Disusun oleh:
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................i
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami mengenai Manajemen
Siaga Bencana Kebakaran Hutan. Pada makalah ini kami mengambil beberapa sumber dan
referensi. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna,
untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
perbaikan kami dalam menyusun makalah selanjutnya.
Akhir kata kami sebagai penyusun mengucapkan terima kasih, semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membaca.
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hutan merupakan suatu nikmat yang sangat besar yang dianugerahkan oleh
Tuhan Yang Maha Kuasa kepada seluruh manusia terkhususnya bangsa Indonesia.
Dari hutan manusia dapat menghirup oksigen dengan leluasa dan juga sebagai
tempat yangsangat berharga bagi hewan yang hidup di dalamya. Hutan adalah
sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan.
Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia
dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat
hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah
satu aspek biosfer Bumi yang paling penting.
Indonesia sebagai salah satu Negara yang memiliki sumber daya hutan
terbesar kedua sedunia ini merupakan paru-paru dunia. Lebih kurang 4000 jenis
tumbuhan yang tumbuh pada berbagai formasi hutan dan tipe hutan telah
diketahui (terutama di Hutan Hujan Tropis) dan sekitar 400 jenis pohon telah
diketahui nilai komersial kayunya.
Kebakaran hutan merupakan suatu peristiwa yang sangat merugikan
semua pihak, baik dari kalangan manusia yang berekonomi rendah, sedang bahkan
tingkat atas dan juga sangat berdampak pada turunnya populasi hewan bahkan
bisa punah. Kebakaran hutan terkhusus di Indonesia umumnya dilatar belakangi
oleh pihak yang tidak bertanggung jawab dan seperti penambang kayu hutan, para
petani yang ingin membuat lahan baru atau memperluas lahan dan juga para
pendiri pabrik yang menginginkan keuntungan yang sangat besar dengan
mendirikan pabriknya hanya dengan modal yang kecil bahkan tanpa modal.
Pembabat hutan secara ilegal disebut dengan Illegal Loging.
Kebakaran merupakan salah satu fenomea yang menggangu aktivitas manusia,
baik dari segi ekologi, sosial, budaya, ekonomi maupun kerusakkan lingkungan
dan lain-lain. Hanya saja wawasan masyarakat akan
pentingnya pengetahuan penyebab, dampak, proses, pencegahan,
dan penanggulangan dinilai masih cukup kurang bahkan tidak ada rasa kepedulian
sama sekali.
Walaupun sudah diteapkan peraturan dan perundangan tentang kehutanan
(Undang-undang Republik Indonesia nomor 41 tahun 1999 Tentang kehutanan)
tetap saja masyarakat belum mengetahui isikeseluruhan peraturan tersebut.
B. TUJUAN
C. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari kebakaran hutan?
2. Apa penyebab dari kebakaran hutan
3. Dampak apa yang dapat timbul dari kebakaran hutan?
4
5. Bagaimana penatalaksanaan bencana kebakaran hutan?
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
2. Adanya kekecewaan terhadap sistem pengelolaan hutan
Kegiatan pembalakan liar atau illegal logging lebih banyak menghasilkan lahan-lahan
kritis dengan tingkat kerawanan kebakaran yang tinggi. Seringkali, api yang tidak terkendali
secara mudah merambat ke areal hutan-hutan kritis tersebut. Kegiatan pembalakan liar atau
illegal logging seringkali meninggalkan bahan bakar (daun, cabang, dan ranting) yang
semakin lama semakin bertambah dan menumpuk dalam kawasan hutan yang dalam musim
kemarau akan mengering dan sangat bepotensi sebagai penyebab kebakaran hutan.
Kehidupan masyarakat sekitar kawasan hutan tidak lepas dari ternak dan
penggembalaan. Ternak (terutama sapi) menjadisalah satu bentuk usaha sampingan untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Kebutuhan akan HMT dan areal penggembalaan
merupakan salah satu hal yang harus dipenuhi. Untuk mendapatkan rumput dengan kualitas
yang bagus dan mempunyai tingkat palatabilitas yang tinggi biasanya masyarakat membakar
kawasan padang rumput yang sudah tidak produktif. Setelah areal padang rumput terbakar
akan tumbuh rumput baru yang kualitasnya lebih bagus dan kandungan gizinya tinggi.
5. Perambahan hutan
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya sebagai agen penyebab kebakaran hutan
adalah migrasi penduduk dalam kawasan hutan (perambah hutan). Disadari atau tidak
bahwa semakin lama,kebutuhan hidup masyarakat akan semakin meningkat seiring semakin
bertambahnya jumlah keluarga dan semakin kompleknya kebutuhan hidup. Hal tersebut
menuntut penduduk untuk menambah luasan lahan garapan mereka agar hasil pertanian
mereka dapat mencukupi kebutuhan hidupnya.
7
6. Sebab lain
Sebab lain yang bisa menjadi pemicu terjainya kebakaran adalah faktor kurangnya
kesadaran masyarakat terhadap bahaya api. Biasanya bentuk kegiatan yang menjadi
penyebab adalah ketidaksengajaan dari pelaku. Misalnya masyarakat mempunyai interaksi
yang tinggi dengan hutan. Salah satu bentuk interaksi tersebut adalah kebiasaan penduduk
mengambil rotan yang biasanya sambil bekerja mereka menyalakan rokok. Dengan tidak
sadar mereka membuang puntung rokok dalam kawasan hutan yang mempunyai potensi
bahan bakar melimpah sehingga memungkinkan terjadi kebakaran.
8
manusia, antara lain infeksi saluran pernafasan, sesak nafas, iritasi kulit, iritasi mata, dan
lain-lain.
6. Tersedotnya anggaran negara; Setiap tahunnya diperlukan biaya yang besar untuk
menangani atau menghentikan kebakaran hutan. Juga untuk merehabilitasi hutan yang
terbakar serta berbagai dampak lain semisal kesehatan masyarakat dan bencana alam yang
diambilkan dari kas negara.
7. Menurunnya devisa negara. Hutan telah menjadi salah satu sumber devisa negara baik dari
kayu maupun produk non kayu lainnya, termasuk pariwisata. Dengan terbakarnya hutan
sumber devisa akan musnah. Selain itu, menurunnya produktivitas akibat kebakaran hutan
juga pada akhirnya berpengaruh pada devisa negara.
B. Dampak Terhadap Ekologis dan Kerusakan Lingkungan.
Kebakaran hutan memberikan dampak langsung terhadap ekologi dan lingkungan yang
diantaranya adalah:
1. Hilangnya sejumlah spesies; selain membakar aneka flora, kebakaran hutan juga
mengancam kelangsungan hidup sejumlah binatang. Bebrabagai spesies endemik
(tumbuhan maupun hewan) terancam punah akibat kebakaran hutan.
2. Erosi; Hutan dengan tanamannya berfungsi sebagai penahan erosi. Ketika tanaman
musnah akibat kebakaran hutan akan menyisakan lahan hutan yang mudah terkena erosi
baik oleh air hujan bahkan angin sekalipun.
3. Alih fungsi hutan; Kawasan hutan yang terbakar membutuhkan waktu yang lama untuk
kembali menjadi hutan. Bahkan sering kali hutan mengalami perubahan peruntukan
menjadi perkebunan atau padang ilalang.
4. Penurunan kualitas air; Salah satu fungsi ekologis hutan adalah dalam daur hidrologis.
Terbakarnya hutan memberikan dampak hilangnya kemampuan hutan menyerap dan
menyimpan air hujan.
5. Pemanasan global; Kebakaran hutan menghasilkan asap dan gas CO2 dan gas lainnya.
Selain itu, dengan terbakarnya hutan akan menurunkan kemampuan hutan sebagai
penyimpan karbon. Keduanya berpengaruh besar pada perubahan iklim dan pemansan
global.
6. Sendimentasi sungai; Debu dan sisa pembakaran yang terbawa erosi akan mengendap di
sungai dan menimbulkan pendangkalan.
7. Meningkatnya bencana alam; Terganggunya fungsi ekologi hutan akibat kebakaran hutan
membuat intensitas bencana alam (banjir, tanah longsor, dan kekeringan) meningkat.
C. Dampak Terhadap Hubungan Antar Negara; Asap hasil kebakaran hutan menjadi masalah
serius bukan hanya di daerah sekitar hutan saja. Asap terbawa angin hingga ke daerah lain
bahkan mencapai berbagai negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Brunei
Darussalam.
9
D. Dampak Terhadap Perhubungan dan Pariwisata; Kebakaran hutan pun berdampak pada
pariwisata baik secara langsung ataupun tidak. Dampaknya seperti ditutupnya obyek
wisata hutan dan berbagai sarana pendukungnya, terganggunya transportasi, terutama
transportasi udara. Kesemunya berakibat pada penurunan tingkat wisatawan secara
nasional. Mengingat sedemikian kompleknya dampak yang diakibatkan oleh kebakaran
hutan sudah selayaknya kita semua mewaspadai. Sekalipun tinggal jauh dari hutan,
menumbuhkan kesadaran akan bahaya kebakaran hutan mungkin salah satunya.
E. Dampak Terhadap Keanekaragaman Hayati
Kebakaran hutan sangatlah berdampak besar pada keanekaragaman hayati. Hutan yang
terbakar berat akan sulit untuk dipulihkan. Karna sudah mengalami kerudakan pada
struktur tanahnya. Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan terbuka, sehingga
mudah tererosi, dan tidak dapat lagi menahan banjir. Karena itu sering terjadi bencana
banjir setelah hutan terbakar. Kerugiannya pun sangatlah besar. Hutan alam mungkin
memerlukan ratusan tahun untuk berkembang menjadi sistem yang rumit yang
mengandung banyak spesies yang saling tergantung satu sama lain
1. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan, berisi sumber daya
alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya
yang satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan.
2. Kebakaran hutan adalah suatu keadaan dimana hutan dilanda api sehingga
mengakibatkan kerusakan hutan dan atau hasil hutan yang menimbulkan kerugian
ekonomis dan atau nilai lingkungan.
10
3. Pengendalian kebakaran hutan adalah semua usaha, pencegahan, pemadaman,
pengananan pasca kebakaran hutan dan penyelamatan.
4. Pencegahan kebakaran hutan adalah semua usaha, tindakan atau kegiatan yang
dilakukan untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran
hutan.
5. Pemadaman kebakaran hutan adalah semua usaha, tindakan atau kegiatan yang
dilakukan untuk menghilangkan atau mematikan api yang membakar hutan.
6. Penanganan pasca kebakaran adalah semua usaha, tindakan atau kegiatan yang
meliputi inventarisasi, monitoring dan evaluasi serta koordinasi dalam rangka
menangani suatu areal setelah terbakar.
7. Evakuasi dan penyelamatan adalah upaya membawa dan menyelamatkan korban
jiwa dan harta benda akibat adanya kejadian kebakaran hutan dan bencana alam
lainnya.
8. Manggala Agni adalah regu pengendali kebakakaran hutan yang personilnya
berasal dari Pegawai Negeri Sipil dan masyarakat yang telah diberikan pelatihan
pengendalian kebakaran hutan.
9. Titik Panas (hotspot) adalah indikator kebakaran hutan yang mendeteksi suatu
lokasi yang memiliki suhu relatif lebih tinggi dibandingkan dengan suhu
disekitarnya.
10. Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran Hutan yang selanjutnya disebut SPBK adalah
peringkat yang digunakan untuk mengetahui tingkat resiko terjadinya bahaya
kebakaran hutan, di suatu wilayah dengan memperhitungkan keadaan cuaca, bahan
bakaran dan kondisi alam lainnya yang berpengaruh terhadap perilaku api.
11. 11.Sarana dan prasarana adalah peralatan dan fasilitas yang digunakan untuk
mendukung pengendalian kebakaran hutan.
12. Masyarakat Peduli Api yang selanjutnya disebut MPA adalah masyarakat yang
secara sukarela peduli terhadap pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang telah
dilatih.
13. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negera Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945.
14. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
11
15. Pemegang izin adalah badan usaha dan perorangan yang diberikan izin di kawasan
hutan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan.
16. Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan yang selanjutnya disebut Brigdalkarhut
adalah suatu lembaga yang mempunyai tugas dan fungsi, pencegahan, pemadaman,
dan penanganan pasca kebakaran hutan, serta penyelamatan (rescue) yang
dilengkapi dengan sumber daya manusia, dana dan sarana prasarana.
17. Patroli adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh Manggala Agni dan
semua pihak dalam rangka pencegahan dan pemadaman kebakaran hutan dan
lahan.
18. Mobilisasi adalah pengerahan sumberdaya yang dimiliki oleh para pihak untuk
melakukan pemadaman kebakaran hutan dan lahan.
19. Tim Operasi adalah tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal yang
keanggotaannya terdiri dari unsur instansi terkait dalam kegiatan pemadaman
kebakaran hutan melalui udara.
20. Tata Hubungan Kerja adalah rangkaian prosedur kerja dan sistem kerja yang
mengatur tata hubungan kerja, tugas, pokok dan fungsi antara Unit Kerja dalam
rangka mewujudkan koordinasi, sinkronisasi dan sinergitas pelaksanaan
pengendalian kebakaran hutan.
21. Unit Kerja adalah instansi yang mempunyai hubungan keterkaitan baik vertikal
maupun horizontal dalam mewujudkan koordinasi, sinkronisasi dan sinergisitas
pelaksanaan pengendalian kebakaran hutan.
22. Menteri adalah menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab dibidang
kehutanan.
23. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang diserahi tugas dan tanggung jawab
di bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.
1. Pencegahan Kebakaran
Pasal 4
12
Pencegahan kebakaran hutan dilakukan pada :
a. Tingkat nasional;
b. Tingkat provinsi;
c. Tingkat kabupaten/kota;
d. Tingkat unit pengelolaan hutan konservasi, tingkat kesatuan pengelolaan hutan
produksi, tingkat kesatuan pengelolaan hutan lindung; dan
e. Tingkat pemegang izin pemanfaatan hutan, tingkat pemegang izin penggunaan
kawasan hutan, tingkat pemegang izin hutan hak dan hutan konservasi.
Pasal 5
Pasal 6
1) Pembuatan peta kerawanan kebakaran hutan Tingkat Nasional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dilakukan setiap tahun sekali.
2) Pengembangan sistem informasi kebakaran hutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf b meliputi pemantauan, deseminasi dan pengecekan hotspot, SPBK
dan patroli pencegahan.
3) Kegiatan kemitraan dengan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
huruf c dilakukan melalui pemantauan koordinasi pencegahan, pembangunan
model penyiapan lahan tanpa bakar (PLTB), pembentukan dan pembinaan
Masyarakat Peduli Api (MPA).
4) Penyusunan standar peralatan pengendalian kebakaran hutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf d diatur lebih lanjut dengan peraturan Direktur
Jenderal.
13
5) Program penyuluhan dan kampanye pengendalian kebakaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf e meliputi kegiatan kampanye, penyuluhan dan apel
siaga.
6) Penyusunan pola pelatihan pencegahan kebakaran hutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf f diatur dengan peraturan Direktur Jenderal.
a. Pasal 7
Pencegahan kebakaran hutan pada Tingkat Provinsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf b, meliputi kegiatan :
a. Pembuatan peta kerawanan kebakaran hutan provinsi;
b. Pembuatan model penyuluhan;
c. Pelatihan pencegahan kebakaran hutan;
d. Pembuatan petunjuk pelaksanaan pencegahan dan pemadaman kebakaran hutan;
e. Pengadaan sarana dan prasarana pemadaman kebakaran hutan;
f. Melaksanakan pembinaan; dan
g. Melaksanakan pengawasan.
Pasal 8
1) Pembuatan peta kerawanan kebakaran hutan tingkat provinsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 huruf a dilaksanakan setiap 6 (enam) bulan sekali.
2) Pembuatan model penyuluhan sebagaimana dalam Pasal 7 huruf b mengacu pada
peraturan perundang-undangan.
3) Pelatihan pencegahan kebakaran hutan sebagaiman dimaksud dalam Pasal 7 huruf
c antara lain dilakukan melalui penyelenggaraan pelatihan Penyiapan Lahan Tanpa
Bakar, tata cara pengurangan bahan bakar penyebab kebakaran dan gladi posko.
4) Pembuatan petunjuk pelaksanaan pemadaman kebakaran hutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 huruf d dilakukan dengan metode pemadaman mandiri
dan gabungan.
5) Pengadaan sarana dan prasarana pemadaman kebakaran hutan sebagaimana
dimaksudkan Pasal 7 huruf d terdiri dari : a. Peralatan tangan; b. Perlengkapan
perorangan; c. Pompa air dan kelengkapannya; d. Peralatan telekomunikasi; e.
Pompa bertekanan tinggi; f. Peralatan mekanis; g. Peralatan transportasi; h.
Peralatan logistik, medis dan SAR; i. Gedung.
14
6) Pembinaan sebagimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf f dilakukan melalui kegiatan
antara lain : a. Sosialisasi peraturan perundang-undangan; b. Pembuatan model
penyuluhan; dan c. Pelatihan pencegahan, pemadaman dan penanganan pasca.
7) Pengawasan sebagimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf g dilakukan melalui
kegiatan antara lain pembuatan laporan dan evaluasi atas akuntabilitas kinerja
Gubernur dan Bupati atau Walikota.
Pasal 9
Mekanisme pengadaan peralatan pencegahan dan pemadaman kebakaran hutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 10
Pencegahan kebakaran hutan pada tingkat Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 huruf c, meliputi kegiatan :
a. Evaluasi lokasi rawan kebakaran hutan;
b. Penyuluhan;
c. Pembuatan petunjuk teknis pelaksanaan pemadaman kebakaran hutan;
d. Pengadaan sarana prasarana pengendalian kebakaran hutan;
e. Pelaksanaan pembinaan; dan
f. Pengawasan.
Pasal 11
1) Evaluasi lokasi rawan kebakaran hutan dilakukan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 huruf a, dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali.
2) Pelaksanaan penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b mengacu
pada peraturan perundang-undangan.
3) Pembuatan petunjuk teknis pelaksanaan pemadaman kebakaran hutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 huruf c mengacu pada Standar Operasional Prosedur
tingkat Provinsi dengan mempertimbangkan kondisi wilayah setempat.
4) Pengadaan sarana prasarana pengendalian kebakaran hutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 huruf d terdiri dari :
a. Peralatan tangan;
15
b. Perlengkapan perorangan;
c. Pompa air dan perlengkapannya;
d. Peralatan telekomunikasi;
e. Pompa bertekanan tinggi;
f. Peralatan mekanis;
g. Peralatan transportasi;
h. Peralatan logistik, medis dan SAR;
i. Gedung.
5) Pembinaan sebagimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf e dilakukan melalui
kegiatan antara lain :
a. Sosialisasi peraturan perundang-undangan;
b. Pembuatan model penyuluhan; dan
c. Pelatihan pencegahan, pemadaman dan penanganan pasca;
6) Pengawasan sebagimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf f dilakukan melalui
kegiatan antara lain pembuatan laporan dan evaluasi atas akuntabilitas kinerja
Bupati dan Walikota.
Pasal 12
Pencegahan kebakaran hutan pada tingkat unit pengelolaan hutan konservasi,
kesatuan pengelolaan hutan produksi, kesatuan pengelolaan hutan lindung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d, meliputi kegiatan :
a. Inventarisasi lokasi rawan kebakaran hutan;
b. Inventarisasi faktor penyebab kebakaran;
c. Penyiapan regu pemadam kebakaran;
d. Pembuatan prosedur tetap;
e. Pengadaan sarana dan prasarana; dan
f. Pembuatan sekat bakar.
Pasal 13
1) Inventarisasi lokasi rawan kebakaran hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
huruf a dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun.
2) Inventarisasi faktor penyebab kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
huruf b dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun.
16
3) Penyiapan regu pengendalian kebakaran hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 huruf c dilakukan pada setiap kesatuan pengelolaan berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
4) Jumlah regu dan personil setiap regu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal.
5) Pembuatan prosedur tetap pengendalian kebakaran hutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 huruf d mengacu pada Prosedur Tetap Provinsi dan Prosedur Tetap
Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan kondisi wilayah setempat.
6) Pengadaan sarana prasarana pengendalian kebakaran hutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 huruf e terdiri dari :
a. Peralatan tangan;
b. Perlengkapan perorangan;
c. Pompa air dan perlengkapannya;
d. Peralatan telekomunikasi;
e. Pompa bertekanan tinggi; dan
f. Peralatan mekanis;
g. Peralatan transportasi;
h. Peralatan logistik, medis dan SAR;
i. Gedung.
7) Pembuatan sekat bakar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf f dilakukan
pada setiap kawasan yang rawan kebakaran.
8) Pembuatan sekat bakar sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan
berdasarkan petunjuk teknis yang diatur lebih lanjut dengan Direktur Jenderal.
Pasal 14
1. Pencegahan kebakaran hutan yang dilakukan oleh :
a. pemegang izin pemanfaatan hutan,
b. pemegang izin penggunaan kawasan hutan,
c. pemegang izin hutan hak
d. pemegang izin pemanfaatan pada hutan konservasi meliputi kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12.
2. Kegiatan pencegahan kebakaran hutan oleh pemegang izin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan Pasal 13.
17
2. Pemadaman Kebakaran
Pasal 15
Pelaksanaan kegiatan pemadaman kebakaran hutan pada masing masing wilayah
dilakukan melalui tahapan kegiatan :
a. Pemadaman awal;
b. Pemadaman lanjutan;
c. Pemadaman mandiri;
d. Pemadaman gabungan; dan
e. Pemadaman dari udara.
Pasal 16
(1) Pemadaman awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a dilakukan dalam
rangka mencegah terjadinya kebakaran yang lebih besar saat ditemukan titik api
(kejadian kebakaran) oleh regu patroli yang bertugas dan atau yang ditugaskan
melakukan pengecekan lapangan terhadap titik panas melalui pemadaman seketika
tanpa menunggu perintah dari posko daerah operasi (Daops) setempat.
(2) (2)Pemadaman lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b dilakukan
dalam rangka menindaklanjuti upaya pemadaman yang tidak dapat dipadamkan
pada saat pemadaman awal, dengan memobilisasi regu pemadaman kebakaran
pada daops setempat dan atau regu dari Daops lain dan atau instansi lain yang
terkait.
(3) Pemadaman mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c dilakukan
dalam rangka pemadaman kebakaran yang dilaksanakan secara mandiri dengan
menggunakan personil, sarana prasarana dan dukungan logistik yang berada pada
wilayah kerja Daops setempat.
(4) Pemadaman gabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf d dilakukan
dalam rangka pemadaman kebakaran yang dilaksanakan dengan menggunakan
personil, sarana prasarana dan dukungan logistik yang berada pada daops setempat
dan atau regu dari Daops lain dan atau instansi lain yang terkait.
(5) Pemadaman dari udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf e, dilakukan
dalam rangka pemadaman kebakaran baik pada pemadaman awal maupun
18
pemadaman lanjutan dan atau pemadaman dengan menerapkan teknologi
modifikasi cuaca oleh tim operasi yang menggunakan pesawat terbang.
Pasal 19
1) Pengumpulan bahan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a,
dilakukan melalui pengecekan lapangan pada areal yang terbakar dengan
menggunakan data titik panas yang terpantau, pengumpulan contoh tanah,
tumbuhan, dan bukti lainnya di areal yang terbakar.
2) Identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b dilakukan untuk
mengetahui penyebab kebakaran, luas kebakaran, tipe vegetasi yang terbakar,
pengaruhnya terhadap lingkungan dan ekosistem.
3) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf c dilakukan
untuk memantau kegiatan pengendalian kebakaran yang telah dilakukan dan
perkembangan areal bekas kebakaran.
4) Rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf d, dilakukan dalam
rangka merehabilitasi kawasan bekas kebakaran dengan mempertimbangkan
rekomendasi dan atau masukan berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari
hasil identifikasi.
5) Penegakan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf e, dilakukan dalam
rangka upaya proses penindakan hukum dibidang kebakaran hutan dengan diawali
kegiatan pengumpulan bahan dan keterangan yang berkaitan dengan terjadinya
pelanggaran sebagai bahan penyidikan.
BAB III
19
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hutan merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai harganya karena didalamnya
terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutankayu
dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, dan
sebagainya. Kebakaran hutan menimbulkan kerugian yang sangat besar dan dampaknya
sangatluas, bahkan melintasi batas negara.
Di sisi lain upaya pencegahan dan pengendalian yang akan dilakukan selama ini masih
belum memberikan hasil yang optimal. Oleh karena itu sangat perlu usaha
perbaikan secara menyeluruh, terutama yang terkait dengan kesejahteraan masyarakat yang
berada di pinggiran atau dalam kawasan hutan.
Berbagai upaya perbaikan yang perlu dilakukan antara lain dibidang penyuluhan
kepada masyarakat khususnya yang berkaitan dengan faktor-faktor penyebab kebakaran
hutan, peningkatan kemampuan aparatur pemerintah terutama dari Departemen Kehutanan, p
eningkatan fasilitas untuk mencegah dan menanggulagi kebakaran hutan, pembenahan bidang
hukum dan penerapan sangsi secara tegas.
B. SARAN
Dalam mengantisipasi dan mengurangi kejadian kebakaran hutan, maka perlu
tindaknyata pada semua pihak terkait/stakeholder secara jelas, pasti dan cepat sehingga
degradasilingkungan dan hutan dapat diatasi. Hal ini dapat melalui jalan pendekatan dengan
berbagaimetode pada semua pelaku peran baik dari lembaga pemerintah sebagai pihak
yangmerupakan produk izin, pengusaha yang bergerak dalam kegiatan ini, masyarakat
sebagai peran lainnya, tenaga ahli yang memahami teori dengan benar dan pihak-pihak
pengamatyang membantu meluruskan adanya kekeliruan dalam hal ini lembaga swadaya
masyarakat baik lokal maupun internasional, perguruan tinggi dan sebagainya.
20
DAFTAR PUSTAKA
https://juliwi.com/published/E0104/Paper0104_47-59.pdf
alamendah.wordpress.com/2009/09/15/ulang-tahun-kebakaran-hutan
http://www.greenpeace.org/seasia/id/press/releases/kebakaran-hutanindonesia-menj/
http://www.greenradio.fm/news/latest/5028-miliaran-rupiah-hilang-akibatkebakaran-hutan-
Schweithelm, J. dan D. Glover, 1999. Penyebab dan Dampak Kebakaran. Dalam Mahalnya Harga
Sebuah Bencana: Kerugian Lingkungan Akibat Kebakaran dan Asap di Indonesia. Editor: D. Glover
& T. Jessup
Soeriaatmadja, R.E. 1997. Dampak Kebakaran Hutan Serta Daya Tanggap Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Alam Terhadapnya. Prosiding Simposium: “Dampak Kebakaran
Hutan Terhadap Sumberdaya Alam dan Lingkungan”.
Indonesia-investment.com
https://dlhk.bantenprov.go.id/upload/article/2019/KEBAKARAN_HUTAN_DAN_DAMPAKNYA_B
AGI_KEHIDUPAN.pdf
http://juliwi.com/published/E0104/Paper0104_47-59.pdf
21