Asma
Asma
ASMA BRONKIAL
Oleh :
Kayan Setiawan (0902005081)
Pembimbing :
dr. Tjokorda Istri Anom Saturti,SpPD
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan pengalaman belajar lapangan yang berjudul “Asma
Bronkial” ini tepat waktu. Penulisan responsi kasus ini, merupakan salah satu syarat
dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar. Dalam penyusunan
responsi kasus ini, penulis mendapat bimbingan, saran, serta masukan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada :
1. dr. Tjokorda Istri Anom Saturti selaku pembimbing dalam penyusunan responsi
kasus ini, atas bimbingannya
2. Dokter residen yang bertugas di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, atas masukannya
3. Rekan-rekan dokter muda yang bertugas di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar atas
masukannya.
Penulis menyadari bahwa responsi kasus ini masih jauh dari sempurna, sehingga saran
dan kritik yang membangun, sangat penulis harapkan. Semoga responsi kasus ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
penurunan kira-kira 18% dari FEV 1 selama 10 tahun.Pasien asma yang memiliki
kebiasaan merokok akan mempercepat terjadinya emfisema. Mekanisme yang
mendasari daripada efek rokok pada pasien asma dijelaskan pada tabel 1.1
Kontraksi otot polos saluran napas yang merupakan respon terhadap berbagai
mediator bronkokonstiktor dan neurotransmiter adalah mekanisme dominan terhadap
penyempitan saluran napas dan prosesnya dapat dikembalikan dengan bronkodilator.
Edema pada saluran napas disebabkan kerena adanya proses inflamasi. Hal ini
penting pada eksaserbasi akut. Penebalan saluran napas disebabkan karena
perubahan struktural atau disebut juga ”remodelling”.3 Proses inflamasi kronik pada
asma akan menimbulkan kerusakan jaringan yang secara fisiologis akan diikuti oleh
proses penyembuhan (healing process) yang menghasilkan perbaikan (repair) dan
3
pergantian sel-sel yang mati atau rusak dengan sel-sel yang baru. Proses
penyembuhan tersebut melibatkan perbaikan jaringan yang rusak dengan jenis sel
parenkim yang sama dan pergantian jaringan yang rusak dengan jaringan
penyambung yang menghasilkan jaringan parut. Pada asma kedua proses tersebut
berkontribusi dalam proses penyembuhan dan inflamasi yang kemudian akan
menghasilkan perubahan struktur yang komplek yang dikenal dengan airway
remodelling.2
Inflamasi kronis yang terjadi pada bronkus menyebabkan kerusakan jaringan
yang menyebabkan proses perbaikan (repair) yang terjadi berulang-ulang. Proses
remodeling ini yang menyebabkan terjadinya asma. Namun, pada onset awal
terjadinya proses ini kadang-kadang sebelum disesbkan oleh inflamasi eosinofilik,
dikatakan proses remodeling ini dapat menyebabkan asma secara simultan. Proses
dari remodeling ini dikarakteristikan oleh peningkatan deposisi protein ekstraselular
matrik di dalam dan sekitar otot halus bronkial, dan peningkatan daripada ukuran sel
atau hipertropi dan peningkatan jumlah sel atau hiperplasia.5
4
bertanggungjawab terhadap reaktivitas yang berlebihan atau hiperreaktivitas ini
belum diketahui dengan pasti tetapi mungkin berhubungan dengan perubahan otot
polos saluran napas (hiperplasi dan hipertrofi) yang terjadi secara sekunder yang
menyebabkan perubahan kontraktilitas. Selain itu, inflamasi dinding saluran
respiratorik terutama daerah peribronkial dapat memperberat penyempitan saluran
respiratorik selama kontraksi otot polos.6,7
b. Faktor lingkungan
Rangsangan alergen.
Rangsangan bahan-bahan di tempat kerja.
Infeksi.
Merokok
Obat.
Penyebab lain atau faktor lainnya.
Gejala klinis asma klasik terdiri dari trias sesak nafas, batuk, dan mengi. Gejala
lainnya dapat berupa rasa berat di dada, produksi sputum, penurunan toleransi kerja,
nyeri tenggorokan, dan pada asma alergik dapat disertai dengan pilek atau bersin.
Gejala tersebut dapat bervariasi menurut waktu dimana gejala tersebut timbul
musiman atau perenial, beratnya, intensitas, dan juga variasi diurnal. Timbulnya
gejala juga sangat dipengaruhi oleh adanya faktor pencetus seperti paparan terhadap
alergen, udara dingin, infeksi saluran nafas, obat-obatan, atau aktivitas fisik. Faktor
sosial juga mempengaruhi munculnya serangan pada pasien asma, seperti
karakteristik rumah, merokok atau tidak, karakteristik tempat bekerja atau sekolah,
tingkat pendidikan penderita, atau pekerjaan.4
5
2.5 Diagnosis Asma2,3
Diagnosis asma ditegakkan bila dapat dibuktikan adanya obstruksi jalan nafas
yang reversibel. Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat penyakit/gejala :
- bersifat episodik, reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
- gejala berupa batuk, sesak nafas, rasa berat di dada, dan berdahak.
- gejala timbul/memburuk di malam hari.
- respons terhadap pemberian bronkodilator.
6
i. Rokok
j. Ekspresi emosi yang kuat
6. Keluhan berespon dengan pemberian terapi anti asma
(Sebelum Pengobatan)2
Derajat asma Gejala Gejala malam Faal paru
I. Intermiten Bulanan APE ≥ 80%
Gejala < 1x/minggu ≤ 2x/bulan VEP1 ≥ 80% nilai prediksi
Tanpa gejala diluar serangan APE ≥ 80% nilai terbaik
Serangan singkat Variabilitas APE < 20%
II. Persisten
Ringan Mingguan APE ≥ 80%
Gejala > 1x/minggu, tapi < > 2x/bulan VEP1 ≥ 80% nilai prediksi
1x/hari APE ≥ 80% nilai terbaik
Serangan dapat mengganggu Variabilitas APE 20-30%
aktivitas dan tidur
Membutuhkan bronkodilator
setiap hari
III. Persisten
Sedang Harian APE 60-80%
Gejala setiap hari >1x/minggu VEP1 60-80% nilai prediksi
Serangan menggangu aktivitas APE 60-80% nilai terbaik
dan tidur Variabilitas APE > 30%
7
Membutuhkan bronkodilator
setiap hari
IV. Persisten
Berat Kontinyu APE ≤ 60%
Gejala terus menerus Sering VEP1 ≤ 60% nilai prediksi
Sering kambuh APE≤ 60% nilai terbaik
Aktivitas fisik terbatas Variabilitas APE > 30%
EDUKASI
Edukasi yang diberikan antara lain adalah pemahaman mengenai asma itu
sendiri, tujuan pengobatan asma, bagaimana mengidentifikasi dan mengontrol faktor
8
pencetus, obat-obat yang digunakan berikut efek samping obat, dan juga penanganan
serangan asma di rumah.
A. Pengontrol
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma,
diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol
pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat
pengontrol adalah:
a. Glukokortikosteroid inhalasi
Kortikosteroin inhalasi bertujuan untuk menekan proses inflamasi dan komponen
yang berperan dalam remodeling pada bronkus yang menyebabkan asma. Pada
tingkat vascular, glukokortikosteroid inhalasi bertujuan menghambat terjadinya
hipoperfusi, mikrovaskular, hiperpermeabilitas, pembentukan mukasa udem, dan
pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis).4
9
Glukokortikosteroid inhalasi adalah medikasi jangka panjang yang paling efektif
untuk mengontrol asma. Berbagai penelitian menunjukkan penggunaan steroid
inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan nafas,
mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki
kualitas hidup. Efek samping adalah efek samping lokal seperti kandidiasis
orofaring, disfonia dan batuk karena airitasi saluran nafas atas.
b. Glukokortikosteroid sistemik
Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Kemungkinan digunakan sebagai
pengontrol pada keadaan asma persisten berat, tetapi penggunaannya terbatas
mengingat risiko efek sistemik. Untuk jangka panjang, lebih efektif menggunakan
steroid inhalasi daripada steroid oral selang sehari. Jika steroid oral terpaksa harus
diberikan, maka dibutuhkan selama jangka waktu tertentu. Efek samping jangka
panjang adalah osteoporosis, hipertensi, diabetes, supresi aksis adrenal pituitari
hipotalamus, katarak, glaukoma, obesitas, penipisan kulit, striae, dan kelemahan
otot.
c. Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)
Mekanisme yang pasti belum sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui merupakan
antiinflamasi nonsteroid, menghambat pelepasan mediator dari sel mast melalui
reaksi yang diperantarai IgE yang bergantung pada dosis dan seleksi serta supresi
pada sel inflamasi tertentu (makrofag, eosinofil, monosit), selain juga
kemungkinan menghambat saluran kalsium pada sel target. Pemberiannya secara
inhalasi, digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan. Efek samping
umumnya minimal seperti batuk atau rasa tidak enak obat saat melakukan inhalasi.
d. Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti
antiinflamasi. Sebagai pelega, teofilin/aminofilin oral diberikan
bersama/kombinasi dengan agonis β2 kerja singkat, sebagai alternatif
bronkodilator jika dibutuhkan. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat
digunakan sebagai obat pengontrol, dimana pemberian jangka panjang efektif
mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru. Preparat lepas lambat mempunyai
aksi/waktu kerja yang lama sehingga digunakan untuk mengontrol gejala asma
malam dikombinasi dengan antiinflamasi yang lazim. Efek samping berpotensi
terjadi pada dosis tinggi (≥10 mg/kgBB/hari atau lebih) dengan gejala
gastrointestinal seperti nausea, muntah adalah efek samping yang paling dulu dan
10
sering terjadi. Efek kardiopulmoner seperti takikardi, aritmia dan kadangkala
merangsang pusat nafas. Intoksikasi teofilin dapat menyebabkan kejang bahkan
kematian.
e. Agonis β2 kerja lama
Termasuk agonis β2 kerja lama inhalasi adalah salmoterol dan formoterol yang
mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Agonis β2 memiliki efek relaksasi otot
polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabilitas
pembuluh darah dan memodulasi pelepasan mediator dari sel mast dan basofil.
Pada pemberian jangka lama mempunyai efek antiinflamasi, walau kecil dan
mempunyai efek protektif terhadap rangsang bronkokonstriktor. Pemberian
inhalasi agonis β2 kerja lama menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik
dibandingkan preparat oral. Karena pengobatan jangka panjang dengan agonis β2
kerja lama tidak mengubah inflamasi yang sudah ada, maka sebaiknya selalu
dikombinasi dengan glukokortikosteroid inhalasi, dimana penambahan agonis β2
kerja lama inhalasi akan memperbaiki gejala, menurunkan asma malam,
memperbaiki faal paru, menurunkan kebutuhan agonis β2 kerja singkat (pelega)
dan menurunkan frekuensi serangan asma.
Agonis β2 kerja lama inhalasi dapat memberikan efek samping sistemik
(rangsangan kardiovaskuler, tremor otot rangka dan hipokalemia) yang lebih
sedikit atau jarang daripada pemberian oral.
f. Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.
Mekanisme kerjanya menghambat 5-lipoksigenase sehingga memblok sintesis
semua leukotrien (contohnya zileuton) atau memblok reseptor-reseptor leukotrien
sisteinil pada sel target (contohnya montelukas, pranlukas, zafirlukas).
Mekanisme kerja tersebut menghasilkan efek bronkodilator minimal dan
menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain
bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi.
B. Pelega
a. Agonis β2 kerja singkat
Mempunyai waktu mulai kerja singkat (onset) yang cepat. Formoterol
mempunyai onset cepat dan durasi yang lama. Pemberian dapat secara inhalasi
atau oral, pemberian inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek
11
samping minimal/tidak ada. Mekanisme kerja sebagaimana agonis β2 yaitu
relaksasi otot polos saluran nafas, meningkatkan pembersihan mukosilier,
menurunkan permeabilitas pembuluh darah dan memodulasi pelepasan mediator
dari sel mast dan basofil. Efek sampingnya rangsangan kardiovaskular, tremor
otot rangka dan hipokalemia. Pemberian secara inhalasi jauh lebih sedikit
menimbulkan efek samping.
b. Metilsantin
Termasuk dalam bronkodilator walaupun efek bronkodilatasinya lebih lemah
dibandingkan agonis β2 kerja singkat. Teofilin kerja singkat tidak menambah efek
bronkodilatasi agonis β2 kerja singkat dosis adekuat, tetapi mempunyai manfaat
untuk respiratory drive, memperkuat fungsi otot pernafasan dan mempertahankan
respon terhadap agonis β2 kerja singkat diantara pemberian satu dengan
berikutnya.
c. Antikolinergik
Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek pelepasan
asetilkolin dari saraf kolinergik dari jalan nafas. Menimbulkan bronkodilatasi
dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat
refleks bronkokonstriksi yang disebabkan iritan.. Efek samping berupa rasa kering
di mulut dan rasa pahit.
d. Adrenalin
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat, bila tidak
tersedia agonis β2, atau tidak respon dengan agonis β2 kerja singkat.
Semua tahapan : ditambahkan agonis β2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak > 3-4x/hari
Berat Asma Medikasi Pengontrol Alternatif/Pilihan Lain Alternatif Lain
Harian
Asma Tidak perlu - -
Intermiten
12
Asma Persisten Glukokortikosteroid Teofilin lepas lambat -
Ringan inhalasi (200-400ug
Kromolin
BD/hari atau equivalennya)
Leukotrien modifiers
Asma Persisten Kombinasi inhalasi Kombinasi inhalasi Ditambah agonis
Sedang glukokortikosteroid (400- glukokortikosteroid (400- β2 kerja lama oral,
800ug BD/hari atau 800ug BD/hari atau atau
equivalennya) dan agonis equivalennya) ditambah
Ditambahkan
β2 kerja lama teofilin lepas lambat, atau
teofilin lepas
Kombinasi inhalasi lambat
glukokortikosteroid (400-
800ug BD/hari atau
equivalennya) ditambah
agonis β2 kerja lama oral,
atau
Glukokortikosteroid
inhalasi dosis tinggi
(>800ug BD atau
equivalennya) atau
Glukokortikosteroid
inhalasi (400-800ug BD
atau equivalennya)
ditambah leukotriene
modifiers
Asma Persisten Kombinasi inhalasi Prednisolon/ metil
Berat glukokortikosteroid prednisolon oral selang sehari
(>800ug BD/hari atau 10 mg ditambah agonis β2
equivalennya) dan agonis kerja lama oral, ditambah
β2 kerja lama, ditambah ≥1 teofilin lepas lambat
dibawah ini:
- teofilin lepas lambat
- leukotriene modifiers
- glukokortikosteroid oral
Semua tahapan : bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3 bulan, kemudian
diturunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin dengan kondisi asma tetap terkontrol
13
Cara berbicara Satu kalimat Beberapa kata Kata demi kata
Pulsus - ± + -
paradoksus
10 mmHg 10-20 mmHg > 25 mmHg kelelahan
otot
Mengi Akhir ekspirasi paksa Akhir ekspirasi Inspirasi dan Silent chest
ekspirasi
Tabel 5. Rencana Pengobatan Serangan Asma Berdasarkan Berat Serangan dan Tempat
Pengobatan1
14
nafas - Agonis β2 sc/iv
Nadi > 120 - Adrenalim 1/1000 0,3 mL sc
APE < 60% atau 100 L/dtk
Aminofilin bolus dilanjutkan drip
Oksigen
Kortikosteroid iv
15
Jika asma tidak terkontrol pada pengobatan yang dijalani, maka pengobatan
harus di naikkan. Secara umum, perbaikan harus dilihat selama 1 bulan. Tetapi
sebelumnya harus dinilai tehnik medikasi pasien, kepatuhan dan usaha menghindari
faktor resiko. Jika asma sebagian terkontrol, dipertimbangkan menaikkan
pengobatan yang tergantung pada keefektifan terhadap pengobatan yang ada,
keamanan, dan harga serta kepuasan pasien terhadap pengobataan yang dijalani
pasien. Dan jika, asma berhasil dikontrol selama minimal 3 bulan, pengobatan dapat
diturunkan secara gradual. Tujuan nya adalah mengurangi pengobatan. Monitoring
tetap penting dilakukan setelah asma terkontrol, karena asma dapat tetap dapat
terjadi eksaserbasi apabila kehilangan kontrol.3
16
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Putu Aniati
Umur : 33 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Hindu
Pendidikan : Tamat SLTA
Status : Sudah menikah
Pekerjaan : Petani
Alamat : Jl.Tukad Irawadi No 36E Denpasar
Tanggal MRS : 27 Februari 2013
Tanggal Kunjungan : 13 Maret 2013
II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keadaan sadar ke IRD RSUP Sanglah dengan keluhan
sesak napas. Sesak napas dirasakan sejak 8 jam SMRS (27/2/2013) dan
memberat sejak 2 jam SMRS. Sesak napas yang dirasakan disertai bunyi napas
“ngik-ngik”dan pasien kesulitan untuk menghirup udara hingga pasien
kesulitan untuk tidur. Sesak napas dikatakan lebih baik bila dalam keadaan
duduk dan pasien merasakan sesak napas lebih berat dalam keadaan berbaring.
Sesak napas awalnya disertai dengan batuk-batuk.
Batuk-batuk dirasakan sesaat sebelum sesak nafas dirasakan, batuk yang
dirasakan berdahak, namun dahak dirasakan susah untuk dikeluarkan. Batuk
dirasakan sejak 1 hari sebelum gejala sesak napas, yang semakin memberat
sesaat sebelum sesak napas. Setelah diberikan obat oleh dokter di RSUP
Sanglah, pasien mengatakan dahak mulai keluar sedikit-sedikit dengan warna
dahak dikatakan berwarna putih kekuningan dan sedikit lengket.
Awalnya pasien sempat memeriksakan diri ke klinik dan diberi obat (pasien
tidak mengingat nama obat) tapi keluhan tidak membaik dan semakin
memburuk hingga menganggu tidur pasien.
17
Keluhan lain seperti panas badan, keringat malam hari, penurunan berat badan
dan mual muntah disangkal pasien. BAB dan BAK dirasakan biasa, tidak ada
keluhan lainnya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya sudah beberapa kali mengalami hal yang sama. Sesak
napas seperti saat ini pertama kali dirasakan umur 15 tahun, dan sempat di
rawat di rumah sakit. Setelah itu apabila pasien mengalami keluhan yang sama
pasien hanya mengkonsumsi obat yang didapatkan di puskesmas (pasien tidak
mengingat nama obatnya) dan sesak napas berkurang dengan mengkonsumsi
obat tersebut. Awalnya keluhan ini dirasakan sering oleh pasien, tapi beberapa
tahun terakhir serangan berkurang yaitu sekitar 1 kali sebulan, Pasien
mengatakan sesak napas sering kali kambuh apabila bekerja di tempat dingin/
berdebu. Alergi obat (-), alergi makanan (-).
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat keluarga yang mengalami penyakit asma, alergi makanan , rhinitis
disangkal pasien.
Riwayat Sosial dan Personal
Pasien menyangkal memiliki riwayat merokok , tetapi pasien mengatakan
suaminya merupakan seorang perokok sejak masih muda hingga sekarang,
sedangkan riwayat minum-minuman beralkohol disangkal pasien.
18
Pemeriksaan Umum
Mata : kesan anemis -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor, edema palpebra -/-
THT : Telinga : sekret -/-, hiperemis -/-
Hidung : sekret (-)
Tenggorokan : Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)
Lidah : papil atrofi (-)
Leher : JVP ± 0 cmH2O, kelenjar tiroid normal, pembesaran kelenjar getah
bening (-)
Thorax : Simetris (+), retraksi (-)
Cor :
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus cordis
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V MCL S
kuat angkat (-)
Perkusi : Batas atas jantung ICS II kiri
Batas kanan jantung PSL kanan
Batas kiri jantung MCL kiri ICS V
Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo
Inspeksi : Simetris (+), retraksi (-)
Palpasi : Vocal fremitus N N
N N
N N
Perkusi : Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Abdomen :
Inspeksi : distensi (+), ascites (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
19
Palpasi : Hepar/lien tidak teraba, ginjal tidak teraba balotement (-/-),
nyeri ketok CVA (-/-), nyeri suprapubic (-)
Perkusi : Timpani, ascites shifting dullness (-)
Kesan: Leukositosis
20
Analisis Gas Darah dan Elektrolit (27/02/2013)
RADIOLOGI (21/02/2013)
Thoraks AP:
21
EKG (27/02/2013)
- Irama : Sinus
- Heart rate : 100x per menit, regular
- Axis : Normal
- Gelombang P : Normal
- Interval PR : Normal (3 kotak)
- QRS Complex : ≤ 35 mm
Kesimpulan : Irama sinus normal
Axis normal
SV2 + RV5 ≤ 35 mm
V. DIAGNOSIS KERJA
Serangan Asma Akut Sedang
ISPA
22
VI. PENATALAKSANAAN.
Rencana Terapi:
- IVFD NS 20tpm
- O2 4 liter/menit
- Nebul Combivent @ 6 jam
- Methylprednisolone 2 x 62,5 mg (IV)
- Azytromysin 1 x 500 mg (p.o)
- Ambroxol 3 x CI
Rencana Diagnosis:
- Spirometri
- IgE spesifik
- Kultur sputum/ST
Rencana Monitoring:
- Tanda – tanda vital.
- Keluhan.
- AGD
VII. KIE
Keadaan pasien saat ini dan rencana penatalaksanaan
Upaya mencegah perburukan kondisi dengan cara menghindari faktor pencetus
asma serta gaya hidup sehat.
Melakukan kontrol rutin ke Rumah Sakit untuk mencegah kekambuhan
berulang dari serangan asma.
Pentingnya kepatuhan pengobatan untuk mencegah kekambuhan dan
perburukan kondisi pasien.
23
BAB IV
KUNJUNGAN LAPANGAN
24
Nasi 13-15 sendok nasi 3 kali 21 kali
Mie 2-3 bungkus Tidak tentu 2 kali
Lainnya - - -
Protein
Hewani 5 potong 3 kali 21 kali
Nabati 5 potong Tidak tentu 14 kali
Sayur 2 mangkok 3 kali 21 kali
Buah 1 biji/potong Tidak tentu 2 kali
Lainnya - - -
Menurut pengakuan pasien, dalam sehari pasien makan tiga kali sehari dengan
uraian menu untuk sarapan berupa nasi, sayur dan kadang-kadang tempe atau
tahu. Untuk makan siang dengan menu lengkap seperti nasi, sayur, daging,
begitu juga untuk makan malam. Untuk makanan sehari-hari pasien saat ini
memakan masakan yang dimasak sendiri oleh pasien dirumah karena pasien
terbiasa untuk makan di rumah.
2. Kegiatan fisik
Pasien memiliki kegiatan yang sebagian besar dilakukan diluar rumah, seperti
bertani dan mencari kangkung untuk dijual. Selain itu, pasien juga
menghabiskan waktunya untuk mengurus keluarganya. Pasien mengaku tidak
sempat lagi berolahraga karena mengaku tidak memiliki waktu luang untuk itu.
25
3. Akses ke tempat pelayanan kesehatan
Waktu yang ditempuh pasien dari rumah ke rumah sakit Sanglah sekitar 10
menit, pasien dapat dengan mudah mengunjungi RSUP Sanglah untuk kontrol
dan mengobati penyakitnya. Akses dari rumah pasien menuju Puskesmas
maupun Rumah Sakit Swasta juga sangat dekat.
4. Lingkungan
Pasien tinggal di sebuah rumah sederhana di kawasan Jalan Tukad Irawadi No.
36 E, Denpasar. Di rumah tersebut dihuni oleh 8 orang, yaitu pasien, suami dan
2 anak pasien yang masih kecil, 2 mertua pasien, dan 2 keponakan pasien.
Lingkungan dalam rumah tampak cukup rapi, namun kebersihan rumahnya
sedikit kurang terjaga. Ventilasi dan sirkulasi udara di dalam rumah dan kamar
juga kurang memadai, bahkan bisa dikatakan sangat kurang sehingga ruangan
dan kamar tidur pasien terkesan lembab dan pengap. Sumber masuknya cahaya
matahari pagi dan sore ke dalam rumah tampak masih kurang. Pasien tidur di
dalam kamar yang berukuran cukup sempit dengan jendela tempat masuknya
sinar dan ventilasi yang ditutup dengan menggunakan tripleks sehingga
terlihat gelap dan terasa pengap. Tempat tidur pasien cukup bersih walaupun
terkesan kurang rapi, tampak 1 buah lemari yang cukup besar disamping
tempat tidur pasien. Pasien menggunakan sumber air PDAM untuk air minum,
dan keperluan memasak serta air sumur untuk untuk mandi dan mencuci baju.
Tempat pembuangan sampah menggunakan tempat sampah, di mana kalau
sudah penuh, ada petugas sampah yang mengambil sampah dengan gerobak.
Lingkungan halaman rumah tampak cukup bersih dan rapi.
b. Kebutuhan bio-psikososial
1. Lingkungan biologis
Dalam lingkungan biologis di dalam keluarga pasien ke 2 anak pasien tidak
pernah mengeluh ataupun mengalami keadaan yang sama seperti pasien.
2. Faktor psikososial
Dalam keadaan sakit ini pasien sangat membutuhkan pengertian dan
dukungan dari keluarga, terutama suami pasien yang tinggal serumah.
Keluarga agar senantiasa mengawasi pola kegiatan dan makan pasien, serta
ikut mengawasi segala faktor pemicu yang berhubungan dengan penyakit
alergi maupun asma pasien. Penting juga dari pihak keluarga ikut membantu
26
permasalahan yang dihadapi pasien sehari-hari sehingga turut meringankan
beban pasien.
Saran
1. Memberikan pasien ketenangan dan istirahat yang cukup agar pasien tidak lelah
sehingga dapat mengurangi risiko kekambuhan penyakitnya.
27
2. Keluarga sebaiknya mendukung pengobatan pasien secara psikis, fisik, dan
material sehingga meringankan beban pikiran dan tenaga pasien. Terutama
mengingatkan untuk menghindari faktor-faktor pencetus penyakitnya.
3. Pasien harus rutin berolahraga serta ikut menjaga dirinya agar terhindar dari
paparan faktor pencetus penyakitnya, terutama yang sudah diketahui pasien dan
pernah menimbulkan kekambuhan serangan terhadap diri pasien.
4. Pasien agar lebih mendekatkan diri kepada tuhan dengan rutin melakukan
persembahyangan 3 x sehari sehingga memberikan perasaan tenang, nyaman dan
damai di kehidupan pasien yang sudah senja.
28
29
DAFTAR PUSTAKA
30