Kritis Kelompok Bab 123
Kritis Kelompok Bab 123
KEPERAWATAN KRITIS
“Perawatan Paliatif”
Disusun Oleh:
Fira Yuniar Laraswati (20171660021)
Hernia (20171660024)
Diah Ayu Susilawati (20171660033)
Cita Maulidya W.I (20171660057)
Nanang Fathur Rohman (20171660079)
Penyusun
DAFTAR ISI
ii
Kata Pengantar ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
iii
2.11 Diagnosa Keperawatan.................................................................... 10
3.1 WOC.................................................................................................. 12
BAB IV KESIMPULAN
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut Robert dan Edward, dalam purwoko (2020), ada sekitar 0,05%
kejadian hipertermia di Indonesia. Di Jawa Timur kejadian demam di Puskesmas
dan beberapa Rumah Sakit masing-masing 4000 dan 1000 kasus perbulan, dengan
angka kematian 0,8%. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya selama periode 1991-
1995 telah dirawat 586 penderita dengan angka kematian 1,4% dan selama
periode 1996-2000 telah dirawat 1563 penderita dengan anfka kematian 1,09%.
Pada anak dengan usia 1-5 tahun, terdapat peningkatan risiko terkena
penyakit serius akibat kurangnya Immunoglobulin G yang merupakan bahan bagi
tubuh untuk membentuk sistem komplemen yang berfungsi mengatasi infeksi
dimana salah satu tanda gejala yang tersering adalah hipertermia. Hipertermia
yang terjadi pada anak dibawah lima tahun pada umumnya merupakan
1
hipertermia yang disebabkan oleh infeksi seperti influenza, otitis media,
pneumonia, dan infeksi saluran kemih (Isneini, 2014).
Salah satu cara untuk mengurangi atau menurunkan suhu tubuh adalah
dengan cara konduksi, misalnya dengan cara Water Tepid Sponge Therapy.
Ketika pasien diberikan water tepid sponge, maka akan ada penyaluran sinyal ke
hypothalamus yang memulai keringat dan vasodilatasi perifer. Karena itulah
blocking dilakukan pada titik-titik yang secara anatomis dekat dengan pembuluh
besar. Vasodilatasi inilah yang menyebabkan peningkatan pembuangan panas dari
kulit (Hamid, 2011). Tingginya kecepatan pangaliran darah ke kulit menyebabkan
panas dikonduksi dari bagian dalam tubuh ke kulit dengan efesiensi yang tinggi.
Pembuluh darah menembus jaringan isolator sub kutis dan tersebar luas dalam
bagian sub papilaris kulit. Aliran darah dalam kulit mempunyai dua fungsi yaitu
mengatur suhu tubuh dan menyuplai makanan kepada kulit yang merupakan
mekanisme transfer panas yang utama dari inti tubuh ke kulit. Suhu tubuh
berpindah dari darah melalui pembuluh darah ke permukaan kulit dan hilang ke
lingkungan sekitar melalui mekanisme penghilangan panas. Pembuangan panas
yang terjadi melalui mekanisme konduksi dimana pemaparan panas dari suatu
obyek yang suhunya lebih tinggi ke obyek lain dengan jalan kontak langsung
sehingga terjadi perpindahan panas dari tubuh anak ke obyek lain sehingga suhu
tubuh menurun (Muslihatun, 2010).
2
suhu lingkungan, apabila anak dilap dengan washlap hangat, maka suhu tubuh
anak akan terkonduksi ke washlap sehingga menurun (Widya dkk, 2018).
Hasil penelitian dari beberapa artikel mengenai Water Tepid Sponge ini,
didapatkan hasil dan kesimpulan bahwa Ada perbedaan penurunan suhu tubuh
antara pemberian kompres air hangat dan tepid sponge bath pada anak demam
(Dewi, 2016). Tepid sponge lebih efektif menurunkan suhu tubuh anak dengan
demam dibandingkan dengan kompres hangat disebabkan adanya seka tubuh pada
tepid sponge yang akan mempercepat vasodilatasi pembuluh darah perifer
diseluruh tubuh sehingga evaporasi panas dari kulit ke lingkungan sekitar akan
lebih cepat dibandingkan hasil yang diberikan oleh kompres hangat yang hanya
mengandalkan dari stimulasi hipotalamus (Wardiyah&Romayati, 2015).
Kesimpulan lain mengatakan bahwa kompres water tepid sponge efektif
menurunkan demam pada pasien tipoid abdominalis dari 39°C menjadi 37,6°C.
terjadi penurunan sebesar 1,4°C (Astuti dkk, 2018). Terdapat perbedaan suhu
tubuh yang bermakna antara sebelum dan setelah dilakukan tindakan kompres
hangat pada balita demam (Suntari dkk, 2019).
3
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui dan memahami efektifitas dari water tepid sponge dalam
menurunkan suhu tubuh pada pasien yang mengalami hipertermia dalam
pengobatannya.
1.4 Manfaat
1. Bagi perawat
Dapat digunakan sebagai ajang optimalisasi dari pemberian asuhan
keperawatan pada pasien yang mengalami hipertermia.
2. Bagi institusi Pendidikan
Diharapkan mampu digunakan sebagai bahan dalam peningkatan keilmuan
dan pengetahuan mengenai asuhan keperawatan pada pasien hipertermia.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
menyediakan kebutuhan perawatan. Aspek psikologis yaitu memberikan asuhan
terhadap reaksi sepereti depresi, stres, kecemasan, serta pelayanan terhadap proses
berduka dan kehilangan. Aspek spritual dalam perawatan paliatif meliputi
pemberian asuhan terhadap masalah keagamaan seperti harapan dan ketakutan,
makna, tujuan, kepercayaan tentang kehidupan setelah kematian, rasa bersalah,
pengampunan dan kehadiran rohaniawan sesuai keinginan pasien dan keluarga.
6
Menghormati atau menghargai martabat dan harga diri dari pasien dan
keluarga pasien, dukungan untuk care giver, palliative care merupakan access
yang competent dan compassionet, mengembangkan professional dan sosial
support untuk pediatric palliative care, melanjutkan serta mengembangkan
pediatrik palliative care (Ferrel, & Coyle, 2007: 52).
7
2.6 Tim Perawatan Paliatif
Pelaksanaan perawatan paliatif di lapangan dilakukan dengan
pendekatan tim yang terdiri dari berbagai disiplin profesi. Anggota tim
perawatan palitif terdiri dari profesi kedokteran dengan berbagai macam
spesialis, dokter umum, profesi keperawatan, fisioterapis, okupasi terapis,
pekerja social medis, ahli gizi, psikolog, ahli agama, relawan dan pelaku rawat
(care giver) dari anggota keluarga. Masing-masing profesi mempunyai peran
dan tanggungjawab yang berbeda satu sama lain, sesuai dengan dasar
keilmuan dari masing-masing anggota tim dan kebutuhan yang bersifat
holistik dari setiap pasien.
8
dalam mengatasi masalah-masalah yang sulit di lapangan, baik untuk
tindakan medis, tindakan keperawatan, maupun tindakan penunjang
lainnya. Di rumah sakit pasien bisa di rawat di poliklinik, di rawat
singkat ( one day care) atau di rawat inap. Lokasi perawatan pasien
paliatif di rumah sakit ada yang diruangan tersendiri, khusus ruangan
perawatan paliatif atau digabungkan dengan pasien biasa yang masih
dalam tahap pengobatan kuratif.
2. Hospis (hospice)
Adakalanya pasien dalam keadaan tidak memerlukan
pengawasan ketat atau tindakan khusus lagi, tetapi belum dapat dirawat
dirumah karena masih memerlukan pengawasan tenaga kesehatan.,
pasien kemudian dirawat di suatu tempat khusus (hospis) yang berada
di luar lingkungan rumah sakit.Unit perawatan ini bisa berada di dalam
lingkungan rumah sakit atau di luar lingkungan rumah sakit yang
pengelolaannya di luar struktur rumah sakit. Bentuk Layanan Hospis
ini belum ada di Indonesia.
3. Pelayanan palliative di rumah (hospice home care)
Perawatan dirumah merupakan kelanjutan perawatan di rumah
sakit. Pada perawatan paliatif di rumah, keluarga mempunyai peran
yang lebih menonjol. Sebagian besar tindakan perawatan dilaksanakan
oleh keluarga. Sebelum pasien dibawa pulang, perlu dipertimbangkan
apakah pasien memang sudah layak dirawat di rumah dan apakah
keluarga (pelaku rawat ) sudah mampu merawat pasien di rumah.
Apabila keluarga belum mampu merawat pasien, pelaku rawat perlu
mendapat pelatihan dari perawat untuk melaksanakan perawatan di
rumah. Tim paliatif akan mengunjungi pasien disesuaikan dengan
kebutuhan pasien dan adat istiadat serta kondisi setempat. Konsultasi
juga dapat dilakukan melalui telphon atau sarana komunikasi lain
setiap saat.
9
2.9 Hak-Hak Penderita
1. Mengetahui status kesehatannya
2. Ikut juga dalam persiapan perawatan
3. Bisa informasi tindakan invasive
4. Mendapatkan pelayanan tanpa adanya perbedaan
5. Merahasiakan penyakit yang dialami
6. Mampu bekerja dan bisa produktif
7. Berkeluarga
8. Perlindungan asuransi
9. Mendapatkan Pendidikan yang layak
10
5. Koping tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan strategi
koping ditandai dengan mengungkapkan tidak mampu mengatasi masalah
6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ditandai dengan nyeri
saat bergerak
7. Ansietas berhubunan dengan ancaman terhadap kematian ditandai dengan
merasa khawatir dengan dengan akibat kondisi yang dihadapi
11
BAB III
WEB OF CAUSATION
Nyeri
Infeksi
Bersihan jalan nafas
Kurang nafsu
tidak efektif
makan
Proses
inflamasi
Berat badan badan
menurun (anorexia)
Hipertermia
Defisit nutrisi
12
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
Djauzi Samsuridjal, dkk. (2003) Perawatan Paliatif Dan Bebas Nyeri Pada
Penyakit Kanker. Rumah Sakit Kanker ”Dharmais”. Jakarta. PT Pelita
Mandiri Indonesia.
Ferrel, B.R. & Coyle, N. (2007). Textbook of Palliative Nursing. 2nd ed. New
York. NY: Oxford University Press
14