Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
“Esensi dan Urgensi Konstitusi Bagi Kehidupan Bernegara”

DISUSUN OLEH:

ALDORA KLARISA BR MILALA


191214148
Kelas D

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
2021
DAFTAR ISI

Daftar isi..............................................................................................................2

BAB I: PENDAHULUAN..................................................................................3
1.1 Latar Belakang.......................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................4

BAB II: PEMBAHASAN...................................................................................5


2.1 Negara...........................................................................................................5
2.2 Konstitusi....................................................................................................10
2.3 Konstitusi dan
Negara.................................................................................15

BAB III: PENUTUP.........................................................................................18


3.1 Kesimpulan..................................................................................................18
3.2 Saran............................................................................................................18

Daftar Pustaka..................................................................................................19

2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara umum Negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Bahkan, setelah abad pertengahan yang
ditandai dengan ide demokrasi dapat dikatakan tanpa konstitusi Negara tidak
mungkin terbentuk. Konstitusi merupakan hukum dasarnya suatu Negara.
Dasar-dasar penyelenggaraan bernegara didasarkan pada konstitusi sebagai
hukum dasar. Negara yang berlandaskan kepada suatu konstitusi dinamakan
Negara konstitusional. Akan tetapi, untuk dapat dikatakan secara ideal sebagai
Negara konstitusional maka konstitusi Negara tersebut harus memenuhi sifat-
sifat dan ciri-ciri dari konstitusionalisme. Jadi Negara tersebut harus menganut
gagasan tentang konstitusionalisme. Konstitusionalisme sendiri merupakan
suatu ide, gagasan, atau paham. Oleh sebab itu, bahasan tentang negara dan
konstitusi pada bab ini terdiri atas konstitusionalisme, konstitusi Negara, UUD
1945 sebagai Konstitusi Negara Republik Indonesia, dan Sistem ketatanegaraan
Indonesia. Manusia hidup bersama dalam berbagai kelompok yang beragam
latar belakangnya.
Mula-mula manusia hidup dalam sebuah keluarga. Lalu berdasarkan
kepentingan dan wilayah tempat tinggalnya, ia hidup dalam kesatuan sosial
yang   disebut masyarakat dan pada akhirnya menjadi bangsa. Bangsa adalah
kumpulan masyarakat yang membentuk suatu negara. Berkaitan dengan tumbuh
kembangnya bangsa, terdapat berbagai teori besar dari para ahli untuk
mewujudkan suatu bangsa yang memiliki sifat dan karakter sendiri. Istilah
bangsa memiliki berbagai makna dan pengertiannya yang berbeda-beda. Bangsa
merupakan terjemahan dari kata “nation” (dalam bahasa inggris). Kata nation
bermakna keturunan atau bangsa.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah pengertian Negara?
1.2.2 Apa saja pengertian Konstitusi?
1.2.3 Apakah hubungan Konstitusi dan Negara?

3
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian Negara
1.3.2 Untuk mengetahui pengertian Konstitusi
1.3.3 Untuk memahami hubungan Konstitusi dan Negara

4
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Negara
1. Pengertian Negara
Ada beberapa pendapat ahli tentang pengertian negara antara lain yaitu:
a. Aristoteles menyebut negara itu sebagai sekumpulan dari beberapa
keluarga dan desa dalam menempuh kehidupannya yang baik.
b. Plato mengatakan bahwa negara itu manusia dalam jumlah besar yang
terus berkembang, maju dan melakukan evolusi.
c. Meriam Budiardjo yang dimaksud dengan negara adalah Suatu daerah
dimana ada penduduk yang dipimpin oleh pejabat yang dapat
menjalankan kekuasaannya yang memaksa warga untuk mematuhinya.
d. Prof R. Djokoseotono S. H: negara merupakan suatu organisasi yang
terdiri dari beberapa manusia yang dipimpin oleh pemerintah yang sama.

Secara historis pengertian negara senantiasa berkembang sesuai dengan


kondisi masyarakat pada saat itu. Aristoteles merumuskan negara dalam
politika, yang disebutnya sebagai negara polis, dan pada saat itu dipahami
negara masih dalam suatu wilayah yang kecil. Dalam pengertian itu negara
disebut sebagai negara hukum yang di dalamnya terdapat sejumlah warganegara
yang ikut dalam permusyawaratan.
Sedangkan menurut Nicollo Machiaveli memandang Negara dari sudut
kenyataan bahwa dalam suatu negara harus ada sesuatu kekuasaan yang dimiliki
oleh seorang pemimpin negara atau raja. Sebagai pemegang kekuasaan negara
tidak mungkin hanya mengandalkan kekuasaan hanya pada suatu moralitas atau
kesusilaan timbul dalam suatu negara karena lemahnya kekuasaan negara
(Kaelan, 2010:76).
Sebagai pengertian umum dapat dikatakan bahwa negara adalah suatu daerah
teritorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil
menuntut dari warganegaranya ketaatan pada peraturan perundang-
undangannya melalui penguasaan (kontrol) monopolistik dari kekuasaan yang
sah. Negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik
politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintahan
yang berada di wilayah tersebut. Negara juga merupakan suatu wilayah yang

5
memiliki suatu sistem atau aturan yang berlaku bagi semua individu di wilayah
tersebut, dan berdiri secara independen.
Semua negara memiliki unsur-unsur yang mutlak harus ada. Unsur-unsur
negara meliputi wilayah atau daerah teritorial yang sah, rakyat yaitu suatu
bangsa sebagai bangsa sebagai pendukung pokok negara dan tidak terbatas
hanya pada salah satu etnis saja, serta pemerintahan yang sah diakui dan
berdaulat (Kaelan, 2010:78).

2. Sifat-Sifat Negara
Negara mempunyai sifat-sifat khusus yang merupakan manifestasi dari
kedaulatan yang dimilikinya dan yang hanya terdapat pada negara saja dan tidak
terdapat pada asosiasi atau organisasi lainnya. Umumnya dianggap bahwa setiap
negara mempunyai sifat memaksa, sifat monopoli dan sifat mencakup semua.
a. Sifat Memaksa.
Agar peraturan perundang-undangan dan dengan demikian penertiban dalam
masyarakat tercapai serta timbulnya anarki dapat dicegah, maka negara
memiliki sifat memaksa, dalam arti mempunyai kekuasaan untuk memakai
kekerasan fisik secara legal. Sarana untuk itu adalah polisi, tentara, dan
sebagainya. Organisasi dan asosiasi yang lain dari negara juga mempunyai
aturan; akan tetapi aturan-aturan yang dikeluarkan oleh negara lebih mengikat.
b. Sifat Monopoli.
Negara mempunyai monopoli dalam menetapkan tujuan bersama dari
masyarakat. Dalam rangka ini negara dapat menyatakan bahwa suatu aliran
kepercayaan atau aliran politik tertentu dilarang hidup dan disebarluaskan, oleh
karena dianggap bertentangan dengan tujuan masyarakat.
c. Sifat Mencakup Semua.
Semua peraturan perundang-undangan (misalnya keharusan membayar pajak)
berlaku untuk semua orang tanpa terkecuali. Keadaan demikian memang perlu,
sebab kalau seseorang dibiarkan berada di luar ruang-lingkup aktivitas negara,
maka usaha negara ke arah tercapainya masyarakat yang dicita-citakan akan
gagal. Lagi pula, menjadi warganegara tidak berdasarkan kemauan sendiri
(involuntary membership) dan hal ini berbeda dengan asosiasi lain di mana
keanggotaan bersifat suka rela. (Budiarjo, 2010: 40).

6
3. Unsur Pembentuk Negara
Negara merupakan suatu organisasi di antara sekelompok atau beberapa
kelompok manusia yang secara bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu
dengan mengakui adanya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan
keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang ada di
wilayahnya. Secara umum negara dapat diartikan sebagai suatu organisasi
utama yang ada di dalam suatu wilayah karena memiliki pemerintahan yang
berwenang dan mampu untuk turut campur dalam banyak hal dalam bidang
organisasi-organisasi lainnya. Terdapat beberapa elemen yang berperan dalam
membentuk suatu negara yaitu:
a. Penduduk.
Dengan penduduk suatu negara dimaksudkan semua orang yang pada suatu
waktu mendiami wilayah negara. Mereka itu secara sosiologis lazim disebut
“rakyat” dari negara itu. Rakyat dalam hubungan ini diartikan sebagai
sekumpulan manusia yang dipersatukan oleh suatu rasa persamaan dan yang
bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu. Ditinjau dari suatu hukum,
rakyat merupakan warganegara suatu negara. Rakyat (warganegara) adalah
substratum (dasar) personil dari negara.
b. Wilayah.
Wilayah dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu darat, laut dan udara. Darat
memiliki garis batas atau perbatasan dengan wilayah negara lain yang dijaga
dengan sangat ketat. Laut termasuk ada danau, selat, teluk dan sungai memiliki
teritorial dan di luar itu disebut laut bebas. Udara berada diatas laut dan darat
dan perbatasan udara juga memiliki daerah teritorial yang diawasi dengan ketat.
Selain tiga bagian wilayah tersebut, ada juga yang disebut daerah konvensional
yaitu daerah yang menurut kebiasaan internasional adalah milik suatu negara
walaupun wilayah itu tidak ada dalam negara tersebut (di luar batas negara).
Tanpa warganegara, negara akan merupakan suatu fiksi besar. Jika penduduk
adalah substratum personil suatu negara, maka wilayah adalah landasan materiil
atau landasan fisik negara. Sekelompok manusia dengan pemerintahan tidak
dapat menimbulkan negara, apabila kelompok itu tidak sedentair (menetap)
pada suatu wilayah tertentu. Bangsa-bangsa yang nomadis tidak mungkin
mendirikan negara, sekalipun sudah mengakui segelintir orang-orang sebagai
penguasa. Luas wilayah negara ditentukan oleh pembatasan-pembatasannya dan
di dalam batas-batas ini negara menjalankan yurisdiksi teritorial atas orang dan
benda yang berada di dalam wilayah itu, kecuali beberapa golongan orang dan

7
benda yang dibebaskan dari yurisdiksi itu, misalnya perwakilan diplomatik
negara asing dengan harta benda mereka.
c. Pemerintahan.
Pemerintah juga merupakan salah satu di antara tiga unsur konstitutif negara.
Sekalipun telah ada sekelompok individu yang mendiami suatu wilayah, namun
belum juga diwujudkan suatu negara, jika tidak ada segelintir orang yang
berwenang mengatur dan menyusun bersama itu. Pemerintah adalah organisasi
yang mengatur dam memimpin negara. Tanpa pemerintah tidak mungkin negara
itu berjalan dengan baik. Pemerintah menegakkan hukum dan memberantas
kekacauan, mengadakan perdamaian dan menyelaraskan kepentingan-
kepentingan yang bertentangan.
Pemerintah adalah badan yang mengatur urusan sehari-hari, yang menjalankan
kepentingan-kepentingan bersama. Pemerintah melaksanakan tujuan-tujuan
negara, menjalankan fungsi-fungsi kesejahteraan bersama. Untuk menjalankan
fungsi-fungsinya dengan baik dan efektif, pemerintah menggunakan atribut
hukum dari negara, yakni kedaulatan. Pada pemerintahan kedaulatan sebagai
atribut negara harus dikonkretkan. Kekuasaan pemerintah biasanya di bagi atas
legislatif, eksekutif dan yudikatif.
d. Pengakuan Internasional (secara de facto maupun de jure).
Pengakuan yang diberikan oleh suatu negara kepada negara lain yang telah
memenuhi unsur-unsur negara, seperti ada pemimpin, rakyat dan wilayahnya.
Berdasarkan sifatnya, pengakuan de facto bersifat tetap, yakni pengakuan dari
negara lain dapat menimbulkan hubungan bilateral di bidang perdagangan dan
ekonomi untuk tingkat diplomatik belum dapat dilaksanakan.
Pengakuan de facto ini berkaitan dengan pengakuan kedaulatan de facto suatu
negara, menunjuk pada adanya pelaksanaan kekuasaan secara nyata dalam
masyarakat yang dinyatakan merdeka atau telah memiliki independensi.
Kekuasaan yang nyata dalam masyarakat yaitu di mana masyarakat telah tunduk
pada kekuatan penguasa secara nyata yang di sebut de facto. Kekuasaan yang
diperoleh penguasa secara murni dari masyarakat atau kehendak masyarakat
(hal ini pernah terjadi pada kasus Timor-Timur tahun 1975), yang saat itu
sebagian besar rakyat Timor-Timur secara sadar memilih penguasa pemerintah
Indonesia berkuasa atasnya, dan dinyatakan pemerintah Indonesia mempunyai
pengakuan kedaulatan de facto atas Timor Timur secara sah.
Pengakuan de jure adalah pengakuan terhadap suatu negara secara resmi
berdasarkan hukum dengan segala konsekuensi atau pengakuan secara

8
internasional. Berdasarkan sifatnya pengakuan de jure dibagi menjadi dua,
yakni:
a. Tetap, ini berlaku untuk selama-lamanya sampai waktu yang tidak terbatas.
b. Penuh, ini mempunyai dampak dibukanya hubungan bilateral di tingkat
diplomatik dan Konsul, sehingga masing-masing negara akan menempatkan
perwakilannya di negara tersebut yang biasanya dipimpin oleh seorang duta
besar yang berkuasa penuh.

4. Tujuan dan Fungsi Negara


Negara dapat dipandang sebagai asosiasi yang hidup dan bekerjasama dan
mengejar beberapa tujuan negara. Dapat dikatakan bahwa tujuan terakhir setiap
negara ialah menciptakan kebahagiaan bagi rakyatnya (bunum publicum,
common good, common weal). Menurut Roger H. Saltou tujuan negara ialah
memungkinkan rakyatnya berkembang serta menyelenggarakan daya ciptanya
sebebas mungkin. Dan menurut Harold J. Laski menciptakan di mana rakyatnya
dapat mencapai terkabulnya keinginan-keinginan secara maksimal.
Tujuan Negara Republik Indonesia sebagai tercantum di dalam pembahasan
Undang-Undang Dasar 1945 ialah: untuk membentuk suatu pemerintahan
negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial dengan
berdasar kepada ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan
suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Adapun teori-teori tujuan negara sebagai berikut:


1. Teori Kekuasaan.
Shang Yang mengemukakan bahwa untuk memperoleh kekuasaan yang
sebesar-besarnya dengan cara menjadikan rakyatnya miskin, lemah dan bodoh.
Kemudian Machiavelli, kekuasaan yang digunakan untuk mencapai kebesaran
dan kehormatan negara, dibenarkan bertindak kejam dan licik.
2. Teori Perdamaian Dunia.

9
Dante Allegieri, menciptakan perdamaian dunia, yang dapat dicapai apabila
seluruh negara berada dalam suatu kerajaan dunia (imperium dengan Undang-
Undang yang seragam bagi semua negara).
3. Teori Jaminan Hak dan Kebebasan.
Immanuel Kant dan Kranenburg, hak dan kebebasan warga negara terjamin, di
dalam negara harus dibentuk peraturan perundang-undanganImmanuel Kant,
perlu dibentuk negara hukum klasik (Negara sebagai penjaga malam).

Kranenburg, menghendaki di bentuknya negara hukum modern (welfare


state). Terlepas dari ideologinya, negara menyelenggarakan beberapa fungsi
minimum yang mutlak perlu yaitu:
a. Melaksanakan ketertiban (Law and Order) untuk mencapai tujuan bersama
dan mencegah bentrokan-bentrokan dalam masyarakat, maka negara harus
melaksanakan penertiban. Dan dapat dikatakan bahwa negara bertindak sebagai
“Stabilisator”.
b. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
c. Pertahanan; hal ini diperlakukan untuk menjaga kemungkinan serangan dari
luar. Untuk ini negara dilengkapi dengan alat pertahanan.
d. Menegakkan keadilan hal ini dilaksanakan melalui badan-badan pengadilan.
Sarjana lain, Carles E. Merriam menyebutkan lima fungsi negara yaitu:
keamanan eksternal, ketertiban internal, keadilan, kesejahteraan umum,
kebebasan. Keseluruhan fungsi negara tersebut diselenggarakan oleh
pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.

2.2 Konstitusi
1. Pengertian Konstitusi
Setiap negara modern dewasa ini senantiasa memerlukan suatu sistem
pengaturan yang dijabarkan dalam suatu konstitusi. Oleh karena itu,
Konstitusionalisme mengacu pada pengertian sistem institusionalisasi secara
efektif dan teratur terhadap suatu pelaksanaan pemerintahan. Dengan lain
perkataan untuk menciptakan suatu tertib pemerintahan diperlukan pengaturan
sedemikian rupa, sehingga dinamika kekuasaan dalam proses pemerintahan
dapat dibatasi dan dikendalikan (Hamilton,1913:255).

10
Basis pokok konstitusionalisme adalah kesepakatan umum atau
persetujuan di antara mayoritas rakyat mengenai bangunan yang diidealkan
berkaitan dengan negara. Organisasi negara itu diperlukan oleh warga
masyarakat politik agar kepentingan mereka bersama dapat dilindungi atau
dipromosikan melalui pembentukan dan penggunaan mekanisme yang disebut
negara (Andrews, 1968:9).
Konstitusi menurut pengertian yang pertama diartikan sebagai nama bagi
ketentuan-ketentuan yang menyebut hak-hak dan kekuasaan dari orang-orang
tertentu, keluarga-keluarga tertentu yang berkuasa atau suatu badan-badan
tertentu. Contoh pada masa-masa pemerintahan kerajaan yang bersifat absolut,
konstitusi dapat diartikan sebagai “kekuasaan yang dimiliki perorangan yang
tidak terbatas dari seorang raja.” Konstitusi dalam pengertian yang kedua,
menurut pendapat Sovernin Lohman, meliputi tiga unsur, yaitu:
a. Konstitusi yang merupakan perwujudan dari perjanjian beberapa orang atau
masyarakat atau dikenal dengan kontrak sosial, artinya konstitusi merupakan
hasil atau konklusi dari kesepakatan masyarakat untuk membentuk suatu negara
dan pemerintahan yang berdaulat, dapat mengatur kehidupan mereka.
b. Konstitusi yang diartikan sebagai piagam yaitu sesuatu yang menjamin
adanya hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh warga negara dengan
pembatasan akan hak dan kewajiban yang dimiliki oleh warga negara beserta
alat-alat pemerintahannya;
c. Konstitusi dapat juga sebagai suatu forma regimenis yaitu merupakan
kerangka dari suatu bangunan pemerintahan (Lubis, 1982: 48).
Kata “Konstitusi” berarti “pembentukan”, berasal dari kata kerja yaitu
“constituer” (Perancis) atau membentuk. Yang dibentuk adalah negara, dengan
demikian konstitusi mengandung makna awal (permulaan) dari segala peraturan
perundang-undangan tentang negara. Belanda menggunakan istilah “Grondwet”
yaitu berarti suatu undang-undang yang menjadi dasar dari segala hukum.
Konstitusi pada umumnya bersifat kodifikasi yaitu sebuah dokumen yang
berisikan aturan-aturan untuk menjalankan suatu organisasi pemerintahan
negara, namun dalam pengertian ini, konstitusi harus diartikan dalam artian
tidak semuanya berupa dokumen tertulis (formal). Namun menurut para ahli
ilmu hukum maupun ilmu politik konstitusi harus diterjemahkan termasuk
kesepakatan politik, negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan dan
distribusi maupun alokasi.
Konstitusi memuat aturan-aturan pokok yang menopang berdirinya suatu
negara. Terdapat dua jenis konstitusi, yaitu konstitusi tertulis dan konstitusi

11
tidak tertulis (Unwritten Constitution). Ini diartikan seperti halnya hukum
tertulis yang termuat dalam undang-undang dan hukum tidak tertulis (convensi)
yang berdasar adat kebiasaan. Pada umumnya hukum bertujuan untuk
mengadakan tata tertib untuk keselamatan masyarakat yang penuh dengan
konflik antara berbagai kepentingan yang ada di tengah masyarakat.
Tujuan hukum tata negara pada dasarnya sama dan karena sumber utama dari
hukum tata negara adalah konstitusi atau Undang-Undang Dasar, akan lebih
jelas dapat dikemukakan tujuan konstitusi itu sendiri. Konstitusi juga memiliki
tujuan yang hampir sama dengan hukum, namun tujuan dari konstitusi lebih
terkait dengan:
a. Berbagai lembaga-lembaga kenegaraan dengan wewenang dan tugasnya
masing-masing.
b. Hubungan antar lembaga negara (pemerintah) dengan warga negara (rakyat).
Adanya jaminan atas hak asasi manusia.
c. Hal-hal lain yang sifatnya mendasar sesuai dengan tuntutan jaman.
Semakin banyak pasal-pasal yang terdapat di dalam suatu konstitusi tidak
menjamin bahwa konstitusi tersebut baik. Di dalam praktiknya, banyak negara
memiliki lembaga-lembaga yang tidak tercantum di dalam konstitusi namun
memiliki peranan dan tidak kalah penting dengan lembaga-lembaga yang
terdapat di dalam konstitusi. Bahkan terdapat hak-hak asasi manusia yang diatur
di luar konstitusi mendapat perlindungan lebih baik dibandingkan dengan yang
diatur di dalam konstitusi. Dengan demikian banyak negara yang memiliki
aturan-aturan tertulis di luar konstitusi yang memiliki kekuatan yang sama
dengan pasal-pasal yang terdapat pada konstitusi.
Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat
didasarkan atas kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam
suatu negara. Jika negara itu menganut paham kedaulatan rakyat, maka sumber
legitimasi konstitusi itu adalah rakyat. Jika yang berlaku adalah paham
kedaulatan raja, maka raja yang menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi.
Hal inilah yang disebut oleh para ahli sebagai constitution power yang
merupakan kewenangan yang berada di luar dan sekaligus di atas sistem yang
diaturnya. Karena itu, di lingkungan negara-negara demokrasi, rakyatlah yang
dianggap menentukan berlakunya suatu konstitusi.” Konstitusi Pemerintahan
Presidensial dan pemerintahan Parlementer (President Executive and
Parliamentary Executive Constitution)”, oleh Sri Soemantri, Undang-Undang
Dasar 1945 (UUD 45) tidak termasuk kedalam golongan konstitusi
Pemerintahan Presidensial maupun pemerintahan Parlementer. Hal ini

12
dikarenakan di dalam tubuh UUD 45 mengandung ciri-ciri pemerintahan
presidensial dan ciri-ciri pemerintahan parlementer. Oleh sebab itu, menurut Sri
Soemantri di Indonesia menganut sistem konstitusi campuran.
2. Konstitusi di Indonesia
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum bukan berdasarkan atas kekuasaan
belaka terbukti bahwa pemerintahan dan lembaga- lembaga lainnya dalam
melaksanakan tidakan- tindakan apa pun harus dilandasi oleh peraturan hukum
atau dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Disamping akan tampak
dalam rumusannya dalam pasal-pasalnya, juga akan menjalankan pelaksanaan
dari pokok- pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 yang
diwujudkan oleh cita-cita hukum dan hukum dasar yang tertulis dengan
landasan negara hukum setiap tindakan negara haruslah mempertimbangkan dua
kepentingan yaitu kegunaannya dan hukumnya, agar senantiasa setiap tindakan
negara selalu memenuhi dua kepentingan tersebut yaitu hukum dasar tertulis
dan hukum dasar tidak tertulis.
a. Hukum Dasar Tertulis
Pengertian hukum dasar meliputi dua macam yaitu, hukum dasar tertulis (UUD)
dan hukum tidak tertulis (convensi). Oleh karena itu, sifatnya yang tertulis maka
Undang-Undang dasar itu rumusannya tertulis dan tidak mudah berubah. Pada
prinsipnya mekanisme dan dasar dari setiap sistem pemerintahan diatur dalam
UUD. Bagi yang memandang negara dari sudut kekuasaan dan menganggapnya
sebagai suatu organisasi kekuasaan, maka UUD dapat dipandang sebagai
lembaga atau sekumpulan asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan tersebut
dibagi antara badan legislatif, eksekutif, dan badan yudikatif.
Undang-Undang Dasar menentukan cara-cara bagaimana pusat kekuasan ini
bekerjasama dan menyesuaikan diri satu sama lain. Undang-Undang Dasar
merekam hubungan-hubungan kekuasaan dalam suatu negara.
Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa UUD 1945
bersifat singkat dan supel. UUD 1945 hanya memiliki 37 pasal, adapun pasal-
pasal lain hanya memuat aturan peralihan dan hal tambahan. Hal ini
mengandung makna bahwa:
1) Telah cukup jelas jikalau Undang-Undang Dasar hanya memuat aturan-
aturan pokok, hanya membuat garis-garis besar instruksi kepada pemerintah
pusat dan lain-lain untuk menyelenggarakan negara, untuk menyelenggarakan
kehidupan negara dan kesejahteraan sosial.

13
2) Sifatnya yang supel (elastic) dimaksudkan bahwa masyarakat senantiasa
harus ingat bahwa masyarakat itu harus terus berkembang, dinamis. Negara
Indonesia akan terus tumbuh berkembang seiring dengan perubahan zaman.
Berhubung dengan itu janganlah terburu-buru memberikan kristalisasi,
memberikan bentuk kepada pikiran-pikiran yang masih berubah. Memang sifat
aturan yang tertulis itu bersifat mengikat. Oleh karena itu, makin supel sifatnya
aturan itu makin baik. Jadi kita harus menjaga agar supaya sistem dalam UUD
jangan ketinggalan zaman.
Menurut Padmowahyono, seluruh kegiatan negara dapat dikelompokkan
menjadi dua macam yaitu:
1) Penyelenggaraan kehidupan negara
2) Penyelenggaraan kesejahteraan sosial
Berdasar pengertian tersebut maka sifat-sifat Undang-Undang Dasar 1945
adalah sebagai berikut:
1) Oleh karena sifatnya tertulis maka rumusannya jelas merupakan suatu hukum
positif yang mengikat pemerintah sebagai penyelenggara negara maupun
mengikat bagi setiap warga negara.
2) Sebagaimana tersebut dalam penjelasan UUD 1945 bahwa UUD 1945
bersifat singkat dan supel, memuat aturan-aturan yaitu memuat aturan-aturan
pokok yang setiap kali harus dikembangkan sesuai dengan perkembangan
zaman, serta memuat hak asasi manusia.
3) Memuat norma-norma, aturan-aturan serat ketentuan-ketentuan yang dapat
dan harus dilaksanakan secara konstitusional.
4) UUD 1945 dalam tertib hukum Indonesia merupakan peraturan hukum
positif yang tertinggi, di samping itu sebagai alat kontrol terhadap norma-norma
hukum positif yang lebih rendah dalam hierarki tertib hukum Indonesia.
Periodisasi berlakunya Konstitusi di Indonesia
a. UUD 1945 berlaku dari 18 Agustus 1945 - 27 Desember 1949
b. Konstitusi RIS berlaku dari 29 Desember 1949 - 15 Agusrus 1950
c. UUDS berlaku dari15 Agusrus 1950 - 5 Juli 1959
d. UUD 1945 berlaku dari 5 Juli 1959 – sekarang.
2. Hukum Dasar Tidak Tertulis (Convensi)

14
Konvensi adalah hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan dasar yang
timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara meskipun sifat
tidak tertulis. Konvensi ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
a. Merupakan kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dan terpelihara
dalam praktik penyelenggaraan negara.
b. Tidak bertentangan dengan UUD dan berjalan sejajar.
c. Diterima oleh seluruh rakyat.
d. Bersifat sebagai pelengkap, sehingga memungkinkan sebagai aturan-aturan
dasar yang tidak terdapat dalam UUD.
Contoh dari konvensi adalah pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah
mufakat, pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia setiap tanggal 16
Agustus di dalam siding DPR, Pidato Presiden yang diucapkan sebagai
keterangan pemerintah tentang RAPBN pada minggu pertama bulan Januari
setiap tahunnya. Ketiga hal tersebut dalam batinnya secara tidak langsung
merupakan realisasi dari UUD (Kaelan, 2010:87).

2.3 Hubungan Negara dengan Konstitusi


Setiap negara di dunia tentu memiliki konstitusi guna untuk menjadi suatu
acuan dan batasan dalam melaksanakan praktik penyelenggaraan Negara.
Seperti halnya negara Indonesia dengan menggunakan konstitusi baik yang
tertulis (UUD), maupun yang tidak tertulis (convensi). Konstitusi lahir
merupakan usaha untuk melaksanakan dasar negara. Dasar negara memuat
norma-norma ideal, yang penjabarannya dirumuskan dalam pasal-pasal UUD
(Konstitusi), di mana dalam   Pembukaan UUD 45 tercantum dasar negara
Pancasila, melaksanakan konstitusi pada dasarnya juga melaksanakan dasar
negara.
Dilihat dalam Pembukaan UUD di alinea 4 yang berbunyi “Maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara
Indonesia.” Dalam kalimat ini menunjukkan bahwa negara Indonesia adalah
negara yang berdasarkan atas hukum yang bersifat konstitusional, dimana
mengharuskan bagi negara Indonesia untuk diadakannya Negara dan ketentuan
inilah yang merupakan sumber hukum bagi adanya Undang-Undang Dasar
1945. Ketentuan yang terdapat dalam alinea keempat inilah yang merupakan
dasar yuridis bahwa pembukaan UUD 1945 merupakan sumber bagi adanya

15
UUD 1945. Hubungan antara dasar negara dengan konstitusi tampak pada
gagasan dasar, cita-cita, dan tujuan negara yang tertuang dalam Pembukaan
UUD suatu negara.
Dari dasar negara inilah kehidupan negara yang dituangkan dalam bentuk
peraturan perundang-undangan diukur dan diwujudkan. Salah satu perwujudan
dalam mengatur dan menyelenggarakan kehidupan berbangsa dan bernegara
adalah dalam bentuk konstitusi atau undang-undang dasar. Dikarenakan negara
Indonesia adalah negara hukum, maka hubungan antara negara dan konstiusi
saling berkaitan dimana negara adalah objek dari konstitusi dan konstitusi
adalah kiblat dari setiap praktik dalam penyelenggaraan negara.
CF. Strong (2008:1) menyatakan bahwa tujuan konstitusi adalah suatu usaha
untuk membatasi perbuatan yang dilakukan pemerintah agar tidak sewenang-
wenang, mengakui dan menjamin hak-hak yang dimiliki oleh rakyat dan
menerapkan pelaksanaannya secara berdaulat.

1. Hubungan secara formal


Pancasila dicantumkan secara formal dalam Pembukaan UUD 1945, maka
Pancasila memperoleh kedudukan sebagai norma dasar hukum positif. Artinya,
kehidupan bernegara tidak hanya bertopang pada asas-asas sosial, ekonomi,
politik tetapi juga perpaduan asas-asas kultural, religius dan kenegaraan yang
terdapat dalam Pancasila.
Pancasila secara formal dapat disimpulkan sebagai berikut:
 Rumusan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia tercantum
dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat.
 Pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah negara yang
fundamental, yang mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai dasar negara
dan tertib hukum tertinggi.
 Pembukaan UUD 1945 berkedudukan dan berfungsi sebagai Mukadimah
dari UUD 1945 dalam kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, dan
berkedudukan sebagai suatu yang bereksistensi sendiri, yang hakikat
kedudukan hukumnya berbeda dengan pasal-pasalnya.
 Pancasila mempunyai hakikat, sifat, kedudukan dan fungsi sebagai pokok
kaidah negara yang fundamental, sebagai dasar kelangsungan hidup
negara.

16
 Pancasila sebagai inti Pembukaan UUD 1945 mempunyai kedudukan
yang kuat, tetap, tidak dapat diubah dan terlekat pada kelangsungan hidup
negara RI.

2. Hubungan secara material


Secara kronologis, proses perumusan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945
oleh BPUPKI, pertama-tama materi yang dibahas adalah dasar filsafat
Pancasila, baru kemudian Pembukaan UUD 1945. Setelah sidang pertama
Pembukaan UUD 1945, BPUPKI membicarakan dasar filsafat negara
Pancasila serta tersusunlah Piagam Jakarta yang disusun oleh Panitia 9
sebagai wujud bentuk pertama Pembukaan UUD 1945.
Berdasarkan tertib hukum Indonesia, Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai
tertib hukum tertinggi. Adapun tertib hukum Indonesia bersumber pada
Pancasila atau dengan kata lain, Pancasila sebagai tertib hukum Indonesia.
Berarti, secara material tertib hukum Indonesia dijabarkan dari nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila. Pancasila sebagai tertib hukum Indonesia
meliputi sumber nilai, sumber materi, sumber bentuk dan sifat.

17
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Secara historis pengertian negara senantiasa berkembang sesuai dengan
kondisi masyarakat ada saat itu. Pada zaman Yunani Kuno para ahli filsafat
negara merumuskan pengertian negara secara beragam. Aristoteles yang
hidup pada tahun 384-322 S.M., merumuskan negara dalam bukunya
Politika, yang disebutnya sebagai negara polis. Konstitusi atau undang-
undang dasar (bahasa latin : constitutio) dalam negara adalah sebuah norma
sistem politik dan hukum bentukan pada pemerintahan negara biasanya
dikodifikasikan sebagai dokumen tertulis. Hukum ini tidak mengatur hal-hal
yang terperinci, melainkan hanya menjabarkan prinsip-prinsip yang menjadi
dasar bagi peraturan-peraturan lainnya.
Konstitusi Negara Indonesia adalah UUD 1945 yang untuk pertama kali
disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada
tanggal 18 Agustus 1945. Dalam tata susunan peraturan perundang-
undangan Negara, UUD 1945 menempati tempatan tertinggi. Amandemen
(bahasa inggris: amendtmendt) artinya perubahan. Perubahan yang dilakukan
merupakan ada atau sisipan dari konstitusi yang asli. Konstitusi yang asli
tetap berlaku. Adapun bagian yang diamendemen merupakan atau menjadi
bagian dari konstitusinya.

3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa penulisan masih jauh
dari kata sempurna, di masa yang akan datang penulis akan lebih berhati-hati
dalam menjelaskan tentang makalah dengan sumber-sumber yang lebih

18
banyak dan dapat lebih dipertanggung jawabkan. Penulis berharap makalah
ini dapat berguna bagi pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/27/070000969/hubungan-
dasar-negara-dan-konstitusi?page=all 

19

Anda mungkin juga menyukai