Anda di halaman 1dari 5

AKTINOMIKOSIS

Aktinomikosis merupakan infeksi bakteri berbentuk filamen yang bercabang, merupakan bakteri anaerob gram
posistif.
Actinomyces adalah flora normal komponen saprofit rongga mulut. Ditemukan pada kripta tonsilar, plak gigi, dan
kalkulus, sulkus ginggiva, poket periodontal. Pada kripta tonsilaris dapat membentuk koloni yang cukup besar
sehingga dapat dirasakan oleh pasien.
Kebanyakan penyebab dari infeksi ini adalah Actinomyces israelii, diikuti dengan A. Vicosus, A,
naesluindii, A. Odontolycus, A. Meyeri, dan A. Bovis. Bersama dengan arachnia propionica dan bifidobacterium
dentium. Pada kebanyakan kasus merupakan kombinasi sinergi dengan streptococci dan staphylococci. (Neville ,
2002)
Aktinomikosis menyerang pada bagian tertentu dari tubuh ( cervicofacial thoracic, abdomen, dan
pelvis). Pada daerah kepala leher ( Cervicofacial actinomycosis) merupakan manifestasi yang paling sering,
sekitar 50-70% dari kasus yang dilaporkan. Infeksi ini muncul setelah pembedahan di rongga mulut pada
penderita dengan tingkat kebersihan mulut yang rendah.

Lokasi: Kelainan ini dimulai dengan adanya pembengkakan jaringan lunak pada daerah perimandibular, dan
menyebar pada jaringan sekitarnya dan membentuk fistula yang mengeluarkan bahan yang mengandung sulfur
(kuning) granule. Dapat meluas ke arah kranium maupun ke pembuluh darah bila tidak dirawat. (Polenakovik,
2003)

1. Frekuensi
Aktinomikosis secara internasional memiliki prevalensi yang tinggi berkembang didaerah status sosial
ekonominya dan indeks kebersihan mulut yang rendah. Di amerika didaerah Cleveland didapatkan 1:300.000.
Dengan meningkatnya kebersihan mulut dan penggunaan antibiotik yang tepat menyebabkan menurunnya kasus
ini.
Aktinomikosis merupakan proses akut yang progresif, dengan meluas secara lambat yang memberikan
gambaran fibrosis. Diperkirakan 50-70% kasus ini menyerang pada cervicofasial, 15-20% pada sistim pulmoner,
dan 10-20% pada abdomen dan pelvis. (berhubungan dengan pemakaian alat kontrasepsi).
Prevalensi penyakit ini tidak ditemukan perbedaan ras, menyerang segala usia namun kebanyakan kasus
ditemukan pada dewasa muda hingga usia pertengahan (20-50 tahun), dan pada umunya laki-laki lebih banyak
sekitar 3:1 dibandungkan wanita (Polenakovik, 2003).

2. Klasifikasi
Secara umum aktinomikosis dibedakan berdasarkan lokasi infeksi sebagai berikut;
3.1. Aktinomikosis pada cervicofacial
3.2. Aktinomikosis pada thoracic
3.3. Aktinomikosis pada abdominal
3.3. Aktinomikosis pada pelvic

3. Gambaran klinis
Reaksi supuratif dari infeksi memberikan gambaran bintik bintk berwarna kuning yang mengandung
koloni yang disebut sulfur granule. Infeksi lain yang memberikan gambaran ini adalah infeksi botromycosis.
Trauma merupakan jalan masuk untuk infeksi pada daerah cervicofacialis seperti jejas pada jaringan
lunak, poket periodontal, gigi nonvital, soket bekas pencabutan, maupun tonsil yang terinfeksi. Penyebarannya
melalui jalur limfatik maupun vaskular. Gambaran indurasi ”wooden” pada daerah yang fibrosis serta memiliki
daerah pusat abses yang lunak. Infeksi membuat jalur ke arah permukaan membentuk fistula (Gambar 1), rasa
sakit pada umumnya tidak terlalu mengganggu, sehingga pada umunya fistula tampak pada daerah submandibular,
submental dan pipi maupun daerah sudut dari mandibula.
Abses lokal yang tidak terkait dengan proses fibrous kronis di jaringan lunak disebabkan karena
trauma ringan, lidah merupakan lokasi tersering, dibandingkan lokasi di rongga mulut lainnya. Keterlibatan tonsil
biasanya disebabkan karena hiperplasia dari tonsil
Trauma, infeksi periodontal, gigi non vital, dan bekas pencabutan merupakan penyebab dari
osteimyelitis aktinomikosisi yang ditemukan baik pada rahang atas maupun bawah Gambaran radiolusen
dikelilingi radiopak ditemukan dengan maupun tanpa keterlibatan jaringan lunak disekitarnya. Koloni pada
intrabony dari kista dentigerous pernah dilaporkan terlibat. (Polenakovik, 2003)
Radang periapikal dari gigi molar pertama rahang yang gagal dirawat dengan endodontik biasa atas
sering merupakan penyebab drain ke arah sinus, rasa sakit, pembengkakan.

Gambar 1: Klinis aktinimokisis adanya drainase fistula (Neville;2002)

4. Diagnosa (Polenakovik, 2003; Neville;2002)


Cervicofacialis actinomikosis memiliki riwayat perawatan gigi atau trauma pada rongga mulut disertai indeks
kesehatan rongga mulut yang rendah maupun adanya kelainan periodontal. Adanya tidaknya rasa sakit pada
pembengkakan pada daerah submandibula atau perimandibula, dan didapat multiple drain sinus yang mengandung
sulfur granules yang cenderung berulang. Dengan warna kemerahan maupun kebiruan pada kulit disekitarnya
serta adanya kesulitan mengunyah (bila otot pengunyahan terlibat).
Pada pemeriksaan fisik ditemukan beberapa lesi nodular, yang terletak pada daerah sudut mandibula.
Ditemukan beberapa sinus abses hingga ke arah pipi dengan eksudat sulfur granule. Nodule yang lunak pada
tahap awal dan mengeras (Woody) pada tahap lanjut namun tidak ditemukan adanya limfadenopati dan trismus
bila otot pengunyahan terlibat kadang disertai demam.
Secara ideal diagnosa aktinomikosis dapat ditegakkan melalui tes kultur, sekitar 50% kasus disebabkan
pertumbuhan bakteri yang berlebih, berhubungan dengan antibiotik, atau kondisi media anaerob yang tidak
memadai sehingga hasil kultur positif yang cacat. Dugaan positif harus menunjukkan adanya koloni pada materi
biopsi. Untuk mengambil sample digunakan aspirasi dengan fine needle. Sulfur granule jarang ditemukan pada
infeksi selain infeksi dari aktinomikosis sehingga gambaran ini menunjang diagnosa, jika memungkinkan dapat
dilakukan pemeriksaan antiserum fluoresceinconjugated pada granuler yang spesifik untuk mengidentifikasikan
spesies Actinomyces.
Pada pemeriksaa CBC sering menunjukkan anemia dan leukositosis ringan, dengan ESR (Erythrocyte
sedimentation rate) yang sering meninggi, serta peningkatan level alkaline phosphatase bila hepar terlibat.
Untuk pemeriksaan preliminary dilakukan mengamati sulfur granule dengan pewarnaan methylene-blue
dimana menunjukkan gambaran menunjukkan filamen bercabang, gram positif (Gambar 2A dan 2B)
Kultur untuk organisma ini didapat dari pemeriksaan eksudat dari drainase sinus ataupun aspirasi cairan
yang dalam, transport anaerob yang memadai, inkubasi selama 48 jam dan identifikasi membutuhkan waktu
sampai 2-3 minggu. Untuk mempersingkat pemeriksaan dapat dilakukan menggunakan PCR (Poly chain reaction)
dan Nucleid acid probe.
Pada pemeriksaan mikrobiologis ditemukan bakteri yang menyertai kelainan ini, yang paling sering ditemukan
actinobacillus actinomycetemcomitans, diikuti Previtella, Fusibacterium, Bacteriodes, Staphylococcus dan
spesies Streptococcus, dan Enterobacteriaceae bergantung lokasi dari infeksinya.

A B
Gambar 2: Histopatologi aktinimokisis (Roque, 2003)
A dan B Gambaran filamen bercabang pada stain methylene-blue

5. Gambaran Histopatologis (Polenakovik, 2003; Neville;2002)


Karakter aktinomikosis adalah campuran reaksi radang granulomatous dan supurasi yang berproliferasi
pada jaringan penghubung dan ditemukan adanya sulfur granule (ini dapat dilihat dengan mata telanjang dengan
bentuk partikel kuning diameter sekitar 1 mm).
Secara mikroskopis kali dan pada derah infeksi aktif memberikan gambaran tepi yang fibrosis yang
membungkus jaringan radang kronis dan koloni organisma, yang dikelilingi leukosit polymorphonuclear. Koloni ini
terdiri dari filamen berbentuk club yang membentuk patern radiating rosette memberikan gambaran mirip
bunga bloomkol (Gambar 3A).
Pada pembesaran sekitar 100 kali (Gambar 3B) dengan pewarnaan stain eosin, warna basofilik pada
bagian tengah dari inti, dan eosinofilik pada dipinggirnya. Dengan pewarnaan methenamine silver menunjukkan
organisma yang keluar dari eksudat, terdapat rim of neutrophils yang melekat pada tepi organisma ini
menunjukkan filamen bercabang, gram positif, yang disertai adanya bakteri cocci dan batang gram negatif

A B
Gambar 2: Histopatologi aktinimokisis
A. Gambaran mirip bunga bloomkol
B. Gambaran warna basofilik di bagian tengah dari inti, dan eosinofilik pada dipinggirnya.

6. Studi imaging (Polenakovik, 2003)


Studi yang digunakan disini foto polos (Gambar 4A dan 4B) dan CT scan dengan kontras untuk mengamati
keterlibatan jaringan sekitar terhadap infiltrasi pasda jaringan sekitar.
Gambar 4: Imaging (foto polos) (Topazian, 2002)
A. Gambaran foto polos P-A sebelum terapi
B. Gambaran foto polos P-A sesudah terapi antibiotik

7. Diagnosa banding : Abses pada otak, Limfoma, Non-hodgkin, tuberculosis

8. Penatalaksanaan (Polenakovik, 2003; Topazian, 2002; Neville, 2002; Regezi,1999)


Konsentrasi antibiotik yang tinggi digunakan untuk penetrasi ke daerah supurasi dan fibrosis yang luas.
Pada aktinomikosis yang kronis diberikan antibiotik penisilin G dosis tinggi yang cukup panjang 10-20 unit IV 4-6
minggu dilanjutkan penisilin V per oral 4-6 g/hari selama beberapa minggu/bulan (6-12 bulan) atau ampisilin 50
mg/kg berat badan 3 kali sehari selama 6-12 bulan. Untuk penderita yang alergi terhadap penisilin dapat
digantikan dengan doxysiklin 100 mg 2 kali sehari atau ceftriaxone 1 gram sehari selama 6 bulan bila tidak ada
keterlibatan tulang dapat diberikan dalam 2-4 bulan saja, tetrasiklin maupun erythromisin. dan dilakukan
drainase abses serta eksisi dari sinus track.
Pada fokal infeksi dari infeksi akut lokal yang berasal dari gigi dapat dilakukan perawatan konservatif,
tidak dianjurkan infeksi untuk yang kronis dan lebih dalam. Infeksi lokal pada abses lidah, periapikal, dan abses
pericoronal diperlukan pengambilan jaringan terinfeksi dengan pemakaian penisilin sekitar 2-3 minggu.
Pada aktinomikosis cervicofasial penisilin memberikan respon dalam 5-6 minggu. Pada infeksi yang
terletak jauh kedalam membutuhkan waktu sampai 12 minggu.
Terapi antibiotik harus mewakili kuman patogen yang terlibat. Antibiotik yang dapat diberikan seperti;
metronidazole, aminoglycosides, co-trimoxazole, penisilin penicilinase-resistant (methicillin, nafcillin, oxacillin,
cloxacillin, dll)
Tindakan bedah yang dilakukan insisi dan drain dari abses, pembuangan track sinus (Gambar 5) dan
recalcitrant lesi yang fibrosis, dekompresi dari ruang yang terinfeksi. Bila terjadi osteomyelitis dapat dilakukan
sekusterectomi dan sauserisasi.

A B C
Gambar 4: Eksisi dari sinus track
A. Pre operasi (multiple sinus track)
B. Pembuangan sinus track
C. Penutupan luka

9. Komplikasi
Komplikasi pada aktinomikosis dapat menyebabkan osteomyelitis pada mandibula, tulang rusuk dan
tulang belakang. Penyakit pada susunan syaraf pusat, melibatkan abses pada otak; meningitis kronis;
actinomycetoma; cranial, epidural, dan infeksi subdural; and infeksi pada epidural spinal. Endokarditis serta
aktinomikosis disseminasi. (Polenakovik, 2003)

10. Prognosa
Bila aktinomikosis didiagnosa lebih awal dapat diterapi memakai antibiotik prognosanya baik.
Semakin kompleks bentuk dari aktinomikosis membutuhkan antibiotik yang lebih agresif serta tindakan
bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal walaupun terapi ini dapat menyebabkan kematian (Neville, 2003;
Polenakovik, 2003)

11. Daftar pustaka

Neville et all, 2002, Oral and maxillofacial pathology, Second ed, Philadelphia, Saunders.

Polenakovik. H, 2003, Actinomycosis, www. eMedicine - Actinomycosis Article by Hari Polenakovik, MD.htm

Regezi. J. A, Sciubba. J .J, 1999, Oral pathology clinical phatologic correlation, 3ed, Philadelphia: Saunders.

Topazian. R. G, 2002, Oral and maxillofacial infection, 4ed, Philadelphia, Saunders


Roque. M. R, 2003, Actinomycosis, www.eMedicine - Actinomycosis Article by Manolette R Roque, MD.htm

Anda mungkin juga menyukai