PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA
NIM : 1908010178
Golongan : C2
2021
PERCOBAAN II
PENETAPAN WAKTU PENGAMBILAN CUPLIKAN DAN ASUMSI
MODEL KOMPARTEMEN
A. TUJUAN PRAKTIKUM
Pada praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu menentukan waktu
pengambilan cuplikan sampel cairan biologis dan menetapkan model kompartemen
suatu obat melalui kurva Cp vs waktu.
B. DASAR TEORI
Obat berada dalam suatu keadaan dinamik dalam tubuh. Dalam suatu sistem
biologik peristiwa-peristiwa yang dialami obat sering terjadi secara serentak dalam
menggambarkan sistem biologik yang kompleks tersebut, dibuat asumsi sederhana
mengenai pergerakan obat tersebut. Berbagai model matematik dapat dirancang untuk
meniru proses laju absorpsi, distribusi, dan eliminasi obat (Shargel, 1985).
Penetapan waktu pengambilan sampel merupakan tahapan yang penting,
dimana harus diketahui setelah memahami cara analisa obat dalam tubuh.
Setelah memahami analisis obat dalam cairan tubuh dan dikuti dengan
perkiraan model kompartemen. Kedua factor ini sangat berhubungan sehingga
kesalahan waktu pengambilan cuplikan dapat menyebabkan kesalahan dalam
penentuan model kompartemen. (Shargel, L and Yu.,1998)
Frekuensi atau banyaknya pengambilan cuplikan, akan berhubungan dengan
asumsi model kompartemen. Jika kinetika obat mengikuti model dua kompartemen
terbuka, maka disarankan banyak pengambilan cuplikannya paling tidak 3 kali tiap
absorpsi, 3 kali sekitar puncak, 3 kali fase distribusi, dan 3 kali fase eliminasi. Hal ini
diperlukan untuk mendapatkan data kadar obat dalam darah vs waktu yang dibutuhkan
untuk mengetahui evaluasi parameter farmakokinetika obat. Pengambilan cuplikan
pada tahap distribusi tidak diperlukan, apabila kinetika obat mengikuti model satu
kompartemen terbuka. (Ritschell, W. A, 1980)
(Kaplan, S.A.,1973)
Pemilihan pengambilan pada darah dilakukan, karena darah merupakan tempat
yang paling cepat dicapai obat dan paling logis bagi penetapan kadar obat di dalam
tubuh. Paling logis karena darah yang mengambil obat dari tempat absorpsi,
mendistribusikan ke jaringan yang dituju, serta menghantarkan ke organ eliminasi.
Kedua, bagi kebanyakan obat, bentuk obat tak berubah merupakan senyawa yang
memiliki aktivitas farmakologik. Oleh karena itu, penetapan kadar pada cuplikan darah
akan memberikan suatu indikasi langsung berapa kadarnya yang mencapai sirkulasi
sistemik. Jika tidak ada metode penetapan kadar obat dalam darah yang tersedia, atau
jika level darah pada pemberian dosis normal sangat rendah, maka penetapan kadar
obat pada cuplikan urin merupakan alternatifnya.
Sebenarnya penggunaan cuplikan urin dapat lebih baik dari pada darah, karena
obat diekskresikan ke dalam urin secara sempurna dalam bentuk tak berubah. Karena
selain data urin mengukur langsung jumlah obat yang berada di dalam badan, juga
karena variabilitas clearance. Keterbatasan penggunaan cuplikan urin di antaranya
karena sulitnya pengosongan kandung kencing, kemungkinan terjadinya dekomposisi
obat selama penyimpanan, dan kemungkinan terhidrolisnya konjugat metabolit yang
tidak stabil dalam urin, sehingga dapat mempengaruhi jumlah total obat dalam bentuk
tak berubah yang dieksresikan pada waktu tak terhingga. Akibatnya dapat terjadi
kesalahan penafsiran terhadap harga ketersediaan hayati obat yang diteliti.
Pemilihan takaran dosis dan bentuk sediaan obat:
Pemilihan takaran dosis yang akan diberikan pada hewan uji melalui uji pra
klinik, dapat didasarkan pada data harga LD50 senyawa yang akan diuji. Perlu diingat
dalam mempergunakan data harga LD50 tersebut, yakni cara pemberian senyawa
selama penelitian toksisitas akutnya. Jika dalam penelitian toksisitas akut, senyawa
diberikan dalam bentuk larutan, maka takaran dosis yang dipilih memiliki batas
keamanan yang sesuai/ dipercaya. Sedang jika senyawa atau obat diberikan dalam
bentuk sediaan padat atau suspensi, serta telah diketahui memiliki harga LD50 yang
sangat tinggi, maka batas keamanan yang besar tidak diperlukan. (Kaplan, S.A.,1973)
Farmakokinetika adalah ilmu yang mempelajari penyerapan, penyaluran dan
pengurangan obat. Deskripsi tentang penyaluran dan pengurangan obat sangat penting
untuk merubah permintaan dosis pada individu dan kelompok pasien. Pada fase
farmakokinetika, obat mengalami proses ADME yaitu absorpsi, distribusi,
biotransformasi (metabolisme) dan ekskresi yang berjalan secara stimulant langsung
atau tak langsung meliputi perjalanan suatu obat melintasi sel membrane (Shargel &
Yu, 1988).
Pengetahuan farmakokinetika berguna dalam berbagai bidang farmasi dan
kedokteran, seperti untuk bidang farmakologi. Pertama kali, dengan penelitian
farmakokinetika dapat dibantu diterangkan mekanisme kerja suatu obat dalam tubuh,
khususnya untuk mengetahui senyawa yang mana yang sebenarnya bekerja dalam
tubuh; apakah senyawa asalnya, metabolitnya atau kedua-duanya. Jika efek obat dapat
dinilai secara kuantitatif, data kinetika obat dalam tubuh sangat penting artinya untuk
menentukan hubungan antara kadar/jumlah obat dalam tubuh dengan intensitas efek
yang ditimbulkannya.
Dengan demikian daerah kerja efektif obat (therapeutic window) dapat
ditentukan farmasetika, farmasi klinik, toksikologi dan kimia medisinal. Obat berada
dalam suatu keadaan dinamik dalam tubuh. Dalam suatu sistem biologik peristiwa-
peristiwa yang dialami obat sering terjadi secara serentak. Dalam menggambarkan
sistem biologik yang kompleks tersebut, dibuat penyederhanaan anggapan mengenai
pergerakan obat itu.
Model farmakokinetik berguna untuk :
1. Memperkirakan kadar obat dalam plasma, jaringan dan urine pada
berbagai pengaturan dosis
2. Menghitung pengaturan dosis optimum untuk tiap penderita secara
individual
3. Memperkirakan kemungkinan akumulasi obat dngan aktivitas
farmakologi atau metabolit – metabolit
4. Menghubungakan kemungkinan konsentrasi obat dengan aktivitas
farmakologik atau toksikologik
5. Menilai perubahan laju atau tingkat availabilitas antar formulasi
6. Menggambarkan perubahan faal atau penyakit yang mempengaruhi
absorbsi, distribusi dan eliminasi
(Shargel & Yu, 1988)
Pada model dua kompartemen, tubuh dianggap terdiri atas dua kompartemen
yaitu kompartemen sentral dan kompartemen perifer. Kompartemen sentral meliputi
darah dan berbagai jaringan yang banyak dialiri darah seperti jantung, paru, hati, ginjal
dan kelenjarkelenjar endokrin. Obat tersebar dan mencapai kesetimbangan dengan
cepat dalam kompartemen ini. Kompartemen perifer adalah berbagai jaringan yang
kurang dialiri darah misalnya otot, kulit, dan jaringan lemak sehingga obat lambat
masuk kedalamnya. Model dua kompartemen ini pada prinsipnya sama dengan model
satu kompartemen, bedanya terdapat dalam proses distribusi karena adanya
kompartemen perifer; eliminasi tetap dari kompartemen sentral (Oktavia, 2009).
Model Farmakokinetik merupakan suatu hubungan matematik yang
menggambarkan perubahan konsentrasi terhadap waktu dalam sistem yang
diperiksa.Metode analisis kompartemental digunakan untuk memperkirakan dan
menentukan secara kuantitatif apa yang terjadi terhadap obat sebagai fungsi waktu dari
saat diberikan sampai waktu dimana obat tersebut sudah tidak ada lagi di dalam tubuh.
Model merupakan suatu system yang terbuka jika obat dapat dieliminasi dari system
tersebut. (Mutschler,1991).
Parameter yang biasa digunakan dalam farmakokinetik :
1. Ka (kecepatan absorpsi)
2. Vd (volume distribusi)
3. Cl (clearance/klirens)
4. T1/2 eliminasi (waktu paruh eliminasi)
5. F el (fraksi eliminasi)
Model 3 kompartemen
Kompartemen perifer dibagi atas kompartemen perifer yang dangkal
(kompartemen 2) dan kompartemen perifer yang dalam (kompartemen 3). Untuk
perhitungan regimen dosis klinik, biasanya digunakan model 1 kompartemen untuk
pemberian peroral dan kompartemen 2 untuk pemberian intravena. Pada pemberian
bolus intravena, biasanya fase distribusi terlihat jelas (menandakan 2 kompartemen),
sedangkan pada pemberian oral, fase distribusinya sering tertutup oleh fase absorpsi.
Dalam model kompartemen terbuka, tubuh diasumsikan sebagai kompartemen terbuka,
seluruh kompartemen badan dianggap sebagai kompartemen sentral. Dalam hal ini
kompartemen sentral didefinisikan sebagai jumlah seluruh bagian tubuh (organ dan
jaringan atau bagian lainnya) dimana kadar obat segera berada dalam kesetimbangan
dengan yang ada dalam plasma/darah.
Macam – macam model kompartemen yaitu :
1. Mammilary
Merupakan model kompartemen yang paling banyak digunakan dalam
penentuan farmakokinetika obat.Model mammilary ini membagi kompartemen menjadi
2, yaitu kompartemen satu terbuka dan kompartemen dua terbuka.Pada kompartemen
satu terbuka, obat langsung diabsorbsi dan dieliminasi dari kompartemen
sentral.Kompartemen sentral dianggap mewakili plasma dan jaringan yang perfusi
darahnya tinggi dan secara cepat berkesetimbangan dengan obat, contohnya hati dan
ginjal.Ketika obat dengan dosis intravena diberikan, obat langsung masuk secara cepat
dalam kompartemen sentral.
Pada kompartemen dua terbuka, obat dapat bergerak diantara kompartemen
sentral atau kompartemen plasma menuju kompartemen jaringan atau perifer.
Meskipun kompartemen jaringan tidak mewakili jaringan yang spesifik, akan tetapi
terjadi keseimbangan kadar obat di semua jaringan tubuh. Pada model ini, jumlah obat
di dalam darah merupakan penjumlahan konsentrasi obat di dalam plasma dan di dalam
jaringan.Dengan mengetahui parameter kinetik dari dua kompartemen ini, maka kita
dpat menentukan jumlah obat yang masuk ke dalam tubuh dan yang dieliminasi dari
tubuh.
Keterangan ; perfusi terjadi sangat cepat, seperti tanpa proses distribusi karena
tidak dapat diamati sebab terlalu cepat.
2. Caternary
Model Caternary terdiri dari kompartemen-kompartemen bergabung satu
dengan yang lain menjadi satu deretan kompartemen. Perbedaannya dengan
mammilary yakni model Caternary terdiri dari satu atau lebih kompartemen
mengelilingi suatu kompartemen sentral, seperti satelit.
Gambar 2. Model Caternary
3. Fisiologik
Merupakan model farmakokinetika yang didasarkan atas data anatomik dan
fisiologik yang diketahui. Adapun perbedaan dengan model farmakokinetika yang lain;
a. Konsentrasi obat diperkirakan melalui ukuran jaringan, organ, aliran
darah dan melalui percobaan.
b. Aliran darah, ukuran jaringan dan perbandingan obat dalam jaringan
darah dapat berbeda sehubungan dengan kondisi patofisiologik, terutama terhadap
proses distribusi.
c. Dapat diterapkan pada beberapa spesies dan dengan beberapa data
obat pada manusia dapat diekstrapolasikan.
d. Jumlah kompartemen jaringan dalam model ini berbeda-beda
tergantung obatnya.
e. Jaringan atau organ yang tidak tembus obat tidak masuk dalam
model ini, contohnya: otak, tulang-tulang dan bagian dari sistem saraf pusat.
Keterangan :
D = dosis
= jarak waktu pemberian dosis
Vd = volume distribusi
T1/2 = waktu paruh eliminasi obat
F = fraksi obat yang terabsorbsi
(Shargel.2005:368)
Besarnya suatu dosis obat seringkali dikaitkan dengan frekuensi pemberian
obat. Bila dipilih suatu jarak waktu pemberian dosis yang sangat panjang, maka dosis
yang besar dapat menghasilkan kadar puncak dalam plasma di atas konsentrasi toksik
∞
obat, walaupun Cav tetap sama. Pada umumnya, jarak waktu pemberian dosis untuk
sebagian besar ditentukan oleh waktu paruh eliminasi.
Penentuan Dosis dan Jarak Waktu Pemberian Dosis
Dosis dan jarak waktu pemberian dosis seharusnya diperhatikan dalam
perhitungan aturan dosis.Secara ideal, aturan dosis yang telah dihitung hendaknya
∞ ∞
mempertahankan konsentrasi obat dalam serum antaraCmaks dan Cmin . Untuk
∞ ∞
pemberian dosis ganda secara intravena, rasio Cmaks / Cmin dapat dinyatakan dengan :
Sehingga dapat dihitung suatu jarak maksimum pemberian dosis τ , yang dapat
∞ ∞
mempertahankan kadar serum berada dalam rentang Cmaks danCmin . Setelah jarak
waktu pemberian dosis dihitung, maka dosis dapat dihitung.
(Shargel.2005:372-373)
Untuk menetapkan regimen dosis yang optimal bagi seorang pasien dilakukan
langkah – langkah berikut :
1. Mula – mula ditentukan kadar target (Ctarget) yang biasanya merupakan
nilai tengah dari kisaran kadar terapi.
Ctarget = ½ (Cther,min + Cther,max)
2. Kemudian dihitung regimen dosis yang diharapkan akan mencapai
kadar target tersebut. Infus :
BAHAN
1. Natrium salisilat
2. Pereaksi TRINDER
3. Kalium oksalat
4. Hewan uji : kelinci
CARA KERJA
Penetapan waktu pencuplikan untuk studi kinetika salisilat (pemberian intravena dosis
tunggal)
E. HASIL PENGAMATAN
1. Panjang Gelombang Maksimum
Panjang gelombang maksimum yang didapatkan adalah 524 nm.
2. Operating Time
Operating time yang ditetapkan adalah 15 menit.
3. Absorbansi Blanko
Nilai absorbansi blanko didapatkan 0,094.
4. Kurva Baku Asam Salisilat
Persamaan Regresi Linear: y= 0,0016x + 0.07
5. Konsentrasi Obat dalam Darah pada waktu sampling
Hasil Absorbansi pada λ maksimum = 524 nm pada operating time 15 menit
Data absorbansi cuplikan darah pada kelinci yang mendapatkan Na Salisilat
dengan dosis 150 mg/kgBB
30 0,276 0,182 70
Evaluasi data
a. Hitung kadar salisilat dengan persamaan kurva baku yang didapatkan!
b. Buat kurva log/ln Cp per satuan waktu pada kertas semilogaritma
c. Hitung tmaks, Cpmaks, AUC, Keliminasi, t ½, Vd, Cl
Nilai Cp
Y= 0,0016x + 0.07
Menit ke-0
X = 0,348 – 0,07 = 173,75
0,0016
Menit ke-5
X = 0,211 – 0,07 = 88,125
0,0016
Menit ke-10
X = 0,208 – 0,07 = 86,25
0,0016
Menit ke-30
X = 0,182 – 0,07 = 70
0,0016
Menit ke-45
X = 0,165 – 0,07 = 59,375
0,0016
Menit ke-60
X = 0,156 – 0,07 = 53,75
0,0016
Menit ke-90
X = 0,138 – 0,07 = 42,5
0,0016
Menit ke-120
X = 0,136 – 0,07 = 41,25
0,0016
b. Kurva log/ln Cp per satuan waktu
Waktu Sampling Vs Ln Cp
6 y = -0.0095x + 4.6641
R² = 0.7613
Axis Title
2 Series1
Linear (Series1)
0
0 50 100 150
Axis Title
Waktu
sampling
Ln Cp
(menit
ke-)
0 5.15761748
5 4.47875626
10 4.45725006
30 4.24849524
45 4.08387326
60 3.98434367
90 3.74950408
120 3.71965111
t max = pada pemberian sediaan secara intravena maka Tmax adalah pada saat
pemberian pertama atau pada saat waktu t = 0
K eliminasi = - slope = -(-0,0095) = 0,0095
Co = anti ln A
= anti ln 4.6641
Co= 106,070 mg/L
Cmax = Co x e-k.t
= 106,070 mg/L x e-0,0095(0)
= 106,070 x 1
Cmax = 106,070 mg/L
AUC = Co
K
= 106,070 mg/L
0,0095
AUC = 11165, 263 mg menit/L
T ½ eliminasi = 0,693
K
= 0,693
0,0095
T ½ eliminasi = 72,947 menit
Vd = Div
Co
= 240 mg
106,070 mg/L
Vd = 2,262 L
Cl = Div
AUC
= 240 mg
11165, 263 mg menit/L
Cl = 0,0214 L/menit
3. AUC = 𝐶𝑜
𝑘
4,773mg/𝐿
AUC = = 1193,25 mg menit/L
0,004/𝑚𝑒𝑛i𝑡
4. K eliminasi
K = -slope
K = - (-0,004)
K = 0,004/menit
5. T1/2 = 0,693
𝑘
0,693
T1/2 = = 173,25 menit
0,004/menit
6. Vd = 𝐷i𝑣
𝐶𝑜
Div = BB x dosis
Div = 1,6 kg x 150 mg/kgBB = 240 mg
240 𝑚g
Vd = = 50,282 L
4,773 mg/L
7. Cl = 𝐷i𝑣
𝐴𝑈𝐶
240 𝑚g
Cl = = 0,201 menit
1193,25 mg menit/L
MENJAWAB PERTANYAAN
Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan waktu
pengambilan sampel!
JAWAB:
1. Waktu paruh : harus mengetahui waktu paruh untuk mengukur berapa lama turunnya
kadar obat dalam plasma pada fase eliminasi menjadi separuhnya.
2. Rute pemerian : karena perbedaan dari rute maka kita jangan sampai kehilangan
moment yang mana harusnya kita ambil tapi tidak mengambil sampel darah ketika ada
pada konsentrasi maksimum karena waktunya singkat-singkat dari satu titik ke titik
yang lain, atau kita sudah selesai
F. PEMBAHASAN
(Hubungkan hasil analisis data yang didapatkan dengan teori)
G. KESIMPULAN
…………………………………………
H. DAFTAR ACUAN
Hakim, Lukman. 2012. Farmakokinetik Klinik. Yogyakarta: Bursa Ilmu.
Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat, Edisi V, 88, Penerbit ITB, Bandung.
Shargel, 1985, Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics, 3 th edition, 37-
38, 45-54, 323, the Mc Graw-Hill Companies Inc., Singapore
Shargel, 1986, Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics, 5 th edition, 371-
399, the Mc Graw-Hill Companies Inc., Singapore
Shargel, L. dan Andrew B.C.Y.U. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika
Terapan, Edisi kedua. Surabaya: Airlangga University Press.
Ritschel WA Handbook of basic pharmacokinetics 2nd ed. Hamilton: Drus
Intelligence Publication, Inc, 1980; 230-232, 280
Notari RE Biopharmaceutics and clinical pharmacokinetics -an introduction, 3rd
ed. New York: Marcel Dekker, Inc. 1980; 18-29
Mutschler, Ernst. 1991. Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi Edisi
Kelima. Institut Teknologi Bandung : Bandung
Oktavia, RW., 2009, “Pengaruh Seduhan Teh Hijau (Camellia sinensis) Terhadap
Farmakokinetika Parasetamol Yang Diberikan Bersama Secara Oral Pada Kelinci
Jantan”,Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah: Surakarta.
Shargel L, dkk. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Airlangga
University Press : Surabaya