Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS DESAIN EMBUNG DESA TOULIANG, SULAWESI

UTARA

Design Analysis of Touliang Village Small Dam, North Sulawesi


Inigo Kila Adinatha1, Joice Ester Manihuruk1, Era Mulia Pratama1, Giovan Aldri Dohong1
Jumat (P4) – Kelompok 4
1)
Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, Jl. Raya Dramaga Kampus IPB
Email: inigoadinatha@gmail.com

PENDAHULUAN
Seiring dengan lajunya pertumbuhan penduduk membuat kebutuhan akan air
juga semakin bertambah. Khusus untuk daerah pegunungan seringkali kebutuhan
air diperoleh melalui pengolahan air sungai menjadi air bersih. Hal ini secara tidak
langsung dapat mengurangi ketersediaan air yang menuju ke daerah irigasi. Dalam
rangka peningkatan taraf hidup masyarakat dan peningkatan sektor pertanian yang
menjadi roda penggerak pertumbuhan ekonomi nasional, pemerintah berupaya
melaksanakan pembangunan pengairan, antara lain dengan pengembangan sumber
air menjadi sumber air buatan berupa embung atau waduk.
Embung merupakan waduk berukuran mikro di lahan pertanian (small farm
reservoir) yang memiliki multifungsi serta dibangun untuk digunakan sebagai
pengendali kelebihan air ketika musim penghujan dan menjadi sumber air irigasi
pada musim kemarau (Karepowan et al. 2015). Secara operasional sebenarnya
embung berfungsi untuk mendistribusikan dan menjamin kontinuitas ketersediaan
pasokan air untuk keperluan tanaman ataupun ternak di musim kemarau dan
penghujan (Asdak 1995). Air yang tersedia pada embung kemudian dimanfaatkan
oleh suatu desa, hanya selama musim kemarau untuk memenuhi kebutuhan
prioritas; penduduk, ternak dan sedikit kebun (hanya terbatas pada kebutuhan yang
lebih kecil).
Bangunan ini biasanya dibangun pada daerah daerah kritis air. Artinya pada
musim penghujan daerah tersebut kebanjiran namun pada musim kemarau airnya
sangat sedikit hingga kering (Subarkah 1990). Di Desa Touliang Kecamatan Kakas
Barat Kabupaten Minahasa Sulawesi Utara ketika musim kemarau tiba, ladang dan
sawah seringkali mengalami kekurangan ketersediaan air dan sebaliknya di musim
penghujan, sawah banyak yang terendam air. Hal ini jelas menimbulkan kerugian
yang cukup besar yang berdampak pada perekonomian keluarga. Hasil pertanian
yang diperoleh menjadi tidak maksimal. Berdasarkan hal tersebut maka perlu
adanya tindak lanjut yaitu dengan adanya perencanaan pembangunan embung.

METODOLOGI
Praktikum Bangunan Hidrolik dilakukan secara daring dengan menggunakan
aplikasi Zoom meeting. Praktikum dilakukan pada tanggal 18 Desember 2020 pada
pukul 13.30-16.30 WIB. Praktikum dilakukan di lokasi rumah masing-masing.
Data sekunder yang digunakan berasal dari publikasi ilmiah yang diperoleh secara
online melalui mesin pencari Google Scholar. Data sekunder yang digunakan
merupakan spesifikasi teknis dari Embung Desa Touliang.
Adapun data yang digunakan dalam perencanaan ini adalah data primer dan data
sekunder. Data Primer, merupakan data yang diperoleh dari observasi langsung
dilapangan serta tanya jawab dengan stakeholder terkait. Data ini berupa data

1
sungai, data penduduk serta data lahan. Data Sekunder, merupakan data yang
diambil dari instansi terkait seperti Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(BPDAS) dan Badan Mateorologi Klimatologi dan Geofisika. Data ini berupa, data
curah hujan (data jumlah, curah hujan bulanan), data Iklim, (suhu, kelembaban
udara, kecepatan angin dan penyinaran matahari) serta peta topografi lokasi
penelitian Kecamatan Kakas Barat Kabupaten Minahasa provinsi Sulawesi Utara.
Berikut perhitungan dimensi intake dengan menggunakan Persamaan 1
Q = 0,2785.C. D^(2,63). S^(0,054) (1)
Keterangan:
Q = Kebutuhan (m3/detik)
C = Koef kekasaran
D = Diameter pipa (m)
S = Kemiringan Garis Energi
Pelimpah dapat mengalirkan debit banjir dengan periode perulangan t tahun,
dapat dihitung pada Persamaan 2.
Q = C.B.H^(3/2 ) (2)
Keterangan:
Q = Aliran yang melalui mercu (m3/d)
C = Koefisien Limpahan untuk ambang lebar = 1,80
B = Lebar mercu pelimpah
H = Total tinggi tekanan air diatas mercu pelimpah (termasuk tinggi tekanan
kecepatan aliran pada saluran pengarah aliran)

PETA LOKASI
Praktikum desain embung mengkaji pada perencanaan embung Desa Touliang.
Lokasi rencana Embung terletak di Desa Touliang Kecamatan Kakas Barat
Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara. Secara geografis Desa Touliang
terletak 1º10’0” BU -124º53’0” BT di ketinggian 700 s/d 800 meter di atas muka
air laut. Sebagian dari wilayah Desa Touliang merupakan daerah perbukitan. Desa
ini memiliki luas 3,50 km², dengan luas lahan pertanian sawah 54 ha, lahan
pertanian bukan sawah 279,8 ha dan lahan non pertanian 16,2 ha. Peta lokasi daerah
dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Lokasi Perencanaan Embung Desa Touliang


Sumber: Karepowan et al. 2015

2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perencanaan embung ini terletak di Desa Touliang, Kecamatan Kakas Barat
Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara. Sebagian dari wilayah Desa
Touliang ini merupakan daerah perbukitan. Desa ini memiliki luas 3,50 km²,
dengan luas lahan pertanian sawah 54 ha, lahan pertanian bukan sawah 279,8 ha
dan lahan non pertanian 16,2 ha. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten
Minahasa, jumlah penduduk Desa Touliang merupakan jumlah terbanyak kedua di
Kakas Barat dengan total KK 461 atau dengan jumlah penduduk 1417 orang.
Sampai saat dilakukan survey penelitian di lokasi yaitu Desa Touliang, penduduk
masih kesulitan mengatasi masalah banjir yang sering terjadi ketika musim
penghujan tiba dan kekurangan air baku pada saat musim kemarau (Karepowan et
al. 2015).

Penentuan Lokasi Embung


Karepowan et al. (2015), menyatakan bahwa dalam memilih lokasi yang cocok
untuk embung, perlu dilakukan peninjauan ke tempat (site) dan mempertimbangkan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Tempat embung (site) harus merupakan cekungan yang cukup untuk menampung
air, lebih disukai yang keadaan geo-tekniknya tidak menyerap air, sehingga
kehilangan air sedikit.
2. Lokasi dekat desa yang memerlukan air sehingga jaringan distribusi tidak begitu
panjang dan tidak banyak kehilangan energi.
3. Lokasi mudah dijangkau.

Penentuan Tipe dan Struktur Embung


Berdasarkan Karepowan et al. (2015), tubuh embung dapat dipilih dengan tipe
urugan, pasangan atau beton, dan komposit. Penentuan tipe tubuh embung
tergantung dari jenis pondasi, ketersediaan bahan di tempat dan lebar lembah.
Pondasi batu dapat mendukung semua tipe tubuh embung. Dalam hal ini bila
lembah sempit (berbentuk V) tubuh embung bertipe pasangan/ beton adalah yang
paling tepat, sedangkan bila lembah cukup lebar, tipe komposit akan lebih murah.
Pondasi tanah hanya dapat mendukung tubuh embung bertipe urugan. Namun,
semuanya itu harus pula mempertimbangkan jenis dan jumlah bahan yang tersedia
di tempat. Kesesuaian antara tipe tubuh embung dengan jenis pondasi, lembah dan
bahan bangunan ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1 Kesesuaian antara tipe tubuh embung dengan jenis pondasi, lembah dan
bahan bangunan
Tipe Tubuh Jenis Pondasi Ukuran Lembah Jenis Bahan Bangunan
Embung

Urugan ● Batu ● Lebar ● Lempung atau tanah


atau atau berlempung dan/atau
● Tanah ● Sempit ● Pasir sampai batu pecah

Beton/pasangan Batu Sempit Pasir sampai batu pecah

Komposit Batu Lebar ● Lempung atau tanah


berlempung dan/atau
● Pasir sampai batu pecah

3
Dam Axis dan Struktur Dam

Gambar 2 Potongan memanjang embung Desa Touliang


Sumber: Karepowan et al. 2015

Gambar 3 Potongan melintang embung Desa Touliang


Sumber: Karepowan et al. 2015

53 m

256 m

Gambar 4 Tampak atas embung Desa Touliang


Sumber: Karepowan et al. 2015
Pemilihan tipe tubuh embung dalam perencanaan ini disesuaikan dengan sifat-
sifat fisik tanah. Dari aspek geologis dan situasi di lokasi yang ditentukan, juga
memperhatikan pertimbangan-pertimbangan ekonomis lainnya, maka tipe tubuh
embung yang dipilih dan dianggap yang paling cocok/sesuai adalah tipe tubuh

4
embung komposit. Tipe komposit merupakan gabungan dari pasangan batu dan
tanah urugan (Karepowan et al. 2015).

Neraca Air
Tabel 2 Evapotranspirasi potensial dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2013

Tabel 2 menunjukkan rekapitulasi evapotranspirasi potensial dari tahun 2004


sampai 2013. Data ini diperoleh dari data stasiun geofisika klas I Manado di
Tondano selama 10 tahun antara tahun 2004 sampai dengan tahun 2013. Analisis
meteorologi ini bertujuan untuk mencari kadar air yang hilang akibat evaporasi dan
transpirasi atau evapotranspirasi (Karepowan et al. 2015). Setelah diketahui
evapotranspirasi potensial, selanjutnya dicari debit yang masuk ke dalam embung,
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Debit aliran masuk embung dengan metode Mock

Tabel 3 menunjukkan hasil perhitungan debit aliran masuk andalan 80% yang
dihitung berdasarkan metode Mock. Debit rata - rata yang dihasilkan melalui
perhitungan berdasarkan metode Mock per bulan adalah sebesar 11152,8 m³/bulan.
Untuk debit aliran masuk maksimum terjadi pada bulan Januari yaitu sebesar
27915,84 m³/bln. Sedangkan debit aliran masuk minimum terjadi pada bulan
Desember yaitu sebesar 2401,92 m³/bln. Jumlah debit pada musim kemarau (April-
September) ialah 54069,12 m³/bulan dan jumlah debit pada musim hujan (Oktober-
Maret) ialah 79764,48 m³/bulan, sehingga totalnya sebesar 133833,6 m³/bulan
(Karepowan et al. 2015).

5
Kebutuhan air penduduk diperhitungkan berdasarkan jumlah penduduk yang
terdapat di Desa Touliang. Dan untuk penelitian ini yang diperhitungkan adalah
sebagian jumlah penduduk yang ada yaitu sebesar 708. Untuk kebutuhan di daerah
pedesaan 60 liter/hari, mengikuti standar dalam buku 3 mengenai proyeksi
penduduk dan jumlah kebutuhan air yang dikeluarkan oleh Dirjen Cipta Karya.
Diperoleh kebutuhan air penduduk sebesar 0,000491667 m³/detik (Karepowan et
al. 2015).
Kebutuhan air untuk sawah berdasarkan luas daerah sawah di Desa Touliang
adalah sebesar 22 Ha. Tingkat kebutuhan air dalam studi ini diambil dari literatur
sebesar 16850 liter/hari. Kebutuhan air sawah sebesar 0,00429 m³/detik. Lalu,
kebutuhan air peternakan ialah 0,000324994 m³/detik. Apabila dijumlahkan ketiga
kebutuhan air ini, diperoleh kebutuhan air total 0,0051 m³/detik. Lalu, dapat
dihitung pula kebutuhan air dalam 1 hari sebesar 441,26 m³ dan kebutuhan air
selama 1 bulan sebesar 13237,78 m³ (Karepowan et al. 2015).
Setelah itu, perlu dihitung ruang sedimen. Ruang sedimen perlu disediakan di
kolam embung mengingat daya tampungnya kecil, walaupun daerah tadah hujan
disarankan agar ditanami rumput untuk mengendalikan erosi. Dihitung ruang
sedimen sebesar 1323,78 m³ dengan tinggi 1 meter. Lalu, diketahui secara umum
tanah di Desa Touliang berupa lempung, sehingga dapat diperoleh jumlah resapan
sebesar 3309,45 m³ (Karepowan et al. 2015). Kemudian, dilakukan perhitungan
jumlah penguapan yang hasilnya ditunjukkan pada tabel 4.

Tabel 4 Hasil perhitungan jumlah penguapan

Storage Capacity
Kapasitas tampung yang dibutuhkan dapat dihitung dengan menjumlahkan
jumlah kebutuhan air, jumlah penguapan air dalam musim kemarau, jumlah
resapan, dan ruang sedimen. Diperoleh kapasitas tampung yang dibutuhkan
17907,43 m³. Untuk memperoleh kapasitas tampung desain embung perlu
membandingkan 3 besaran, yaitu volume tampungan yang besarnya 17907,43 m³,
volume potensial selama musim hujan yang besarnya 79764,48 m³, dan daya
tampung topografi untuk menampung air yang besarnya 100.000 m³. Dipilih nilai
yang terkecil sebagai kapasitas tampung desain embung, sehingga diperoleh
kapasitas tampung desain embung sebesar 79764,48 m³ (Karepowan et al. 2015).
Untuk perhitungan debit banjir diambil dari perhitungan metode Mock debit
maksimum yaitu sebesar 27915,84 m³/bln. Dalam penelitian ini masalah yang
terjadi ada dua yaitu kekurangan ketersediaan air serta banjir/genangan air. Maka
dari itu, untuk mendesain embung, volume acuan yang diambil ialah volume
terbesar antara kebutuhan dan banjir yaitu 79764,48 m³. Dari nilai tersebut,

6
diperoleh dimensi embung (52 x 256 x 6)m dengan kapasitas tampung 79872 m³
(Karepowan et al. 2015).

Bangunan Intake
Intake merupakan bangunan/alat untuk mengambil air dari sumbernya. Intake
yang dibangun harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain kehandalan dalam
menyediakan air secara kontinyu, keamanan dalam beroperasi dan pembiayaan
yang minimum. Kapasitas intake harus mampu melayani kebutuhan maksimum
harian. Dalam pembangunan intake hal-hal yang harus diperhatikan antara lain
adalah: lokasi harus aman dari arus deras, terletak di hulu sungai sehingga aman
dari pencemaran, posisi intake yang benar agar air baku dapat disadap secara
konstan sesuai dengan kebutuhan baik pada musim kemarau maupun pada musim
hujan. Jenis-jenis intake menurut sumber air adalah broncaptering untuk mata air,
sumur dangkal, sumur dalam, sumur artesis dan desinfiltrasion gallery atau pipa
untuk air tanah, serta bermacam-macam jenis intake untuk air permukaan (Kuncoro
et al. 2019).

Perencanaan dimensi intake:


Q total kebutuhan = 0,0051 m³/detik
C = 0,62 Pipa (HDPE)
S = H/L
Elevasi intake pada embung = +129
Elevasi Daerah Layanan = +105
ΔH = 129 - 105 = 24m
Jarak = 461 m
S = H/L = 24/461 = 0,052
Berikut perhitungan dimensi intake dengan menggunakan Persamaan 1.
Q = 0,2785.C. D^(2,63). S^(0,054)
0,0051 = 0,2785.C. D^(2,63). S^(0,054)
D^2,63 = 0,0051 / (0,2785. 0,62. 0,052^(0,054))
D = 0,278 ≈ 0,3 m

Spillway
Intake

Gambar 5 Tampak atas intake dan spillway pada embung Desa Touliang
Sumber: Karepowan et al. 2015

7
Spillway atau Bangunan Pelimpah
Suatu pelimpah banjir merupakan katup pengaman untuk suatu embung. Maka
pelimpah banjir seharusnya mempunyai kapasitas untuk mengalirkan banjir-banjir
besar tanpa merusak embung atau bangunan-bangunan pelengkapnya, selain itu
juga menjaga lambung agar tetap berada di bawah ketinggian maksimum yang
ditetapkan.Pelimpah yang umum digunakan berdasarkan pertimbangan
ekonomisnya adalah pelimpah tipe saluran terbuka. Tempat pelimpah dipilih pada
tempat dimana alirannya tidak menyebabkan erosi pada kaki hilir embung. Bagian
saluran pemasukan pelimpah dapat dibuat datar ataupun dengan kemiringan yang
cukup landai air di kolam mengalir bebas ke bagian hilirnya mengikuti kemiringan
yang tersedia. Sebagai patokan tetap perlu dibuat lantai dasar pasangan batu / beton
selebar 0,50 / 1 meter di udik saluran masuk.

Perencanaan bangunan pelimpah


Perencanaan bangunan pelimpah pada embung direncanakan untuk dapat
melepaskan debit banjir diambil dari perhitungan metode Mock debit maksimum
yaitu sebesar 27915,84 m³/bulan = 0,6462 m3/ dtk
Lebar mercu pelimpah direncanakan sebesar (L) 3 m
Koefisien limpasan untuk ambang lebar (C) = 1,80
Berikut perhitungan tinggi air maksimum di atas mercu pelimpah sebesar dengan
menggunakan Persamaan 2.
Q = C . L . H^(3/2)
0,6462 = 1,8 . 3 . H^(3/2)
H^(3/2) = 0,6462 / (1,8 . 3)
H = 0,243 ≈ 0,25 m
Tinggi air maksimum di atas mercu pelimpah sebesar 0,25 m

Bentuk Penampang pelimpah


Data perencanaan :
Elevasi puncak bendung = +133 m
Elevasi muka air maksimum = +131,75 m
Elevasi puncak Pelimpah = +132,25 m
Elevasi dasar pelimpah = +131,75 m
Tinggi bangunan pelimpah dari dasar tanah = 4 m
B (lebar ) = 3 m
H (tinggi) = 0,3 m
L (Panjang Saluran) = 23 m
S (Kemiringan) = 4/23 = 0,174
A (Luas penampang pelimpah dengan tipe saluran terbuka) = 3 x 0,3 = 0,9 m2
P (Parameter Basah) = 3,6 m
R (Jari-Jari Hidrolik) = 0,9/3,6 = 0,25 m

V = 1/n . R^(⅔). S ^(½)


V = 1/0,0140 . 0,25^(⅔) . 0,174^(½)
V = 11,824 m/detik
Q = V . A = 11,824 x 0,9 = 10,6 m3/detik
Jadi dengan dimensi pelimpah dengan tipe saluran terbuka mampu mengalirkan
debit sebesar 10,6 m3/dtk > lebih besar daripada debit banjir rencana.

8
Rencana Anggaran Biaya
Rencana anggaran biaya untuk pembangunan embung Touliang dapat dilihat
pada Tabel 5. Satuan harga pekerjaan menggunakan data dari Kabupaten Minahasa,
Provinsi Sulawesi Utara.

Tabel 5 Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya pembanungan Embung Touliang

SIMPULAN
Perencanaan embung yang terletak di Desa Touliang, Kecamatan Kakas Barat
Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara dilakukan untuk mengatasi masalah
banjir yang sering terjadi ketika musim penghujan tiba dan kekurangan air baku
pada saat musim kemarau. Tipe tubuh embung yang dipilih adalah tipe tubuh
embung komposit. Berdasarkan perhitungan neraca air, diperoleh dimensi embung
(52 x 256 x 6)m dengan kapasitas tampung 79872 m³. Selain itu, terdapat pula
bangunan intake untuk mengambil air dari embung untuk kebutuhan penduduk dan
spillway untuk mengalirkan kelebihan air pada embung.

Daftar Pustaka
Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Yogyakarta(ID): Gadjah Mada University Press.

9
Karepowan R, Kawet L, Fuad H. 2015. Perencanaan hidrolis embung Desa
Touliang Kecamatan Kakas Barat Kabupaten Minahasa Sulawesi Utara.
Jurnal Sipil Statistik. 3(6): 383 - 390.
Kuncoro YM, Trijanto D, Efendi M. 2019. Perencanaan Embung Guworejo
Kecamatan Tarokan Kabupaten Kediri. Jurnal Teknik Sipil. 12(1): 59 - 67.
Subarkah I. 1990. Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air. Bandung(ID): Ide
Dharma.

10

Anda mungkin juga menyukai