Anda di halaman 1dari 4

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produk hortikultura memiliki sifat yang mudah rusak (perishable) sehingga dapat menyebabkan susut
secara kuantitas maupun kualitas. Susut kualitas meliputi perubahan warna, rasa, dan aroma sehingga
menjadi tidak sesuai dengan keinginan konsumen dan bahkan nilai gizinya. Secara kuantitas susut
pascapanen produk hortikultura bisa mencapai 25-40%, yang disebabkan oleh beberapa hal, dimana
salah satunya diakibatkan oleh penanganan pascapanen yang belum tepat.

Menurut Siswadi (2007), penanganan pascapanen produk hortikultura di Indonesia belum mendapat
perhatian yang cukup, terlihat dari kerusakan-kerusakan pascapanen yang masih besar, yakni antara 25-
28%. Oleh sebab itu agar produk hortikultura terutama buah-buahan dan sayuran dapat sampai ke
tangan konsumen dalam kondisi baik perlu penanganan pascapanen yang benar dan sesuai. Bila
pascapanen dilakukan dengan baik, kerusakan-kerusakan yang timbul dapat diperkecil bahkan dihindari,
sehingga kerugian di tingkat produsen dan konsumen dapat ditekan. Tindakan pascapanen yang dapat
dilakukan untuk memperbaiki mutu produk salah satunya adalah dengan memperhatikan suhu
penyimpanan dan teknik pengemasan terhadap buah-buahan tersebut.

dilakukan pada umur 90–100 HST dengan ciri kulit buah berubah dari hijau menjadi kekuning-kuningan,
bagian tepi daun tua mengering, batang menguning. Panen dilakukan pada pagi atau sore hari pada saat
cuaca cerah. Interval pemetikan 2-3 hari sekali. Supaya tahan lama, tidak cepat busuk dan tidak mudah
memar, buah tomat dipanen setengah matang (Jones 1999).

Pengemasan merupakan salah satu bagian dari rangkaian penanganan pascapanen dari produk
hortikultura yang bertujuan untuk mencegah kontaminasi produk yang dikemas dari mikroorganisme
serta proses fermentasi ataupun pembusukan, mengurangi kontak dengan udara sehingga proses
oksidasi dapat dihambat, mengurangi kerusakan fisik, mempertahankan kesegaran produk dan
meningkatkan minat calon konsumen. Menurut Syarief et al. (1989), kerusakan fisik pada buah dan
sayur juga dapat dikurangi dengan penggunaan kemasan yang tepat yang dapat mengontrol kerusakan
bahan pangan yang disebabkan oleh lingkungan seperti kerusakan mekanis, perubahan kadar air bahan
pangan, absorpsi, serta interaksi dengan oksigen.

Saat ini plastik banyak digunakan sebagai bahan kemasan yang populer menggeser penggunaan logam
dan gelas, karena plastik memiliki banyak kelebihan, diantaranya ringan, kuat dan mudah dibentuk, anti
karat dan tahan terhadap bahan kimia, mempunyai sifat isolasi listrik yang tinggi, dan dapat dibuat
berwarna maupun transparan dan biaya proses yang lebih murah. Oleh karena sifatnya yang mudah
dibentuk, kemasan plastik cocok digunakan untuk mengemas produk yang bentuknya kurang simetris
seperti produk hortikultura. Kelemahan dari plastik karena adanya zat monomer dan molekul kecil dari
plastik yang mungkin bermigrasi ke dalam produk yang dikemas.

Karakteristik kemasan dan pengaplikasian bagi buah tomat


Kemasan memiliki fungsi untuk menjaga produk yang dikemas agar tetap dalam keadaan baik
hingga dikonsumsi. Pada produk hortikultura, pengemasan diharapkan dapat memperpanjang
masa simpan serta mempertahankan kesegaran hingga pada saat dikonsumsi. Banyak jenis
kemasan yang digunakan untuk mengemas buah tomat, salah satunya kemasan plastik.
Penggunaan kemasan plastik semakin luas karena berbagai kelebihannya seperti ringan,
serbaguna, murah namun juga fleksibel dalam penggunaannya, akan tetapi salah satu
keterbatasan dengan kemasan plastik yang pada akhirnya untuk dibuang adalah kemasan
plastik ini sangat sedikit didaur ulang sehingga akhirnya dikembangkan plastik yang mudah
terurai yang dikenal dengan bioplastik.

Bahan kemasan yang berasal dari sumber daya terbarukan ini dapat digunakan untuk
mengemas berbagai jenis produk, termasuk bahan pangan (Comstock et al. 2004). Dengan
alasan keamanan pangan, bioplastik ini juga dapat digunakan untuk mengemas produk
hortikultura yang dianggap sebagai bahan pangan non-olahan seperti tomat.

Bioplastik adalah plastik yang berbahan dasar dari bahan yang dapat diperbaharui yang dapat
digunakan untuk menggantikan plastik sintetis yang berasal dari minyak bumi yang memiliki
sifat tidak dapat didegradasi oleh mikroorganisme di alam yang selama ini umum digunakan
oleh masyarakat (Griffin 1994). Bioplastik merupakan plastik yang dapat digunakan layaknya
plastik konvensional, namun akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi hasil
akhir air dan gas karbondioksida setelah habis terpakai dan dibuang ke lingkungan. Karena
sifatnya yang dapat kembali ke alam, bahan pembuatan plastik biodegradable ini bersifat
ramah terhadap lingkungan (Pranamuda 2001).

Bioplastik merupakan jenis plastik atau polimer yang dibuat dari bahan-bahan biotik seperti
jagung, singkong ataupun mikrobiota yang berbeda dengan plastik konvensional yang sering
kita gunakan yang umumnya dibuat dari minyak bumi dan gas alam. Bioplastik lebih ramah
lingkungan karena dibuat dari bahan-bahan organik dan dapat didegradasi oleh
mikroorganisme pengurai. Salah satu bagian dari proses pembuatan bioplastik adalah
modifikasi genetik yang melibatkan mikroorganisme. Proses modifikasi ini dianggap kunci masa
depan agar proses pembuatan bioplastik lebih murah dan lebih sedikit mengkonsumsi bahan
bakar minyak (Abbott et al. 2008).

Sifat fisik plastik dapat diketahui dengan mengukur permeabilitas uap air dan mengamati
morfologi permukaan plastik. Permeabilitas uap air berkaitan dengan ketahanan plastik sebagai
barrier bagi kemasan. Permeabilitas plastik ditentukan dengan mengukur transmisi uap air/gas
atau permean yang melewati plastik uji. Permeabilitas uap air adalah kecepatan atau laju
transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan yang permukannya rata dengan ketebalan
tertentu sebagai akibat dari suatu perbedaan unit tekanan uap antara dua permukaan tertentu
pada kondisi suhu dan kelembaban tertentu. Permeabilitas menyangkut proses pemindahan
larutan dan difusi dimana larutan berpindah dari satu sisi film dan selanjutnya berdifusi ke sisi
lainnya setelah menembus film tersebut. Semakin besar nilai permeabilitasnya maka akan
menunjukkan plastik tersebut semakin mudah dilewati uap air/gas (Krochta 2007).

Metode Penyimpanan

Untuk memperpanjang masa simpan produk hortikultura, biasanya dilakukan penyimpanan


pada suhu rendah. Penyimpanan pada suhu rendah menjadi salah satu faktor utama untuk
dapat mempertahankan mutu dan memperpanjang umur simpan karena produk hortikultura
setelah panen tetap mengalami proses kehidupan.

Penyimpanan dingin merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan cara pendinginan
pada suhu di atas suhu pembekuannya. Penyimpanan di bawah suhu 15 oC dan di atas titik
beku bahan, tergantung pada masing-masing produk yang disimpan dikenal sebagai
penyimpanan dingin. Pendinginan menuntut adanya pengendalian terhadap kondisi lingkungan,
seperti suhu yang rendah, komposisi udara, kelembaban dan sirkulasi udara (Kader 1992).

Menurut Muchtadi (1992) penyimpanan pada suhu rendah diperlukan untuk komoditas
sayuran yang mudah rusak, karena cara ini dapat mengurangi kegiatan laju respirasi dan
metabolisme; mengurangi laju penuaan akibat adanya pematangan, pelunakan serta tekstur
dan warna; dan mengurangi kerusakan karena aktivitas mikroba. Budiastra dan Purwadaria
(1993) mengemukakan tujuan penyimpanan dengan suhu rendah adalah untuk
memperpanjang masa kesegaran sayuran dan buah-buahan guna menjaga kesinambungan
pasokan, menciptakan stabilitas harga dan mempertahankan mutu. Pada penyimpanan dingin
yang perlu dilakukan adalah pemilihan suhu yang tepat karena ada kemungkinan terjadinya
kerusakan komoditi akibat suhu yang terlalu dingin (chilling injury).

Menurut Winarno (2002), tujuan penyimpanan suhu dingin (cool storage) adalah untuk
mencegah kerusakan tanpa mengakibatkan pematangan abnormalatau perubahan yang tidak
diinginkan sehingga mempertahankan komoditas dalam kondisi yang dapat diterima oleh
konsumen selama mungkin. Pendinginan pada suhu di bawah 10 oC, kecuali pada waktu yang
singkat ,tidak mempunyai pengaruh yang menguntungkan bila komoditas itu peka terhadap
cacat suhu rendah (chilling injury).Tingkat kerusakan suhu rendah (chilling injury) yang terjadi
pada produk pascapanen tergantung pada suhu dimana produk tersebut ditempatkan, lamanya
penempatan atau penyimpanan, dan sensitivitas dari produk terhadap suhu dingin. Semakin
rendah suhu dimana produk tersebut ditempatkan (di bawah batas minimum) maka akan
semakin besar pula kerusakan (Utama, 2001).
Manfaat dan kekurangan bagi jangka panjang

Tomat yang dikemas dengan bioplastik terlebih pada suhu rendah dikarenakan bioplastik
mengalami perubahan sifat fisiknya pada suhu rendah akibat terjadinya retrogradasi pati bahan
penyusun utama bioplastik. Akibat retrogradasi ini menyebabkan ukuran granula pati besar
menjadi serbuk sehingga terbentuknya ikatan kuat antara molekul penyusun bioplastik yang
menjadikan kemasan ini lebih rapat. Dengan kondisi kemasan yang lebih rapat menjadikan
pertukaran gas di dalam kemasan bioplastik pada suhu rendah semakin susah sehingga CO2
hasil respirasi terakumulasi di dalam kemasan ini yang memungkinkan terjadinya respirasi
anaerob lebih besar.

Dengan kondisi demikian menjadikan tomat yang dikemas dengan bioplastik tidak sesuai
apabila disimpan pada suhu rendah. Hal ini dapat dilihat pada tomat yang dikemas dengan
bioplastik pada suhu penyimpanan 15 oC memiliki umur simpan yang lebih lama daripada yang
dikemas dengan HDPE. Pada suhu penyimpanan 15 oC bioplastik berada dalam performa
terbaiknya sehingga perubahan karakteristiknya tidak terjadi begitu besar. Lamanya terjadi
perubahan warna merah sempurna pada tomat yang disimpan pada suhu yang lebih rendah
juga dapat mengindikasikan terjadinya chilling injury.

Nunes (2008) mengatakan tomat kelompok immature green dan mature green lebih sensitif
terhadap suhu dingin daripada tomat kelompok pink atau light-red. Tomat kelompok pink atau
light-red jika disimpan lebih dari 2 minggu dibawah suhu 10 oC atau lebih lama 6-8 hari pada
suhu 5 oC akan mengalami chilling injury. Chilling injury merupakan indikasi kegagalan untuk
mematangkan dan perubahan warna dan citarasa yang tidak diharapkan, pelunakan terlalu
cepat, pitting pada permukaan, biji berwarna coklat dan meningkatnya bagian yang busuk. Pada
tomat kelompok immature green dan mature green dapat disimpan sampai 14 hari pada suhu
12.5-15 oC tanpa mengalami permasalahan utama seperti penurunan citarasa dan perubahan
warna.

Anda mungkin juga menyukai