Anda di halaman 1dari 8

Hubungan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Pada Bayi Dengan

Kejadian Stunting Pada Anak Usia 12-59 Bulan

Disusun Oleh

NAMA : NUR AULIA SALSABILLAH


STAMBUK : P10119040

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejadian stunting di Indonesia merupakan salah satu masalah yang cukup
sulit dalam penanganannya. Sampai saat ini stunting masih menjadi masalah gizi
pada anak. Di indonesia pada tahun 2013 prevalensi stunting mencapai 37,2%
dan menjadi angka tertinggi dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara
seperti Myanmar (35%), Vietnam (23%) dan Thailand (16%) (MCA Indonesia,
2014).

Stunting atau gagal tumbuh merupakan suatu keadaan dimana tinggi


tubuh seseorang lebih kerdil dibanding tinggi pada umumnya di seusianya.
Pertumbuhan yang terlambat seperti pubertas, gigi terlambat, dan wajah tampak
muda dari usianya mempunyai dampak buruk yang dapat timbulkan oleh
stunting dengan termin pendek yaitu terhambatnya perkembangan otak,
kecerdasan, terhambat pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam
tubuh. Sedangkan akibat buruk dalam termin panjang yang dapat ditimbulkan
adalah menurunnya imunitas tubuh yang berdampak pada resiko tinggi terserang
penyakit, dan menurunnya kemampuan kognitif yang berd ampak pada prestasi
belajar (Kemenkes RI, 2018).

Kejadian stunting pada anak salah satunya disebabkan oleh faktor risiko
riwayat berat badan lahir rendah (BBLR). BBLR merupakan salah satu faktor
risiko yang paling menonjol untuk kejadian stunting. Anak yang lahir dengan
BBLR memiliki potensi untuk mengalami stunting lebih tinggi dibandingkan
dengan anak yang lahir dengan berat badan normal (Aryastami et al., 2017).
Lahirnya anak dengan berat badan rendah akan mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang lebih lambat dibandikan dengan anak yang di lahirkan
dengan berat badan normal.
Penyebab BBLR antara lain faktor ibu, faktor janin dan faktor
lingkungan. Faktor ibu yaitu: penyakit (malaria, anemia, syphilis, infeksi
TORCH dan lainlain), perdarahan antepartum, preeklampsia, eklampsia,
kelahiran preterm, usia ibu, paritas, usia kehamilan, merokok, pencandu alkohol,
dan ibu pengguna narkotika. Faktor janin yaitu premature, hidramnion,
kehamilan ganda (gemeli), kelainan kromosom. Faktor lingkungan yaitu tempat
tinggal di daratan tinggi, radiasi, sosioekonomi dan paparan zat-zat beracun
(Sembiring, 2019; Kumalasari dkk, 2018)

Tingginya kasus BBLR diduga menjadi pemicu kejadian stunting di


Indonesia, artinya kasus stunting pada anak balita masih menjadi ancaman dan
masalah kesehatan yang perlu di waspadai. Pravelensi stunting tertinggi di
Indonesia pada tahun 2017 adalah yang pertama Nusa Tenggara Timur 42,6%,
yang kedua adalah DKI Jakarta 17,7%, dan tertinggi ketiga Jawa Tengah 30,8%.
Stunting tertingggi di Jawa Tengah yang pertama adalah wilayah Kabupaten
Grobogan sebanyak 54,97%, tertinggi kedua adalah Kabupaten Brebes sebanyak
53,69% , dan tertinggi ketiga adalah Kabupaten Pemalang 46,28 %. Data Dinas
Kesehatan Kabupaten Brebes, jumlah balita yang menderita stunting di
Kabupaten Brebes sebesar 2.195 orang pada tahun 2018 dan mengalami
penurunan dibanding tahun sebelumnya berjumlah 9.241 orang pada tahun 2017.

Berdasarkan fenomena di atas, maka peniliti tertarik melakukan


penelitian untuk mengetahui “Hubungan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Pada Bayi Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 12-59 Bulan”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini


adalah untuk mengetahui adakah hubungan berat badan lahir rendah (BBLR)
dengan kejadian stunting pada anak usia 12-59 bulan.
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk Menganalisis hubungan berat badan lahir rendah (BBLR)


dengan kejadian stunting pada anak usia 12-59 bulan

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini antara lain:

1. Mengidentifikasi berat badan lahir rendah pada bayi

2. Mengidentifikasi kejadian stunting pada anak usia 12-59 bulan

3. Menganalisis hubungan berat badan lahir rendah (BBLR) pada bayi


dengan kejadian stunting anak usia 12-59 bulan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teori manfaat penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu


kesehatan dan memberikan masukan bagi penelitian selanjutnya.
Khususnya terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian bayi
berat badan lahir rendah (BBLR).

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini digunakan sebagai bahan referensi penelitian


selanjutnya, sehingga dapat melakukan penelitian lebih baik dari segi
materi, metode maupun teknis dari penelitian ini.
BAB 3
KERANGKA KONSEP
3.1 Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti
Berdasarkan uraian yang telah di jelaskan pada bab sebelumnya maka
diidentifikasikan variabel yang akan diteliti yaitu:
Variabel independen : berat badan lahir rendah (BBLR)
Variabel dependen : kejadian stunting
Variabel luar : riwayat hamil KEK, tinggi badan ibu, jarak kelahiran,
dan ASI Eksklusif.

3.2 Alur Kerangka Konsep


Kerangka konsep adalah abstaksi dari suatu realitas agar dapat
dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar
variabel (baik variabel yang diteliti maupun variabel yang tidak diteliti).
Kerangka konsep akan membantu peneliti menghubungkan hasil penemuan
dengan teori (Nursalam, 2013). Berdasarkan dasar pemikiran variabel yang
diteliti, maka alur kerangka konsepnya sebagai berikut

Variabel Independen Variabel Dependen

BBLR Stunting

 Riwayat Hamil KEK


 Tinggi Badan Ibu
 Jarak Kelahiran
 ASI Eksklusif

Variabel Luar
Gambar 1. Kerangka Konsep
3.3 Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif
Berdasarkan gambar 1 menjelaskan bahwa ada 4 faktor yang
menyebabkan terjadinya BBLR yaitu faktor riwayat hamil KEK, tinggi badan
ibu, jarak kelahiran, dan ASI Eksklusif. Sedangkan faktor yang menyebabkan
terjadinya stunting yaitu BBLR dan faktor penyebab BBLR. Salah satu aktor
risiko terjadinya stunting pada anak yaitu bayi dengan BBLR yang tumbuh dan
berkembangnya lebih lambat karena bayi dengan BBLR sejak dalam kandungan
telah mengalami retardasi pertumbuhan intera uterin. Atas dasar tersebut, maka
peneliti ingin meneliti apakah ada hubungan berat badan lahir rendah (BBLR)
pada bayi dengan kejadian stunting pada anak usia 12-59 bulan.

3.4 Hipotesis Penelitian


Hipotesis merupakan jawaban sementara penelitian, patokan dugaan, atau
dalil sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut
(Soekidjo Notoatmodjo, 2010). Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat
hubungan antara Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) pada dengan kejadian
stunting pada anak setelah dikontrol dengan variable luar yaitu riwayat hamil
KEK , tinggi badan ibu, jarak kelahiran, dan ASI eksklusif.
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak usia 12-59 bulan
di salah satu kota yang ada di Indonesia sebanyak 376 anak.

4.3.2 Sampel
a. Besar Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah anak usia 12-59 bulan yang
mengalami stunting sebanyak 194 anak. Sampel penelitian di dapat dari
rumus slovin sebagai berikut:

N
n=
1+ N (e)2

376
n= 2
1+ 376(0,05)

n = 193,8

Keterangan :

n : Jumlah Sampel

N : Jumlah Populasi

e : Tingkat kepercayaan 0,05

Dari hasil perhitungan diatas diperoleh sampel yaitu 193,8 atau


194 sampel. Jadi jumlah sampel kasus dalam penelitian ini adalah 194
anak.
b. Teknik Pengambilan Sampel (Teknik Sampling)
Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan probability
sampling dengan tipe random sampling yaitu metode pengambilan
sampelnya secara acak dan sederhana tanpa memperhatikan strata yang
ada dalam populasi. Sampel yang di ambil dalam penelitian ini didapat
berdasarkan data dari puskesmas A yang berada di salah satu kota di
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai