Anda di halaman 1dari 7

KARAKTERISTIK MORFOLOGIS DAN ANATOMIS

KLON HARAPAN TAHAN PENGGEREK BUAH


KAKAO SEBAGAI SUMBER BAHAN TANAM
Jermia Limbongan

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan, Jalan Perintis Kemerdekaan km 17,5, Kotak Pos 1234, Makassar
Telp. (0411) 556449, Faks. (0411) 554522, E-mail: bptp_sulsel@litbang.deptan.go.id

Diajukan: 19 Juli 2011; Diterima: 24 Oktober 2011

ABSTRAK
Hama penggerek buah kakao (PBK, Conopomorpha cramerella Snell.) merupakan hama penting yang dapat
menyebabkan kehilangan hasil kakao hingga 90%. Pengendalian hama ini dapat dilakukan dengan cara menanam
klon kakao tahan hama PBK yang dihasilkan melalui perbanyakan secara generatif atau vegetatif (okulasi,
sambung) dengan entres maupun teknik somatic embryogenesis (SE) dengan bahan tanam sel somatik. Untuk
memenuhi permintaan bibit kakao yang terus meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya, pemahaman tentang
karakter morfologis dan anatomi klon tahan hama menjadi penting untuk menentukan klon harapan tahan hama
PBK sebagai sumber bahan tanam. Karakter morfologi yang penting sebagai petunjuk untuk memilih klon harapan
tahan PBK antara lain adalah bentuk buah elips dan oblong, kulit buah tebal dan permukaan halus, konstriksi buah
tidak berlekuk, dan apeks buah tumpul. Karakter anatomis yang penting adalah volume plasenta besar, lapisan
sklerotik tebal, persen biji lengket sedikit, jumlah lubang masuk dan keluar sedikit, lapisan perikarp tebal, lapisan
endokarp keras, dan adanya kandungan inhibitor proteinase dalam buah.
Kata kunci: Kakao, penggerek buah kakao, Conopomorpha cramerella, bahan tanam

ABSTRAK
Morphological and anatomical characteristics of promising cocoa clones
resistant to fruit borer as seed source

Cocoa fruit borer (Conopomorpha cramerella Snell.) is a pest that able to cause yield losses up to 90%. The pest
could be controlled by planting resistant clones produced through a generative or vegetative planting propagation,
such as grafting, buding, and tissue culture by somatic embryogenesis (SE). Selection of promising lines of cocoa
clones resistant to cocoa fruit borer (CFB) as planting materials is urgently required to meet the increasing demand
for cocoa seeds, both in quality and quantity. Morphological characteristics of cocoa clones that can be used as a
guidance for selection include elliptical and oblong fruit shape, thick skin with smooth surface, no grooved on the
constriction, and obtuse apex. The anatomical characteristics are large volume of placenta, thick sclerotic layer,
less percentage of sticky seeds, less number of entry and exit holes, thick pericarp lining, hard endocarp tissue, and
the presence of proteinase inhibitor in the fruit.
Keywords: Cocoa, cocoa fruit borer, Conopomorpha cramerella, planting materials

I ndonesia menempati peringkat ketiga


dalam produksi kakao dunia setelah
Ghana dan Pantai Gading. Luas area
Penggerek buah kakao (PBK) (Cono-
pomorpha cramerella Snell.) adalah
salah satu hama penting yang dapat
pada buah kakao muda mengakibatkan
kehilangan hasil yang lebih besar karena
buah akan mengalami kerusakan dini
tanaman kakao Indonesia terus mening- menimbulkan kehilangan hasil hingga dan tidak dapat dipanen (Azhar et al.
kat, tetapi menurut Lembaga Riset 90% (Anonim 2000). Larva serangga ha- 1995). Menurut Prawoto (1995), PBK
Perkebunan Indonesia (2008), produk- ma ini memakan plasenta buah yang dapat menurunkan hasil kakao 80−90%.
tivitas rata-rata kakao Indonesia baru merupakan saluran makanan menuju Luas serangan hama PBK di Indo-
mencapai 625 kg/ha/tahun, jauh di bawah biji sehingga mengakibatkan penurunan nesia mencapai 348.000 ha (Ditjenbun
potensinya di atas 2.000 kg/ha/tahun. hasil dan mutu biji kakao. Kehilangan 2004) atau 57% dari luas area kakao yang
Salah satu penyebab rendahnya produk- hasil terjadi karena buah kakao yang ter- tersebar di seluruh wilayah pertanam-
tivitas kakao adalah gangguan hama dan serang PBK bijinya menjadi lengket dan an kakao. Rehabilitasi pertanaman
penyakit. kandungan lemaknya menurun. Serangan kakao yang rusak akibat serangan hama

14 Jurnal Litbang Pertanian, 31(1), 2012


PBK, memerlukan biaya yang sangat menuju biji, sehingga bila kulit buah pengembangan area seluas 200.000 ha.
besar. dibuka akan tampak lubang berwarna Hingga tahun 2010, Indonesia hanya
Penggunaan insektisida untuk pe- merah muda yang berliku-liku di dalam mampu menyediakan 57 juta bibit kakao
ngendalian hama PBK, di samping memer- buah. Jaringan buah yang telah rusak me- sehingga masih kekurangan 18 juta bibit.
lukan biaya yang tinggi, dikhawatirkan nimbulkan perubahan fisiologis pada Dalam kondisi seperti tersebut diperlukan
berdampak negatif terhadap lingkungan. kulit buah, yaitu kulit buah tampak hijau langkah-langkah untuk mempercepat
Oleh karena itu, penggunaan klon tahan berbelang merah atau jingga (Wardojo pengadaan bibit sehingga bibit tidak
hama, khususnya PBK lebih dianjurkan 1994). Serangan hama PBK pada buah menjadi kendala produksi dan produk-
sebagai komponen utama pengendalian kakao akan menyebabkan biji gagal tivitas kakao dalam negeri. Perbanyakan
hama terpadu yang berwawasan ling- berkembang, biji saling melekat, serta tanaman kakao dapat dilakukan secara
kungan dan menunjang pertanian ber- bentuknya kecil dan keriput (Gambar 1). generatif dengan biji maupun secara
kelanjutan. Kebiasaan hama PBK yang berada dalam vegetatif dengan entres dan sel somatik.
Pertumbuhan dan produktivitas ta- plasenta buah menyebabkan pengen-
naman kakao ditentukan oleh sifat genetik dalian hama menjadi lebih sulit karena di
bahan tanam serta interaksinya dengan samping sulit mengidentifikasi adanya Benih
lingkungan tempat tumbuhnya (Winarno gejala kerusakan buah sejak dini, juga
1995). Selanjutnya dinyatakan bahwa pro- larva akan selalu terlindung dari cara Perbanyakan tanaman melalui benih
duksi potensial ditentukan oleh bentuk pengendalian apapun yang dilakukan. berupa biji disebut perbanyakan secara
bahan tanam yang digunakan, misalnya generatif. Produksi dan pemeliharaan
berupa benih, entres, atau sel somatik. benih perkebunan diatur dalam Peraturan
Pemilihan klon harapan tahan hama PBK Menteri Pertanian No. 39/Permentan/
sebagai sumber bahan tanam maupun PERMASALAHAN BAHAN OT.140/8/2006 dengan mengacu pada
plasma nutfah merupakan salah satu TANAM KAKAO peraturan Seed Testing Association
modal dasar untuk mendapat bahan ta- (ISTA), yaitu benih harus berasal dari
nam dengan produktivitas dan mutu hasil Bahan tanam tahan hama dan penya- klon unggul yang telah mendapat
yang tinggi. Beberapa peneliti di lembaga kit merupakan bagian dari komponen pengesahan dan pengakuan tentang
penelitian maupun perguruan tinggi pengendalian organisme pengganggu keunggulan yang dimiliki. Selama dalam
tengah mengupayakan perakitan bahan tanaman (OPT) yang telah terbukti efek- proses penangkaran, benih akan melalui
tanam kakao tahan hama PBK melalui tif mengendalikan berbagai kasus serang- pengujian lapangan, yang meliputi ke-
eksplorasi maupun seleksi genotipe tahan. an hama dan penyakit (Panda dan Khush murnian, keseragaman, dan kebersihan
Diharapkan klon kakao tahan PBK dapat 1995). Pemanfaatan bahan tanam tahan pertanaman. Setelah pengujian lapangan,
menjadi komponen penting dalam sistem untuk pengendalian OPT diamanatkan dilakukan pengujian laboratorium, untuk
pengendalian hama terpadu. dalam UU No. 12 tahun 1992 melalui sis- menguji kemurnian varietas dan fisik,
Tulisan ini memberikan informasi tem pengendalian hama terpadu (PHT). kandungan air, dan daya kecambah.
tentang karakteristik morfologis dan Menurut Lembaga Riset Perkebunan Masalah yang dihadapi dalam peng-
anatomis klon harapan kakao tahan hama Indonesia (2008), program revitalisasi gunaan biji sebagai bahan tanam menurut
PBK sebagai sumber bahan tanam, baik perkebunan kakao memerlukan bibit Winarno (1995) adalah kemungkinan
berupa benih, entres maupun sel somatik. hingga 75 juta/tahun, untuk mendukung terjadinya segregasi sehingga pertum-
Informasi tersebut diharapkan dapat
dijadikan petunjuk dalam menentukan
pohon induk kakao yang cocok diguna-
kan sebagai sumber bahan tanam tahan
hama PBK.

MEKANISME SERANGAN
HAMA PBK

Penggerek buah kakao berkembang biak


dengan cara bertelur. Hama ini biasanya
meletakkan telur setelah matahari terbe-
nam pada alur kulit buah kakao yang
berlekuk (Depparaba 2002; Laode 2004;
Tjatjo et al. 2008). Setelah telur menetas,
larva segera membuat lubang ke dalam
buah agar terhindar dari pemangsa
(predator). Larva yang masuk ke dalam
buah akan tinggal selama 12−14 hari dan
menggerek jaringan lunak seperti pulp, Gambar 1. Gejala serangan hama penggerek buah kakao; warna jingga pada kulit
plasenta, dan saluran makanan yang luar (kiri), serta buah sehat dan buah terserang (kanan).

Jurnal Litbang Pertanian, 31(1), 2012 15


buhan, produktivitas maupun mutu hasil yang jauh bisa mengakibatkan kematian yang dimiliki oleh inang kakao terhadap
tanaman sangat beragam. Perbanyakan entres sebelum digunakan. serangga (Tjatjo et al. 2008). Serangga
kakao dengan biji sudah dilakukan petani tidak menyukai buah yang memiliki
secara turun-temurun. Limbongan et al. karakter tersebut karena penampilan
(2010) bahkan menemukan beberapa morfologinya tidak sesuai sebagai pakan
Eksplan Sel Somatik
petani kakao di Sulawesi Selatan sering maupun tempat untuk bertelur. Dent
membawa biji kakao dari provinsi lain (2000) berpendapat bahwa inang memiliki
Sejak tahun 2008 Badan Litbang Pertanian
sehingga memungkinkan terjadinya mekanisme resistensi untuk menghalangi
melalui Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
penularan hama dan penyakit dari satu kolonisasi serangga, yang disebut dengan
mulai memproduksi planlet kakao dengan
daerah ke daerah lain. Masalah lain adalah antixenoxis.
teknik somatic embryogenesis (SE). SE
benih dan biji kakao terlebih dahulu harus Hubungan antara jumlah buah, ke-
adalah proses menumbuhkan sel somatik
dikecambahkan dan dibibitkan sekitar adaan permukaan buah, dan warna kulit
dalam kondisi terkontrol, yang selanjutnya
enam bulan sebelum ditanam, sehingga buah dengan ketahanan terhadap serang-
berkembang menjadi sel embriogenik dan
memerlukan tambahan waktu dan biaya an hama PBK telah diteliti oleh Susilo et
setelah mengalami perubahan morfologi
untuk penyemaian. al. (2004) pada beberapa pohon induk
dan biokimia akan terbentuk embrio
kakao di Kebun Pabatu, Sumatera Utara
somatik. Tanaman asal SE lebih unggul
(Tabel 1). Hasil penelitian menunjukkan
dibanding tanaman asal benih ataupun
Entres perbanyakan vegetatif lainnya. Tanaman
bahwa dari enam pohon induk yang
terserang berat (rentan), lima pohon induk
hasil SE memiliki tajuk sempurna, berakar
Perbanyakan tanaman secara vegetatif memiliki permukaan kulit buah yang agak
tunggang, pertumbuhan seragam, vigor,
dengan menggunakan cabang, batang, kasar sampai kasar. Sebaliknya, pohon
relatif tahan kekeringan, dan produkti-
akar ataupun daun biasa disebut klo- induk yang terserang ringan (tahan)
vitasnya tinggi. Teknik SE dapat menye-
nalisasi. Bagian vegetatif tanaman kakao sampai sedang (agak tahan) memiliki
diakan bibit dalam jumlah besar dalam
yang banyak digunakan sebagai bahan permukaan buah yang halus. Warna
waktu singkat, berkualitas tinggi dan
tanam untuk klonalisasi adalah batang merah pada kulit buah kakao belum bisa
seragam, secara genetik sama dengan
atau cabang, yang disebut entres atau dijadikan petunjuk ketahanan kakao
induknya, dan secara morfologi normal
kayu okulasi. Klonalisasi dapat dilakukan terhadap hama PBK.
(Lembaga Riset Perkebunan Indonesia
di pembibitan maupun pada tanaman Kerusakan buah lebih banyak terjadi
2008).
kakao dewasa di lapangan, misalnya pada kulit buah yang kasar dibanding-
Kendala yang dihadapi dalam kultur
dengan okulasi di pembibitan atau sam- kan dengan kulit buah yang halus. Tam-
jaringan kakao menurut Winarsih et al.
bung samping di pertanaman (Rubiyo paknya struktur permukaan kulit buah
(2002) adalah produksi kalus, fenol, dan
2001). Keuntungan teknik klonalisasi di kakao yang halus kurang disukai oleh
lendir yang berlebihan dari eksplan
pertanaman yaitu mendapat tanaman PBK untuk meletakkan telur. Adanya per-
jaringan vegetatif sehingga memengaruhi
baru tanpa melakukan penyulaman bedaan tersebut memengaruhi aktivitas
jumlah embrio yang dihasilkan. Peng-
sehingga tidak perlu membongkar ta- PBK dalam merusak buah. Brown et al.
gunaan hormon tumbuh indole butyric
naman yang sudah ada (Limbongan et al. (1980) menyatakan, proses peletakan telur
acid (IBA) pada berbagai konsentrasi
2010). serangga dipengaruhi oleh berbagai fak-
diduga dapat menginisiasi regenerasi
Perbanyakan vegetatif akan meng- tor, antara lain ketebalan dan kekerasan
dari eksplan embrio zigotik. Hasil pene-
hasilkan tanaman yang secara genetik jaringan tanaman, lignifikasi atau adanya
litian menunjukkan bahwa terdapat in-
sama dengan induknya, sehingga diper- jaringan pertahanan lain pada tanaman.
teraksi antara konsentrasi IBA dan klon
oleh pertanaman kakao yang seragam baik Kulit buah yang memiliki alur yang dalam
yang diuji. Pada media multiplikasi, jum-
produktivitas maupun mutu hasilnya. lebih disukai PBK karena mempermudah
lah embrio paling banyak pada klon Sca 6,
Namun, Limbongan et al. (2010) menya- peletakan telur pada alur buah. Telur yang
ICS 60, dan RCC 72 diperoleh dari per-
takan, masalah yang ditemui pada peng- telah diletakkan pada alur buah yang
lakuan IBA 4 mg/l, dan pada klon TSH 858
gunaan entres untuk perbanyakan ta- dalam dapat bertahan dari terpaan air
dan DR 2 berturut-turut dari perlakuan
naman adalah kurangnya keterampilan hujan atau angin, sedangkan telur pada
IBA 2 dan 1 mg/l.
dan pengalaman petani sehingga persen- buah yang beralur dangkal lebih mudah
tase sambung jadi rendah. Selanjutnya terlepas dari kulit buah apabila terkena air
disimpulkan bahwa persentase sambung hujan atau angin (Gambar 2).
jadi, selain dipengaruhi oleh jenis klon Menurut Laode (2004), bentuk tajuk,
CIRI KLON HARAPAN bentuk buah, pangkal buah, kulit buah,
sumber entres, juga ditentukan oleh
pengalaman dan keterampilan petani un- TAHAN HAMA PBK alur buah, tebal kulit buah, dan kerapatan
tuk melakukan pengembangan. Petani massa sklerokarp merupakan faktor
yang baru belajar menyambung hanya bisa Ciri Morfologis pendukung ketahanan tanaman kakao
mendapat 53% sambung jadi, sedangkan terhadap hama PBK. Selanjutnya disim-
petani yang berpengalaman melakukan Penampilan morfologi buah kakao yang pulkan bahwa adanya perbedaan kom-
penyambungan selama dua tahun bisa tahan dan rentan PBK memiliki beberapa ponen hasil, misalnya jumlah biji tiap
memperoleh 75% sambung jadi. Masalah perbedaan. Buah yang berbentuk orbi- buah, bobot 100 biji kering, dan indeks
lain adalah umur entres maksimum hanya kuler, tanpa basal buah, dan apeks yang pod disebabkan oleh aktivitas hama PBK
lima hari sehingga pengiriman dari tempat membulat merupakan bentuk stimulan pada buah yang rentan.

16 Jurnal Litbang Pertanian, 31(1), 2012


Tabel 1. Hubungan antara morfologi buah kakao dengan respons tanaman terhadap hama penggerek buah kakao
(PBK) pada beberapa pohon induk di Kebun Pabatu, Sumatera Utara.

Jumlah buah Respons tanaman


Kode seleksi Permukaan buah Warna kulit buah
/pohon terhadap PBK

PABA/I/90/D/1 101 Serangan berat Agak kasar Hijau muda


PABA/I/90/C/1 70 Serangan berat Kasar Hijau
PABA/I/90/C/2 117 Serangan berat Halus Hijau muda
PABA/I/90/C/3 109 Serangan berat Kasar Hijau
PABA/VII/76G/1 55 Serangan berat Kasar Merah kecoklatan
PABA/VIII/78B/2 123 Serangan berat Agak kasar Hijau muda
PABA/VIII/78B/3 108 Serangan sedang Agak kasar Merah tua
PABA/VIII/78F/2 152 Serangan sedang Halus Hijau tua
PABA/V/81L/2 65 Serangan sedang Halus Merah muda
PABA/VIII/78B/1 146 Serangan ringan Halus Hijau
PABA/V/81L/1 134 Serangan ringan Halus Hijau

Sumber: Susilo et al. (2004).

Serangan PBK dapat merusak plasenta Buah kakao yang terserang PBK akan apeks buah tumpul. Tanaman yang ren-
buah sehingga aliran makanan menuju rusak, dan jika buah tersebut masak, tan memiliki bentuk buah elips dan
buah terhenti (Depparaba 2002). Hal ini bijinya akan sulit dilepaskan satu sama lonjong, kontriksi basal berlekuk, dan
menyebabkan perkembangan biji dalam lain. Apabila PBK menyerang dan me- kontriksi apeks bervariasi dari runcing
buah terhambat, bahkan pada kondisi mutuskan saluran makanan, walaupun hingga sangat runcing.
yang sangat parah, biji tidak dapat ber- buah terus tumbuh, bijinya akan tetap Kanro et al. (2005) menganalisis efek
kembang dan saling melekat satu sama muda, gepeng atau kosong (hampa). langsung berat polong dengan intensitas
lain (Wardoyo 1994; Depparaba 2002). Anshary (2002b) dan Tjatjo et al. kerusakan yang ditimbulkan oleh hama
Akibatnya, hasil menurun karena biji (2008) menyatakan, perbedaan klon PBK, yaitu sekitar 85,5% dari efek total.
berukuran tidak sempurna dan lebih harapan kakao yang tahan dan yang Jadi seleksi klon tahan hama PBK dapat
ringan. Hal ini sesuai dengan pendapat rentan hama PBK dapat dilihat pada menggunakan identitas berat polong.
Anshary (2002b) bahwa kerusakan pla- kontriksi basal buah, kontriksi apeks Namun, hasil penelitian Ruchjaningsih
senta menyebabkan biji rusak dan tidak buah, keadaan permukaan buah, ke- et al. (2004) pada beberapa klon ha-
berkembang sehingga memengaruhi dalaman alur buah, kekerasan sklerotik, rapan tahan hama PBK di Desa Kurma,
produktivitas tanaman. Kartasapoetra bobot 100 biji kering, dan indeks pod. Kabupaten Polmas menunjukkan bahwa
(1993) menambahkan bahwa kerusakan Tanaman yang tahan umumnya memiliki bobot buah, jumlah biji per buah, jumlah
akibat PBK tidak hanya pada buah dan bentuk buah elips dan oblong, dengan biji sehat, dan bobot tiap biji mem-
biji, tetapi juga pada saluran makanan. kontriksi basal buah tidak berlekuk serta perlihatkan tingkat keragaman yang
berbeda antartanaman sehingga perlu
kehati-hatian dalam menganalogikan sifat
ketahanan pada setiap individu tanaman
dengan menggunakan komponen-kom-
ponen tersebut. Sebaliknya, panjang
buah, diameter buah, tebal kulit, tebal
sklerotik, dan jumlah biji sakit memper-
lihatkan ragam yang sama sehingga sifat
ketahanan dapat dianalogikan pada setiap
individu tanaman.
Menurut Anshary (2002a), potensi
produktivitas klon kakao tahan PBK di
Donggala dan Tolitoli, Sulawesi Tengah,
berbeda nyata dengan potensi produk-
tivitas kakao yang rentan. Di Donggala,
potensi produksi klon tahan 1,71 t/ha
atau tiga kali lebih besar dibanding klon
Permukaan kulit kasar Permukaan kulit agak kasar Permukaan kulit halus rentan, yaitu 0,52 t/ha. Di Tolitoli, potensi
warna hijau warna oranye warna hijau produksi klon tahan mencapai 1,50 t/ha,
atau dua kali lebih besar dibanding klon
Gambar 2. Ciri morfologi (warna dan kekasaran kulit) buah kakao. rentan yang hanya 0,64 t/ha.

Jurnal Litbang Pertanian, 31(1), 2012 17


Ciri Anatomis

Ketebalan Jaringan buah


Terdapat tiga lapisan penting pada buah Biji Jaringan sklerotik

V
V
kakao yang erat kaitannya dengan PBK,
Mesokarp

V
yaitu eksokarp, mesokarp, dan endokarp.
Lapisan eksokarp lebih tipis dibanding
mesokarp dan endokarp; terdiri atas dua Endokarp

V
lapisan yaitu lapisan yang lunak berwarna
putih dan lapisan yang keras berwarna
coklat atau dikenal sebagai lapisan skle- Eksokarp

V
rotik. Mesokarp lebih tebal dibandingkan

V
Plasenta
dengan eksokarp dan endokarp, namun
lapisan endokarp lebih keras dibanding-
kan lapisan eksokarp dan mesokarp.
Lapisan sklerotik mempunyai peran
penting dalam ketahanan klon kakao
terhadap PBK (Gambar 3).
Gambar 3. Ciri anatomis buah kakao.
Hubungan antara ketahanan klon
kakao terhadap PBK dengan ketebalan
dan kekerasan jaringan buah dapat dilihat
pada Tabel 2. Dari Tabel 2 dapat diketahui Tabel 2. Ketebalan dan kekerasan jaringan buah kakao umur empat bulan
bahwa jaringan sklerotik mempunyai pe- pada klon tahan dan klon rentan.
ran penting dalam kaitannya dengan
kehidupan PBK. Jaringan sklerotik buah Ketebalan jaringan Kekerasan jaringan endokarp
Sumber tanaman
kakao dari tanaman yang tahan PBK, baik sklerotik (mm) (mm/detik 100 g)
dari Donggala maupun Tolitoli, secara
Klon tahan
statistik lebih tebal dibandingkan dengan Donggala 1 (D1) 1,90 0,58
buah dari tanaman yang rentan. Demikian Donggala 2 (D2) 1,86 0,61
pula kekerasan jaringan endokarp klon Tolitoli 1 (T1) 1,99 0,60
tahan lebih keras daripada klon rentan. Tolitoli 2 (T2) 1,98 0,58
Kesimpulan yang sama dikemukakan oleh Klon rentan
Susilo (2010), yang menyatakan bahwa Donggala 3 (D3) 0,63 1,88
ketebalan lapisan sklerotik merupakan Tolitoli 3 (T3) 0,62 1,89
peubah yang mempresentasikan karak- Sumber: Anshary (2002a).
teristik ketahanan kakao terhadap hama
PBK. Selanjutnya dinyatakan bahwa
proses lignifikasi (penumpukan lignin)
pada lapisan sklerotik yang menghambat
masuknya larva PBK ke dalam buah kakao
belum diketahui apakah bersifat fisik atau dari 18 klon kakao yang diuji di Sulawesi hasilkan respons serangan sedang atau
kimiawi. Selatan mengandung PIN. berat dapat dipastikan rentan terhadap
Hasil identifikasi Kanro et al. (2005) di Upaya mendapat materi genetik bahan PBK, meskipun tingkat kerentanan antar-
Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat tanam tahan PBK melalui eksplorasi di genotipe bervariasi. Walaupun tidak ada
menyimpulkan bahwa efek langsung dari daerah endemis PBK telah dilakukan oleh konsistensi nilai hasil pengamatan
tebal perikarp dan tebal sklerotik terhadap Susilo et al. (2004). Eksplorasi genotipe persentase biji lengket, jumlah lubang
serangan hama PBK berturut-turut sebe- kakao tahan PBK dilakukan pada per- masuk tembus sklerotik, dan jumlah
sar 44,96% dan 22,50%. Dengan demikian, tanaman kakao seluas 1.746 ha (74.500 lubang keluar, ada kecenderungan kom-
seleksi individu tanaman kakao tahan PBK pohon) di Kebun Pabatu PTPN IV, ponen pengamatan tersebut dapat
dapat menggunakan kriteria tebal perikarp Sumatera Utara, dan di Ladongi, Sulawesi dijadikan petunjuk untuk menentukan
dan tebal mantel sklerotik. Tenggara (Tabel 3). ketahanan klon kakao terhadap hama
Ketahanan klon kakao terhadap se- Adanya variasi respons pohon induk PBK. Analisis korelasi konikal antar-
rangan hama PBK juga ditentukan oleh terhadap serangan PBK menunjukkan peubah yang dilakukan Susilo (2010) me-
kandungan inhibitor proteinase (PIN), adanya variasi genetik sifat ketahanan nunjukkan, ketebalan lapisan sklerotik
yaitu gen yang membawa sifat ketahanan PBK pada genotipe-genotipe terpilih. berasosiasi positif (dengan nilai koefisien
tanaman terhadap hama ulat seperti PBK. Pohon induk yang memiliki respons relatif tinggi) dengan jumlah lubang masuk
Jaya et al. (2004) telah mengidentifikasi serangan ringan dapat diduga memiliki dan jumlah lubang masuk tembus lapisan
PIN yang terkandung dalam beberapa ketahanan terhadap serangan PBK, sklerotik, dan sebaliknya berasosiasi ne-
klon kakao dan menyimpulkan bahwa 13 sedangkan pohon induk yang meng- gatif dengan jumlah lubang keluar. Dengan

18 Jurnal Litbang Pertanian, 31(1), 2012


Tabel 3. Lapisan sklerotik buah kakao pada beberapa pohon induk di Kebun Pabatu, Sumatera Utara, dan di Ladongi,
Sulawesi Tenggara.

Lokasi dan Jumlah lubang masuk Jumlah lubang Tebal lapisan Ketahanan terhadap
Biji lengket (%)
kode seleksi tembus sklerotik keluar sklerotik (mm) PBK

Pabatu, Sumut 1
PABA/I/90/C/1 100,00 85,00 19,00 0,50 Peka
PABA/I/90/C/2 76,56 64,00 4,50 0,70 Peka
PABA/VIII/78B/2 90,35 42,00 4,80 0,56 Peka
PABA/V/81L/2 41,90 24,40 4,50 0,45 Agak tahan
PABA/VIII/78B/3 34,66 18,33 2,83 0,42 Agak tahan
PABA/VIII/78F/2 21,47 13,78 3,22 0,60 Agak tahan
PABA/V/81L/1 19,36 22,00 0,89 0,64 Tahan
PABA/VIII/78B/1 54,07 16,00 1,50 0,65 Tahan
Ladongi, Sultra 2
ARDACIAR 24 2,0 4,0 0,0 0,8 Tahan
ARDACIAR 25 0,0 5,0 0,0 0,9 Tahan
ARDACIAR 10 0,4 3,3 0,2 0,8 Tahan

Sumber: 1Susilo et al. (2004); 2Sulistyowati et al. (2004).

perikarp tebal, lapisan endokarp keras, dan


demikian, ketebalan lapisan sklerotik meru- Tabel 4. Volume plasenta pada klon
adanya kandungan PIN dalam buah.
pakan peubah yang mempresentasikan kakao tahan dan rentan
Program pengendalian hama PBK per-
karakteristik ketahanan hama PBK. hama PBK di Donggala dan
lu menggunakan berbagai klon harapan
Tolitoli, Sulawesi Tengah.
tahan hama PBK yang terdapat pada
Volume plasenta berbagai daerah pengembangan kakao
Volume Plasenta Buah Sumber tanaman
(cm 3 ) sebagai sumber bahan tanam. Perlu
Klon tahan PBK dilakukan penelitian untuk mengetahui
Plasenta merupakan bagian dari buah yang potensi klon harapan tahan hama PBK
Donggala 1 (D1) 8,1
melindungi saluran pembawa hara yang Donggala 2 (D2) 8,5 pada berbagai daerah pengembangan
diperlukan untuk perkembangan biji. Tolitoli 1 (T1) 8,4 untuk dijadikan sumber bahan tanam
Plasenta biasanya memanjang dari pang- Tolitoli 2 (T2) 8,7
maupun plasma nutfah kakao pada masa
kal buah (terhubung pada tangkai buah) Klon rentan mendatang.
dan terhubung dengan semua biji. Larva Donggala 3 (D3) 5,6
PBK yang masuk ke dalam buah kakao Tolitoli 3 (T3) 5,8
akan merusak plasenta sehingga saluran Sumber: Anshary (2002a).
makanan ke biji mengalami gangguan dan
biji tidak dapat berkembang dan lengket DAFTAR PUSTAKA
satu dengan lainnya.
Volume plasenta pada klon kakao tahan Anonim. 2000. Pedoman Teknis Penanggu-
atau rentan hama PBK di Donggala dan KESIMPULAN DAN SARAN langan Hama Penggerek Buah Kakao di
Indonesia. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao,
Tolitoli, Sulawesi Tengah, dapat dilihat Jember dan Direktorat Jenderal Perkebunan,
pada Tabel 4. Volume plasenta buah kakao Pemilihan klon harapan kakao tahan ha- Jakarta.
pada klon tahan lebih besar daripada ma PBK sebagai sumber bahan tanam,
Anshary, A. 2002a. Potensi klon kakao tahan
buah yang berasal dari klon rentan. dapat menggunakan karakter morfologis penggerek buah Conopomorpha cramerella
Volume plasenta buah kakao pada klon maupun anatomis yang berkaitan erat Snell. dalam pengendalian hama terpadu. hlm.
tahan berkisar antara 8,1−8,7 cm3, sedang- dengan ketahanan tanaman kakao ter- 179−186. Risalah Simposium Nasional Pe-
kan pada klon tahan 5,6−5,8 cm3. Oleh hadap hama PBK. Karakter morfologis nelitian PHT Perkebunan Rakyat, Bogor,
klon harapan tahan hama PBK antara lain 17−18 September 2002. Institut Pertanian
karena itu, walaupun diserang hama Bogor.
PBK, buah dari klon tahan PBK masih adalah bentuk buah elips dan oblong, kulit
mampu mensuplai hasil metabolisme buah tebal dan permukaan halus, konstrik- Anshary, A. 2002b. Karakteristik Tanaman
Kakao yang Resisten terhadap Penggerek
tanaman ke dalam biji sehingga biji masih si buah tidak berlekuk, dan apeks buah
Buah Kakao. Tesis, Pascasarjana Universitas
mampu berkembang. Dengan demikian, tumpul. Sedangkan karakter anatomis Hasanuddin.
volume plasenta dapat digunakan se- klon harapan kakao tahan hama PBK yaitu
Azhar, I., G.E. Long, and M.J. Musa. 1995.
bagai salah satu petunjuk untuk menen- volume plasenta besar, lapisan sklerotik
Qualitative and multivariate analyses of
tukan klon harapan kakao tahan hama tebal, persen biji lengket sedikit, jumlah clonal resistance to cocoa pod borer. The
PBK. lubang masuk dan keluar sedikit, lapisan Planter 71: 307−321.

Jurnal Litbang Pertanian, 31(1), 2012 19


Brown, A.D.H., B.S. Weir, S.D. Tanksley, and Limbongan, J., K. Syafruddin, A. Dharmawida, hama penggerek buah kakao (PBK, Cono-
T.J. Orton. 1980. Measuring genetic N. Basir, dan P. Sanggola. 2010. Pengkajian pomorpha cramerella Snell). hlm. 112–130.
variability in plant population. Part A. penggunaan bahan tanaman unggul menun- Prosiding Simposium Kakao, Yogyakarta, 4−
Elsevier, Amsterdam. p. 219–240. jang program rehabilitasi tanaman kakao di 5 Oktober 2004. Pusat Penelitian Kopi dan
Sulawesi Selatan. Laporan Hasil Penelitian. Kakao Indonesia, Jember.
Dent, D. 2000. Insect Pest Management. 2nd Ed.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sula-
Cambridge University Press, New York. Susilo, A.W., E. Sulistyowati, dan E. Mufrihati.
wesi Selatan, Makassar. 23 hlm.
2004. Eksplorasi genotipe kakao tahan ha-
Depparaba, F. 2002. Penggerek buah kakao
Panda, N. and G.S. Khush. 1995. Host Plant ma penggerek buah kakao (Conopomorpha
(Conopomorpha cramerella Snell.) dan
Resistance to Insects. 1st Ed. CAB Interna- cramerella Snell.). Pelita Perkebunan 20(1):
penanggulangannya. Jurnal Penelitian dan
tional, International Rice Research Institute, 1−12.
Pengembangan Pertanian 21(2): 69−74.
Manila.
Susilo, A.W. 2010. Studi Karakteristik Sifat
Ditjenbun. 2004. Statistik Perkebunan Indonesia.
Prawoto, A.A. 1995. Infestation of cocoa pod Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma
Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta.
borer (Conopomorpha cramerella Snell) in cacao L.) terhadap Hama Penggerek Buah
Jaya, A.M.S., H. Aswidinnoor, dan D. Santoso. Central Sulawesi. Pelita Perkebunan 9(2): Kakao (Conopomorpha cramerella Snell.).
2004. Deteksi dan analisis sekuen gen 79−84. Disertasi, Program Pascasarjana Fakultas
inhibitor proteinase pada beberapa klon Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogya-
Rubiyo. 2001. Peranan bahan tanam unggul
kakao harapan tahan penggerek buah kakao karta. 165 hlm.
untuk meningkatkan produktivitas dan mutu
dari Sulawesi Selatan. Menara Perkebunan
kakao lindak di Provinsi Bali. hlm. 254− Tjatjo, A.A., Baharuddin, dan A. Laode. 2008.
72(1): 1−10.
259. Prosiding Seminar Nasional Pengem- Keragaman morfologi buah kakao harapan
Kanro, M.Z., M. Syafaruddin, D. Rahmatia, dan bangan Teknologi Pertanian dalam Upaya tahan hama penggerek buah kakao di Sulawesi
K. Ruchjaningsih. 2005. Inventarisasi klon Optimalisasi Potensi Wilayah Mendukung Selatan dan Sulawesi Barat. Jurnal Agrisistem
kakao tahan PBK dan pengaruh komponen Otonomi Daerah, Denpasar, 5 September 4(1): 37−43.
ketahanan terhadap tingkat kerusakan aki- 2001. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Wardojo, S. 1994. Strategi pengendalian hama
bat serangan penggerek buah kakao. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.
penggerek buah kakao (PBK) di Indonesia.
Stigma 13(3): 453−458.
Ruchjaningsih, K., M. Syafaruddin, M.Z. Kanro, Disampaikan Gelar Teknologi dan Per-
Kartasapoetra, A.G. 1993. Hama Tanaman Pang- dan J. Rahmatia. 2004. Variabilitas sifat temuan Regional Pengendalian PBK di
an dan Perkebunan. Cetakan ke-3. Bumi beberapa tanaman kakao di kebun petani Kabupaten Polmas, Sulawesi Barat, 3−4
Aksara, Jakarta. Kabupaten Polmas Sulawesi Barat. hlm. Oktober 1994. 5 hlm.
130−138. Prosiding Seminar Nasional
Laode, A. 2004. Seleksi dan karakterisasi Winarno, H. 1995. Klon-klon unggul untuk
Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian
morfologi tanaman kakao harapan tahan mendukung klonalisasi kakao lindak. Warta
Hortikultura dan Perkebunan dalam Sistem
penggerek buah kakao (Conopomorpha Pusat Penelitian Kopi dan Kakao 11(2): 77−
Usaha Tani Lahan Kering, Sikka, Nusa
cramerella Snell.). J. Sains & Teknologi 4(3): 81.
Tenggara Timur, 14−15 Juni 2005. Pusat
109−122. Penelitian dan Pengem-bangan Sosial Winarsih, S., D. Santoso, dan T. Wardiyati.
Lembaga Riset Perkebunan Indonesia. 2008. Ekonomi Pertanian, Bogor. 2002. Embriogenesis somatik dan regenerasi
Indonesia berhasil menerapkan teknik dari eksplan embrio zigotik kakao (Theo-
Sulistyowati, E., A.W. Susilo, A. Prawoto, dan E.
embriogenesis somatik pada kakao skala broma cacao L.). Pelita Perkebunan 18(3):
Mufrihati. 2004. Pengendalian terpadu
komersial. Warta Penelitian dan Pengem- 99−108.
bangan Pertanian 30(1): 18−19.

20 Jurnal Litbang Pertanian, 31(1), 2012

Anda mungkin juga menyukai