Anda di halaman 1dari 12

KEPERAWATAN ANAK II

LAPORAN HASIL ANALISIS ABK

(KASUS 5)

OLEH :
KEPERAWATAN B
KELOMPOK 3
ABD. WAHAB BR
ULFA WILDANA HASAN
A.ARDIANSYAH
TEZA AINUN RAISY
NURFADILAH
UMRAH
HIKMAWATI

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2018
LAPORAN HASIL ANALISIS ABK PADA KASUS 5

A. Skenario Kasus Pemicu


Seorang anak perempuan usia 2 tahun 6 bulan tampak aktif bermain berlari, memanjat dan
berputar-putar. Hasil wawancara dengan ibu klien mengatakan anaknya sering
menyebutkan kata-kata yang tidak dipahami, dan tidak ada eye contact. Tampak anak
sering menggosok-gosok tangannya

B. Daftar Istilah
1. Eye contact atau kontak mata: kejadian ketika dua orang melihat mata satu sama lain
pada saat yang bersamaan.

C. Learning Objektif
1. Memahami struktur anatomi dan fisiologi sistem saraf terkait gangguan mental
emosional pada anak
2. Memahami mekanisme tanda dan gejala yang biasa timbul pada anak dengan
gangguan mental emosional
3. Memahami perbedaan ADHD, retardasi mental dan autis
4. Mengetahui pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada kasus gangguan mental
emosional
5. Mengetahui mekanisme pencegahan dan pengobatan pada kasus gangguan mental
emosional pada anak
6. Mengetahui diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus gangguan mental
emosional pada anak
7. Mengetahui intervensi keperawatan yang dapat diberikan pada anak dengan gangguan
mental emosional pada anak.

D. Hasil Analisis Sintesis


1. Struktur anatomi dan fisiologi sistem saraf terkait gangguan mental emosional
pada anak
Menurut Frisch (2011), Hipoaktifitas lobus frontal telah menyebabkan afek menjadi
tumpul, isolasi sosial dan apati. Sedangkan gangguan pada lobus temporal telah ditemukan
terkait dengan munculnya waham, halusinasi dan ketidak mampuan mengenal objek atau
wajah.
Gangguan prefrontal pada pasien skizofrenia berhubungan dengan terjadinya gejala
negatif seperti apati, afek tumpul serta miskin nya ide dan pembicaraan. Sedangkan pada
bipolar disorder, gangguan profrontal telah menyebabkan munculnya episode depresi,
perasaan tidak bertenaga dan sedih serta menurunnya kemampuan kognitif dan
konsentrasi. Dsifungsi sistim limbik berkaitan erat dengan terjadinya waham , halusinasi,
serta gangguan emosi dan perilaku. Penelitian terbaru menemukan penyebab AH adanya
perubahan struktur dalam sirkuit syaraf yaitu adanya kerusakan dalam auditory spatial
perception (Hunter et all,2010)

2. Mekanisme tanda dan gejala yang biasa timbul pada anak dengan gangguan
mental emosional
a. Kurangnya terdapat 1 dari 2 gejala dibawah ini
1) 6 atau lebih gejala gangguan perhatian tersebut berlang-sung sekurang-kurangnya 6
bulan.
a) Seringkali kali susah memusatkan perhatian terhadap hal – hal detail atau
seringkali berbuat ceroboh di sekolah, pekerjaan, atau aktifitas yang lainnya.
b) Sering kali susah mempertahankan perhatian saat melakukan pekerjaan atau
aktifitas bermain lainnya.
c) Seringkali tidak dapat mengikuti perintah yang diberikan dan gagal untuk
menyelesaikan tugas sekolah, atau tugas ditempat kerja, bukan diakibatkan
karena sikap penolakan atau tidak mengerti atas perintah yang diberikan.
d) Seringkali gagal menga-tur tugas dan aktifitas.
e) Seringkali menghindari tugas yang memerlukan usaha mental.
f) Seringkali menghilang-kan barang yang penting untuk pekerjaan dan aktifitas.
g) Seringkali perhatiannya gampang dialihkan.
h) Seringkali lupa akan aktifitas hariannya.
2) Sebanyak 6 atau lebih gejala hiperaktif-impisif tersebut berlangsung sekurang-
kurangnya 6 bulan.
a) Seringkali tampak memainkan tangan dan kaki saat duduk.
b) Seringkali meninggalkan sebelum waktu bubaran.
c) Seringkali berlarian atau memanjat berlebihan pada situasi yang tidak sesuai.
d) Seringkali berbuat suara gaduh saat bermain.
e) Sering tampak seolah – olah mengendarai motor.
f) Seringkali berbicara banyak.
g) Seringkali menjawab sebelum pertanyaan ter-sebut selesai diajukan.
h) Seringkali tampak gelisah saat menunggu giliran.
i) Sering kali menyela atau menganggu teman yang lain.
b. Gejala hiperaktif-impulsif atau gejala gangguan perhatian tersebut telah terjadi sebelum
berusia 7 tahun
c. Gangguan akibat gejala tersebut terjadi di dua tempat (sekolah atau dirumah)
d. Terdapat bukti nyata secara klinis gangguan sosial, akademis, dan pekerjaan. Gejala
tersebut terjadi bukan akibat (Prock & Rappaport, 2009).

3. Perbedaan ADHD, retardasi mental dan autis


a. ADHD (attention Defisit hyperactive Disorder)
ADHD (attention Defisit hyperactive Disorder) yaitu istilah baru, tetapi anak yang
over aktif yang telah terjadi sejak lama. Seorang neurology. Heinrich Hoffman pada
tahun 1845 untuk pertama kalinya menulis mengenai periloaku yang kemudian
dienal dengan hiperaktif dalam buku ‘cerita anak’ karangannya. Dalam literature lain
di jelaskan, ADHD pertama kali di temukan oleh seorang dokter inggris, George F.
Still di dalam penelitiannya terhadap sekelompok anak yang menunjukkan sesuatu
“ketidakmampuan abnormalnya untuk memusatkan perhatian, gelisah, dan resah”.
Ia mengemukakan bahwa anak-anak tersebut memiliki kekurangan yang berasal dari
bawaan biologis. Gangguan tersebut disebabkan oleh sesuatu di dalam diri anak
dan bukan karena faktor lingkungan (Baihaqi & Sugiarman, 2006:4) pandangan ini
merupakan definisi sindrom anak hiperaktif, yaitu gerak yang berlebihan di
gambarkan sebagai cirri utama ADHD. ADHD (attention Defisit hyperactive
Disorder) adalah nama yang diberikan untuk anak-anak, remaja, dan beberapa
orang dewasa, yang kurang mampu memperhatikan, mudah di kacaukan, dengan
over aktif dan juga implusif. ADHD adalah suatu gangguan neurobiology, dan bukan
penyakit yang mempunyai penyebab spesifik. Banyak macam faktor yang disebut
sebagai ADHD (millichap, 2013:1)
ADHD (attention Defisit hyperactive Disorder) merupakan salah satu jenis
kondisi berkebutuhan khusus yang termasuk dalam gangguan perilaku. ADHD
adalah gangguan perkembangan dalam peningkatan aktivitas motorik anak-anak
hingga menyebabkan aktivitas anak-anak yang cenderung berlebihan (Baihaqi &
Sugirman, 2006)
b. Retardasi mental
Retardasi mental merupakan suatu kelainan mental seumur hidup, diperkirakan
lebih dari 120 juta orang diseluruh dunia menderita kelainan ini . oleh karena itu
retardasi mental merupakan masalah di bidang kesehatan masyarakat,
kesejahteraan social dan pendidikan baik pada anak yang mengalami retardasi
mental tersebut maupun keluarga dan masyarakat. Retardasi mental merupakan
suatu keadaan penyimpanagn tumbuh kembang seorang anak sedangkan peristiwa
tumbuh kembang itu sendiri merupakan proses utama yang hakiki dan khas pada
anak serta merupakan sesuatu yang terpenting pada anak tersebut. Terjadinya
retardsi mental dapat di sebabkan adanya gangguan pada fase prenatal, perinatal,
maupun postnatal. Mengingat beratnya eban keluarga maupun masyarakat yang
harus di tanggung dalam penatalaksanaan retardasi mental, maka pencegahan yang
efektif merupakan pilihan terbaik (Sularyo & Kadim, 2000).
c. Autis
Menurut sastra (2011:133) autism adalah gangguan perkembangan otak pada
anak yang berakibat tidak dapat berkomunikasi dan tidak dapat mengekspresikan
parasaan dan keinginannya, sehingga perilaku hubungan dengan orang lain
terganggu. Alhamdi (dalam sastra 2011:134) mengatakan autism adalah suatu
gangguan perkembangan dalam dalam bidang berkomunikasi, interaksi social,
perilaku, emosi dan sensori.

4. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada kasus gangguan mental emosional


a. Psikoterapi dapat diberikan kepada anak dengan gangguan mental dengan begitu
dapat diusahakan perubahan sikap, tingkah laku, dan adaptasi sosialnya.
b. Konseling dapat dilakukan untuk menentukan ada atau tidaknya suatu gejala mental
dengan derajat, evaluasi mengenai system kekeluargaan dan pengaruh pada
keluarga. Pendidikan yang penting disini adalahbukan hanya asal sekolah, namun
bagaimana mendapatkan yang cocok bagi anak (Sularyo & Kadim, 2000).
5. Mekanisme pencegahan dan pengobatan pada kasus gangguan mental emosional
pada anak
a. Pencegahan gangguan mental
1) Jaga kesehatan fisik
2) Jaga otak selalu bekerja
3) Mengendalikan amarah
4) Mengontrol dan menurunkan stress
5) Menjaga hubungan baik
6) Melakukan apapun dengan rasa percaya diri
7) Berfikir positif
8) Tidur yang cukup dan berkualtas (Gail., 2013)
b. Pengobatan atau terapi pada anak dengan gangguan mental
1) Terapi Psikofarmakologi:
Psikofarmakologi merupakan sebuah standar yang telah ditetapkan
dalam menangani penyakik-penyakit neurobiologis. Namun, obat tidak dpat
berjalan sendiri dalam menangani masalah personal, social atau komponen
lingkungan klien atau respon terhadap penyakit. Kondisi-kondisi tersebut
membutuhkan pendekatan yang terintegrasi dan komperensif dalam merawat
individu dan gangguan jiwa (Gail., 2013)
b) Terapi Kejang Listrik (Elektroconvulsive Therapis):
Terapi kejang listrik (elektroconvulsive therapis / ECT) pertama kali
dilakukan pada tahun 1938 sbagai tritmen untuk klien skizofrenia, ketika diyakini
bahwa klien epilepsy jarang mengalami skizofrenia, dan dianggap bahwa
pemberian kejang biasa menyembuhkan skizofrenia. Terapi Kejang listrik adalah
pengobatan dengan pemberian kejang yang cukup berat melalui alat yang
diindukdi pada klien yang yang dibius denganmemeberikan arus listrik melalui
elektroda yang dipasang pada klien \
ECT merupakan tritmen gangguan jiwa yang efektif dan umumnya dapat
ditoleransi dengan baik oleh klien. Dalam beberapa kasus, stelah program awal
tritmen sukses, pemiliharaan ECT ditambah dengan pemberian obat
antridepresan: untuk bulan pertama setelah remisi program remisi trigmen
dilakukan seminggu sekali, kemudian berkurang secara bertahap menjadi
sebulan sekali (perbulan) (APA, 2001).
Indikasi utama ECT adalah depresi berat (Weiner dan Falcone,2011).
Beberapa ahli menganggap terapi ini digunakan sebagai standar emas untuk
mengatasi kodisi depresi yang bertahan (Nahas dan Anderson,2011). Tingkat
respon terhadap ECT 80% atau lebih untuk sebagian besar klien lebih baik
daripada tingkat respon terhadap obat antidepresan, sehingga terapi dianggap
sebai antidepresan yang paling efektif (Keltner dan Boschini,2009).
c) Terapi Tindakan Pada Keluarga
Tindakan pada keluarga merupakan terapi yang ditujukan untuk
melibatkan keluarga dan mendorong mereka untuk menjadi peserta aktif dalam
ritmen dan pemulihan, sehingga meningkatkan keterampilan koping pada klien
dan keluarga mereka. Peran Perawat dalam terapi keluarga yaitu untuk
mendorong hubungan keluarga yang sehat melalui psikoedukasi, penguatan
kekuatan, konseling sportif, dan rujukan untuk terapi dan dukungan. Perawat
sudah dipersiapkan dengan baik untuk meningkatkan fungsi keluarga dalam
pengaturan klinis tradisional dan nontradisional. Perawat harus
mengintegrasikan teori berbasis keluarga dengan ilmu tindakan pada keluarga
dalam program klinis, memberikan dan mempromosikan tindakan pada keluarga
berbasis-bukti, dan advokasi untuk keluarga dan penggantian pihak ketiga untuk
tindakan pada keluarga ((Elizabeth., 2013)
d) Terapi Kelompok
Kelompok menawarkan berbagai hubungan antara anggota karena setiap
anggota kelompok akan berinteraksi satu sama lain dengan pemimpin kelompok.
Anggota kelompok berasal dari berbagai latar belakang dan masing-masing
memiliki kesempatan untuk belajar dari orang lain diluar lingkaran
sosialnya.mereka dihadapkan dengan rasa iri hati, daya tarik, daya saing, dan
banyak emosi lainnya dan perasaan yang diungkapkan oleh orang lain (Yalom &
Leszcz, 2005)
Kelompok terapiutik memiliki tujuan bersama yaitu kelompok memiliki
tujuan kelompok untuk membantu anggota yang secara konsisten terlibat dalam
engidentifikasi hubungan destruktif dan mengubah perilaku maladaptive mereka
(Yalom & Leszcz, 2005)
6. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus gangguan mental
emosional pada anak
a. Risiko perubahan sensori persepsi: halusinasi berhubungan dengan menarik diri
b. Risiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi.
c. Risiko bunuh diri berhubungan dengan harga diri rendah
d. Defisit perawatan diri kebersihan diri, makan, berdandan, dan BAK/BAB (Doenges,
Moorhouse, & Geissler, 2014).

7. Intervensi keperawatan yang dapat diberikan pada anak dengan gangguan mental
emosional pada anak.
a. Risiko perubahan sensori persepsi: halusinasi berhubungan dengan menarik diri
Definisi: Menarik diri merupakan suatu percobaan untuk menghindari interaksi dan
hubungan dengan orang lain
1) Tujuan: Setelah tindakan keperawatan, pasien mampu melakukan hal berikut.
Membina hubungan saling percaya. Menyadari penyebab isolasi sosial.
Berinteraksi dengan orang lain.
2) Intervensi:
a) Membina hubungan saling percaya.
b) Membantu pasien menyadari perilaku isolasi sosial
c) Melatih pasien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap (Doenges et
al., 2014).

b. Risiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi.
Definisi: Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa
adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh
pancaindra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien
mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan perabaan, atau penciuman. Pasien merasakan
stimulus yang sebetulnya tidak ada (Maramis, 2010).
1) Tujuan: Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di rumah sakit
maupun di rumah. Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk
pasien.
2) Intervensi:
a) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
b) Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi
yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya
halusinasi, serta cara merawat pasien halusinasi.
c) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat
pasien dengan halusinasi langsung di hadapan pasien.
d) Buat perencanaan pulang dengan keluarga (Doenges et al., 2014)

c. Risiko bunuh diri berhubungan dengan harga diri rendah


Definisi: Bunuh diri merupakan tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan (Wilson dan Kneisl, 1988). Bunuh diri merupakan kedaruratan
psikiatri karena pasien berada dalam keadaan stres yang tinggi dan menggunakan
koping yang maladaptif. Situasi gawat pada bunuh diri adalah saat ide bunuh diri
timbul secara berulang tanpa rencana yang spesifik atau percobaan bunuh diri atau
rencana yang spesifik untuk bunuh diri. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan dan
keterampilan perawat yang tinggi dalam merawat pasien dengan tingkah laku bunuh
diri, agar pasien tidak melakukan tindakan bunuh diri.
1) Tujuan: Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya. Pasien dapat
mengungkapkan perasaanya. Pasien dapat meningkatkan harga dirinya. Pasien
dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
2) Intervensi:
a) Meningkatkan harga diri pasien
b) Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri
c) Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri.
d) Mendiskusikan dengan pasien efektivitas masing-masing cara penyelesaian
masalah (Doenges et al., 2014).

d. Defisit perawatan diri kebersihan diri, makan, berdandan, dan BAK/BAB.


Definisi: Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalami kelainan
dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-
hari secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, tidak menyisir
rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas, dan penampilan tidak rapi. Defisit
perawatan diri merupakan salah satu masalah yang timbul pada pasien gangguan
jiwa. Pasien gangguan jiwa kronis sering mengalami ketidakpedulian merawat diri.
Keadaan ini merupakan gejala perilaku negatif dan menyebabkan pasien dikucilkan
baik dalam keluarga maupun masyarakat (Suliswati & Dkk, 2004)
1) Tujuan: Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri. Pasien
mampu melakukan berhias/berdandan secara baik. Pasien mampu melakukan
makan dengan baik. Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri.
2) Intervensi:
a) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri. Untuk melatih pasien
dalam menjaga kebersihan diri
b) Melatih pasien makan secara mandiri
c) Pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
d) Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan
oleh pasien untuk menjaga perawatan diri pasien (Doenges et al., 2014).

E. Daftar Pustaka
Baihaqi, & Sugirman. (2006). Memahami dan membantu Anak ADHD. Bandung: Refika
Aditama.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (2014). Rencana Asuhan Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Elizabeth., V. M. (2013). Essentials of Psychiatric Mental Health Nursing; A Communication
Approach to Evidence-Based Care Second Edition. ELSEVIER. Psychiatric.
Gail., S. W. (2013). Principles of Psychiatric Nursing. Psychiatric, 10.
Maramis, W. . (2010). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya.: Airlangga University Press.
Prock, L. A., & Rappaport, L. (2009). Attention and deficits of attention. In: Carey WB, Crocker
AC, Coleman WL, Elias ER, Feldman HM, eds. Developmental-behavioral pediatrics.
Philadelphia Saunders.
Sularyo, T. S., & Kadim, M. (2000). Retardasi Mental. Sari Pediatri, 2 No. 3.
Suliswati, & Dkk. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Yalom, I. D., & Leszcz, M. (2005). The Theory and Practice of Group Psychotherapy (5ed.).
New York: Basic Book.
F. WOC WOC ADHD
DEFINISI ETIOLOG PATOFISIOLOGI KLASIFIKASI

1. Tidak bisa
ADHD merupakan istilah gangguan
Faktor Faktor memusatkan perhatian
kekurangan perhatian menandakan Faktor Faktor
gangguan-gangguan sentral yang genetic neurologi toksisk kultur 2. Hiperaktiv &
terdapat pada anak-anak , yang sampai
saat ini dicap sebagai menderita Anak kembar Bayi lahir Bahan makanan, Kemanjaan,
hiperaktivitas, hiperkinesis, kerusakan salisilat dan krang disiplin,
MANIFESTASI
dengan kromosom dengan masalah
otak minimal atau disfungsi serebral Y ataua XYY prenatal lain-lain & kurang
minimal pengawasam 1.Aktivitas fisik yang
lebih banyak
2.Gerakan yang dilakuan
PENATALAKSANAAN Disfungs neurotransmitter kurang bertujuan
(dopamine) 3.Selalu gelisah dan resah
4.Rentang perhatian yang
pendek, mudah
Terapi farmakologi : Terapi Nonfarmakologi : Gangguan perfusi darah
dialihkan
1. Dekstroamfetamin 1. Menunjukkan keadaan
5.Impulsive
2. Metilfenidan sosial lingkungan
6.Bertindak tanpa
3. Magnesium pemolin 2. Jadwal kegiatan rutin HIPERAKTIF memeprtimbangkan
4. fenotiazin 3. tehnik pebaikan aktif
akibatnya
Pengaturan lingkungan.
Aktivitas fisik berlebihan 7.Toleransi yang rendah
dan tidak berguna 8.Labil dan mudah
terangsang
9. Berkelompok tetapi
brsifat kaku

Koping individual Gangguan/susah Terlalu aktif Tidak dapat tenang Hubungan dengan sebaya
tidak efektif tidur buruk

MK: risiko cerera


MK: risiko MK: pola tidur tidak efektif Kerusakan interaksi sosial

NOC: anak tidak melakukan NOC: anak mampu untuk mencapai NOC: anak tidak akan melukai diri
NOC: kilen mampu menunjukkan
kekerasan terhadap orang tidur, tidak trganggu selama 6 sendiri atau orang lain
interaksi sosial yang baik.
disekitarnya. sampai 7 jam setiap malam NIC:
NIC:
NIC: NIC: 1. Beritahu orang tua untuk
1. Kaji pola interaksi antara
1.Jauhkan potensi bahaya dari 1.Kaji keadaan-keadaan ynag mengamati perilaku anak secara
pasien dan orang lain
peralatan disekitar anak mengganggu tidur sering, lakukan hal ini melalui
2. Anjurkan pasien untuk
2.Monitor jenis keamanan 2.Anjurkan orang tua untuk duduk aktivitas sehari-hari dan interaksi
bersikpa jujur dalam
yang dimiliki dengan anak samapi dia tertidur untuk menghindari timbulnya
berinteraksi denga orang lain
3.Berikan ruangs endi dengan 3.Anjurkan orang tua untuk waspada dan kecurigaan
dan menghargai hak orang
anak yang memiliki membuat jam-jam tidur rutin, 2. Singkirkan semua benda-benda
lain
potensi kekerasan pada dan hindari terjadinya deviasi yang berbahaya dari lingkungan
3. Identifikasi perubahna
orag lain. dari jadwal ini anak
perilaku yang spesifik
4.Monitor klien selama 3. Coba untuk mengarahkan perilaku
4. Berikan sarana perawatan yang 4. Bantu pasien meningkatkan
menggunakan media kekrasan fisik untuk ansietas anak
membantu tudur (misalnya: kesadaran akan kekuatan dan
berbahaya (misalnya: kantung pasien untuk
gosok punggung, latihan gerak keterbatsan dalam
5.Modifikasi peralatan untuk latihan tinju, jogging, nola volly)
relaksasi dengan music lembut, berkomunikasi dengan orang
memperkecil risiko 4. Anjurkan orang tua untuk bisa
susu hangat, dan mandi air lain.
tetap bersama anak jika tingkat
6. Utamakan keamana area hangat.
kegelisahan dna ketegangan mulai
aaktivitas
meningkat

Anda mungkin juga menyukai