Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
“PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA”

DISUSUN OLEH:

ALDORA KLARISA BR MILALA


191214148
KELAS D

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
2021
DAFTAR ISI

Daftar isi..............................................................................................................2

BAB I: PENDAHULUAN..................................................................................3
1.1 Latar Belakang.......................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................3

BAB II: PEMBAHASAN...................................................................................4


2.1 Konsep Penegakan Hukum di Indonesia..................................................4
2.2 Lembaga Penegak
Hukum............................................................................4
2.3 Lembaga Peradilan.....................................................................................8

BAB III: PENUTUP.........................................................................................15


3.1 Kesimpulan..................................................................................................15
3.2 Saran............................................................................................................15

Daftar Pustaka..................................................................................................16

2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara hukum. Hal tersebut tertulis secara eksplisit dalam
amandemen UUD NKRI 1945 pada Pasal 1 ayat 3 yang menyatakan bahwa
“Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak
berdasarkan kekuasaan belaka (machtsstat)”.
Gagasan negara hukum ini pertama kali diungkapkan oleh Plato dalam buku
“Nomoi”. Plato menyatakan bahwa penyelenggaraan pemerintahan yang baik
dapat dicapai dengan menempatkan supremasi hukum. Dalam buku tersebut,
dijabarkan tentang gagasan “nomocracy”. Nomocracy berasal dari Bahasa
Yunani yaitu dari kata “nomos” dan “kratos” atau “kratein”. “Nomos” berarti
norma sedangkan “cratos atau kratein” yang artinya pemerintahan. Jadi
berdasarkan istilah, “Nomocracy” berarti penyelenggaraan pemerintahan
berdasarkan norma atau hukum. Istilah nomokrasi terkait dengan gagasan
hukum sebagai kekuasaan tertinggi.
Gagasan Plato tentang negara hukum didukung oleh muridnya. Aristoteles,
yang menuliskan ke dalam bukunya “Politica”. Aristoteles mengemukakan
hukum, adalah bentuk kebijakan kolektif warga negara sehingga peran warga
negara diperlukan untuk membentuk hukum. Menurut Aristoteles menyatakan
negara hukum merupakan negara yang berdiri diatas hukum yang menjamin
keadilan kepada warga negara.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimanakah konsep penegakan hukum di Indonesia?
1.2.2 Apa-apa saja lembaga penegak hukum?
1.2.3 Apa-apa saja lembaga peradilan?
1.3 Tujuan Penulisan
1.2.1 Untuk mengetahui konsep penegakan hukum di Indonesia
1.2.2 Untuk mengetahui apa saja lembaga penegak hukum
1.2.3 Untuk mengetahui apa saja lembaga peradilan
3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Penegakan Hukum di Indonesia


Konstitusi RIS 1945, yaitu UUDS 1950 kemudian menjadi UUD 1945 yang
disahkan pada 18 Agustus 1945, telah memuat konsep negara hukum
sebagaimana terdapat dalam Pasal 4 ayat (l) berbunyi, “Presiden Republik
Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang
Dasar”, Pasal 27 ayat (1) berbunyi, “Segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum
dan pemerintahan itu dengan tidak kecualinya”.
Penjelasan tentang UUD 1945 pada bagian sistem, pemerintahan negara,
menyatakan bahwa:
1. Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan
kekuasaan belaka (machtsstaat).
2. Pemeritahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat
absolute (kekuasaan yang tidak terbatas).
Beberapa ketentuan dalam UUD 1945 hasil perubahan ketiga (2001) yang
memperkuat konsep negara hukum adalah rumusan Pasal l ayat (3) yang
berbunyi, “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Hal itu berarti bahwa
dalam menjalankan tugas tindakan pemerintahan dan rakyat harus berdasarkan
hukum, tidak boleh sewenang-wenang.

2.2 Lembaga Penegak Hukum


Untuk menjalankan hukum sebagaimana mestinya, maka dibentuk beberapa
lembaga aparat penegak hukum, yaitu antara lain: Kepolisian yang berfungsi
utama sebagai lembaga penyidik; Kejaksaan yang fungsi utamanya sebagai
lembaga penuntut; Kehakiman yang berfungsi sebagai lembaga
pemutus/pengadilan; dan lembaga penasihat atau memberi bantuan hukum.
1. Kepolisian
Kepolisian negara ialah alat negara penegak hukum yang terutama bertugas
memelihara keamanan dan ketertiban di dalam negeri. Dalam kaitannya dengan
hukum, khususnya Hukum Acara Pidana, Kepolisian negara bertindak sebagai
penyelidik dan penyidik. Menurut Pasal 4 UU nomor 8 tahun 1981 tentang

4
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Penyelidik adalah setiap
pejabat polisi Negara RI. Penyelidik mempunyai wewenang:
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak
Pidana;
b. Mencari keterangan dan barang bukti;
c. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa
tanda pengenal diri;
d. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan berupa:
a. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan;
b. Pemeriksaan dan penyitaan surat;
c. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
d. Membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik.
Setelah itu, penyelidik berwewenang membuat dan menyampaikan laporan hasil
pelaksanaan tindakan tersebut di atas kepada penyidik.

Selain selaku penyelidik, polisi bertindak pula sebagai penyidik. Menurut Pasal
6 UU No.8/1981 yang bertindak sebagai penyidik yaitu:
a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia;
b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
Undang-Undang.
Penyidik, karena kewajibannya mempunyai wewenang sebagai berikut:
a. Menerima laporan dan pengaduan dari seorang tentang adanya tindak Pidana;
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka;
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

5
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
i. Mengadakan penghentian penyidikan;
j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
2. Kejaksaan
Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia Pasal 1 dinyatakan bahwa “Jaksa adalah pejabat fungsional yang
diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum
dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.”
Jadi, Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan
negara di bidang penuntutan. Sedangkan yang dimaksud penuntutan adalah
tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri
yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Hukum Acara
Pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang
Pengadilan. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka Jaksa (penuntut umum)
berwewenang antara lain untuk:
a. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan;
b. Membuat surat dakwaan;
c. Melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri sesuai dengan peraturan yang
berlaku;
d. Menuntut pelaku perbuatan melanggar hukum (tersangka) dengan hukuman
tertentu;
e. Melaksanakan penetapan hakim, dan lainnya. Yang dimaksud penetapan
hakim adalah hal-hal yang telah ditetapkan baik oleh hakim tunggal maupun
tidak tunggal (majelis hakim) dalam suatu putusan pengadilan. Putusan tersebut
dapat berbentuk penjatuhan Pidana, pembebasan dari segala tuntutan, atau
pembebasan bersyarat.
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan atau penegakan hukum, Kejaksaan
berkedudukan sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan
negara di bidang penuntutan. Berdasarkan Pasal 4 UU No.16 Tahun 2004
tentang “Kejaksaan Republik Indonesia” pelaksanaan kekuasaan negara di
bidang penuntutan tersebut diselenggarakan oleh:

6
a. Kejaksaan Agung, berkedudukan di ibu kota Negara Republik Indonesia dan
daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia.
b. Kejaksaan Tinggi, berkedudukan di ibu kota provinsi dan daerah hukumnya
meliputi wilayah provinsi.
116 Pendidikan Kewarganegaraan
c. Kejaksaan negeri, berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota yang daerah
hukumnya meliputi daerah kabupaten/kota.
Tugas dan wewenang Kejaksaan bukan hanya dalam bidang Pidana, tetapi juga
di bidang Perdata dan Tata usaha negara, di bidang ketertiban dan kepentingan
umum, serta dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada
instansi pemerintah lainnya.
Dalam Pasal 30 UU No.16 Tahun 2004 tentang “Kejaksaan Republik
Indonesia” dinyatakan bahwa di bidang Pidana, kejaksaan mempunyai tugas
dan wewenang:
a. Melakukan penuntutan;
b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan Pidana bersyarat,
putusan Pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
d. Melakukan penyelidikan terhadap tindak Pidana tertentu berdasarkan
Undang-Undang;
e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan
pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat
bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara
atau pemerintah.
Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan turut
menyelenggarakan kegiatan:
(a) Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
(b) Pengamanan kebijakan penegakan hukum;
(c) Pengawasan peredaran barang cetakan;

7
(d) Pengawasan kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan
negara;
(e) Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
(f) Penelitian dan pengembangan hukum serta statik kriminal.
3. Kehakiman
Kehakiman merupakan suatu lembaga yang diberi kekuasaan untuk mengadili.
Adapun Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh
undang-undang untuk mengadili. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 8
Tahun1981 tentang Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengadili
adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa dan memutus
perkara Pidana berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak di sidang
pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang
tersebut.
Dalam upaya menegakkan hukum dan keadilan serta kebenaran, hakim diberi
kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan. Artinya, hakim
tidak boleh dipengaruhi oleh kekuasaan-kekuasaan lain dalam memutuskan
perkara. Apabila hakim mendapat pengaruh dari pihak lain dalam memutuskan
perkara, maka cenderung keputusan hakim itu tidak adil, yang pada akhirnya
akan meresahkan masyarakat dan wibawa hukum dan hakim akan pudar.

2.3 Lembaga Peradilan


1. Kedudukan Lembaga Peradilan
Pengadilan atau lembaga peradilan adalah suatu lembaga penegakan hukum di
Indonesia. Lembaga ini sebagai alat perlengkapan negara yang diberi tugas
mempertahankan tegaknya hukum di Indonesia.
Pengadilan adalah badan atau pejabat yang melaksanakan kekuasaan
kehakiman, hal ini tertuang pada UU No.4 Tahun 2004 tentang kekuasaan
kehakiman. Kekuasaan kehakiman sendiri berarti kekuasaan negara yang
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan yang berdasarkan Pancasila dan demi terselenggaranya negara hukum
Republik Indonesia.
Sedangkan peradilan adalah tugas atau fungsi yang dijalankan oleh pengadilan.
Tugas pokok dari pengadilan adalah menerima, memeriksa, dan mengadili serta
menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya.

8
2. Jenis Lembaga Peradilan di Indonesia
Menurut Pasal 24 UUD 1945, kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya dalam Lingkungan
Peradilan Umum, Lingkungan Peradilan Agama, Lingkungan Peradilan Militer,
Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi.
a. Peradilan Umum
Menurut UU No.8 Tahun 2004, peradilan umum adalah salah satu pelaku
kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Kekuasaan
kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh Pengadilan
Negeri, Pengadilan Tinggi, dan berpuncak pada Mahkamah Agung.
1) Pengadilan Negeri
a) Merupakan pengadilan tingkat pertama.
b) Tersusun dari pimpinan, hakim anggota, panitera sekretaris dan juru sita.
c) Bertugas untuk memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan perkara Pidana
dan perdata di tingkat pertama.
d) Memiliki wewenang mengadili segala perkara mengenai tindak Pidana yang
dilakukan dalam daerah hukumnya.
e) Daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten dan berkedudukan di ibu kota
kabupaten/kota.
f) Terbentuk dengan Keputusan Presiden atau keppres.
2) Pengadilan Tinggi
a) Merupakan pengadilan tingkat banding.
b) Susunan terdiri atas pemimpin, hakim anggota, panitera dan sekretaris.
c) Tugas dan wewenang sebagai berikut:
1) Mengadili perkara yang diputuskan oleh pengadilan negeri dalam daerah
hukumnya yang dimintakan banding.
2) Mengadili tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili
antara pengadilan negeri di daerah hukumnya.

9
d) Daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi dan berkedudukan di ibukota
provinsi.
3) Mahkamah Agung
a) Telah diatur dalam UU No.5 Tahun 2004 (perubahan dari UU No.14 Tahun
1970) tentang Mahkamah Agung.
b) Susunan MA terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera dan sekretaris
jendral.
c) Memiliki wewenang:
1) Mengadili tingkat kasasi.
2) Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap
undang-undang.
d) Kedudukan berada di ibu kota Negara.
b. Peradilan Agama
Peradilan Agama telah diatur dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama. Menurut Undang-Undang tersebut, Peradilan Agama
merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari
keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur
dalam undang-undang tersebut. Terdiri atas pengadilan agama, pengadilan
tinggi agama, dan berpuncak pada Mahkamah Agung.
1) Pengadilan Agama
a) Pengadilan tingkat pertama dan dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden
(keppres).
b) Susunan terdiri dari: pimpinan, hakim anggota, panitera,
120 Pendidikan Kewarganegaraan
sekretaris dan juru sita.
c) Kedudukannya berada pada daerah kota atau ibu kota kabupaten.
2) Pengadilan Tinggi Agama
a) Merupakan peradilan tingkat banding dan dibentuk dengan undang-undang.
b) Susunannya terdiri dari: pimpinan, hakim anggota, panitera, dan sekretaris.
c) Kedudukan berada pada ibu kota provinsi.
c. Peradilan Tata Usaha
10
Diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 (perubahan atas Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986) tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Menurut
UU No.9 Tahun 2004, peradilan tata usaha negara adalah salah satu pelaku
kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa tata usaha
negara.
Sengketa tata usaha negara sendiri berarti sengketa yang timbul dalam bidang
tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau
pejabat tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Kekuasaan kehakiman di lingkungannya meliputi pengadilan tata usaha
negara, pengadilan tinggi tata usaha negara, dan berpuncak pada Mahkamah
Agung.
1) Pengadilan Tata Usaha Negara
a) Merupakan pengadilan tingkat pertama.
b) Kedudukan di ibu kota kabupaten/kota.
c) Dibentuk dengan Keputusan Presiden.
d) Susunan terdiri atas: pimpinan, hakim anggota, panitera, dan sekretaris.
2) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
a) Merupakan pengadilan tingkat banding.
b) Kedudukan di ibu kota provinsi.
Bab 7. Penegakan Hukum 121
c) Dibentuk dengan undang-undang.
d. Peradilan Militer
Peradilan militer telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997.
Peradilan militer adalah badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di
lingkungan militer.
Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer meliputi:
1) Pengadilan Militer
Pengadilan militer memeriksa dan memutus pada tingkat pertama Pidana yang
terdakwanya adalah:
a) Prajurit yang berpangkat kapten ke bawah.
b) Yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan prajurit.

11
c) Seseorang yang atas keputusan panglima dengan persetujuan menteri
kehakiman harus diadili oleh pengadaan militer.
2) Pengadilan Militer Tinggi
Pengadilan militer tinggi mempunyai kekuasaan sebagai berikut:
a) Memeriksa dan memutus perkara yang terdakwanya adalah:
1) Prajurit yang berpangkat mayor ke bawah.
2) Yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan prajurit.
3) Seseorang yang atas keputusan panglima dengan persetujuan menteri
kehakiman harus diadili oleh pengadilan militer tinggi.
b) Memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara Pidana yang telah
diputuskan oleh pengadilan militer dalam daerah hukumnya yang dimintakan
banding.
c) Memutus pada tingkat pertama dan terakhir sengketa, mengadili antara
pengadilan militer dalam daerah hukumnya.
122 Pendidikan Kewarganegaraan
3) Pengadilan Militer Utama
Pengadilan militer utama memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara
Pidana sengketa tata usaha angkatan bersenjata yang telah diputus pada tingkat
pertama oleh pengadilan militer tinggi yang dimintakan banding.
4) Pengadilan Militer Pertempuran
Pengadilan militer pertempuran memeriksa serta memutus pada tingkat pertama
dan terakhir perkara Pidana yang dilakukan oleh mereka sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang peradilan militer.
Pengadilan militer-militer pertempuran bersifat mobilisasi mengikuti gerakan
pasukan dan berkedudukan serta bertempat hukum di daerah pertempuran.
3. Tingkat Peranan dan Fungsi Lembaga Peradilan
a. Pengadilan Tingkat Pertama (Pengadilan Negeri)
Pengadilan tingkat pertama dibentuk oleh menteri kehakiman atas persetujuan
Mahkamah Agung. Fungsi pengadilan tingkat pertama adalah memeriksa
tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan yang diajukan oleh
tersangka keluarganya atau kuasanya kepada ketua pengadilan dengan
menyebut alasan-alasannya.

12
Wewenang pengadilan tingkat pertama adalah memeriksa dan memutuskan
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang, khususnya tentang:
1) Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau
penghentian tuntutan.
2) Ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya
dihentikan pada tingkat penyidikan dan penuntutan.
b. Pengadilan Tingkat Kedua (Pengadilan Tinggi)
Fungsi pengadilan tingkat kedua adalah sebagai berikut:
1) Menjadi pimpinan bagi pengadilan-pengadilan negeri di dalam wilayah
hukumnya.
2) Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan negeri di daerah wilayah
hukumnya dan menjaga supaya peradilan itu diselesaikan dengan seksama dan
sewajarnya.
3) Mengawasi dan meneliti perbuatan para hakim Pengadilan Negeri di wilayah
hukumnya.
4) Untuk kepentingan negara dan keadilan, Pengadilan Tinggi dapat
memberikan peringatan, teguran dan petunjuk yang dipandang perlu kepada
Pengadilan Negeri dalam daerah hukumnya.
c. Mahkamah Agung
Mahkamah Agung memiliki fungsi sebagai berikut:
1) Sebagai puncak segala peradilan dan sebagai peradilan tertinggi untuk semua
lingkungan dan memberi pimpinan kepada pengadilan yang bersangkutan.
2) Melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua
lingkungan peradilan dan menjaga peradilan agar terselenggara dengan seksama
dan sewajarnya.
3) Mengawasi perbuatan para hakim di semua lingkungan peradilan.
4) Memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang dipandang perlu.
4. Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial
Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial adalah lembaga
negara yang berkaitan dengan pelaksanaan kekuasaan kehakiman.
a. Mahkamah Agung (UU No.5 Tahun 2004)

13
Merupakan lembaga RI yang melaksanakan kekuasaan yudikatif.
1) Berhak memberi pertimbangan dalam bidang hukum kepada presiden
mengenai pemberian/penolakan grasi.
2) Berhak mengadakan kasasi atau pembatalan terhadap putusan atau penetapan
dalam tingkat akhir dari pengadilan.
3) Memiliki wewenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan
perundangan di bawah undang-undang.
4) Bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus:
a) Permohonan kasasi.
b) Sengketa kewenangan mengadili.
c) Permohonan peninjauan kembali keputusan pengadilan yang memperoleh
kekuatan hukum yang pasti.
b. Mahkamah Konstitusi (UU No. 24 Tahun 2003)
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan. Mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya
bersifat final untuk:
1) Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945.
2) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara.
3) Memutus pembubaran partai politik.
4) Memutus perselisihan tentang pemilu.
5) Memberi putusan atas pendapat DPR atau (Impeachment) bahwa presiden
dan/atau wakil presiden diduga telah melakukan penyelenggaraan hukum
berupa pengkhianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak Pidana berat
lainnya, perbuatan tercela, tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau
wakil presiden (Pasal 7B (1) UUD 1945).

c. Komisi Yudisial (UU No.22 Tahun 2004)


Komisi Yudisial adalah lembaga yang dibentuk berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman. Lembaga ini dibentuk berdasarkan Pasal 24B UUD 1945 yang
berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung, dan wewenang lain untuk
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim.

14
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keadilan adalah prasyarat tercapainya kebahagiaan warga negaranya. Untuk itu
hukum dan peraturan harus mencerminkan keadilan bagi warga negara. Negara
hukum adalah di mana negara tersebut diperintah oleh pemikiran yang adil dan
tertuang dalam peraturan hukum. Pemerintah hanyalah organ negara yang
menjalankan hukum demi keadilan warga negara.

3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa penulisan masih jauh 
dari kata sempurna, di masa yang akan datang penulis akan lebih berhati-hati
dalam menjelaskan tentang makalah dengan sumber-sumber yang lebih banyak
dan dapat lebih dipertanggung jawabkan. Penulis berharap makalah ini dapat
berguna bagi pembaca.

15
DAFTAR PUSTAKA

https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/9724/41.%20Wid
ayati.pdf?sequence=1&isAllowed=y

https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/9722/39.%20Ucu
k%20Agiyanto.pdf?sequence=1&isAllowed=y

https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/0d6bd9bee04901755c4fcfff89
14d41f.pdf

16

Anda mungkin juga menyukai