Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

“Lupus Erimathosus”
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah :
Keperawatan Medikal Bedah 3
Dosen Pengampu : Eny Masruroh, S.Kep., Ns., M.Kep

Nama Kelompok:
• Desty Putri Ramadhani (A2R19010)
• Diyah Merina Saputri (A2R19116)
• Galih Rendi Areza (A2R19017)
• Guruh Aji Setyo U (A2R19018)
• Inca Isrotul O (A2R19022)
• Puput Nur Fadila (A2R19040)
• Rindy Febrilia (A2R19042)
• Rini Amanda P (A2R19043)
• Yeni Dwi Oktavia (A2R19053)

Sarjana Keperawatan (A)


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hutama Abdi Husada
TULUNGAGUNG
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia serta hidayah sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan Lupus Erimathosus yang disusun untuk memenuhi Tugas
Keperawatan Medikal Bedah 3
Dalam pembuatan Laporan Pendahuluan ini kami banyak mendapatkan bimbingan
dan arahan dari berbagai pihak, oleh sebab itu saya ucapkan terimakasih kepada
dosen pembimbing dan rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu dan
memberikan dorongan dalam pembuatan laporan pendahuluan ini.
Kami menyadari bahwa penulisan Laporan Pendahuluan ini masih belum
sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi kesempurnaan Laporan Pendahuluan ini.
Kami mengharap semoga Laporan Pendahuluan ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.Akhir kata saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.

Tulungagung, 14 November 2021


KELOMPOK 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit tidak menular (PTM) diketahui sebagai faktor utama penyebab kematian
tahun 2012. Secara global, diperkirakan 56 Juta orang meninggal karena PTM. Saat
Ini angka kejadian penyakit PTM terus meningkat, di antaranya yaitu penyakit
Lupus. Data prevalensi di setiap negara berbeda-beda. Suatu studi sistemik di Asia
Pasifik memperlihatkan data insidensi sebesar 0,9 – 3,1 per 100.000 populasi/tahun.
Prevalensi kasar sebesar 4,3-45,3 per 100.000 populasi.
The Lupus Foundation of America memperkirakan sekitar 1,5 juta kasus terjadi di
Amerika dan setidaknya terjadi lima juta kasus di dunia. Setiap tahun diperkirakan
terjadi sekitar 16 ribu kasus baru Lupus. Di Indonesia, jumlah penderita penyakit
Lupus secara tepat belum diketahui. Prevalensi Systemic Lupus Erythematosus
(SLE) di masyarakat berdasarkan survei yang dilakukan oleh Prof. Handono Kalim,
dkk di Malang memperlihatkan angka sebesar 0,5% terhadap total populasi.
Peningkatan jumlah kasus Lupus perlu diwaspadai oleh masyarakat dengan
memberi perhatian khusus karena diagnosis penyakit Lupus tidak mudah dan sering
terlambat.
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) atau Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
yang dikenal sebagai penyakit "seribu wajah" merupakan penyakit inflamasi
autoimun kronis yang belum jelas penyebabnya, dan memiliki sebaran gambaran
klinis yang luas dan tampilan perjalanan penyakit yang beragam. Hal ini
menyebabkan sering terjadi kekeliruan dalam mengenali penyakit Lupus, sampai
dengan menyebabkan keterlambatan dalam diagnosis dan penatalaksanaan kasus.
Penyakit Lupus dapat menyerang siapa saja. Meskipun Lupus sebagian besar
menyerang perempuan usia produktif (15-44 tahun), namun kaum pria,
kelompokanak-anak dan remaja juga dapat terkena Lupus. Penyakit ini juga dapat
menyerang semua ras, namun lebih sering ditemukan pada ras kulit berwarna.
Penelitian mengenai penyakit Lupus di Amerika tahun 2013 mendapatkan bahwa
Lupus ditemukan pada perempuan kulit berwarna (Afrika Amerika, Hispanik/Latin,
Asia, penduduk asli Amerika, Alaska, Hawaii dan Kepulauan Pasifik lainnya)
sebanyak dua sampai tiga kali lebih banyak dibandingkan perempuan ras
kaukasoid.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah tersebut, penyusun merumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Lupus Erimathosus
2. Bagaimana etiologi dari Lupus Erimathosus
3. Apa saja Tanda Gejala dari Lupus Erimathosus
4. Bagaimana penatalaksanaan dan prognosis dari Lupus Erimathosus
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan laporan pendahuluan ini adalah :
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Lupus Erimathosus
2. Mengetahui bagaimana etiologi dari Lupus Erimathosus
3. Mengetahui Apa saja Tanda Gejala dari Lupus Erimathosus
4.Mengetahui Bagaimana penatalaksanaan dan prognosis dari Lupus Erimathosus
BAB II
TINJAUAN KONSEP PENYAKIT

2.1 DEFINISI
Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah radang kronis yang disebabkan oleh
penyakit autoimun (kekebalan tubuh) di mana sistem pertahanan tubuh yang tidak
normal melawan jaringan tubuh sendiri. Antara jaringan tubuh dan organ yang
dapat terkena adalah seperti kulit, jantung, paru-paru, ginjal, sendi, dan sistem saraf.
Lupus eritematosus sistemik (SLE) merupakan suatu penyakit atuoimun yang
kronik dan menyerang berbagai system dalam tubuh. ( Silvia & Lorraine, 2006 )
Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit radang yang menyerang
banyak sistem dalam tubuh, dengan perjalanan penyakit bisa akut atau kronis, dan
disertai adanya antibodi yang menyerang tubuhnya sendiri Systemic lupus
erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit autoimun multisystem dengan
manifestasi dan sifat yang sangat berubah – ubah, penuakit ini terutama menyerang
kulitr, ginjal, membrane serosa, sendi, dan jantung.(Robins, 2007)
SLE (Sistemisc lupus erythematosus) adalah penyakti radang multisistem yang
sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan
fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai
macam autoantibodi dalam tubuh (Christopher-Stine, 2006). Lupus eritematosus
sistemik/LES atau systemic lupus erythematosus (SLE) adalah merupakan penyakit
inflamasi, penyakit autoimun yang mengenai multisistem, biasanya akut dan
berbahaya, bahkan dapat fatal. Penyakit menyerang jaringan konektif dan vaskuler
(Djuanda, S., 1993; Nettina, 1996)
L.E.S. merupakan penyakit yang dapat menimbulkan akibat fatal terutama pada
wanita muda, tetapi pada perkembangan saat ini klien dengan L.E.S. mempunyai
harapan hidup (survive) lebih lama yakni lebih dari 15 tahun setelah terdiagnosa
(June M. Thompson, et al., 1986, p. 1688). Systemic lupus erytematosus (SLE) atau
lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit radang atau inflamasi
multisistem yang penyebabnya diduga karena adanya perubahan sistem imun
(Albar, 2003).

2.2 ETIOLOGI
Hingga kini, faktor penyebab hadirnya lupus di tubuh belum diketahui secara pasti.
Namun beberapa penelitian kemungkinan lupus hadir melalui beberapa faktor
diantarnya :
1. Faktor Lingkungan
a. Infeksi
b. Stress
c. Makanan
d. Antibiotik (khususnya kelompok sulfa dan penisilin)
e. Ultraviolet
2. Faktor Genetik Sampai saat ini,tidak diketahui gen – gen yang menjadi
penyebabnya. Lupus diturunkan angkanya relatif kecil kemungkinan hanya 10%.
3. Faktor Hormonal Faktor hormonal bisa menjelaskan mengapa kaum hawa lebih
sering terkena dibandingkan pria. Meningkatnya angka pertumbuhan penyakit
lupus sebelum periode menstruasi atau selama masa kehamilan mendukung
keyakinan bahwa hormon khususnya estrogen menjadi pencetus lupus.
4. Faktor Sinar Matahari Sinar matahari memancarkan sinar ultraviolet yang dapat
merangsang peningkatan hormon estrogen yang cukup banyak sehingga
mempermudah terjadinya reaksi autoimun.
5. Faktor Obat-obatan Obat tertentu dalam presentase kecil sekali pada pasien
tertentu diminum dalam jangka waktu tertentu dapat mencetuskan lupus obat (Drug
Induced Lupus Erythematosus atau DILE).
Jenis obat yang dapat menyebabkan Lupus adalah :
Kloropromazin,etildopa,hidralasin,prokainamid,dan isoniazid
(http://artikelkedokteran.net/news/asuhan+keperawatan+penyakit+lupus.htm)

2.3 TANDA GEJALA


Gejala klinis yang mungkin muncul pada pasein SLE yaitu:
a. Wanita muda dengan keterlibatan dua organ atau lebih.
b. Gejala konstitusional: kelelahan, demam (tanpa bukti infeksi) dan penurunan
berat badan
c. Muskuloskeletal: artritis, artralgia, myositis
d. Kulit: ruam kupu-kupu (butter• ly atau malar rash), fotosensitivitas, lesi
membrane mukosa, alopesia, fenomena Raynaud, purpura, urtikaria, vaskulitis.
e. Ginjal: hematuria, proteinuria, silinderuria, sindroma nefrotik
f. Gastrointestinal: mual, muntah, nyeri abdomen
g. Paru-paru: pleurisy, hipertensi pulmonal,lesi parenkhim paru.
h. Jantung: perikarditis, endokarditis, miokarditis
i. Retikulo-endotel: organomegali (limfadenopati, splenomegali, hepatomegali)
j. Hematologi: anemia, leukopenia, dan trombositopenia
k. Neuropsikiatri: psikosis, kejang, sindroma otak organik, mielitis
transversus,gangguan kognitif neuropati kranial dan perifer.
Kecurigaan terhadap adanya SLE jika terdapat dua atau lebih tanda gejala diatas.
2.4 PATHWAY
2.5 PENATALAKSANAAN
1. Manajemen Keperawatan
Asuhan keperawatan didasarkan pada pengelolaan rasa sakit dan peradangan,
mengatasi gejala, dan mencegah komplikasi. Pengobatan rasa sakit dan peradangan
pada SLE ringan umumnya dicapai dengan nonsteroidal obat anti inflamasi
(NSAID).
Obat antimalaria juga digunakan dalam SLE ringan untuk mengontrol gejala radang
sendi, ruam kulit, sariawan, demam, dan kelelahan. Perawat perlu memberitahu
orang tua yang kadang-kadang memakan waktu lama sebelum terapi efek obat
antimalaria yang jelas. Perawatan SLE membutuhkan penambahan kortikosteroid.
Kortikosteroid diberikan kepada anak ketika anak tidak merespon NSAID atau obat
antimalaria. Kortikosteroid sangat efektif dalam mengurangi peradangan dan
gejala, meskipun mereka juga memiliki efek samping yang serius dari
imunosupresi.
Selama periode eksaserbasi, kortikosteroid dapat dimulai dalam dosis tinggi.
Setelah gejala di bawah kontrol, dosisnya adalah meruncing ke terendah tingkat
terapeutik. Hal ini penting untuk memberitahu orang tua bahwa steroid harus
perlahan meruncing ketika saatnya untuk menghentikan obat. Jenis obat yang
paling ampuh yang digunakan untuk mengobati SLE parah termasuk agen
imunosupresif. obat-obat ini digunakan ketika penyakitnya sudah mencapai
keadaan yang serius di mana tanda-tanda parah dan gejala yang hadir. Agen
Imunosupresif juga dapat ditentukan jika ada kebutuhan untuk menghindari
kortikosteroid. Keputusan untuk menggunakan immunosuppressives
membutuhkan pertimbangan serius karena efek samping signifikan, terutama yang
berkaitan dengan imunosupresi umum. Contoh agen imunosupresif digunakan
dalam pengobatan SLE termasuk azathioprine (Imuran), siklofosfamid (Cytoxan),
dan methotrexate (Rheumatrex). Setiap obat memiliki risiko yang unik dan serius
seperti depresi sumsum tulang dan hepatotoksisitas.
Perawat harus memperkuat informasi tentang aksi obat sebagai serta efek samping
dengan orangtua sebelum pemberian obat ini Selain obat-obatan , asuhan
keperawatan juga berfokus pada perawatan paliatif dan memberikan dukungan
psikososial . Sekarang penting bahwa mempertahankan gizi anak yang baik ,
istirahat dan berolahraga , menghindari matahari , dan mendorong ekspresi
perasaan tentang kondisi tersebut. Meskipun tidak ada yang spesifik, Diet untuk
SLE adalah diet rendah garam.
Istirahat dan latihan termasuk periode di mana anak aktif selama remisi dan
beristirahat selama eksaserbasi . Penghindaran dari paparan sinar matahari
ditekankan karena fotosensitif ruam yang terjadi dengan SLE . Penggunaan tabir
surya kegiatan di luar ruangan yang penting , dan perencanaan di bawah naungan
atau tinggal di dalam rumah mungkin diperlukan . Karena kondisi ini mungkin
terjadi kesulitan bagi anak dan keluarga untuk mengatasi dan mengerti, mendorong
ekspresi perasaan atau bergabung dengan kelompok pendukung didorong . orangtua
harus memberitahu guru, pelatih , dan orang lain tentang anak mereka kondisi
sehingga mereka dapat membantu memantau anak dan memperoleh pengobatan
yang diperlukan jika diperlukan . Merupakan perawat tanggung jawab untuk
membantu anak dan keluarga mengidentifikasi kemungkinan pemicu , seperti sinar
matahari dan stres emosional, dan membantu keluarga untuk menemukan cara
untuk menghindarinya. (Ward, Susan L and Hisley, Shelton M. 2009)
2. Paparan sinar Matahari
Paparan sinar ultraviolet (UV) dapat menyebabkan eksaserbasi ruam lupus dan juga
gejala-gejala sistemik seperti nyeri sendi dan kelelahan. Ada laporan bahwa pasien
yang secara teratur menggunakan tabir surya (SPF 15 atau lebih) telah secara
signifikan lebih rendah keterlibatan ginjal, trombositopenia dan rawat inap, dan
membutuhkan treatment siklofosfamid yang menurun. Semua anak dengan SLE
harus disarankan untuk memakai tabir surya setiap hari untuk semua kulit yang
terbuka (termasuk telinga), tidak hanya pada hari-hari cerah karena awan tidak
menghilangkan paparan sinar UV (Malleson, Pete; Tekano, Jenny. 2007).
3. Diit dan Latihan
Tidak ada persyaratan khusus diet tetapi karena kortikosteroid- diinduksi berat
badan, makanan tinggi kalori dan garam harus dihindari. Latihan harus didorong.
Cukup banyak anak berpartisipasi di sekolah penuh waktu, kecuali selama periode
penyakit aktif berat. Kegagalan untuk menghadiri sekolah harus diwaspadai tim
kesehatan untuk kemungkinan masalah psikososial. Komunikasi dengan guru
sekolah diserahkan kepada kebijaksanaan keluarga, dengan keterlibatan tim klinis
jika diminta (Malleson, Pete; Tekano, Jenny. 2007).
4. Fatique dan Tidur
Kelelahan adalah salah satu gejala yang paling umum. Hal ini biasanya akan
membaik sebagaimana perbaikan penyakit. Beberapa orang tua merasa sulit selama
ini untuk memungkinkan anak-anak mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan.
Terapis 18 okupasi dan fisik dapat sangat membantu dalam membantu untuk
mengembangkan kegiatan yang lebih baik dan perilaku tidur. Beberapa pola tidur
anak-anak bisa berubah pada awal SLE. Hal ini biasanya berhubungan dengan
kortikosteroid. Beberapa anak menjadi hiperaktif dan murung, dan mengalami
kesulitan tidur. Hal ini dapat ditingkatkan dengan mengambil dosis kortikosteroid
sore hari lebih awal. Beberapa anak pada kortikosteroid dosis tinggi perlu buang air
kecil beberapa kali di malam hari dan bisa sulit untuk jatuh kembali untuk tidur.
Keterkaitan dosis dan kortikosteroid sekali memunculkan sedikit masalah
(Malleson, Pete; Tekano, Jenny. 2007).
5. Dampak SLE untuk anak dan Keluarga
Ketika diagnosis ditegakkan, kemampuan sumber daya keluarga dan dukungan
sangat diperlukan. Pendidikan sering merupakan langkah pertama dalam membantu
keluarga merasa bahwa mereka memiliki kontrol. Hal ini penting untuk diingat
untuk tidak terlalu membebani keluarga pada beberapa kunjungan pertama setelah
diagnosis. Perawat dapat memainkan peran kunci dalam membantu mereka dengan
belajar tentang penyakit dengan sering telepon tindak lanjut dan kunjungan.
Informasi tertulis dan review dari penyakit dan efek samping pengobatan yang
sering diperlukan (Malleson, Pete; Tekano, Jenny. 2007).
Remaja sering memberikan tantangan yang unik karena mereka dapat
menggunakan penyangkalan sebagai mekanisme koping. Hal ini tidak selalu
mekanisme buruk, tetapi bisa membuat frustasi bagi anggota keluarga. Sbagian
besar anak mampu bersekolah penuh waktu. Banyak yang memilih untuk tidak
memberitahu temanteman atau guru tentang penyakit mereka. Seringkali remaja
akan melanjutkan semua kegiatan mereka sebelumnya karena mereka tidak ingin
berbeda dari yang lain (Malleson, Pete; Tekano, Jenny. 2007).
2.6 PROGNOSIS

Prognosis pasien dengan lupus eritematosis sistemik atau systemic lupus


eritematosus (SLE) sangat bervariasi sesuai dengan patofisiologi dan perjalanan
penyakitnya, reaksi imun akibat SLE dapat menyebabkan komplikasi berupa
kerusakan berbagai organ dari mulai yang ringan seperi sendi dan kulit hingga
organ yang vital seperti jantung, paru-paru dan otak
Komplikasi

SLE dapat menyerang semua organ di tubuh sehingga dapat menimbulkan berbagai
komplikasi, di antaranya:
• Urologi : lupus nefritis, gagal ginjal
• Neurologi : gangguan memori, gangguan bahasa, gangguan kognitif
• Kardiovaskuler : anemia, vaskulitis, perikarditis, infark miokard akut
• Respirasi : pleuritis, efusi pleura, pneumonia
• Muskuloskeletal : osteoporosis, fraktur, avaskular nekrosis tulang
• Infeksi akibat penggunaan steroid

Prognosis

Beberapa instrument digunakan untuk memperkirakan prognosis pasien dengan


SLE seperti Systemic Lupus Activity Measure (SLAM), SLEDAI, Lupus Activity
Index (LAI), dan European Consensus Lupus Activity Measurement (ECLAM).
Angka kesintasan SLE untuk 5 tahun melebihi 90% sedangkan untuk 15 tahun
sekitar 80%. Saat ini, kebanyakan kematian disebabkan karena efek samping obat
(infeksi akibat imunosupresi) atau masalah kardiovaskular
BAB III
TINJAUAN ASKEP
3.1 PENGKAJIAN
a. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada
gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah,
nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup
serta citra diri pasien.
b. Kulit Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
c. Kardiovaskuler
d. Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura. Lesi
eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan
vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan
bawah atau sisi lateral tangan
e. Sistem Muskuloskeletal
f. Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada
pagi hari.
g. Sistem integument Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-
kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa
pipi atau palatum durum.
h. Sistem pernafasan Pleuritis atau efusi pleura.
i. Sistem vaskuler
j. Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous
dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan
bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
k. Sistem Renal Edema dan hematuria.
l. Sistem saraf m. Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang,
korea ataupun manifestasi SSP lainnya.
2. Masalah Keperawatan
• Gangguan integritas kulit
• Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
• Kerusakan mobilitas fisik
3. Intervensi
1. Gangguan Integritas Kulit b.d Suhu lingkungan yang ekstrem
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 24 jam maka Integritas Kulit
meningkat dengan
Kriteria hasil :
• Kerusakan jaringan menurun
• Kerusakan lapisan kulit menurun
• Kemerahan menurun
Perawatan Integritas Kulit
Observasi:
• Identifikasipenyebab gangguan integritas kulit
Terapeutik:
• Gunakan produk berbahan petrolium atauminyak pada kulit kering
• Hindan produk berbahan dasar alkoholpada kulit
Edukasi
• Anjurkan menggunakan pelembab
• Anjurkan minum air yang cukup
2. Defisit Nutrisi b.d Ketidak mampuan mengabsorbsi nutrient
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 24 jam di harapkan status
nutrisi membaik dengan
Kriteria hasil:
• Porsi makan yang dihabiskan meningkat
• Perasaan cepat kenyang menurun
• Frekuensi makan membaik
• Nafsu makan membaik
• Membran mukosa membaik
Manajemen nutrisi 1.03119
Observasi
• Identifikasi status nutrisi
• Identifikasi makanan yang disukai
• Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
• Monitor asupan makanan
• Monitor berat badan
Terapeutik
• Lakukan oral hygene sebelum makan, jika perlu
• Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
Edukasi
• Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Kolaborasi
• Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlu

3.2 EVALUASI
Dari pengkajian Asuhan Keperawatan, maka diharapkan hasil evaluasi sebagai
berikut :
1. Gangguan Integritas Kulit b.d Suhu lingkungan yang ekstrem
S:
• Nafsu Makan Px membaik
O:
• Kerusakan jaringan menurun
• Kerusakan lapisan kulit menurun
• Kemerahan menurun
A: Masalah Teratasi
P : Intervensi Dihentikan

2. Defisit Nutrisi b.d Ketidak mampuan mengabsorbsi nutrient


S:
• -
O:
• Porsi makan yang dihabiskan meningkat
• Perasaan cepat kenyang menurun
• Frekuensi makan membaik
• Nafsu makan membaik
• Membran mukosa membaik
A: Masalah Teratasi
P : Intervensi Dihentikan
DAFTAR PUSTAKA
Christopher-Stine. 2006. Buku Ajar Ilmu Bedah. Cetakan I.Jakarta : ECG
Robbins.Buku Ajar Patologi 1.Edisi 4.Jakarta : ECG
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
http://artikelkedokteran.net/news/asuhan+keperawatan+penyakit+lupus.htm

Anda mungkin juga menyukai