar . Kamu suara palsu. Begitu
diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba D peragakan! Nah
begitu ….bagus! Coba lagi ! Ya bagus D sudah bisa”

(3) Terminasi:
(a) Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan D setelah peragaan latihan tadi?”
(b) Evaluasi Objektif
”Coba sebutkan 4 cara untuk mencegah suara itu muncul
lagi.”
(c) Rencana tindak lanjut
”Kalau suara-suara itu muncul lagi, silahkan coba cara
tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya.
Mau jam berapa saja latihannya?(Saudara masukkan
kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian pasien).
(d) Kontrak
 Topik: “Bagaimana kalau kita bertemu untuk belajar
dan latihan mengendalikan suara-suara lama
kita akan berlatih?
 Tempat: “Dimana tempatnya”
 Waktu: Jam berapa D bisa.
“Baiklah, sampai jumpa. Assalamu’alaikum
2) Pertemuan: Ke 2 (Masalah: Halusinasi)
a) Proses Keperawatan
(1) Kondisi: Klien mengatakan sering mendengar suara-suara. Suara itu
kadang-kadang membuat dirinya sangat takut. Klien terlihat
sering bicara sendiri, tertawa sendiri dan suka menyendiri.
(2) Diagnosa: Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran
(3) TUK : Melatih klien mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
dengan orang lain
b) Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan
(1) Orientasi :
(a) Salam terapeutik
“Assalamualaikum D.
(b) Evaluasi/validasi
Bagaimana perasaan D hari ini? Apakah suara-suaranya masih
mun-cul ? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih ?
Berkurangkan suara-suaranya Bagus !
(c) Kontrak
Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk mengontrol
halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan
latihan selama 2 menit. Mau di mana? Di sini saja ?“
(2) Kerja :
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah
bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi kalau D mulai mendengar
suara-suara, langsung saja cari teman untuk diajak ngobrol. Minta
teman untuk ngobrol dengan D. Contohnya begini;…. Tolong , saya
mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada
orang dirumah misalnya Kakak D katakan : Kak, ayo ngobrol dengan D.
D sedang dengar suara-suara. Begitu D, Coba D lakukan seperti saya
tadi lakukan. Ya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah, latih
terus ya D!”

(3) Terminasi:
(a) Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan D setelah latihan ini?”
(b) Evaluasi Objektif
”Jadi sudah ada berapa cara yang D pelajari untuk mencegah
suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua cara ini kalau D
mengalami halusinasi lagi”.
(c) Rencana tindak lanjut
“Bagaimana kalau kita masukan dalam jadwal kegiatan harian D.
Mau jam berapa latihan bercakpa-cakap? Nah nanti lakukan
secara teratur serta sewaktu-waktu suara itu muncul! Besok pagi
saya akan ke mari lagi”.
(d) Kontrak
 Topik : Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga yaitu
melakukan aktivitas terjadwal?
 Tempat : “Mau di mana. Di sini lagi?”
 Waktu : Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00?.
Sampai besok ya. Assalamualaikum”
 Untuk Keluarga
a. Masalah: Halusinasi
1) Pertemuan: Ke 5
a) Proses Keperawatan
(1) Kondisi: Klien mengatakan sering mendengar suara-suara.
Suara itu kadang-kadang membuat dirinya sangat takut. Klien
terlihat sering bicara sendiri, tertawa sendiri dan suka
menyendiri.
(2) Diagnosa: Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
pendengaran
(3) TUK : Pendidikan Kesehatan tentang pengertian halusinasi,
jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala
halusinasi dan cara-cara merawat pasien halusinasi.

b) Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan


(1) Orientasi :
(a) Salam terapeutik
“Assalamualaikum Bapak/Ibu!”” Saya SS, perawat yang
merawat anak Bapak?Ibu.”
(b) Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini? Apa pendapat
Bapak/Ibu tentang anak Bapak/Ibu?”
(c) Kontrak
 Topik
“Hari ini kita akan mendiskusi tentang apa masalah
yang anak Bapak?ibu alami dan bantuan apa yang
Bapak/Ibu bisa berikan.”
 Tempat
“Kita mau diskusi di mana? Bagaimana kalau di ruang
wawancara?
 Waktu
“Berapa lama waktu Bapak/Ibu? Bagaimana kalau 30
menit”
(2) Kerja :
“Ya, gejala yang dialami oleh anak Bapak/Ibu itu dinamakan halusinasi,
yaitu mendengar atau melihat sesuatu yang sebetulnya tidak ada bedanya.
“Tanda-tandanya bicara dan tertawa sendiri atau marah-marah tanpa
sebab”
“ Jadi kalau anak Bapak/Ibu mengatakan mendengar suara-suara,
sebenarnya suara itu tidak ada.”
“Kalau anak Bapak/Ibu mengatakan melihat bayangan-bayangan,
sebenarnya bayangan itu tidak ada.”
“Untuk itu kita diharapkan dapat membantunya dengan beberapa cara. Ada
beberapa cara untuk membantu anak Bapak/Ibu agar bisa mengendalikan
halusinasi. Cara-cara terebut antara lain: Pertama, dihadapkan anak
Bapak/Ibu, jangan membantah halusinasi atau menyokongnya. Katakan saja
Bapak/Ibu percaya bahwa anak tersebut memang mendengar atau
melihatnya.”
“Kedua, jangan biarkan anak Bapak/Ibu melamun dan sendiri, karena kalau
melamun halusinasi akan muncul lagi. Upayakan ada orang mau bercakap-
cakap denganya. Buat kegiatan keluarga seperti makan bersama, sholat
bersama-sama.Tentang kegiatan, saya telah melatih anak Bapak/Ibu untuk
membuat jadwal kegiatan sehari-hari. Tolong Bapak/Ibu pantau
pelaksanaannya, ya dan berikan pujian jika dia lakukan!”
”Ketiga, bantu anak Bapak/Ibu minum obat secara teratur. Jangan
menghentikan obat tanpa konultasi. Terkait dengan obat ini, saya juga sudah
melatih anak Bapak/Ibu untuk minum obat secara teratur. Jadi Bapak/Ibu
dapat mengingatkan kembali. Obatnya ada 3 macam , ini yang orange
namanya CPZ gunanya untuk menghilangkan suara-suara atau bayangan.
Diminum 3x seari pada jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam. Yang putih
namanya THP gunanya membuat rileks, jam minummya sama dengan CPZ
tadi. Yang biru namanya HP gunanya menenangkan cara berpikir, jam
minumnya sama dengan CPZ. Obat perlu selalu dimunum untuk mencegah
kekambuhan”
“Terakhir, bila ada tanda-tanda halusinasi mulai muncul, putus halusinasi
anak Bapak/Ibu dengan cara menepuk punggung anak Bapak/Ibu . Kemudian
suruhlah anak Bapak/Ibu menghardik suara tersebut. Anak Bapak/Ibu sudah
aya ajarkan cara menghardik halusinasi.”
“Sekarang, mari kita latihan memutus halusinasi anak Bapak/Ibu, Sambil
menepuk punggung anak Bapak/Ibu, katakan: D, sedang apa kamu? Kamu
ingatkan apa yang diajarakan perawat bila suara-suara itu datang? Ya, Usir
suara itu, Ucapkan berulang-ulang, D”
“Sekarang coba Bapak/Ibu praktekkan cara yang barusan saya ajarkan “
“Bagus Pak/Bu”
(3) Terminasi:
(a) Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita berdiskusi dan latihan
memutuskan halusinasi anak Bapak/Ibu ?”
(b) Evaluasi Objektif
“Sekarang coba Bapak/Ibu sebutkan kembali tiga cara merawat anak
Bapak/Ibu”
“Bagus sekali Pak/Bu.
(c) Rencana tindak lanjut
Baiklah, nanti dirumah bapak/ibu ingat lagi apa yang sudah kita
bicarakan sehingga nanti dapat kita praktekkan pada anak bapak/ibu.
(d) Kontrak
 Topik: Bagaimana kalau dua hari lagi kita bertemu untuk
mempraktekkan cara memutus halusinasi langsung
dihadapkan anak Bapak/Ibu
 Tempat: “Di sini lagi ya!”
 Waktu: Jam berapa bapak/ibu bias datang ke rumah sakit ini
lagi? Bagaimana kalau jam 10.00.
Sampai jumpa. Wassalammualaikum
 Kemampuan Spesialis (S2)
 Kognitif Terapi
a. Sesi I : Ungkapkan pikiran otomatisnya.
b. Sesi II : Alasan
1) Proses Keperawatan
a) Kondisi: Klien mengatakan dirinya orang tidak berguna. Klien
mengatakan tidak seperti adik-adiknya dan orang lain,
klien sering menyendiri dan tidak mau berinteraksi
dengan orang lain
b) Diagnosa: Harga diri rendah kronis
c) TUK :
a. Terapis mengidentifikasi masalah : ”what”, ”where”, ”when”,
”who”.
b. Diskusikan sumber masalah
c. Diskusikan pikiran dan perasaan
d. Catat pikiran otomatis, klasifikasikan dalam distorsi kognitif
e. Memberikan pujian terhadap keberhasilan klien
f. Diskusikan penyebab merasa tidak berguna
g. Menanyakan perasaan dan pikiran klien disaat dia merasa tidak
berguna
h. Memberikan reinforcement positif.
B. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan
Orientasi :
a. Salam terapeutik
“ Assalamualaikum”
b. Evaluasi / validasi
“Bagaimana perasaan D hari ini?”
“ Masih ada mendengarkan suara-suara? Apa yang dilakukan jika
suara itu muncul?”
2. Kontrak
1. Topik
“Hari ini kita akan mempelajari cara untuk menghilangkan
perasaan tentang rasa tidak berguna, tidak berarti dan merasa
tidak dihargai.
b. Tempat
“Dimana sebaiknya kita ngobrol? Bagaimana ditaman saja?”
c. Waktu
“Berapa lama D mau ngobrol? Bagaimana kalau 30 menit?”
Kerja :
“ Apa yang menjadi masalah bagi D sekarang ini? Mengapa perasaan
tidak berguna itu muncul?Sejak kapan perasaan itu mulai muncul?
Adakah orang lain yang membuat D merasa tidak berguna, tidak
dihargai?”
“ Apa yang terjadi sebelumnya sehingga D merasa tidak berguna?
Bagaimana perasaan dan pikiran D saat m erasa tidak dihargai
tersebut?”(mencatat pikiran otomatis dan mengklasifikaikan dalam
distorsi kognitif).
“ Hal apa yang menyebabkan D merasa tidak berguna dan tindakan
apa yang biasanya dilakukan D saat merasa tidak berguna?”
“ Baiklah D, nanti D tulis perasaan yang paling D rasakan! Nanti kita
bahas apa yang D tuliskan.”
Terminasi:
a. Evaluasi Subjektif
“ Bagaimana perasaan D setelah kita ngobrol selama 30 menit
ini?
b. Evaluasi Objektif
“Coba M sebutkan lagi penyebab M merasa tidak berguna.
3. Rencana tindak lanjut
“ Nanti M ingat-ingat lagi, jika ada hal lain yang menyebabkan
munculnya rasa tidak berguna, sampaikan pada saya.
4. Kontrak
a. Topik: Nanti kita akan mendiskusikan perasaan M kembali dan
belajar bagaimana menghilangkan pikiran-pikiran negatrif .
b. Tempat : Nanti dimana M mau ngobrol lagi? Baiklah..
c. Waktu : Kira-kira kapan ? Jam berapa……..?

Sesi III : Tanggapan


A. Proses Keperawatan
1. Kondisi : Klien mengatakan dirinya orang tidak berguna. Klien
mengatakan tidak seperti adik-adiknya dan orang lain,
klien sering menyendiri dan tidak mau berinteraksi
dengan orang lain
2. Diagnosa : Harga diri rendah kronis
3. TUK :
a. Dorong pasien untuk memberikan pendapat
b .Berikan umpan balik
c. Dorong untuk mengungkapkan keinginan
d. Berikan persepsi perawat terhadap keinginan
e. Beri reinforcement posisif
f. Jelaskan metode 3 (tiga) kolom
g. Diskusikan cara menggunakan metode 3 kolom
h. Diskusikan cara menggunakan metode 3 (tiga) kolom
i. Anjurkan menuliskan pikiran otomatis dan cara penyelesaian

B. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan


Orientasi :
a. Salam terapeutik
“ Assalamualaikum”
b. Evaluasi / validasi
“Bagaimana perasaan D hari ini?”
“ Masih ada yang D pikirkan dan akan sampaikan tentang
perasaan tidak berguna? Apakah sudah dituliskan?”
1. Kontrak
1. Topik
“Hari ini kita akan mempelajari cara untuk menghilangkan
perasaan tentang rasa tidak berguna, tidak berarti dan merasa
tidak dihargai dengan metode 3 kolom.”
b. Tempat
“Dimana sebaiknya kita ngobrol? Bagaimana ditaman saja?”
c. Waktu
“Berapa lama D mau ngobrol? Bagaimana kalau 30 menit?”
Kerja :
“ Apa yang D maksudkan dengan tulisan ini. Bisa D ceritakan?
Bagaimana pendapat D dengan tulisan ini? Bagus.”
Sekarang apa yang D inginkan?Untuk dapat menata maa depan. Baik
sekali keinginan D, maukah saya bantu untuk belajar cara
mewujudkan itu ? Ini ada tiga kolom, kolom pertama untuk
mengungkapkan pikiran otomatis (negatif, kolom kedua saya yang
akan mengisi, dan kolom ketiga untuk melawan pikiran negatif atau
hal positif yang D miliki.” Ada yangbelum dimengerti dan mau
ditanyakan?
Terminasi:
a. Evaluasi Subjektif
“ Bagaimana perasaan D setelah kita mempelajari cara
menghilangkan pikiran negatif dengan metode 3 kolom selama 30
menit ini?
b. Evaluasi Objektif
“Coba D sebutkan lagi cara yang sudahkita pelajari tadi.
3. Rencana tindak lanjut
“ Nanti D ingat-ingat lagi, jika ada positif lain yang suda D
lakukan untuk diri D sendiri atau untuk keluarga D, sampaikan
pada saya dan tuliskan lagi di kertas ini.”
4. Kontrak
a. Topik: Nanti kita akan mendiskusikan apa yang sudah D
tuliskan.
b. Tempat : Nanti dimana D mau ngobrol lagi? Baiklah..
c. Waktu : Kira-kira kapan ? Jam berapa……..?Baiklah setengah
jam lagi saya kesini
Triangle Terapi
Sesi I: Mengenali dan mengekspresikan perasaan
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi : Klien mengatakan dirinya orang tidak berguna. Klien
mengatakan tidak seperti adik-adiknya dan orang lain,
klien sering menyendiri dan tidak mau berinteraksi
dengan orang lain
2. Diagnosa : Harga diri rendah kronis
3. TUK :
a. Menyampaikan pada keluarga kemungkinan masalah yang
terjadi pada klien.
a. Anjurkan keluarga untuk siap mendengarkan dan menanggapi
masalah klien.
b. Mempersilahkan klien untuk menceritakan masalah yang
dihadapi. Pada saat ini, terapis menggunakan tehnik – tehnik
komunikasi, misalnya; silence, klarifikasi, focusing, sentuhan
teraupetik dan lain – lain
c. Terapis menanyakan perasaan keluarga terhadap masalah yang
dihadapi klien tersebut.
d. Menanyakan efek dari masalah yang dialaminya (kerugiannya)
pada keluarga.
B. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan
Orientasi :
a. Salam terapeutik
“ Assalamualaikum”
ii. Evaluasi / validasi
(c) Bagaimana perasaan D dan ibu hari ini? Kontrak
1. Topik
” Sesuai dengan janji kita kemaren, hari ini kita akan
membicarakan tentang masalah yang dihadapi D anak ibu
b. Tempat
“Dimana sebaiknya kita ngobrol? Bagaimana ditaman saja?”
c. Waktu
“Berapa lama ibu bisa? Gimana kalau 30 menit.”
Kerja :
” Baiklah bu, D anak ibu sudah seminggu dirawat disini. Ibu tentu
ingin supaya D cepat sembuh dan segera kembali kerumah. Untuk itu
kita bersama-sama merawat D. Saya harap bukan untuk disini saja
kita merawat D, tetapi juga jika D sudah dirumah. Untuk itu tentu
kita harus tahu apa yang menjadi masalah bagi D sehingga
menyebabkan D dirawat disini. Bagaimana ?”
”Sekarang, D silahkan menyampaikan apa yang sedang Riri rasakan
kepada orang tua D.” ”Ya, terus……. ”
”Bagus, D sudah berani menyampaikan masalah yang D hadapi
kepada orang tua D.”
” Nah, bagaimana perasaan ibu setelah mendengarkan masalah
yang dihadapi anak ibu?”
” Jika masalah ini kita biarkan buk, kira-kira apa yang akan terjadi
pada D? Bagus, ibu dapat memahaminya. Nah, kira-kira apa yang
ibu harapkan dengan pertemuan kita kali ini? Saya harap ibu dapat
menuliskannya pada lembaran harapan ini.”
Terminasi:
a. Evaluasi Subjektif
b. ” Bagaimana perasaan D setelah
menyampaikan masalah D pada orang tua D? Kalau ibu bagaimana
perasaan ibu setelah kita ngobrol selama 45 menit ini?
c. Evaluasi Objektif
“Bisa D sebutkan lagi masalah yang D Hadapi?”
3. Rencana tindak lanjut
“ Jika ada lagi pikiran negatif atau pikiran positif yang D rasakan
silahkan dicatat disini!”
4. Kontrak
a. Topik: Baiklah untuk pertemuan berikutnya kita akan membahas
tentang bagaimana ibu (keluarga) dapat menerima orang
lain, dalam hal ini adalah D anak ibu.“.
b. Tempat : Nanti dimana kita maunya ngobrol lagi?
Baiklah..nanti kita bertemu disini lagi.
c. Waktu : “Bagaimana jika setengah jam lagi saya kesini lagi?
Ibu masih disini kah? Baiklah .”
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.


Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga
University Press.
Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan
Keluarga, Edisi I. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan).
Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

Diajukan untuk memenuhi tugas dari Stase Keperawatan Jiwa


Dosen Pembimbing : Rudi Alfiansyah, S. Kep.,Ns.,M.Pd

DISUSUN OLEH :

DEWI FAUZIAH
KHGD 20063

STASE KEPERAWATAN JIWA


PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN X
STIKES KARSA HUSADA GARUT
2020
A. Definisi
Perawatan Diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya. (Depkes, 2000 dalam Wibowo,
2009).
Poter, Perry (2005), dalam Anonim (2009), mengemukakan bahwa
Personal Higiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Wahit Iqbal Mubarak
(2007), juga mengemukakan bahwa higiene personal atau kebersihan diri adalah
upaya seseorang dalam memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya untuk
memperolah kesejahteraan fisik dan psikologis.
Seseorang yang tidak dapat melakukan perawatan diri dinyatakan
mengalami defisit perawatan diri. Nurjannah (2004), dalam Wibowo (2009),
mengemukakan bahwa Defisit Perawatan Diri adalah gangguan kemampuan
untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting).
B. PROSES TERADINYA MASALAH
1) Predisposisi
a. Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien
sehingga perkembangan inisiatif terganggu
b. Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri
c. Kemampuan realitas turun Klien gangguan jiwa dengan kemampuan
realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan
lingkungan termasuk perawatan diri
d. Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri.
2) Presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi defisit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang
dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan
perawatan diri. (Depkes, 2000, dalam Anonim, 2009) Sedangkan Tarwoto dan
Wartonah (2000), dalam Anonim(2009), meyatakan bahwa kurangnya perawatan
diri disebabkan oleh :
a. Kelelahan fisik
b. Penurunan kesadaran
C. Tanda dan Gejela
1) Tanda dan Gejala
Menurut Depkes (2000), dalam Anonim (2009), tanda dan gejala klien
dengan defisit perawatan diri yaitu:
1. Fisik
a. Badan bau, pakaian kotor
b. Rambut dan kulit kotor
c. Kuku panjang dan kotor
d. Gigi kotor disertai mulut bau
e. Penampilan tidak rapi
2. Psikologi
a. Malas, tidak ada inisiatif
b. Menarik diri, isolasi diri
c. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina
3. Sosial
a. Interaksi kurang
b. Kegiatan kurang
c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma
d. Cara makan tidak teratur
e. Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK) di
sembarang tempat
f. Gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri
Selain itu, tanda dan gejala tampak pada pasien yang
mengalami Defisit Perawatan Diri adalah sebagai berikut:
a. Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi
kotor, kulit berdaki dan bau, serta kuku panjang dan kotor
b. Ketidakmampuan berhias/berpakaian, ditandai dengan rambut
acakacakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai,
pada pasien laki-laki tidak bercukur, pada pasien perempuan tidak
berdandan
c. Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai oleh
kemampuan mengambil makan sendiri, makan berceceran dan
makan tidak pada tempatnya
d. Ketidak mampuan eliminasi secara mandiri, ditandai dengan
BAB/BAK tidak pada tempatnya, dan tidak membersihkan diri
dengan baik setelah BAB/BAK (Keliat, 2009).
Apabila kondisi ini dibiarkan berlanjut, maka akhirnya dapat
juga menimbulkan penyakit fisik seperti kelaparan dan kurang gizi,
sakit infeksi saluran pencernaan dan pernafasan serta adanya
penyakit kulit, atau timbul penyakit yang lainnya (Harist, 2011).
D. Masalah keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
Masalah yang ditemukan adalah : Defisit Perawatan Diri (SP 1 Kebersihan
Diri, SP 1 Makan, SP 1 Toileting (BAB / BAK), SP 1 Berhias)
Contoh data yang biasa ditemukan dalam Defisit Perawatan Diri : Kebersihan
Diri adalah :
a) Data Subjektif :
Pasien merasa lemah,malas untuk beraktivitas,dan merasa tidak berdaya
b) Data Objektif :
Rambut kotor acak-acakan,badan dan pakaian kotor serta bau, mulut dan
gigi bau,kulit kusam dan kotor,kuku panjang dan tidak terawat.
c) Mekanisme Koping :
Regresi, penyangkalan, isolasi social menarik diri, intelektualisasi.
Defisit perawatan diri bukan merupakan bagian dari komponen pohon
masalah (causa,core problem,effect) tetapi sebagai masalah pendukung.
a) Effect
b) Core Problem
c) Causa
d) Defisit Perawatan Diri.
E. Diagnosa
a) Defisit Perawatan Diri : Ketidakmampuan merawat kebersihan diri.
F. Intervensi
1. STRATEGI PELAKSANAAN
a. SP-1 Pasien: Defisit Perawatan Diri Pertemuan Ke-1
1) Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien 
Ny. H terlihat duduk di salah satu sudut ruangan sambil menggaruk-
garuk kepala yang terlihat kotor, rambut sebahu dan tidak tertata rapi.
Pakaian yang digunakan Ny. H tidak terpasang dengan benar dan terlihat
banyak robekan. Kuku jari tangan terlihat hitam dan panjang. Gigi Ny.H
terlihat kotor dan mulut Ny. H mengeluarkan bau.
2. Diagnosa Keperawatan: Defisit Perawatan Diri
3. Tujuan Khusus :
a. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri 
b. Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
c. Pasien mampu melakukan makan dengan baik
d. Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
4. Tindakan Keperawatan
a. Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
b. Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri
c. Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
d. Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
e. Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
2. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
a. Orientasi
1) Salam terapeutik
“Selamat pagi, perkenalkan nama saya perawat Sinta. Saya adalah Mahasiswa
Keperawatan UPH yang sedang praktek disini. Saya praktek disini selama 4
hari. Nama kamu siapa ya? Senangnya dipanggil apa? Oh jadi anda senangnya
dipanggil Ny. M saja”.
2) Evaluasi/Validasi
“Saya lihat dari tadi Ny. M menggaruk-garuk kepala, gatal ya?”
3) Kontrak
Topik: “Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang kebersihan diri?”
Waktu:“Mau berapa lama kira-kira kita ngobrolnya? Oke, jadi Ny. M maunya
kita ngobrol-ngobrolnya selama 20 menit ya”.
Tempat:“Baiklah mau dimana kita ngobrolnya Ny. M? Oh jadi kita
ngobrolnya diruang ini saja ya”.
b. Kerja (langkah- langkah tindakan keperawatan)
 “Berapa kali Ny. M mandi dalam sehari? Apakah Ny. M sudah mandi hari
ini? Menurut Ny. M apa kegunaannya mandi? Apa alasan Ny. M sehingga
tidak bisa merawat diri? Menurut Ny. M apa manfaatnya kalau kita menjaga
kebersihan diri? Kira-kira tanda-tanda orang yang tidak merawat diri dengan
baik seperti apa ya? badan gatal, mulut bau, apa lagi?
Kalau kita tidak teratur menjaga kebersihan diri masalah apa menurut Ny. M
yang bisa muncul ? Betul ada kudis, kutu, dsb”
 “Menurut Ny. M mandi itu seperti apa? Sebelum mandi apa yang
biasanya Ny. M persiapkan? Benar sekali, Ny. M perlu menyiapkan pakaian
ganti yang bersih, handuk kering, sikat gigi, odol, shampo dan sabun mandi”
 “Menurut Ny. M tempat mandi dimana? Benar sekali kita mandi di kamar
mandi, bagaimana kalau kita ke kamar mandi sekarang? Saya akan bantu
melakukannya. Pertama kita gosok gigi dulu dengan sikat gigi, ambil sikat
gigi yang sudah di kasih odol kemudian sikat gigi dengan gerakan memutar
dari atas ke bawah kemudian Ny. M berkumur-kumur dengan
air bersih. Bagus sekali, sekarang Ny. M buka pakaian, siram seluruh tubuh
Ny. M dengan air termasuk rambut dan kepala lalu ambil shampoo sedikit
dan gosokkan ke atas kepala Ny. M sampai berbusa lalu bilas sampai bersih.
Bagus sekali Ny. M, sekarang ambil sabun dan gosokan keseluruh tubuh Ny.
M secara merata dan di mulai dari bagian sebelah kanan lalu siram dengan air
sampai bersih, pastikan bersih tidak ada sisa sabun yang menempel. Setelah
selesai di siram dengan air sampai bersih, keringkan tubuh Ny. M dengan
handuk kering yang sudah disiapkan. Bagus sekali Ny. M melakukannya.
Selanjutnya Ny. M menggunakan pakaian bersih yang sudah di siapkan”.
c. Terminasi
1) Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
 Evaluasi klien/subjektif
“Bagaimana perasaan Ny. M setelah mandi dan mengganti pakaian? Coba
Ny. M sebutkan lagi apa saja cara-cara mandi yang baik yang sudah Ny. M
lakukan tadi? Bagus sekali sekarang Ny. M sudah tahu manfaat dan cara
mandi yang baik”.
 Evaluasi perawat/ objektif
“Ternyata Ny. M masih memiliki kemampuan yang baik dalam menjaga
kebersihan diri. Nah, kemampuan ini dapat dilakukan juga di rumah
setelah pulang ya Ny. M”.
2) Rencana lanjut klien
“Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harian. Ny. M Mau berapa kali
sehari mandi dan sikat gigi? Bagus, dua kali yaitu pagi dan sore. Kalau pagi
jam berapa? kalau sore jam berapa? Beri tanda M (mandiri) kalau dilakukan
tanpa disuruh, B (bantuan) kalau diingatkan baru dilakukan dan T (tidak)
tidak melakukan”
3) Kontrak yang akan datang
Topik: “Baik besok kita akan bertemu kembali untuk latihan berdandan”
Waktu: “Kalau begitu kita akan latihan berdandan besok jam 9 pagi setelah
Ny. M melakukan kegiatan mandi”
Tempat : “Ny. M mau kita ketemu dimana? Kita ketemu di dalam kamar Ny.
M besok bagaimana?”
3. SP-2 Pasien : Defisit Perawatan Diri Pertemuan Ke-2
a. Proses Keperawatan
1) Kondisi Klien
Ny. M terlihat duduk disalah satu sudut ruangan sambil memegang rambut
yang basah. Klien terlihat menggunakan pakaian dengan kancing baju
yang tidak terpasang. Klien mengatakan merasa segar setelah mendi.
2) Diagnosa Keperawatan: Defisit Perawatan Diri
3) Tujuan Khusus:
a. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
b. Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
c. Pasien mampu melakukan makan dengan baik
d. Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
4) Tindakan Keperawatan
Membantu klien latihan berhias
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Berhias
b. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1) Orientasi
 Salam Terapeutik
“ Selamat pagi, masih ingat dengan saya Ny. M?
 Evaluasi/Validasi
“Saya lihat dari tadi Ny. M memegang kepala, kenapa Ny. M? Bagaimana
perasaan Ny. M setelah melakukan kegiatan mandi?”
 Kontrak
Topik: “Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang berhias diri?”
Waktu: “Mau berapa lama kira-kira kita ngobrolnya? Oke, jadi Ny. M mau
kita ngobrolnya 20 menit saja ya”.
Tempat: “Baiklah mau dimana kita ngobrolnya Ny. M? Oh jadi kita
ngobrolnya diruang ini saja ya”.
2) Kerja (langkah-langkah tindakan keperawatan)
a) “Bagaimana perasaan Ny. M setelah mandi? Apa yang Ny. M lakukan
setelah mandi? Baiklah sekarang kita akan melakukan latihan berdandan”
b) “Apa Ny. M sudah mengganti baju? Untuk pakaian pilihlah yang bersih
dan kering. Berganti pakaian yang bersih 2 kali sehari. Sekarang coba
Ny. M lakukan menggangti pakaian. Bagus sekali Ny. M kerja yang
bagus. Sekarang setelah menggunakan pakaian yang baik kita akan
latihan berdandan supaya Ny. M tampak rapi dan cantik”
c) “Kira-kira apa alat yang Ny. M butuhkan untuk berdandan? Bagus sekali
Ny. M alat yang digunakan adalah sisir, bedak dan kaca”
d) “Setelah Ny. M memasang pakaian dengan baik sekarang sisir rambut
yang rapi. Bagus Ny. M, sekarang ambil bedak dan bedaki muka Ny. M
rata dan tipis. Bagus sekali Ny. M bisa melakukan nya dengan baik”.
3) Terminasi
a) Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
 Evaluasi klien/subjektif
“Bagaimana perasaan Ny. M setelah latihan berdandan?”
 Evaluasi perawat/objektif
“Ny. M terlihat segar dan cantik”
b) Tindakan lanjut klien
“Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harian. Ny. M sehabis Ny. M
melakukan kegiatan mandi kemudian melakukan cara berdandan yang baik
dan benar sesuai dengan latihan kita hari ini. Beri tanda M (Mandiri) kalau
dilakukan tanpa disuruh, B (Bantuan) kalau diingatkan dan T (Tidak) tidak
melakukan”.
c) Kontrak yang akan datang
Topik: “Baik nanti siang kita akan bertemu kembali untuk latihan cara
makan yang baik dan benar”
Waktu: “Kalau begitu kita akan latihan cara makan nanti siang atau sesuai
jadwal makan Ny. M”
Tempat: “Siang nanti kita latihan makan yang baik diruang makan,
bagaimana menurut Ny. M?”
4. SP-3 Pasien : Defisit Perawatan Diri Pertemuan Ke-3
a. Proses Keperawatan
1) Kondisi klien
Ny. M terlihat duduk disalah satu kursi di dekat meja makan. Ny. M terlihat
rapi dengan rambut yang disisir.
2) Diagnosis Keperawatan: Defisit Keperawatan Diri
3) Tujuan Khusus:
a. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
b. Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
c. Pasien mampu melakukan makan dengan baik
d. Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
4) Tindakan Keperawatan
a. Menjelaskan cara persiapkan makanan
b. Menjelaskan cara makan yang tertib
c. Menjelaskan cara merapikan peralatam makan setelah makan
b. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1) Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat siang Ny. M? bagus sekali Ny. M terlihat rapi siang ini”
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan Ny. M siang hari ini?”
c. Kontrak
Topik: “Bagaimana kalau kita latihan cara makan yang baik?”
Waktu: “Mau berapa lama kira-kira kita ngobrolnya? Oke, jadi kita
ngobrolnya 25 menit saja ya”
Tempat: “kita akan latihan cara makan yang baik langsung diruang makan
saja ya, bagaiman menurut Ny. M?”
2) Kerja (langkah-langkah tindakan keperawatan)
 “Bagaimana menurut Ny. M cara makan yang baik? Bagus Ny. M sebelum
kita makan, kita cuci tangan dengan air sabun dulu ya”
 “Sebelum mencuci tangan dengan air dan sabun, Ny. M bisa mengambil
makanan di atas meja dengan menggunakan piring”
 “Sebelum makan Ny. M dapat berdoa. Bagus sekarang, Ny. M bisa berdoa
sebelum makan. Suap makanan dengan pelan-pelan, ya bagus Ny. M
sekarang sudah bisa melakukan menyuap makanan dengan abik dan
benar”
 “Setelah makan Ny. M harus membereskan piring dan gelas yang kotor,
setelah dibereskan sekarang Ny. M dapat mencuci tangan dengan sapu
tangan yang bersih”
3) Terminasi
a) Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
 Evaluasi klien/subjektif
“Bagaimana perasaan Ny. M setelah latihan cara makan yang baik?”
 Evaluasi perawat/objektif
“Ny. M terlihat rapid an bersih”
b) Rencana tindak lanjut klien
“Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harian. Ny. M sehabis melakukan
mandi kemudian melakukan cara berdandan dan makan yang baik dan benar
sesuai dengan latihan kita hari ini. Beri tanda M (Mandiri) kalau dilakukan
tanpa disuruh, B (Bantuan) kalau diingatkan dan T (Tidak) tidak melakukan”.
c) Kontrak yang akan datang
Topik: “Baik besok kita akan bertemu kembali untuk latihan cara BAK/BAB
yang baik ya Ny. M?”
Waktu: “Kalau begitu kita akan latihan cara BAK/BAB besok jam 10 pagi
atau sesuai jadwal kapan Ny. M merasa ingin BAB/BAK”
Tempat: “Besok kita latihan cara BAB/BAK dengan baik diruangan ini ya
Ny. M?”
5. SP-4 Pasien : Defisit Perawatan Diri Pertemuan Ke-4
a. Proses Keperawatan
1) Kondisi klien
Ny. M terlihat duduk di salah satu sisi kamar. Ny. M terlihat rapi dengan
rambut yang di sisir.
2) Diagnosis Keperawatan: Defisit Perawatan Diri
3) Tujuan Khusus:
 Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
 Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
 Pasien mampu melakukan makan dengan baik
 Pasien mampu melakukan membersihkan tempat BAB/BAK
b. Strategi Komunikas dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1) Orientasi
 Salam Terapeutik
“Selamat siang Ny. M? Sudah dilakukan jadwal harian yang telah kita
lakukan kemarin? Bagus sekali Ny. M dapat melakukan secara mandiri
semua latihan yang telah kita lakukan”
 Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan Ny. M siang hari ini?”
 Kontrak
Topik: “Bagaimana kalau kita latihan cara BAK/BAB yang baik?”
Waktu: “Kita akan membutuhkan waktu sekitar 30 menit, bagaimana
menurut Ny. M?”
Tempat: “Kita akan latihan cara BAB/BAK yang baik jadi kita latihan
langsung di tempat BAB/BAK”
2) Kerja (langkah-langkah tindakan keperawatan)
a) “Menurut Ny. M dimana kita BAB/BAB yang benar? Benar Ny. M kita
BAB/BAK di ruang tertutup dan ada saluran pembuangan kotoran. Jadi kita
tidak boleh BAB/BAK di sembarang tempat”
b) “Sekarang coba Ny. M sebutkan bagaimana cara membersihkan/cebok?
Bagus Ny. M cebok itu adalah cara membersihkan bokong atau tempat
keluar BAB/BAK dengan air yang bersih dan jernih. Setelah Ny. M cebok
pastikan juga tidak ada BAB/BAK yang tersisa di WC dengan cara
menyirami WC dengan air bersih. Setelah di pastikan bokong dan WC
bersih baru Ny. M mencuci tangan dengan air bersih dan sabun”
3) Terminasi
a) Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
 Evaluasi klien/subjektif
“Bagaimana perasaan Ny. M setelah cara BAB/BAK yang baik”
 Evaluasi perawat/objektif
“Ny. M terlihat tersenyum dan wajah yang segar”
b) Tindak lanjut klien
“Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harian. Ny. M sehabis Ny. M
melakukan mandi kemudian melakukan cara berdandan dan cara makan
yang baik dan benar. Jika Ny. M merasakan keinginan BAB/BAK Ny. M
dapat melakukan latihan yang telah kita lakukan. Beri tanda M (Mandiri)
kalau dilakukan tanpa disuruh, B (Bantuan) kalau diingatkan dan T (Tidak)
tidak melakukan”.
c) Kontrak yang akan datang
Topik: “Baiklah Ny. M sekarang kita akhiri pertemuan ini, kalau Ny. M
masih ada yang ingin ditanyakan atau ada masalah yang ingin dibicarakan
boleh kepada perawat lain yang dinas diruangan ini. Saya permisi dulu ya
Ny. M. Selamat siang”.
DAFTAR PUSTAKA
Stuart, W. Gail. (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Singapore: Elsevier
Yusuf, Ah, Rizky Fitryasari PK dan Hanik Endang Nihayati. (2015). Buku Ajar
Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika
Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN(Basic
Course). Jakarta: EGC
Fitria Nita.2009.Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
Dan Srategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan(LP dan SP).Jakarta:Salemba
Medika.
Damaiyanti Mukhripah,dkk.2012.Asuhan Keperawatan Jiwa.Bandung: PT Refika
Aditama
Hoesny, Rezkiyah,.2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Defisit
Perawatan Diri diakses dari http://repositori.uin-alauddin.ac.id/3358/1/Rezkiyah
%20Hoesny.pdf pada 14 Juni 2018
Neri, Silvia,.2018. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan diakses dari
https://www.academia.edu/6822348/STRATEGI_PELAKSANAAN_TINDAKA
N_KEPERAWATAN_SP-1_Pasien_Defisit_Perawatan_Diri_Pertemuan_Ke-1
pada 14 Juni 2018
Shinzu, Bekti,.2018. Defisit Perawatan Diri LP SP diakses dari
https://www.academia.edu/35135428/Defisit_Perawatan_Diri_LP_SP pada 14
Juni 2018
LAPORAN PENDAHULUAN
HDR SITUASIONAL

Diajukan untuk memenuhi tugas dari Stase Keperawatan Jiwa


Dosen Pembimbing : Rudi Alfiansyah, S. Kep.,Ns.,M.Pd

DISUSUN OLEH :

DEWI FAUZIAH
KHGD 20063

STASE KEPERAWATAN JIWA


PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN X
STIKES KARSA HUSADA GARUT
2020
A. MASALAH UTAMA
Harga Diri Rendah Situasional
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Pengertian
a. Harga diri rendah adalah keadaan dimana individu
mengalami/beresiko mengalami evaluasi diri negatif tentang
kemampuan diri (Carpemito, 2007).
b. Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang nilai
personal yang diperoleh dengan menganalisis seberapa baik
perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri (Stuart dan Sundeen,
2007).
c. Gangguan harga diri dapat dijabarkan sebagai perasaan yang
negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, serta
merasa gagal mencapai keinginan (Dalami dkk, 2009).
d. Harga diri rendah situasional adalah perasaan diri/ evaluasi diri
negatif yang berkembang sebagai respon terhadap hilangnya
atau berubahnya perawatan diri seseorang yang sebelumnya
mempunyai evaluasi diri positif dan bila tidak dapat diatasi
dapat menyebabkan harga diri rendah kronis (Suliswati, 2005).
e. Harga diri rendah situasional terjadi bila seseorang mengalami
trauma yang terjadi secara tiba-tiba misalnya harus dioperasi,
kecelakaan, cerai, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan
malu karena sesuatu terjadi, misalnya korban pemerkosaan,
dituduh KKN, dipenjara secara tiba-tiba (Dalami dkk, 2009).
2. Rentang Respon Konsep Diri
Adapun rentang respon gangguan konsep diri: harga diri rendah
adalah transisi antara respons konsep diri adaptif dan maladaptif.
Penjabarannya adalah sebagai berikut.
a. Aktualisasi diri adalah pernyataan tentang konsep diri yang
positif dengan latar belakang pengalaman yang sukses.
b. Konsep diri positif adalah individu mempunyai pengalaman
yang positif dalam perwujudan dirinya.
c. Harga diri rendah adalah keadaan dimana individu mengalami
atau berisiko mengalami evaluasi diri negatif tentang
kemampuan diri.
d. Kekacauan identitas adalah kegagalan individu
mengintegrasikan aspek-aspek identitas masa anak-anak
kedalam kematangan kepribadian oada remaja yang harmonis.
e. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistik dan merasa
asing dengan diri sendiri, yang berhubungan dengan kecemasan,
kesulitan membedakan diri sendiri dari orang lain dan tubuhnya
sendiri tidak nyata dan asing baginya.
3. Faktor Penyebab
a. Faktor predisposisi
1) Faktor yang mempengaruhi harga diri, meliputi penolakan
orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis,
kegagalan yang berulang, kurang memiliki tanggung
jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan ideal
diri yang tidak realistis.
2) Faktor yang memengaruhi performa peran adalah steriotif
peran gender, tuntutan peran kerja, dan harapan peran
budaya. Nilai-nilai budaya yang tidak dapat diikuti oleh
individu.
3) Faktor yang memengaruhi identitas pribadi, meliputi
ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok
sebaya, dan perubahan struktur sosial.
b. Stresor pencetus
Stresor pencetus dapat berasal dari sumber internal dan elsternal,
yaitu sebagai berikut:
1) Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau
menyaksikan peristiwa yang mengancam kehidupan.
2) Ketergantungan peran, berhubungand engan peran atau
posisi yang diharapkan dan individu mengalaminya seperti
frustasi. Ada tiga jenis transisi peran:
a) Transisi peran perkembangan adalah perubahan
normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan.
Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam
kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma
budaya, nilai-nilai, serta tekanan untuk
menyesuaikan diri.
b) Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau
berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran
atau kematian.
c) Transisi peran sehat-sakit, terjadi akibat pergeseran
dari keadaan sehat ke keadaan sakit. Transisi ini
dapat dicetuskan oleh: kehilangan bagian tubuh:
perubahan ukuran, bentuk, penampilan atau fungsi
tubuh; perubahan fisik yang berhubungan dengan
tumbuh kembang normal, prosedur medis, dan
keperawatan.
4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala dari harga diri rendah pada seseorang berbeda-beda
dan bervariasi antara individu satu dengan lainnya, tetapi biasanya
dimanifestasikan sebagai berikut.
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit/ tindakan,
misalnya: malu karena alopesia setelah dilakukan tindakan
kemoterapi.
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri, menyalahkan, mengkritik,
mengejek diri sendiri.
c. Merendahkan martabat: saya tidak bisa, saya bodoh, saya tidak
tahu apa-apa, saya tidak mampu.
d. Gangguan hubungan sosial.
e. Percaya diri kurang, sukar mengambil keputusan.
f. Mencederai diri
g. Mudah marah, mudah tersinggung
h. Apatis, bosan, jenuh dan putus asa
i. Kegagalan menjalankan peran, proyeksi (menyalahkan orang
lain).
Berdasarkan pengertian, rentang respon, penyebab, dan tanda
gejala harga diri rendah di atas, maka dapat disimpulkan proses
terjadinya masalah klien mengalami harga diri rendah situasional
biasanya diakibatkan oleh koping sesorang yang tidak efektif dalam
menghadapai masalah gangguan citra tubuh atau gangguan identitas
personal. Bila, sebagai contoh, seseorang mengalami perubahan fisik
akibat kecelakaan yang menimpa dirinya sehingga salah satu anggota
geraknya harus dilakukan amputasi, maka dalam situasi tersebut
secara tiba-tiba klien merasa harga diri rendah. Bila masalah tersebut
tidak diatasi dengan baik oleh klien kemungkinan akan menyebabkan
seseorang merasa tidak berdaya dan timbul keputusasaan.
Proses terjadinya masalah tersebut secara ringkas dapat
ditampilkan dalam pohon diagnosis.
C. POHON DIAGNOSIS
Keputusasaan

Ketidakberdayaan

Harga Diri Rendah Situasional

Ketidakefektifan Gangguan Citra Gangguan


Keterangan
Koping Tubuh Identitas Personal
: Masalah utama
Tulisan miring : dampak (effek)
Tulisan tegak : penyebab (causa)

D. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


Masalah keperawatan yang mungkin timbul adalah sebagai berikut:
1. Harga diri rendah situasional
2. Keefektifan koping
3. Gangguan citra tubuh
4. Gangguan identitas personal
5. Ketidakberdayaan
6. Keputusasaan
Data yang perlu dikaji untuk klien yang mengalami harga diri rendah
situasional sebagai berikut.
1. Data Sujektif:
Contoh:
“Setelah kaki saya diamputasi saya sudah tidak berharga lagi.”
“Saya tidak mampu menjadi atlet yang dibanggakan keluarga setelah
kehilangan kaki saya.”
“Saya tidak mampu melakukan peran dan fungsi sebagai kepala
keluarga lagi.”
2. Data Objektif:
a. Perasaan negatif terhadap diri sendiri
b. Menarik diri dari kehidupan
c. Kritik terhadap diri sendiri
d. Destruktif terhap diri sendiri dan orang lain
e. Mudah tersinggung/ mudah marah
f. Produktivitas menurun
g. Penolakan terhadap diri sendiri
h. Keluhan fisik
E. DIAGNOSIS KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS
1. Harga diri rendah situasional
2. Ketidakefektifan koping
3. Gangguan citra tubuh
4. Gangguan identitas personal
5. Ketidakberdayaan
6. Keputusasaan
F. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Diagnosa Rencana Tindakan keperawatan Rasional
keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi intervensi
Harga Diri Tujuan jangka Selama 1x45 menit
Rendah panjang : interaksi, klien
Situasional Harga diri klien menunjukkan tanda-tanda
meningkat dalam percaya kepada perawat:
menghadapi masalah Ekspresi wajah bersahabat,
berat yang bersifat menunjukan rasa senang,
tiba-tiba datang diri ada kontak mata, mau
klien.
berjabat tangan, mau
menyebutkan nama, mau
menjawab salam, klien
mau duduk berdampingan
dengan perawat, mau 1. Identifikasi 1. Mendiskusikan
Tujuan jangka mengutarakan masalah kemampuan dan aspek tingkat kemampuan
pendek: yang dihadapi positif yang masih klien seperti menilai
1. Klien dapat dimiliki klien. Untuk realitas, kontrol diri
1. Klien dapat
megidentifikasi dapat membantu klien atau integritas ego
kemampuan dan mengidentifikasi menggungkapkan diperlukan sebagai
aspek positif yang kemampuan dan aspek kemampuan dan aspek dasar asuhan
dimiliki positif yang dimiliki : positf yang dimiliki keperawatannya.
a. Kemampuan yang sperti: mendiskusikan
dimiliki klien. bahwa klien masih
b. Aspek positif memiliki sejumlah
kemampuan dan aspek
keluarga. positif seperti kegiatan
c. Aspek positif dirumah, ada keluarga 2. Keterbukaan dan
2. Klien dapat lingkungan yang dan lingkungan pengertian tentang
menilai terdekat klien kemampuan yang
dimiliki klien.
kemampuan yang dimiliki adalah
dapat digunakan. 2. Membantu klien prasyarat untuk
menilai kemampuan berubah. Pengertian
2. Selama 1x45 menit yang dapat digunakan, tentang kemampuan
interaksi, klien dapat seperti: mendiskusikan yang dimiliki diri
menilai sedikitnya tiga kemampuan yang memotivasi untuk
kemampuan yang dapat masih dapat digunakan tetap
saat ini, bantu klien mempertahankan
digunakan.
3. Klien dapat menyebutkan dan dirinya sendiri.
menetapkan/ memberi penguatan
memilih kegiatan terhadap kemampuan
yang sesuai dengan diri yang diungkapkan 3. Klien adalah
kemampuan klien, perlihatkan individu yang
respon yang kondusif bertanggung jawab
3. Selama 1x45 menit dan menjadi pendengar terhadap dirinya
yang aktif. sendiri. Klien perlu
interaksi, klien dapat
3. Membantu klien dalam bertindak realitas
menetapkan kegiatan memilih/ menetapkan dalam
yang sesuai dengan kegiatan sesuai kehidupannya.
4. Klien dapat kemampuan. kemampuan, seperti: Contoh peran yang
melatih kegiatan mendiskusikan dengan dilihat klien akan
yang sudah dipilih klien beberapa aktivitas memotivasi klien
sesuai yang dapat dilakukan untuk melaksanakan
kemampuan. dan dipilih sebagai kegiatan.
kegiatan yang akan
klien lakukan sehari-
5. Klien dapat 4. Selama 1x45 menit hari, bantu klien
merencanakan menetapkan aktivitas 4. Memberi
interaksi, klien dapat
kegiatan yang mana yang dapat klien kesempatan kepada
sudah dilatih melatih kegiatan yang lakukan secara mandiri, klien mandiri dapat
sudah dipilih sesuai memerlukan bantuan meningkatkan
kemampuan. minimal dari keluarga, motivasi dan harga
dan yang dibantu total. diri klien.
4. Melatih kegiatan klien Reinforcement
5. Selama 1x45 menit yang sudah dipilih positif dapat
sesuai dengan meningkatkan harga
interaksi, klien dapat
kemampuan, seperti: diri klien.
merencanakan kegiatan mendiskusian dengan
yang sudah dilatih. klien untuk 5. Memberikan
menetapkan urutan kesempatan kepada
kegiatan yang akan klien untuk tetap
dilakukan dan klien melakukan kegiatan
memperagakan yang biasa
beberapa kegiatan yang dilakukan.
akan dilakukan.
5. Membantu klien agar
dapat merencanakan
kegiatan sesuai
kemampuannya dan
memberi kesempatan
pada klien untuk
mencoba kegiatan yang
telah dilatih.
G. Intervensi Generalis Pada Pasien
a. Tujuan
1) Klien mampu meningkatkan kesadaran tentang hubungan positif antara
harga diri dan pemecahan masalah yang efektif
2) Klien mampu melakukan keterampilan positif untuk meningkatkan
harga diri
3) Klien mampu melakukan pemecahan masalah dan melakukan umpan
balik yang efektif
4) Klien mampu menyadari hubungan yang positif antara harga diri dan
kesehatan fisik
b. Tindakan Keperawatan
1) Mendiskusikan harga diri rendah : penyebab, proses terjadinya masalah,
tanda dan gejala dan akibat
2) Membantu pasien mengembangkan pola pikir positif
3) Membantu mengembangkan kembali harga diri positif melalui melalui
kegiatan positif
SP1 Pasien: Asesmen harga diri rendah dan latihan melakukan kegiatan
positif:
1) Bina hubungan saling percaya
a) Mengucapkan salam terapeutik, memperkenalkan diri, panggil
pasien sesuai nama panggilan yang disukai
b) Menjelaskan tujuan interaksi: melatih pengendalian ansietas agar
proses penyembuhan lebih cepat
2) Membuat kontrak (inform consent) dua kali pertemuan latihan
pengendalian ansietas
3) Bantu pasien mengenal harga diri rendah:
a) Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan perasaannya.
b) Bantu pasien mengenal penyebab harga diri rendah
c) Bantu klien menyadari perilaku akibat harga diri rendah
d) Bantu pasien dalam menggambarkan dengan jelas keadaan evaluasi
diri yang positif yang terdahulu
4) Bantu pasien mengidentifikasi strategi pemecahan yang lalu, kekuatan,
keterbatasan serta potensi yang dimiliki
5) Jelaskan pada pasien hubungan antara harga diri dan kemampuan
pemecahan masalah yang efektif
6) Diskusikan aspek positif dan kemampuan diri sendiri, keluarga, dan
lingkungan
7) Latih satu kemampuan positif yang dimiliki
8) Latih kemampuan positif yang lain
9)Tekankan bahwa kegiatan melakukan kemampuan positif berguna
untuk menumbuhkan harga diri positif
SP 2 Pasien : Evaluasi harga diri rendah, manfaat latihan
melakukan kemampuan positif 1, melatih kemampuan positif 2
1) Pertahankan rasa percaya pasien
a) Mengucapkan salam dan memberi motivasi
b) Asesmen ulang harga diri rendah dan kemampuan melakukan
kegiatan positif
2) Membuat kontrak ulang: cara mengatasi harga diri rendah
3) Latih kemampuan positif ke 2
4) Evaluasi efektifitas melakukan kegiatan positif untuk
meningkatkan harga diri
5) Tekankan kembali bahwa kegiatan melakukan kemampuan
positif berguna untuk menumbuhkan harga diri
H. Intervensi Generalis Pada Keluarga
a. Tujuan
1) Keluarga mampu mengenal masalah harga diri rendah pada anggota
keluarganya
2) Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami harga
diri rendah
3) Keluarga mampu memfollow up anggota keluarga yang mengalami
harga diri rendah
b. Tindakan Keperawatan
1) Mendiskusikan kondisi pasien: keputusaan, penyebab, proses terjadi,
tanda dan gejala, akibat
2) Melatih keluarga merawat pasien dengan harga diri rendah
3) Melatih keluarga melakukan follow up
SP1 Keluarga: Penjelasan kondisi pasien dan cara merawat:
1. Bina hubungan saling percaya
a) Mengucapkan salam terapeutik, memperkenalkan diri
b) Menjelaskan tujuan interaksi: menjelaskan keputusasaan pasien
dan cara merawat agar proses penyembuhan lebih cepat
2) Membuat kontrak (inform consent) dua kali pertemuan latihan cara
merawat pasien dengan harga diri rendah
3) Bantu keluarga mengenal putus asa pada pasien:
a) Menjelaskan harga diri rendah, penyebab, proses terjadi, tanda
dan gejala, serta akibatnya
b) Menjelaskan cara merawat pasien dengan harag diri rendah:
menumbuhkan harga diri positif melalui melakukan kegiatan
positif
c) Sertakan keluarga saat melatih latihan kemampuan positif
SP 2 Keluarga: Evaluasi peran keluarga merawat pasien, cara
merawat dan follow up
a) Pertahankan rasa percaya keluarga dengan mengucapkan salam,
menanyakan peran keluarga merawat pasien & kondisi pasien
b) Membuat kontrak ulang: latihan lanjutan cara merawat dan follow up
c) Menyertakan keluarga saat melatih pasien melatih kemampuan positif
ke 2
d) Diskusikan dengan keluarga cara perawatan di rumah, follow up dan
kondisi pasien yang perlu dirujuk (kondisi pengabaian diri dan
perawatan dirinya) dan cara merujuk pasien
DAFTAR PUSTAKA

Stuart, (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi : Lima. Jakarta : EGC
Dalami, dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Psikososial.
Jakarta : Trans Info Media.
Suliswati, dkk. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
KECEMASAN

Diajukan untuk memenuhi tugas dari Stase Keperawatan Jiwa


Dosen Pembimbing : Rudi Alfiansyah, S. Kep.,Ns.,M.Pd

DISUSUN OLEH :

DEWI FAUZIAH
KHGD 20063

STASE KEPERAWATAN JIWA


PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN X
STIKES KARSA HUSADA GARUT
2020
1. Pengertian
Ansietas merupakan keadaan ketika individu atau kelompok mengalami
perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivasi sistem saraf autonom dalam
berespons terhadap ancaman yang tidak jelas, nonspesifik (Carpenito, 2007).
Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang
berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak percaya diri. Keadaan emosi ini
tidak memiliki obyek yang spesifik. Ansietas dialami secara subjektif dan
dikomunikasikan secara interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang
merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Ansietas adalah
respon emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas
diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat ansietas yang berat tidak sejalan
dengan kehidupan. (Stuart, 2007).
Rentan Respon Kecemasan
1. Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari
dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan
persepsinya. Ansietas menumbuhkan motivasi belajar serta menghasilkan
pertumbuhan dan kreativitas.
2. Ansietas sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan perhatian pada
hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang mengalami
perhatian yang selektif tetapi dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.
3. Ansietas berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Adanya
kecenderungan untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan
tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi
ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat
memusatkan pada suatu area lain.
4. Tingkat panik dari ansietas berhubungan dengan ketakutan dan merasa diteror,
serta tidak mampu melakukan apapun walaupun dengan pengarahan. Panik
meningkatkan aktivitas motorik, menurunkan kemampuan berhubungan dengan
orang lain, persepsi menyimpang, serta kehilangan pemikiran rasional.
Rentang Respon Ansietas (Stuart, 2007)

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Ringan Sedang Berat Panik


2. Proses Terjadinya Masalah
a. Faktor Predisposisi
Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal ansietas :
1. Dalam pandangan psikoanalitik, ansietas adalah konflik emosional yang
terjadi antara dua elemen kepribadian, id dan superego. Id mewakili
dorongan insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego
mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma –
norma budaya seseorang. Ego atau Aku, berfungsi menengahi
hambatan dari dua elemen yang bertentangan dan fungsi ansietas adalah
mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
2. Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut
terhadap tidak adanya penerimaan dari hubungan interpersonal.
Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan, trauma seperti
perpisahan dan kehilangan, sehingga menimbulkan kelemahan spesifik.
Orang dengan harga diri rendah mudah mengalami perkembangan
ansietas yang berat.
3. Menurut pandangan perilaku ansietas merupakan produk frustasi yaitu
segala produk yang nebgganggu kemampuan seseorang untuk mencapai
tujuan yang diinginkan. Daftar tentang pembelajaran meyakini bahwa
individu yang terbiasa dalam kehidupan dininya dihadapkan pada
ketakutan yang berlebihann lebih sering menunjukkan ansietas pada
kehidupan selanjutnya.
4. Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal
yang biasa ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam
gangguan ansietas dan antara gangguan ansietas dengan depresi.
5. Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus
benzodiazepine. Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas
penghambat dalam aminobutirik. Gamma neuroregulator (GABA) juga
mungkin memainkan peran utama dalam mekanisme biologis
berhubungan dengan ansietas sebagaimana halnya endorfin. Selain itu
telah dibuktikan kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata
sebagai predisposisi terhadap ansietas. Ansietas mungkin disertai
dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang
untuk mengatasi stressor.
b. Faktor Presipitasi
Stressor pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal.
Stressor pencetus dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori :
1. Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan
fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk
melakukan aktivitas hidup sehari - hari. Ancaman terhadap sistem diri
seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri dan fungsi sosial
yang terintegrasi seseorang.
Pohon Masalah Ansietas

Core Problem
Gangguan perilaku : kecemasan
Risiko mencederai diri sendiri,

Koping individu tak efektif


orang lain dan lingkungan

Stressor
3. Data Yang Perlu Dikaji
a. Faktor Predisposisi
Dalam pandangan psikoanalitis, ansietas adalah konflik emosional yang
terjadi antara dua elemen kepribadian : id dan superego. Menurut pandangan
interpersonal, ansietas timbul dari perasan takut terhadap ketidaksetujuan
dan penolakan interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan
perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang
menimbulkan kerentanan tertentu. Menurut pandangan perilaku, ansietas
merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu
kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan Kajian
keluarga menunjukan bahwa gangguan ansietas biasanya terjadi dalam
kelurga. Gangguan ansietas juga tumpang tindih antara gangguan ansietas
dengan depresi
Psikososial:
Konsep diri:
1) Gambaran diri : wajah tegang, mata berkedip-kedip, tremor,
gelisah, keringat berlebihan.
2) Identitas : gangguan ini menyerang wanita daripada pria serta
terjadi pada seseorang yang bekerja dengan sressor yang berat.
3) Peran : menarik diri dan menghindar dalam keluarga / kelompok /
masyarakat.
4) Ideal diri : berkurangnya toleransi terhadap stress, dan
kecenderungan ke arah lokus eksternal dari keyakinan kontrol.
5) Harga diri : klien merasa harga dirinya rendah akibat ketakutan
yang tidak rasional terhadap objek, aktivitas atau kejadian tertentu.
4. Diagnosa Keperawatan
Kecemasan
5. Intervensi
Tindakan Keperawatan untuk Pasien
1. Tujuan
a. Pasien mampu mengenal ansietas.
b. Pasien mampu mengatasi ansietas melalui teknik relaksasi.
c. Pasien mampu memperagakan dan menggunakan teknik relaksasi untuk
mengatasi
ansietas.
2. Tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya.
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien
merasa aman dan nyaman saat berinteraksi. Tindakan yang harus dilakukan dalam
membina hubungan saling percaya adalah sebagai berikut.
1) Mengucapkan salam terapeutik.
2) Berjabat tangan.
3) Menjelaskan tujuan interaksi.
4) Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu pasien.
b. Bantu pasien mengenal ansietas.
1) Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan perasaannya.
2) Bantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan ansietas.
3) Bantu pasien mengenal penyebab ansietas.
4) Bantu pasien menyadari perilaku akibat ansietas.
c. Ajarkan pasien teknik relaksasi untuk meningkatkan kontrol dan rasa percaya
diri.
1) Pengalihan situasi.
2) Latihan relaksasi dengan tarik napas dalam, mengerutkan, dan mengendurkan
otot-otot.
3) Hipnotis diri sendiri (latihan lima jari).
d. Motivasi pasien melakukan teknik relaksasi setiap kali ansietas muncul.
Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Masalah Psikososial: Kecemasan
Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
1. Tujuan:
a. Keluarga mampu mengenal masalah ansietas pada anggota keluarganya.
b. Keluarga mampu memahami proses terjadinya masalah ansietas.
c. Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami ansietas.
d. Keluarga mampu mempraktikkan cara merawat pasien dengan ansietas.
e. Keluarga mampu merujuk anggota keluarga yang mengalami ansietas.
2. Tindakan keperawatan
a. Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
b. Diskusikan tentang proses terjadinya ansietas serta tanda dan gejala.
c. Diskusikan tentang penyebab dan akibat dari ansietas.
d. Diskusikan cara merawat pasien dengan ansietas dengan cara mengajarkan
teknik relaksasi.
1) Mengalihkan situasi.
2) Latihan relaksasi dengan napas dalam, mengerutkan, dan mengendurkan otot.
3) Menghipnotis diri sendiri (latihan lima jari).
e. Diskusikan dengan keluarga perilaku pasien yang perlu dirujuk dan bagaimana
merujuk pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A., Helena, N.C.D., dan Farida, P. 2007. Manajemen Keperawatan


Psikosisial dan Kader Kesehatan Jiwa: CMHN (Intermediate Courese).Jakarta:
EGC.
Stuart dan Laraia. 2005. Principles and Pratice of Psychiatric Nursing, 8thEdition.
St. Louis: Mosby.
Stuart, G. W, dan Sundeen, S. J. 2002.Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Suliswati, dkk. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Varcarolis. 2006. Fundamentalis of Psychiatric Nursing Edisi 5. St.Louis; Elsevier
LAPORAN PENDAHULUAN
KEHILANGAN DAN BERDUKA

Diajukan untuk memenuhi tugas dari Stase Keperawatan Jiwa


Dosen Pembimbing : Rudi Alfiansyah, S. Kep.,Ns.,M.Pd

DISUSUN OLEH :

DEWI FAUZIAH
KHGD 20063

STASE KEPERAWATAN JIWA


PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN X
STIKES KARSA HUSADA GARUT
2020
1. Pengertian
Kehilangan adalah suatu keadaan individu mengalami kehilangan
sesuatu yang sebelumnya ada dan dimiliki. Kehilangan merupakan sesuatu
yang sulit dihindari (Stuart, 2005), seperti kehilangan harta, kesehatan,
orang yang dicintai, dan kesempatan. Berduka adalah reaksi terhadap
kehilangan, yaitu respons emosional normal dan merupakan suatu proses
untuk memecahkan masalah. Seorang individu harus diberikan
kesempatan untuk menemukan koping yang efektif dalam melalui proses
berduka, sehingga mampu menerima kenyataan kehilangan yang
menyebabkan berduka dan merupakan bagian dari proses
kehidupan.Kehilangan dapat terjadi terhadap objek yang bersifat
aktual, dipersepsikan, atau sesuatu yang diantisipasi. Jika diperhatikan
dari objek yang hilang, dapat merupakan objek eksternal, orang yang
berarti, lingkungan, aspek diri, atau aspek kehidupan. Berbagai hal yang
mungkin dirasakan hilang ketika seseorang mengalami sakit apalagi sakit
kronis..
Berduka merupakan respons terhadap kehilangan. Berduka
dikarakteristikkan sebagai berikut.
1. Berduka menunjukkan suatu reaksi syok dan ketidakyakinan.
2. Berduka menunjukkan perasaan sedih dan hampa bila mengingat kembali
kejadian kehilangan.
3. Berduka menunjukkan perasaan tidak nyaman, sering disertai dengan
menangis, keluhan sesak pada dada, tercekik, dan nafas pendek.
4. Mengenang orang yang telah pergi secara terus-menerus.
5. Mengalami perasaan berduka.
6. Mudah tersinggung dan marah.
2. Proses Teerjadinya Masalah
Rentang Respons Emosi
Respon Adaptif Respon Maladaptif

• Menangis, menjerit, menyangkal, • Diam/tidak menangis

menyalahkan diri sendiri, menawar, • Menyalahkan diri berkepanjangan.


bertanyatanya.
• Rendah diri.
• Membuat rencana untuk yang akan
• Mengasingkan diri.
datang.
• Tak berminat hidup.
• Berani terbuka tentang kehilangan.
Situasi emosi sebagai respons kehilangan dan berduka seorang
individu berada dalam rentang yang fluktuatif, dari tingkatan yang adaptif
sampai dengan maladaptif.
3. Fase Kehilangan
Kehilangan meliputi fase akut dan jangka panjang.
1. Fase akut
Berlangsung selama 4 sampai 8 minggu setelah kematian, yang terdiri atas tiga
proses, yaitu syok dan tidak percaya, perkembangan kesadaran, serta restitusi.
a. Syok dan tidak percaya
Respons awal berupa penyangkalan, secara emosional tidak dapat menerima
pedihnya kehilangan. Akan tetapi, proses ini sesungguhnya memang dibutuhkan
untuk menoleransi ketidakmampuan menghadapi kepedihan dan secara perlahan
untuk menerima kenyataan kematian.
b. Perkembangan kesadaran
Gejala yang muncul adalah kemarahan dengan menyalahkan orang lain, perasaan
bersalah dengan menyalahkan diri sendiri melalui berbagai cara, dan menangis
untuk menurunkan tekanan dalam perasaan yang dalam.
c. Restitusi
Merupakan proses yang formal dan ritual bersama teman dan keluarga membantu
menurunkan sisa perasaan tidak menerima kenyataan kehilangan.
2. Fase jangka panjang
a. Berlangsung selama satu sampai dua tahun atau lebih lama.
b. Reaksi berduka yang tidak terselesaikan akan menjadi penyakit yang
tersembunyi dan termanifestasi dalam berbagai gejala fisik. Pada beberapa
individu berkembang menjadi keinginan bunuh diri, sedangkan yang lainnya
mengabaikan diri dengan menolak makan dan menggunakan alkohol.Menurut
Schulz (1978), proses berduka meliputi tiga tahapan, yaitu fase awal,
pertengahan, dan pemulihan.
1. Fase awal
Pada fase awal seseoarang menunjukkan reaksi syok, tidak yakin, tidak percaya,
perasaan dingin, perasaan kebal, dan bingung. Perasan tersebut berlangsung
selama beberapa hari, kemudian individu kembali pada perasaan berduka
berlebihan. Selanjutnya, individu merasakan konflik dan mengekspresikannya
dengan menangis dan ketakutan. Fase ini akan berlangsung selama beberapa
minggu.
2. Fase pertengahan
Fase kedua dimulai pada minggu ketiga dan ditandai dengan adanya perilaku
obsesif. Sebuah perilaku yang yang terus mengulang-ulang peristiwa kehilangan
yang terjadi.
3. Fase pemulihan
Fase terakhir dialami setelah tahun pertama kehilangan. Individu memutuskan
untuk tidak mengenang masa lalu dan memilih untuk melanjutkan kehidupan.
Pada fase ini individu sudah mulai berpartisipasi kembali dalam kegiatan sosial.
Tahapan Proses Kehilangan
Proses kehilangan terdiri atas lima tahapan, yaitu penyangkalan (denial), marah
(anger), penawaran (bargaining),depresi (depression), dan penerimaan
(acceptance) atau sering disebut dengan DABDA. Setiap individu akan melalui
setiap tahapan tersebut, tetapi cepat atau lamanya sesorang melalui bergantung
pada koping individu dan sistem dukungan sosial yang tersedia, bahkan ada
stagnasi pada satu fase marah atau depresi.
Tahap Penyangkalan (Denial)
Reaksi awal seorang individu ketika mengalami kehilangan adalah tidak percaya,
syok, diam, terpaku, gelisah, bingung, mengingkari kenyataan, mengisolasi diri
terhadap kenyataan, serta berperilaku seperti tidak terjadi apa-apa dan pura-pura
senang. Manifestasi yang mungkin muncul antara lain sebagai berikut.
1. “Tidak, tidak mungkin terjadi padaku.”
2. “Diagnosis dokter itu salah.”
3. Fisik ditunjukkan dengan otot-otot lemas, tremor, menarik napas dalam,
panas/dingin dan kulit lembap, berkeringat banyak, anoreksia, serta merasa tak
nyaman.
4. Penyangkalan merupakan pertahanan sementara atau mekanisme pertahanan
(defense mechanism) terhadap rasa cemas.
5. Pasien perlu waktu beradaptasi.
6. Pasien secara bertahap akan meninggalkan penyangkalannya dan
menggunakan pertahanan yang tidak radikal.
7. Secara intelektual seseorang dapat menerima hal-hal yang berkaitan dengan
kematian, tapi tidak demikian dengan emosional.
Tahap Marah (Anger)
Tahap kedua seseorang akan mulai menyadari tentang kenyataan kehilangan.
Perasaan marah yang timbul terus meningkat, yang diproyeksikan kepada orang
lain atau benda di sekitarnya. Reaksi fisik menunjukkan wajah memerah, nadi
cepat, gelisah, susah tidur, dan tangan mengepal. Respons pasien dapat
mengalami hal seperti berikut.
1. Emosional tak terkontrol.
“Mengapa aku?”
“Apa yang telah saya perbuat sehingga Tuhan menghukum saya?”
2. Kemarahan terjadi pada Sang Pencipta, yang diproyeksikan terhadap
orang atau lingkungan.
3. Kadang pasien menjadi sangat rewel dan mengkritik.
“Peraturan RS terlalu keras/kaku.”
“Perawat tidak becus!”
4. Tahap marah sangat sulit dihadapi pasien dan sangat sulit diatasi dari sisi
pandang keluarga dan staf rumah sakit.
5. Perlu diingat bahwa wajar bila pasien marah untuk mengutarakan perasaan
yang akan mengurangi tekanan emosi dan menurunkan stres.
Tahap Penawaran (Bargaining)
Setelah perasaan marah dapat tersalurkan, individu akan memasuki tahap tawar-
menawar. Ungkapan yang sering diucapkan adalah “....seandainya saya tidak
melakukan hal tersebut.. mungkin semua tidak akan terjadi ......”atau “misalkan
dia tidak memilih pergi ke tempat itu ... pasti semua akan baik-baik saja”, dan
sebagainya. Respons pasien dapat berupahal sebagai berikut.
1. Pasien mencoba menawar, menunda realitas dengan merasa bersalah pada
masa hidupnya sehingga kemarahan dapat mereda.
2. Ada beberapa permintaan, seperti kesembuhan total, perpanjangan waktu
hidup, terhindar dari rasa kesakitan secara fisik, atau bertobat.
3. Pasien berupaya membuat perjanjian pada Tuhan. Hampir semua tawar-
menawar dibuat dengan Tuhan dan biasanya dirahasiakan atau diungkapkan
secara tersirat atau diungkapkan di ruang kerja pribadi pendeta.
“Bila Tuhan memutuskan untuk mengambil saya dari dunia ini dan tidak
menanggapi permintaan yang diajukan dengan marah, Ia mungkin akan lebih
berkenan bila aku ajukan permintaan itu dengan cara yang lebih baik.” “Bila saya
sembuh, saya akan…….”
4. Pasien mulai dapat memecahkan masalah dengan berdoa, menyesali
perbuatannya, dan menangis mencari pendapat orang lain.
Tahap Depresi
Tahap depresi merupakan tahap diam pada fase kehilangan. Pasien sadar akan
penyakitnya yang sebenarnya tidak dapat ditunda lagi. Individu menarik diri, tidak
mau berbicara dengan orang lain, dan tampak putus asa. Secara fisik, individu
menolak makan, susah tidur, letih, dan penurunan libido. Fokus pikiran ditujukan
pada orang-orang yang dicintai, misalnya “Apa yang terjadi pada anak-anak bila
saya tidak ada?” atau “Dapatkah keluarga saya mengatasi permasalahannya
tanpa kehadiran saya?” Depresi adalah tahap menuju orientasi realitas yang
merupakan tahap yang penting dan bermanfaat agar pasien dapat meninggal
dalam tahap penerimaan dan damai. Tahap penerimaan terjadi hanya pada
pasien yang dapat mengatasi kesedihan dan kegelisahannya.
Tahap Penerimaan (Acceptance)
Tahap akhir merupakan organisasi ulang perasaan kehilangan. Fokus pemikiran
terhadap sesuatu yang hilang mulai berkurang. Penerimaan terhadap kenyataan
kehilangan mulai dirasakan, sehingga sesuatu yang hilang tersebut mulai
dilepaskan secara bertahap dan dialihkan kepada objek lain yang baru. Individu
akan mengungkapkan, “Saya sangat mencintai anak saya yang telah pergi, tetapi
dia lebih bahagia di alam yang sekarang dan saya pun harus berkonsentrasi
kepada pekerjaan saya.........”Seorang individu yang telah mencapai tahap
penerimaan akan mengakhiri proses berdukanya dengan baik. Jika individu tetap
berada di satu tahap dalam waktu yang sangat lama dan tidak mencapai tahap
penerimaan, disitulah awal terjadinya gangguan jiwa. Suatu saat apabila terjadi
kehilangan kembali, maka akan sulit bagi individu untuk mencapai tahap
penerimaan dan kemungkinan akan menjadi sebuah proses yang disfungsional.
3. Data Yang Perlu Dikaji
Faktor Predisposisi
1. Genetik
Seorang individu yang memiliki anggota keluarga atau dibesarkan dalam keluarga
yang mempunyai riwayat depresi akan mengalami kesulitan dalam bersikap
optimis dan menghadapi kehilangan.
2. Kesehatan fisik
Individu dengan kesehatan fisik prima dan hidup dengan teratur mempunyai
kemampuan dalam menghadapi stres dengan lebih baik dibandingkan dengan
individu yang mengalami gangguan fisik.
3. Kesehatan mental
Individu dengan riwayat gangguan kesehatan mental memiliki tingkat kepekaan
yang tinggi terhadap suatu kehilangan dan berisiko untuk kambuh kembali.
4. Pengalaman kehilangan sebelumnya
Kehilangan dan perpisahan dengan orang berarti di masa kanak-kanak akan
memengaruhi kemampuan individu dalam menghadapi kehilangan di masa
dewasa.
Faktor Presipitasi
Faktor pencetus kehilangan adalah perasaan stres nyata atau imajinasi individu
dan kehilangan yang bersifat bio-psiko-sosial, seperti kondisi sakit, kehilangan
fungsi seksual, kehilangan harga diri, kehilangan pekerjaan, kehilangan peran, dan
kehilangan posisi di masyarakat.
Perilaku
1. Menangis atau tidak mampu menangis.
2. Marah.
3. Putus asa.
4. Kadang berusaha bunuh diri atau membunuh orang lain.
Diagnosa Keperawatan
1. Berduka berhubungan dengan kehilangan aktual.
2. Berduka disfungsional.
3. Berduka fungsional
Perencanaan
Prinsip intervensi
1. Prinsip intervensi keperawatan pada tahap penyangkalan (denial) adalah
memberi kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya dengan cara
berikut.
a. Dorong pasien mengungkapkan perasaan kehilangan.
b. Tingkatkan kesadaran pasien secara bertahap tentang kenyataan kehilangan
pasien secara emosional.
c. Dengarkan pasien dengan penuh pengertian. Jangan menghukum dan
menghakimi.
d. Jelaskan bahwa sikap pasien sebagai suatu kewajaran pada individu yang
mengalami kehilangan.
e. Beri dukungan secara nonverbal seperti memegang tangan, menepuk bahu, dan
merangkul.
f. Jawab pertanyaan pasien dengan bahasan yang sederhana, jelas, dan singkat.
g. Amati dengan cermat respons pasien selama bicara.
2. Prinsip intervensi keperawatan pada tahap marah (anger) adalah dengan
memberikan dorongan dan memberi kesempatan pasien untuk mengungkapkan
marahnya secara verbal tanpa melawan kemarahannya. Perawat harus menyadari
bahwa perasaan marah adalah ekspresi frustasi dan ketidakberdayaan.
a. Terima semua perilaku keluarga akibat kesedihan (marah, menangis).
b. Dengarkan dengan empati. Jangan mencela.
c. Bantu pasien memanfaatkan sistem pendukung.
3. Prinsip intervensi keperawatan pada tahap tawar-menawar (bargaining)
adalah membantu pasien mengidentifikasi perasaan bersalah dan perasaan
takutnya.
a. Amati perilaku pasien.
b. Diskusikan bersama pasien tentang perasaan pasien.
c. Tingkatkan harga diri pasien.
d. Cegah tindakan merusak diri.
4. Prinsip intervensi keperawatan pada tahap depresi adalah mengidentifikasi
tingkat depresi, risiko merusak diri, dan membantu pasien mengurangi rasa
bersalah.
a. Observasi perilaku pasien.
b. Diskusikan perasaan pasien.
c. Cegah tindakan merusak diri.
d. Hargai perasaan pasien.
e. Bantu pasien mengidentifikasi dukungan positif.
f. Beri kesempatan pasien mengungkapkan perasaan.
g. Bahas pikiran yang timbul bersama pasien.
5. Prinsip intervensi keperawatan pada tahap penerimaan (acceptance) adalah
membantu pasien menerima kehilangan yang tidak dapat dihindari dengan cara
berikut.
a. Menyediakan waktu secara teratur untuk mengunjungi pasien.
b. Bantu pasien dan keluarga untuk berbagi rasa.
Tindakan Keperawatan
Tindakan Keperawatan pada Pasien
1. Tujuan
a. Pasien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
b. Pasien dapat mengenali peristiwa kehilangan yang dialami pasien.
c. Pasien dapat memahami hubungan antara kehilangan yang dialami dengan
keadaan dirinya.
d. Pasien dapat mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang dialaminya.
e. Pasien dapat memanfaatkan faktor pendukung.
2. Tindakan
a. Membina hubungan saling percaya dengan pasien.
b. Berdiskusi mengenai kondisi pasien saat ini (kondisi pikiran, perasaan, fisik,
sosial, dan spiritual sebelum/sesudah mengalami peristiwa kehilangan serta
hubungan antara kondisi saat ini dengan peristiwa kehilangan yang terjadi).
c. Berdiskusi cara mengatasi berduka yang dialami.
1) Cara verbal (mengungkapkan perasaan).
2) Cara fisik (memberi kesempatan aktivitas fisik).
3) Cara sosial (sharing melalui self help group).
4) Cara spiritual (berdoa, berserah diri).
d. Memberi informasi tentang sumber-sumber komunitas yang tersedia untuk
saling memberikan pengalaman dengan saksama.
e. Membantu pasien memasukkan kegiatan dalam jadwal harian.
f. Kolaborasi dengan tim kesehatan jiwa di puskesmas.
Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
1. Tujuan
a. Keluarga mengenal masalah kehilangan dan berduka.
b. Keluarga memahami cara merawat pasien berduka berkepanjangan.
c. Keluarga dapat mempraktikkan cara merawat pasien berduka disfungsional.
d. Keluarga dapat memanfaatkan sumber yang tersedia di masyarakat.
2. Tindakan
a. Berdiskusi dengan keluarga tentang masalah kehilangan dan berduka dan
dampaknya pada pasien.
b. Berdiskusi dengan keluarga cara-cara mengatasi berduka yang dialami
oleh pasien.
c. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien dengan
berdukadisfungsional.
d. Berdiskusi dengan keluarga sumber-sumber bantuan yang dapat dimanfaatkan
oleh keluarga untuk mengatasi kehilangan yang dialami oleh pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, BA., Helena, N.C.D., dan Farida P. 2007. Manajemen Keperawatan


Psikosisial dan Kader Kesehatan Jiwa: CMHN (Intermediate Courese). Jakarta:
EGC.
Stuart dan Laraia. 2005. Principles and Pratice of Psychiatric Nursing, 8thEdition.
St.Loius: Mosby.
Stuart, G. W, dan Sundeen, S. J. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Suliswati, dkk. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Varcarolis. 2006. Fundamental of Psychiatric Nursing. Edisi 5. St.Louis: Elsevier.
WHO. 2001. The World Health Reports 2001, Mental Health: New
Understanding, New Hope.
Geneva: WHO
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPUTUSASAAN

Diajukan untuk memenuhi tugas dari Stase Keperawatan Jiwa


Dosen Pembimbing : Rudi Alfiansyah, S. Kep.,Ns.,M.Pd

DISUSUN OLEH :

DEWI FAUZIAH
KHGD 20063

STASE KEPERAWATAN JIWA


PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN X
STIKES KARSA HUSADA GARUT
2020
1. Pengertian
Keputusasaan merupakan keadaan subjektif seorang individu yang melihat
keterbatasan atau tidak ada alternatif atau pilhan pribadi yang tersedia dan tidak
dapat memobilisasi energy yang dimilikinya (NANDA, 2005). Keputusasaan
merupakan keadaan subjektif seorang individu yang melihat keterbatasan atau
tidak ada alternatif atau pilhan pribadi yang tersedia dan tidak dapat memobilisasi
energy yang dimilikinya (NANDA, 2005).
Keputusaasan merupakan perasaan seorang individu yang melihat
keterbatasan atau tidak adanya alternatif atau pilihan dalam menyelesaikan
masalahnya.
2. Tanda dan Gejala
Adapun tanda dan gejala menurut, Keliat (2005) adalah:
b. Ungkapan kliententang situasi kehidupan tanpa harapan dan terasa hampa
(”Saya tidak dapat melakukan sesuatu”)
c. Sering mengeluh dan nampak murung
d. Kurang bicara atau tidak mau berbicara sama sekali
e. Menunjukkan kesedihan, afek datar atau tumpul.
f. Menarik diri dari lingkungan
g. Kontak mata kurang
h. Mengangkat bahu tanda masa bodoh
i. Nampak selalu murung atau blue mood
j. Menurun atau tidak adanya selera makan
k. Peningkatan waktu tidur
l. Penurunan keterlibatan dalam perawatan
m. Bersikap pasif dalam menerima perawatan
n. Penurunan keterlibatan atau perhatian pada orang lain yang bermakna
o. Dapat merupakan lanjutan ansietas
3. Faktor penyebab
Beberapa faktor penyebab orang mengalami keputusasaan yaitu :
a. Faktor kehilangan
b. Kegagalan yang terus menerus
c. Faktor Lingkungan
d. Orang terdekat ( keluarga )
e. Status kesehatan ( penyakit yang diderita dan dapat mengancam jiwa)
f. Adanya tekanan hidup
g. Kurangnya iman
4. Pohon masalah

Ketidakberdayaan

Keputusasaan

Harga diri rendah


(Keliat, 2005)
5. Penatalaksaan medis
a. Psikofarmaka
Terapi dengan obat-obatan sehingga dapat meminimalkan gangguan
keputusasaan.
b. Psikoterapi
adalah terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah
diberikan terapi psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana kemampuan
menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikoterapi
ini bermacam-macam bentuknya antara lain psikoterapi suportif dimaksudkan
untuk memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa
putus asa dan semangat juangnya.
c. Terapi Psikososial
Dengan terapi ini dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi
dengan lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak
tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban keluarga. Penderita
selama menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi
obat psikofarmaka.
d. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan ternyata masih bermanfaat bagi penderita gangguan
jiwa. Dari penelitian didapatkan kenyataan secara umum komitmen agama
berhubungan dengan manfaatnya di bidang klinik. Terapi keagamaan ini berupa
kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa, mamanjatkan puji-pujian
kepada Tuhan, ceramah keagamaan, kajian kitab suci dsb.
e. Rehabilitasi
Program rehabilitasi penting dilakukan sebagi persiapan penempatan
kembali kekeluarga dan masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di lembaga
(institusi) rehabilitasi misalnya di suatu rumah sakit jiwa. Dalam program
rehabilitasi dilakukan berbagai kegiatan antara lain; terapi kelompok, menjalankan
ibadah keagamaan bersama, kegiatan kesenian, terapi fisik berupa olah raga,
keterampilan, berbagai macam kursus, bercocok tanam, rekreasi, dsbnya. Pada
umumnya program rehabilitasi ini berlangsung antara 3-6 bulan. Secara berkala
dilakukan evaluasi paling sedikit dua kali yaitu evaluasi sebelum penderita
mengikuti program rehabilitasi dan evaluasi pada saat si penderita akan
dikembalikan ke keluarga dan ke masyarakat.
6. Intervensi Generalis Pada Pasien:
b. Tujuan:
1) Mampu mengenal masalah keputusasaannya
2) Mampu memberdayakan diri dalam aktivitas
3) Mampu menggunakan keluarga sebagai sumber daya
c.Tindakan Keperawatan
1) Diskusi tentang kejadian yang membuat putus asa,
perasaan/pikiran/perilaku yang berubah
2) Latihan berfikir positif melalui penemuan harapan dan makna hidup
3) Latihan melakukan aktivitas untuk menumbuhkan harapan dan
makna hidup.
SP 1 Pasien : Assesmen keputusasaan dan latihan berfikir positif
melalui penemuan harapan dan makna hidup
1) Bina hubungan saling percaya
c) Mengucapkan salam terapeutik, memperkenalkan diri, panggil
pasien sesuai nama panggilan yang disukai
d) Menjelaskan tujuan interaksi: melatih pengendalian perasaan
putis asa agar proses penyembuhan lebih cepat
2) Membuat kontrak (inform consent) dua kali pertemuan latihan
pengendalian perasaan putus asa
3) Bantu pasien mengenal keputusasaan:
a) Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan
perasaan sedih/ kesendirian/ keputusasaannya.
b) Bantu pasien mengenal penyebab putus asa
c) Diskusikan perbedaan antara perasaan dan pikiran klien
terhadap kondisinya dengan kondisi real kondisi klien
d) Bantu pasien menyadari akibat putus asa
e) Dukung klien untuk mengungkapkan pengalaman yang
mendukung pikiran, perasaan dan perilaku positif
4) Latih restrukturisasi pikiran melalui latihan berpikir positif
dengan mengidentifikasi harapan dan penemuan makna hidup
SP 2 Pasien : Evaluasi keputusaan, manfaat berfikir positif, dan
latihan melakukan aktivitas untuk menumbuhkan harapan dan
makna hidup
1) Pertahankan rasa percaya pasien
a) Mengucapkan salam dan memberi motivasi
b) Asesmen ulang keputusasaan dan kemampuan melakukan
restrukturisasi pikiran
2) Membuat kontrak ulang: cara mengatasi keputusaaan
3) Diskusikan aspek positif diri sendiri, keluarga, dan lingkungan
4) Diskusikan kemampuan positif diri sendiri
5) Latih satu kemampuan positif
6) Tekankan bahwa kegiatan melakukan kemampuan positif
berguna untuk menumbuhkan harapan dan makna hidup
7. Intervensi Generalis Pada Keluarga
a. Tujuan
1) Keluarga mampu mengenal masalah keputusasaan pada anggota
keluarganya
2) Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami
keputusasaan
3) Keluarga mampu memfollow up anggota keluarga yang mengalami
keputusasaan
b. Tindakan Keperawatan
1) Mendiskusikan kondisi pasien: keputusaan, penyebab, proses terjadi,
tanda dan gejala, akibat
2) Melatih keluarga merawat pasien dengan ansietas
3) Melatih keluarga melakukan follow up
SP1 Keluarga: Penjelasan kondisi pasien dan cara merawat:
1) Bina hubungan saling percaya
a) Mengucapkan salam terapeutik, memperkenalkan diri
b) Menjelaskan tujuan interaksi: menjelaskan
keputusasaan pasien dan cara merawat agar proses
penyembuhan lebih cepat
2) Membuat kontrak (inform consent) dua kali pertemuan latihan cara
merawat pasien dengan keputusasaan
3) Bantu keluarga mengenal putus asa pada pasien:
a) Menjelaskan keputusasaan, penyebab, proses terjadi, tanda dan
gejala, serta akibatnya
b) Menjelaskan cara merawat pasien dengan putus asa:
menumbuhkan harapan positif melalui restrukturisasi pikiran
melalui penemuan harapan dan makna hidup serta melatih
kemampuan positif
c) Sertakan keluarga saat melatih restrukturisasi pikiran dan latihan
kemampuan positif
SP 2 Keluarga: Evaluasi peran keluarga merawat pasien, cara
merawat dan follow up
a. Pertahankan rasa percaya keluarga dengan mengucapkan salam,
menanyakan peran keluarga merawat pasien & kondisi pasien
b. Membuat kontrak ulang: latihan lanjutan cara merawat dan follow up
c. Menyertakan keluarga saat melatih pasien melatih kemampuan positif
d. Diskusikan dengan keluarga cara perawatan di rumah follow up dan
kondisi pasien yang perlu dirujuk (muncul ide bunuh diri atau perilaku
pengabaian diri) dan cara merujuk pasien
DAFTAR PUSTAKA
Azis, R. (2003). Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino
Gondoutomo.
Keliat, B.A. (2005). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: EGC
Keliat, B.A., Akemat, Helena, N., Susanti, H., Panjaitan, R.V., Wardani, I, Y.,
dkk. (2006). Modul praktek keperawatan profesional jiwa (MPKP Jiwa).
Jakarta: FIK UI dan WHO
Stuart, G.W. (2007). Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai