Anda di halaman 1dari 12

SKENARIO 1

APA YANG TERJADI PADAKU?


Pasien Wanita usia 62 tahun datang dengan keluhan gigi depan atas dan bawah goyang.
Keluhan dirasa sejak 1 bulan terakhir. Pasien tidak menyikat gigi karena takut giginya lepas.
Selain keluhan tersebut, pasien juga mengeluhkan mulutnya kering. Pasien sering merasa
haus, lapar dan sering buang air kecil. Pemeriksaan intraoral tampak plak kalkulus pada
seluruh regio dan tercium bau aseton. Kaca mulut menempel pada dorsum lidah, mukosa
bukal kanan kiri dan terlihat frothy saliva. Dokter gigi merujuk ke lab untuk dilakukan
pemeriksaan darah. Hasil pemeriksaan adalah sebagai berikut :

Kata kunci: gigi goyang, mulut kering, bau aseton, haus, lapar, sering buang air kecil

Pemeriksaan hematologi lengkap (complete blood count) terdiri dari pemeriksaan darah rutin
ditambah hitung jenis leukosit dan pemeriksaan morfologi sel/ sediaan apus darah tepi
(SADT)/Gambaran darah tepi (GDT)/morfologi darah tepi (MDT) yaitu ukuran, kandungan
hemoglobin, anisositosis, poikilositosis, polikromasi.

Indeks eritrosit adalah batasan untuk ukuran dan isi hemoglobin eritrosit. Istilah
lain untuk indeks eritrosit adalah indeks korpusculer. Indeks eritrosit terdiri atas volume
atau ukuran eritrosit. Nilai eritrosit rerata dipakai untuk mengetahui volume eritrosit
rerata yang di ketahui dari nilai VER dan banyaknya hemoglobin dalam satu eritrosit
rerata dapat dilihat dari nilai HER serta untuk mengetahui konsentrasi hemoglobin
rerata dalam satu eritrosit dilihat pada nilai KHER
Nilai eritrosit rerata dipakai untuk penggolongan anemia berdasarkan morfologi.
Dikenal 3 macam penggolongan anemia yaitu : anemia mikrositik hipokrom,
normositik normokrom dan makrositik.

Diagnosis : DM

Diabetes dapat menyerang jaringan penyangga gigi atau periodontal. Diawali dengan adanya
penumpukan plak gigi karena pada penderita diabetes, kemampuan jaringan periodontal
untuk melawan kuman mengalami penurunan.

Sehingga jaringan periodontal mudah terinfeksi dan mudah rusak. Di saat infeksi sudah
terjadi, abses periodontal tidak bisa dihindari lagi. kondisi ini ketika jaringan penyangga gigi
mengeluarkan nanah.

Selanjutnya, jaringan yang terinfeksi tersebut akan mengalami pengikisan tulang penyangga
dengan cepat dan banyak. Jika kelamaan dibiarkan akan menyebabkan gigi goyang dan
akhirnya tanggal.

Selain gigi goyang, penderita diabetes mellitus yang tidak mengontrol gula darahnya dengan
baik juga bisa terkena xerostomia. 

Learning Objective :

1. Sebutkan dan jelaskan macam² Hepatitis!

Hepatitis virus akut adalah infeksi sistemik yang dominan menyerang hati. Hampir
semua kasus hepatitis virus akut disebabkan oleh salah satu dari lima jenis virus yaitu:
virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus
hepatitis D (HDV) dan virus hepatitis E (HEV). Selain itu, gejala juga bisa bervariasi
dari infeksi persisten subklinis sampai penyakit hati kronik progresif cepat dengan
sirosis hepatis dan karsinoma hepatoseluler yang umum ditemukan pada tipe virus
yang ditransmisi melalui darah (HBV, HCV, dan HDV)

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/81c85f16afa0b9c2812e5dbd7
73b5b0b.pdf

 Hepatitis a

Peradangan organ hati yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis A.


Infeksi yang akan mengganggu kerja organ hati ini dapat menular
dengan mudah, melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi.
Meskipun virus hepatitis A ditularkan melalui air dan makanan yang
tercemar, namun hampir sebagian besar infeksi HAV didapat melalui
transmisi endemic atau sporadic yang sifatnya tidak begitu dramatis.

Gejala klinis :

a. Masa Tunas
Lamanya viremia (Viremia adalah kondisi akibat adanya kadar
virus tinggi dalam tubuh.) pada hepatitis A 2-4 Minggu

b. Fase pra-ikterik/prodromal

Keluhan umumnya tidak spesifik, dapat berlangsung 2-7 hari,


gambaran sangat bervariasi secara individual seperti ikterik, urin
berwarna gelap, lelah/lemas, hilang nafsu makan, nyeri & rasa
tidak enak di perut, tinja berwarna pucat, mual dan muntah,
demam kadang-kadang menggigil, sakit kepala, nyeri pada sendi,
pegal-pegal pada otot, diare dan rasa tidak enak di tenggorokan.
Dengan keluhan yang beraneka ragam ini sering menimbulkan
kekeliruan pada waktu mendiagnosis, sering diduga sebagai penderita
influenza, gastritis maupun arthritis

c. Fase Ikterik

Fase ini pada awalnya disadari oleh penderita, biasanya setelah


demam turun penderita menyadari bahwa urinnya berwarna
kuning pekat seperti air teh ataupun tanpa disadari, orang lain
yang melihat sclera mata dan kulitnya berwarna kekuning-
kuningan. Pada fase ini kuningnya akan meningkat, menetap,
kemudian menurun secara perlahan-lahan, hal ini bisa berlangsung
sekitar 10-14 hari. Pada stadium ini gejala klinis sudah mulai
berkurang dan pasien merasa lebih baik. Pada usia lebih tua dapat
terjadi gejala kolestasis dengan kuning yang nyata dan bisa
berlangsung lama

d. Fase penyembuhan

Fase penyembuhan dimulai dengan menghilangkan sisa gejala tersebut


diatas, ikterus mulai menghilang, penderita merasa segar kembali
walau mungkin masih terasa cepat capai

Sumber : Noer, Sjaifoellah H.M., Sundoro, Julitasari. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati Edisi
Pertama. Editor : H. Ali Sulaiman. Jakarta: Jayabadi. 2007.

 Hepatitis b

Hepatitis B biasanya ditularkan dari orang ke orang melalui darah (penerima


produk darah, pasien hemodialisa, pekerja kesehatan atau terpapar darah).
Virus hepatiitis B ditemukan di cairan tubuh yang memiliki konsentrasi virus
hepatitis B yang tinggi seperti serviks / vagina, saliva, dan cairan tubuh
lainnya sehingga cara transmisi hepatitis B yaitu transmisi seksual. Cara
transmisi lainnya melalui penetrasi jaringan (perkutan) atau permukosa yaitu
alat-alat yang tercemar virus hepatitis B seperti sisir, pisau cukur, alat makan,
sikat gigi, tato, akupuntur, tindik, alat kedokteran, dan lain-lain.

Gejala klinis :

Gejala hepatitis B amat bervariasi dari tanpa gejala sampai gejala yang
berat seperti muntah darah dan koma. Pada hepatitis akut gejala amat
ringan dan apabila ada gejala, maka gejala itu seperti gejala influenza.
Gejala itu berupa demam ringan, mual, lemas, hilang nafsu makan, mata
jadi kuning (ikterus), kencing berwarna gelap, diare dan nyeri otot. Pada
sebagian kecil gejala dapat menjadi berat dan terjadi fulminan hepatitis
yang mengakibatkan kematian.

Sumber :Noer, Sjaifoellah H.M., Sundoro, Julitasari. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati Edisi
Pertama. Editor : H. Ali Sulaiman. Jakarta: Jayabadi. 2007.

Sanityoso, A. Hepatitis Virus Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009

 Hepatitis c

Virus Hepatitis C (VHC) merupakan salah satu virus dengan genom


RNA yang dapat menyebabkan infeksi pada sel-sel hati (hepatosit) yang
dapat menular melalui darah. Faktor-faktor yang terkait erat dengan
terjadinya infeksi HCV adalah penggunaan narkoba suntik (injection drug
user, IDU) dan menerima tranfusi darah.

Gejala klinis :

Masa inkubasi hepatitis C umumnya sekitar 6-7minggu pada beberapa


pasien yang menunjukkan gejala malaise dan jaundice. Selain itu juga
bisa muncul gejala-gejala fatique, tidak napsu makan, mual dan nyeri
abdomen kuadran kanan atas.

Malaise adalah istilah medis untuk menggambarkan perasaan lelah,


tidak nyaman, dan kurang enak badan yang tidak diketahui apa
penyebabnya

Jaundice/ikterus (penyakit kuning): kondisi menguningnya kulit dan


bagian putih mata (sklera).
Fatigue adalah kondisi yang membuat Anda tidak memiliki motivasi dan
energi(mengantuk)

Infeksi berkembang menjadi kronik pada sebagian besar penderita dan infeksi
kronik biasanya tidak menunjukkan gejala. Hal ini menyebabkan sangat
sulitnya menilai perjalanan infeksi HCV.

 Hepatitis d

Definisi hepatitis secara umum adalah proses inflamasi pada hati. Hepatitis
dapat disebabkan oleh virus hepatitis. Infeksi HDV hanya terjadi pada
individu dengan resiko infeksi HBV (koinfeksi atau superinfeksi). Tranmisi
virus ini mirip dengan HBV yaitu melalui darah, permukosal, perkutan
parenteral, seksual dan perinatal walaupun jarang. Pada saat terjadi
superinfeksi, titer VHD serum akan mencapai puncak, sekitar 2-5 minggu
setelah inokulasi, dan akan menurun setelah 1-2 minggu kemudian.
Gejala klinis :

Gambaran klinis secara umum dapat dibagi menjadi: koinfeksi,


superinfeksi. Disebut koinfeksi bila infeksi VHD terjadi bersama-sama
secara simultan dengan VHB, sedangkan superinfeksi bila infeksi VHD
terjadi pada pasien infeksi kronik VHB. Koinfeksi akan dapat
menimbulkan baik hepatitis akut B maupun hepatitis akut D.

Masa inkubasi hepatitis akut D sekitar 3-7 minggu. Keluhan pada masa
preikterik biasanya merasa lemah, tak suka makan, mual, keluhan-
keluhan seperti flu. Fase ikterus ditandai dengan feses pucat, urine
berwarna gelap dan bilirubin serum meningkat. Keluhan kelemahan
umum dan mual dapat bertahan lama bahkan pada fase penyembuhan.

Superinfeksi VHD pada hepatitis kronik B biasanya akan menimbulkan


hepatitis akut berat, dengan masa inkubasi pendek, dan kira-kira 80%
pasien akan berlanjut menjadi hepatitis kronik D. Hepatitis kronik D
akibat superinfeksi biasanya berat, progresif, dan sering berlanjut
menjadi sirosis hati

 Hepatitis e

HEV RNA terdapat dalam serum dan tinja selama fase akut. Penyakit ini
epidemi dengan sumber penularan melalui air. Penyebaran virus ini diduga
disebarkan juga oleh unggas, babi, binatang buas dan binatang peliharaan yang
mengidap virus ini.

Gejala klinis :

1. spectrum penyakit mulai dari asimtomatik, infeksi yang tidak nyata


sampai kondisi yang fatal sehingga terjadi gagal hati akut.

2. Sindrom klinis mirip pada semua virus penyebab mulai dari gejala
prodromal yang tidak spesifik dan gejala gastrointestinal, seperti: malaise,
anoreksia, mual dan muntah. Gejala flu, faringitis, batuk dan sakit kepala.

3. Gejala awal cenderung muncul mendadak pada HAV dan HEV

4. Demam jarang ditemukan, kecuali pada infeksi HAV.

5. Gejala prodromal menghilang pada saat timbul kuning, tetapi gejala


anoreksia, malaise, dan kelemahan dapat menetap.

6. Icterus didahului dengan kemunculan urin berwarna gelap, pruritus (gatal


yang biasanya bersifat ringan dan sementara) dapat timbul ketika icterus
meningkat.

7. Pemeriksaan fisik menunjukan pembesaran dan sedikit nyeri tekan pada


hati.

8. Splenomegali (pembesaran limfa) ringan dan limfadenopati


(pembengkakan atau pembesaran kelenjar getah bening) pada 15%-20% pasien
Sumber :

 Sanityoso, A. Hepatitis Virus Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi V. Jakarta. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2009

 Dienstag J.L., Isselbacher K.J.,Acute Viral Hepatitis. In: Eugene Braunwauld


et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th Edition,McGraw Hill,
2008.

Hepatitis A

Hepatitis infeksiosa atau yang sering kita kenal dengan (HVA) merupakan infeksi virus
pada hati salah satunya dapat ditularkan melalui air tercemar bahkan sebagian besar
dapat diltularkan juga melalui transmisi oleh endemik ataupun sporadik denganbersifat tidak
terlalu dramatis. Pravelensi infeksi diindikasikanpada tingkatan antibodi anti HVAyang
sudahdiketahui universal dan memiliki keterkaitan erat antar setiap hubungandengan
sanitasi daerah yang bersangkutan dimana masih tergolong dibawah standar
internasional. Infeksi Virus Hepatitis A tetap menjadi suatu persoalan penting di
bidang kesehatan di banyak negara-negara industri diantara kelompok risiko tinggi
seperti Petugas kesehatan, pekerja sanitasi, penyalahgunaan obat,
kelompok homoseksual,hinggamereka yang melakukan transmigrasi daerah dengan curah
endemisitas level paling rendah ke tinggi hingga beberapa rumah tahanan (Sulaiman,
Akbar danLesmana, 2012).

Hepatitis B

Hepatitis B atau yang sering kita dengar HBV merupakan infeksi serius yang
ditularkan melalui darah ataupun cairan tubuh. Virus Hepatitis B dapat dijumpai di
ruangdengan endemikyangtinggi, dan penyebaraninfeksi HBVberlakumelalui infeksi
musim perinatal dengan istilah masa indukkanak-kanak dengan proses yang dinamis antara
virus, hepatosit, dan sistem imun manusia. Hasil yang didapatkan Riset Kesehatan
Dasar (RISKEDAS) 2007 memperlihatkanbahwasanya prevalensi pasien yang terjangkit
Hepatitis B sejumlah9,4%memiliki arti bahwasanya satu dari sepuluh penduduk
Indonesia terjangkit Hepatitis B (HBV) dan data tersebut divisualisasikan dengan jumlah
keseluruhan penduduk Indonesia di tahun 2007, maka jumlah penderita virus HBV
dapat mencapai 23 juta orang (Ahmad danKusnanto, 2017). Hepatitis B
menimbulkan gejala yang beragam mulai dengan tanpa gejala hingga gejala yang
dikategorikan sangat berat seperti Hematemesis (Muntah Darah) maupun koma. Masa
perinatal merupakan kasus yang menimpa banyak sekali terinfeksi Hepatitis B dan
dapat menjadi kronik pada 90% kasus (Sulaiman, AkbardanLesmana, 2012).Berikut
merupakan salah satu gejala Hepatitis B

Gambar 1. Salah Satu Gejala Hepatitis B yaitu Ikterus

Sumber: (Sulaiman, Akbar danLesmana, 2012)


Sumber :

 https://j-ptiik.ub.ac.id/index.php/j-ptiik/article/view/7064/3411

Multazam, S., Cholissodin, I., & Adinugroho, S. (2020). Implementasi Metode


Extreme Learning Machine pada Klasifikasi Jenis Penyakit Hepatitis berdasarkan
Faktor Gejala. Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer e-
ISSN, 2548, 964X.

 Ahmad, N. danKusnanto, H., 2017.Prevalensiinfeksi virus Hepatitis B pada bayi


dan anak yang dilahirkan ibu dengan HBsAg positif. Journal of Community
Medicine and Public Health, 33, pp.515–520

 Sulaiman, H.A., Akbar, H.N. danLesmana,L.A., 2012. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Hati. 1st ed. Jakarta: CV SAGUNG SETO

2. Jelaskan bagaimana tatalaksana pasien DM!

1. Langkah-langkah penatalaksanaan umum

Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama meliputi:

a. Riwayat penyakit

1) Usia dan karakteristik saat onset diabetes


 Onset untuk menggambarkan waktu permulaan munculnya suatu penyakit alias kapan pertama
kali terkena penyakit

2) Pola makan, status nutrisi, status aktifitas fisik, dan riwayat perubahan berat badan

3) Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi pada kulit, gigi, saluran


pernapasan, dan saluran kemih

4) Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik pada ginjal, mata, jantung
dan pembuluh darah, kaki, saluran pencernaan, dan lain-lain

6) Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner,


obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin
lain)

7) Riwayat penyakit dan pengobatan selain DM

8) Karakteristik budaya, psikososial, pendidikan, dan status Ekonomi

b. Pemeriksaan fisik

1) Pengukuran tinggi dan berat badan

2) Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi


berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik
3) Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid

4) Pemeriksaan jantung

c. Evaluasi laboratorium

1) Pemeriksaan kadar gula darah puasa dan 2 jam TTGO

glukosa oral (TTGO) adalah salah satu metode pemeriksaan untuk


mendiagnosis diabetes. Tes ini mengukur kemampuan tubuh dalam
menyerap glukosa di dalam darah.

Pemeriksaan HbA1c (Hemoglobin glikat) berfungsi untuk mengukur rata-rata jumlah


hemoglobin A1c yang berikatan dengan gula darah (glukosa) selama tiga bulan
terakhir. Durasi ini sesuai dengan siklus hidup sel darah merah, termasuk hemoglobin,
yaitu tiga bulan

2. Langkah-langkah penatalaksanaan khusus

Penatalaksanaan DM dimulai dengan pola hidup sehat (tata laksana gizi klinis dan
aktivitas fisis) bersamaan dengan intervensi farmakologis dengan obat
antihiperglikemia secara oral dan/atau suntikan. Obat antihiperglikemia oral dapat
diberikan sebagai terapi tunggal atau kombinasi. Pada keadaan emergensi dengan
dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, hiperosmolar nonketotik,
kondisi penyakit yang berat, berat badan yang menurun dengan cepat, atau adanya
ketonuria, harus segera dirujuk ke pelayanan kesehatan sekunder atau tersier.

a. Edukasi

Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat perlu selalu dilakukan sebagai bagian
dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari
pengelolaan DM secara holistik.

b. Tata laksana gizi klinis

Tata laksana gizi yang tepat pada pasien diabetes dengan menerapkan pola makan
sehat direkomendasikan sebagai bagian terintegrasi dalam pencegahan dan
penanganan DM tipe 2. Tantangan utama pada pemberian perencanaan makan
bagi pasien diabetes adalah menetapkan jenis makanan yang dapat dikonsumsi
agar mendukung tercapainya kontrol glikemik, kolesterol, berat badan, dan
tekanan darah, serta mencegah berbagai komplikasi DM.

c. Latihan fisis

Tata laksana latihan fisis untuk pasien diabetes dibagi menjadi tiga kelompok
yaitu:

1) Latihan fisik untuk preventif


Tujuan umum tindakan preventif adalah untuk meningkatkan regulasi insulin
terutama pada pasien prediabetes, yang dapat dicapai melalui strategi
meningkatkan dan memelihara kebugaran fisik, meningkatkan dan
mempertahankan performa otot dan mengendalikan faktor risiko. Target
capaian yang diharapkan adalah pasien mengerti tingkat aktivitas fisik dan
intensitas latihan aerobik yang efektif untuk mencegah terjadinya komplikasi
diabetes melitus, membantu penurunan berat badan, serta mencapai kualitas
hidup yang optimal.

2) Latihan fisik untuk pasien DM tanpa komplikasi

Prinsip tata laksana rehabilitasi medik pada pasien DM tanpa komplikasi,


adalah untuk menunda atau mencegah komplikasi kardiovaskular dan
neuromuskuloskeletal. Target capaian pada program rehabilitasi medik adalah
perbaikan uji kebugaran kardiorespirasi dan otot, mempertahankan massa otot,
meningkatkan aktivitas fisik menjadi kategori sedang, dan mencapai kualitas
hidup yang optimal.

3) Latihan fisik untuk pasien DM dengan komplikasi

Komplikasi pada pasien DM yang sering terjadi adalah neuropati,


angiopati, artropati, kaki diabetes, ulkus diabetes. Prinsip tata laksana
rehabilitasi medik untuk mencegah komplikasi dengan mengendalikan kadar
glukosa darah dan penyakit premorbid, menurunkan risiko disabilitas, serta
memperbaiki kualitas hidup. Strategi yang dilakukan adalah peresepan latihan
yang aman dan efektif untuk meningkatkan mobilitas dan aktivitas kehidupan
sehari-hari, mengurangi nyeri, kontrol glukosa darah, mempertahankan
integritas sistem muskuloskeletal, mencegah sindrom dekondisi akibat
imobilisasi, serta rekondisi pasca imobilisasi. Target capaian program
rehabilitasi medik adalah kemandirian dalam mobilitas dan aktivitas
kehidupan sehari-hari yang optimal, kontrol nyeri, kemandirian pasien saat
dirawat, serta menghindari re-hospitalisasi.

d. Intervensi farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan


latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat
oral dan bentuk suntikan.

1) Obat antihiperglikemia oral : metformin dan tiazolidinedion (TZD)

2) Obat antihiperglikemia suntik : Insulin

e. Individualisasi Terapi

Manajemen diabetes melitus harus bersifat individual. Pelayanan yang


diberikan berbasis pada individu dimana keinginan, kebutuhan, dan
kemampuan pasien menjadi komponen penting dan utama dalam
menentukan pilihan dan target terapi. Pertimbangan tersebut dipengaruhi
oleh beberapa hal antara lain: usia pasien dan harapan hidupnya, lama
menderita DM, riwayat hipoglikemia, penyakit penyerta, adanya komplikasi
kardiovaskular, serta komponen penunjang lain (ketersediaan obat dan
kemampuan daya beli). Regimen pengobatan harus dievaluasi secara berkala
setiap 3-6 bulan, dan disesuaikan dengan kebutuhan pasien dengan
memperhatikan faktor risiko yang baru.

f. Monitoring

Pada praktek sehari-hari, hasil pengobatan diabetes melitus tipe 2 harus


dipantau secara terencana dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan
jasmani, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan
adalah:Pemeriksaan kadar glukosa darah, Pemeriksaan HbA1c,
Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM), pemantauan keton

SUMBER : Profesi, P. P. (2020). KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK


INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/603/2020 TENTANG PEDOMAN NASIONAL
PELAYANAN KEDOKTERAN TATA LAKSANA DIABETES MELITUS

file:///C:/Users/ACER/Downloads/fileunduhan_1610340996_61925.pdf

3. Sebutkan dan jelaskan klasifikasi dari DM!

DM merupakan penyakit metabolik yang mempunyai karakteristik


hiperglikemi dan terjadi akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
keduanya. Penyakit DM seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset
atau mulai terjadi 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga
morbiditas dan mortalitas terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi.
Diabetes melitus ditandai adanya hiperglikemi kronik akibat defisiensi insulin
baik relative maupun absolute. Gejala umum yang tampak pada penderita
DM adala DM adalah poliuria, polidipsia, polifagia serta penurunan berat
badan. Berdasarkan klasifikasinya, DM dibedakan menjadi 2 kategori yakni
insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM) atau DM tipe 1 dan non-insulin
dependent diabetes mellitus (NIDDM) atau DM tipe 2

 Diabetes melitus tipe 1

Terjadi karena gangguan produksi insulin akibat kerusakan sel β pankreas.


Patofisiologinya yakni adanya reaksi autoimun akibat peradangan pada sel β.
Hal ini menyebabkan timbulnya antibodi terhadap sel β yang disebut ICA
(Islet Cell Antibody). Reaksi antigen (sel β) dengan antibodi ICA
yang ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel β. Selain karena
autoimun, diabetes tipe 1 juga bisa disebabkan virus
cocksakie, rubella, citomegalo virus (CMV), herpes dan lain-lain. Pada
penderita diabetes tipe 1 umumnya terdiagnosa pada usia muda

 Diabetes melitus tipe 2

Diabetes tipe 2 terjadi oleh karena kerusakan molekul insulin atau gangguan
reseptor insulin yang mengakibatkan kegagalan fungsi insulin untuk mengubah
glukosa menjadi energi. Pada dasarnya pada diabetes tipe 2 jumlah insulin dalam
tubuh adalah normal bahkan jumlahnya bisa meningkat, namun karena jumlah
reseptor insulin pada permukaan sel berkurang menyebabkan glukosa yang masuk
kedalam sel lebih sedikit. Hal tersebut akan terjadi kekurangan jumlah glukosa
dan kadar glukosa menjadi tinggi didalam pembuluh darah

Sumber :

 Mealey B.L and Oates T.W, Diabetes Mellitus and Periodontal


Disease, J.Periodontol, 2016; 77 (8)

 Ermawati, T. (2015). Periodontitis dan diabetes melitus. STOMATOGNATIC-


Jurnal Kedokteran Gigi, 9(3), 152-154.
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/STOMA/article/view/2136/1739

 Soegondo, S., Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus Terkini


dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta, 2015:17-18

 Asdie, A.H., Patogenesis dan Terapi Diabetes Mellitus Tipe 2,


Fakultas Kedokteran, UGM, 2000: 1-2

DM tipe 1 dan tipe 2 merupakan penyakit yang heterogen karena manifestasi klinis dan
perjalanan penyakit dapat bervariasi. Penentuan klasifikasi sangat penting untuk menentukan
terapi tetapi ada beberapa individu yang tidak bisa diklasifikasikan secara pasti apakah dia
menderita DM tipe 1 atau DM tipe 2 pada saat diagnosis ditegakkan. Paradigma lama yang
menyebutkan bahwa DM tipe 2 hanya terjadi pada dewasa dan DM tipe 1 hanya terjadi pada
anak-anak tidak lagi dipergunakan karena kedua tipe tersebut dapat terjadi pada semua usia.

SUMBER : Profesi, P. P. (2020). KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK


INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/603/2020 TENTANG PEDOMAN NASIONAL
PELAYANAN KEDOKTERAN TATA LAKSANA DIABETES MELITUS

4. Jelaskan etiologi dari DM!


Penyebab diabetes melitus sampai sekarang belum diketahui dengan pasti tetapi
umumnya diketahui karena kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor
herediter memiliki peran penting. Sedangkan berdasarkan kelompoknya Insulin
Dependent Diabetes Melitus (IDDM) dan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus
(NIDDM) tentu memiliki etiologi yang berbeda.

a. Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)

Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun, biasanya disebut dengan Juvenille
Diabetes. Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM.
Sedangkan lingkungan bisa berasal dari infeksi virus misalnya virus
Coxsackievirus B dan streptococcus. Virus tersebut menyerang pulau Langerhans
Pankreas sehingga produksi insulin berkurang dan bisa saja akibat respon
autoimun, dimana antibodi sendiri akan menyerang sel β pankreas.

b. Non Insulin Diabetes Melitus (NIDDM)

Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia 65 tahun keatas tetapi
sekarang usia 20 tahun keatas sudah terdapat yang terserang DM tipe 2),
Kelebihan berat badan (overweight) memiliki peran penting dalam terjadinya
NIDDM karena overweight membutuhkan banyak insulin untuk metabolisme.
Terjadinya Hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup untuk menghasilkan insulin
dan jumlah reseptor insulin menurun sehingga banyak gula darah yang tidak diikat
sehingga beredar didalam darah.

Sumber : Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta :
EGC,
http://eprints.undip.ac.id/56273/3/Wahyu_Adhitya_Prawirasatra_22010113120025_Lap.KTI
_Bab2.pdf

5. HADIST

Fungsi dari mengetahui masa inkubasi

Mencatat epidemi/pandemi pada daerah tersebut

Anda mungkin juga menyukai