FASIALIS
1. Spasium fasialis primer
a. Spasium maksilaris primer
i. Spasium kaninus
ii. Spasium bukalis
iii. Infratemporalis
b. Spasium mandibulais primer
i. Spasium submental
ii. Spasium sublingual
iii. Spasium submandibular
2. Spasium fasialis sekunder
i. Spasium masseter
ii. Spasium pterigomandibular
iii. Spasium temporal
3. Spatium fasialis servikalis
a. Spasium faringeal lateral
b. Spasium retrofaringeal
c. Spasium prevertebra
Terapi infeksi pada spasia selain terapi bedah, juga perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1. Difusi antibiotik ke dalam spasia yang tertutup terbatas oleh karena vaskularisasi yang sedikit. Penetrasi
antibiotik melalui dinding abses yang tebal adalah minimal. Dosis antibiotik rata-rata tidak cukup untuk
infeksi pada spasia.
2. Terapi infeksi spasia bergantung pada drainase yang adekuat, terbuka, dan dependen
3. Insisi bedah yang besar diperlukan untuk memperoleh pembukaan yang adekuat dari kompartemen dalam.
4. Ruang spasia adalah berdekatan dan infeksi menyebar dari satu spasia ke spasia yang lain. Insisi yang
banyak mungkin diperlukan sebab biasanya spasia yang terkena infeksi lebih dari satu.
5. Spasia primer dan sekunder yang terkena infeksi harus didrainase.
6. Anatomi wajah atau leher dapat distorsi/mengalami perubahan karena pembengkakan akibat proses infeksi.
7. Mungkin diperlukan pengulangan insisi.
8. Ruang spasia yang paling umum terlibat infeksi berbahaya adalah spasia submandibular, submental dan
bukal. Berikutnya adalah kompartemen spasia mastikator, lateral pharyngeal, dan spasia temporal. Dan yang
jarang adalah spasia retropharyngeal dan kaninus.
Meskipun dengan observasi dan palpasi kita dapat mengetahui adanya infeksi pada superficial dentoalveolar dan
ruang spasia seperti spasia bukal, kaninus dan submental, tetapi harus juga dicurigai adanya infeksi yang dalam.
Adanya dysphagia, dyspnea, jumlah sel darah putih yang memanjang dan meningkatnya temperatur, dan trismus
memerlukan pemeriksaan imaging spasia yang dalam seperti CT scan dan MRI untuk mengetahui adanya infeksi
superficial atau untuk drainase bedah, juga untuk mengetahui apakah ada keterlibatan spasia sekunder.
(Topazian, 2002, Peterson, 2003).
Ruang masticator yaitu masseteric, pterygoid, and temporal, berbatas jelas tetapi berhubungan satu sama
lainnya dan berhubungan juga dengan ruang bukal, submandibular dan spasia parapharyngeal. Infeksi dapat
terbatas pada masing-masing kompartemen ini atau menyebar dari satu ruang ke lainnya.
Otot mastikasi yang ditutupi oleh spasia yang sebenarnya hanya pada permukaan luar maseter dan permukaan
dalam medial atau internal pterygoid.
Ruang masticator adalah sebagai unit yang dikelilingi oleh spasia, yang mengandung otot-otot mastikasi, arteri
maksilari internal dan nervus mandibula. Bila dibagi-bagi, batas-batas kompartemen maseter adalah otot
maseter lateral, ramus ascendens mandibula medial, yang mana kompartemen pterygoid dibatasi bagian medial
oleh otot pterygoid dan dibagian lateral oleh mandibula. Kedua kompartemen ini berhubungan langsung dengan
pouch superficial dan pouch temporal yang dalam bagian superior, ruang bukal bagian anterior dan ruang
pharyngeal lateral bagian posterior. Dapat terjadi perluasan infeksi ke ruang submandibular dan parotis.
Infeksi pada ruang mastikator paling sering terjadi dari gigi molar, dan penyebab yang paling sering adalah
infeksi gigi molar tiga. Perikoronitis flap gingiva dari gigi molar tiga atau karies yang menyebabkan abses dental
biasanya menjadi salah satu penyebab infeksi ruang mastikator.
Infeksi pada ruang ini juga dapat karena hasil injeksi anastesi blok mandibula yang terkontaminasi, atau infeksi
dapat menyebar ke ruang ini dari ruang yang berdekatan dekat, juga dapat diakibatkan oleh trauma langsung
melalui otot mastikasi atau pembedahan pada daerah mastikator (misalnya setelah membuat flap temporokranial
pada operasi neurosurgery), infeksi ini juga dapat diakibatkan komplikasi sirkumzigomatik wiring pada trauma
wajah bagian tengah.
Infeksi pada ruang infratemporal dapat terjadi akibat hasil operasi temporomandibular joint atau arthroscopy.
Secara klinis trismus adalah tanda dari infeksi spasia mastikator, bila tidak ada trismus, spasia ini tidak
terlibat pada proses infeksi. Kecuali infeksi pada pasien yang imunosupresi tidak menunjukkan tanda radang
atau tanda spesifik adanya infeksi spasia yang dalam.
Pembengkakan bukan tanda utama adanya infeksi ruang mastikator, terutama pada kompartemen masseter. Pada
daerah ini proses infeksi menyebar ke dalam massa otot yang dapat mengaburkan adanya pembengkakan.
Akses bedah ke berbagai kompartemen dari ruang mastikator sulit karena proses infeksi ditahan oleh massa
otot. Drainase keseluruhan ruang mastikator dapat dilakukan dari intraoral tetapi akses dari insisi ekstra
secara teknik lebih mudah dan lebih hati-hati. Pada beberapa pasien pendekatan dari mulut dapat
membahayakan airway post operasi karena adanya perdarahan atau keluarnya nanah dan drain intraoral sulit
dipertahankan dan dapat teraspirasi jika fiksasinya tidak baik.
Kompartemen maseter dan pterygoid dapat dimasuki dengan melakukan insisi pada permukaan superfisial lalu
diseksi tumpul yang dalam dari sudut luar mandibula, hindari percabangan nervus fasialis pada mandibula.
Ruang temporal dapat didrainase secara percutaneous melalui insisi yang sedikit ke posterior ke arkus
zygomatikus. Insisi dilakukan sejajar dengan arkus zygomatikus dan juga sejajar dengan percabangan nervus
fasial pada zygomatikus. Insisi pada spasia temporal ini dapat juga dilakukan dengan insisi Sicher's intraoral.
(Topazian, 2002, Peterson, 2003).
Dibagian anterior ruang sublingual berhubungan dengan ruang submental, yang mana ruang sublingual dapat
terinfeksi dari gigi insisivus pada bagian ini terutama dari infeksi periodontal. Dibagian posterior ruang
sublingual berhubungan dengan ruang pharyngeal lateral, berdekatan dengan tepi posterior otot mylohyoid dan
tulang hyoid.
Ruang submandibula dipisahkan dari lapisan atas ruang sublingual oleh serabut otot mylohyoid. Infeksi
odontogenik pada ruang ini biasanya disebabkan gigi molar kedua dan ketiga mandibula, karena akar gigi ini
berada pada bagian inferior dari garis perlekatan otot mylohyoid, ruang ini berbatasan di bagian lateral oleh
kulit submandibula, spasia superficial, otot platysma, permukaan superficial dari spasia cervical yang dalam, dan
batas bawah mandibula. Ruang submandibula mengandung kelenjar ludah submandibula dan kelenjar limfenya,
arteri fasialis atau arteri maksilari eksternal, bagian proksimal dari duktus Wharton, nervus lingual atau
hypoglossal yang berada pada bagian dalam kelenjar submandibula dan permukaan inferior otot mylohyoid.
Diagnosa dari infeksi ruang submandibula yaitu adanya pembengkakan yang khas, keras atau lunak yang
berhubungan dengan adanya penyakit pada gigi molar mandibula. Infeksi juga dapat dihubungkan dengan adanya
sepsis pada ruang yang berdekatan seperti ruang sublingual, submental atau ruang mastikator . Sebaliknya
infeksi dapat menyebar ke spasia yang berdekatan termasuk ruang pharyngeal. Proses infeksi umumnya
menyebar menyeberangi garis tengah ke ruang submandibula kontralateral. Bila penyebaran terjadi secara
bilateral dan melibatkan kedua ruang submandibula, sublingual dan submental akan menyebabkan Ludwig's
angina.
Diagnosa bandingnya termasuk sialedinitis akut, trauma sublingual atau benda asing, dan limfadenitis
submandibula.
Terapi ruang submandibula yang disebabkan infeksi odontogenik termasuk drainase bedah, antibiotika, dan
perawatan definitif dari infeksi dental primer. Insisi dilakukan dibawah kulit dan sejajar mandibula. Dilakukan
diseksi tumpul dan pada abses yang dalam diprobing ke semua arah, hindari kerusakan pada kelenjar
submandibula, arteri fasialis, dan nervus lingualis.
Yaitu suatu ruang spasia yang potensial yang terdapat di dagu dan dapat terinfeksi langsung dari insisivus
mandibula atau tidak langsung dari ruang submandibula. Ruang submental ini berada dibawah dagu dan
berbatasan diatasnya dengan kulit dan otot mentalis, bagian lateral dengan otot digastricus belli anterior,
bagian dalam dengan otot mylohyoid dan bagian superior dengan spasia servikal yang dalam, otot platisma, spasia
superficial, dan kulit. Infeksi submental dapat menyebar dengan mudah pada ruang submental yang lainnya atau
kedua spasia terinfeksi.
Bila infeksi dari insisivus keluar kearah labial melalui tulang mandibula, bagian bawah perlekatan otot, maka
ruang submental dapat terlibat. Dagu terlihat membengkak, agak keras dan eritematus. Drainase bedah
perkutaneous merupakan pendekatan yang paling efektif. Terapi pada infeksi ruang submental ini dilakukan
insisi horizontal pada bagian yang paling inferior dagu, sejajar garis alami kulit untuk mencegah terbentuknya
jaringan parut yang tidak estetis. Ruang dapat didrainase dari intraoral melalui otot mentalis dan vestibulum
labial, tetapi dengan cara ini tidak bisa dilakukan drainase yang dependen.
DAFTAR PUSTAKA
1. Topazian et al, 2002, Oral and Maxillofacial Infection, 4th ed, WB Saunders Company, Philadelphia
2. Peterson et al, 2003, Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery , 4th ed, St Louis, Mosby Year Book
Inc
3. Pedlar et al, 2001, Oral and Maxillofacial Surgery, Edinburgh, Churchill Livingstone
4. Quinn,Jr etal, 2002, Deep Neck Spaces and Infections , http://www.utmb.edu/otoref/Grnds/Deep-
Neck-Spaces-2002-04/Deep-neck-spaces-2002-04.htm