Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KEPERAWATAN KRITIS

“Perawatan Paliatif”

Dosen Pembimbing: Siswanto Agung, M.MB

Disusun Oleh:
Fira Yuniar Laraswati (20171660021)
Hernia (20171660024)
Diah Ayu Susilawati (20171660033)
Cita Maulidya W.I (20171660057)
Nanang Fathur Rohman (20171660079)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

TAHUN AKADEMIK 2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas Rahmatnya


sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada Kelompok Pekerja” penulisan makalah ini merupakan salah
satu tugas dalam mata kuliah KEPERAWATAN KRITIS di Universitas
Muhammadiyah Surabaya.

Dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, mengingat akan


kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan
demi menyempurnakan pembuatan makalah ini. Kami ucapkan terima kasih
kepada pihak yang membantu dalam proses pembuatan makalah ini. Diharapkan
makalah ini dapat menjadi penambah wawasan kita dan bermanfaat untuk
pembaca makalah ini.

Surabaya, 18 April 2020

Penyusun

DAFTAR ISI

ii
Kata Pengantar ................................................................................................. ii

Daftar Isi .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 3

1.3 Tujuan ............................................................................................... 4

1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................ 4

1.3.2 Tujuan Khusus ....................................................................... 4

1.4 Manfaat ............................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Perawatan Paliatif................................................................ 5

2.2 Aspek-aspek Pelayanan Paliatif........................................................ 5

2.3 Tujuan Perawatan Paliatif................................................................. 6

2.4 Prinsip Perawatan Paliatif................................................................. 6

2.5 Dimensi Kualitas Hidup.................................................................... 7

2.6 Tim Perawatan Paliatif...................................................................... 8

2.7 Sasaran Kebijakan Paliatif................................................................ 8

2.8 Model Perawatan Paliatif.................................................................. 8

2.9 Hak-hak Penderita ............................................................................ 10

2.10 Peran Perawat Dalam Perawatan Paliatif........................................ 10

iii
2.11 Diagnosa Keperawatan.................................................................... 10

BAB III WOC

3.1 WOC.................................................................................................. 12

BAB IV KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan ....................................................................................... 13

4.2 Saran ................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 14

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipeertermi atau demam adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh


melebihi titik tetap (set point), lebih dari 37˚C yang biasanya diakibatkan oleh
kondisi tubuh atau eksternal yang menciptakan lebih banyak panas dari pada yang
dikeluarkan oleh tubuh (Wong,2008). Demam adalah suatu keadaan dimana suhu
tubuh lebih tinggi dari biasanya dan merupakan gejala dari suatu penyakit
(Muryani, 2010).

Menurut Robert dan Edward, dalam purwoko (2020), ada sekitar 0,05%
kejadian hipertermia di Indonesia. Di Jawa Timur kejadian demam di Puskesmas
dan beberapa Rumah Sakit masing-masing 4000 dan 1000 kasus perbulan, dengan
angka kematian 0,8%. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya selama periode 1991-
1995 telah dirawat 586 penderita dengan angka kematian 1,4% dan selama
periode 1996-2000 telah dirawat 1563 penderita dengan anfka kematian 1,09%.

Perkembangan dan pertumbuhan di masa balita menjadi penentu


keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa
tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak
akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan
sehingga sangat penting untuk dijaga agar anak tidak mudah sakit. Faktor yang
mempengaruhi seringnya anak mengalami sakit adalah wilayah tropis, dimana
wilayah tropis seperti Indonesia memang baik bagi kuman untuk berkembangbiak
contohnya flu, malaria, demam berdarah, dan diare sehingga menjadikan kondisi
anak dari sehat menjadi sakit (Efendi, 2012).

Pada anak dengan usia 1-5 tahun, terdapat peningkatan risiko terkena
penyakit serius akibat kurangnya Immunoglobulin G yang merupakan bahan bagi
tubuh untuk membentuk sistem komplemen yang berfungsi mengatasi infeksi
dimana salah satu tanda gejala yang tersering adalah hipertermia. Hipertermia
yang terjadi pada anak dibawah lima tahun pada umumnya merupakan

1
hipertermia yang disebabkan oleh infeksi seperti influenza, otitis media,
pneumonia, dan infeksi saluran kemih (Isneini, 2014).

Hipertermia terjadi karena ketidakmampuan mekanisme kehilangan


panas untuk mengimbangi produksi panas yang berlebih sehingga terjadi
peningkatan suhu tubuh. Hipertermia tidak berbahaya jika dibawah 39oC, dan
pengukuran tunggal tidak menggambarkan hipertermia. Selain adanya tanda
klinis, penentuan hipertermia juga berdasarkan pada pembacaan suhu pada waktu
yang berbeda dalam satu hari dan dibandingkan dengan nilai normal individu
tersebut (Potter & Perry, 2011).

Salah satu cara untuk mengurangi atau menurunkan suhu tubuh adalah
dengan cara konduksi, misalnya dengan cara Water Tepid Sponge Therapy.
Ketika pasien diberikan water tepid sponge, maka akan ada penyaluran sinyal ke
hypothalamus yang memulai keringat dan vasodilatasi perifer. Karena itulah
blocking dilakukan pada titik-titik yang secara anatomis dekat dengan pembuluh
besar. Vasodilatasi inilah yang menyebabkan peningkatan pembuangan panas dari
kulit (Hamid, 2011). Tingginya kecepatan pangaliran darah ke kulit menyebabkan
panas dikonduksi dari bagian dalam tubuh ke kulit dengan efesiensi yang tinggi.
Pembuluh darah menembus jaringan isolator sub kutis dan tersebar luas dalam
bagian sub papilaris kulit. Aliran darah dalam kulit mempunyai dua fungsi yaitu
mengatur suhu tubuh dan menyuplai makanan kepada kulit yang merupakan
mekanisme transfer panas yang utama dari inti tubuh ke kulit. Suhu tubuh
berpindah dari darah melalui pembuluh darah ke permukaan kulit dan hilang ke
lingkungan sekitar melalui mekanisme penghilangan panas. Pembuangan panas
yang terjadi melalui mekanisme konduksi dimana pemaparan panas dari suatu
obyek yang suhunya lebih tinggi ke obyek lain dengan jalan kontak langsung
sehingga terjadi perpindahan panas dari tubuh anak ke obyek lain sehingga suhu
tubuh menurun (Muslihatun, 2010).

Berhasilnya water tepid sponge dipengaruhi oleh umur anak dimana


suhu tubuh pada anak sangat berfluktuasi, hal ini disebabkan termostat pada anak
masih belum matur, sehingga mudah berubah dan sensitif terhadap perubahan

2
suhu lingkungan, apabila anak dilap dengan washlap hangat, maka suhu tubuh
anak akan terkonduksi ke washlap sehingga menurun (Widya dkk, 2018).

Hasil penelitian dari beberapa artikel mengenai Water Tepid Sponge ini,
didapatkan hasil dan kesimpulan bahwa Ada perbedaan penurunan suhu tubuh
antara pemberian kompres air hangat dan tepid sponge bath pada anak demam
(Dewi, 2016). Tepid sponge lebih efektif menurunkan suhu tubuh anak dengan
demam dibandingkan dengan kompres hangat disebabkan adanya seka tubuh pada
tepid sponge yang akan mempercepat vasodilatasi pembuluh darah perifer
diseluruh tubuh sehingga evaporasi panas dari kulit ke lingkungan sekitar akan
lebih cepat dibandingkan hasil yang diberikan oleh kompres hangat yang hanya
mengandalkan dari stimulasi hipotalamus (Wardiyah&Romayati, 2015).
Kesimpulan lain mengatakan bahwa kompres water tepid sponge efektif
menurunkan demam pada pasien tipoid abdominalis dari 39°C menjadi 37,6°C.
terjadi penurunan sebesar 1,4°C (Astuti dkk, 2018). Terdapat perbedaan suhu
tubuh yang bermakna antara sebelum dan setelah dilakukan tindakan kompres
hangat pada balita demam (Suntari dkk, 2019).

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penulisan laporan, yaitu:

1. Apa pengertian perawatan paliatif?


2. Apa saja aspek-aspek dalam pelayanan paliatif?
3. Apa tujuan perawatan paliatif?
4. Bagaimana prinsip pelayanan paliatif?
5. Apa saja dimensi kualitas hidup?
6. Bagaiamana tim perawatan paliatif?
7. Apa saja model perawatan paliatif?
8. Bagaimana peran perawat pada perawatan paliatif?
9. Apa saja diagnose keperawatan paliatif?

3
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui dan memahami efektifitas dari water tepid sponge dalam
menurunkan suhu tubuh pada pasien yang mengalami hipertermia dalam
pengobatannya.

1.3.2 Tujuan khusus

a. Mahasiswa mampu melaksanakan keperawatan kritis


b. Mampu menyusun perencanaan keperawatan pada pasien
c. Mampu melaksanakan pelaksanaan keperawatan pada pasien
d. Mampu melaksanakan evaluasi pada pasien

1.4 Manfaat

1. Bagi perawat
Dapat digunakan sebagai ajang optimalisasi dari pemberian asuhan
keperawatan pada pasien yang mengalami hipertermia.
2. Bagi institusi Pendidikan
Diharapkan mampu digunakan sebagai bahan dalam peningkatan keilmuan
dan pengetahuan mengenai asuhan keperawatan pada pasien hipertermia.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Perawatan Paliatif


Perawatan paliatif care adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki
kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah berhubungan
dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan membantu
meringankan penderitaan, identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta
penanganan nyeri dan masalah lain baik fisik, psikososial dan spiritual (WHO,
2011).
Pelayanan perawatan paliatif memerlukan keterampilan dalam mengelola
komplikasi penyakit dan pengobatan, mengelola rasa sakit dan gejala lain,
memberikan perawatan pisikososial bagi pasien dan keluarga, dan merawat saat
sekarat dan berduka (Matzo & Sherman, 2015). Penyakit dengan perawatan
paliatif merupakan penyakit yang sulit atau sudah tidak dapat disembuhkan,
perawatan paliatif ini bersifat meningkatkan kualitas hidup (WHO, 2016).
Perawatan paliatif merupakan kebutuhan yang sangat esensial bagi pasien
yang mengalami kondisi medis tertentu dan sudah sepatutnya tenaga medis dalam
hal ini dokter, spesialis, perawat dan juga ahli lain seperti bidang spritual
berkolaborasi dalam perawatan paliatif (Campbell,2013; Lilley et al., 2016).

2.2 Aspek-Aspek Dalam Pelayanan Paliatif


Pelayanan keperawatan paliatif yang diberikan memeiliki beberapa aspek
yaitu fisik, psikologis, sosial, dan spritual. Aspek fisik dalam perawatan meliputi
pemberian asuhan terhadap reaksi patofisiologis seperti nyeri, gejala lain dan efek
samping yang dialami pasien seperti hipertermia yang sering muncul pada pasien
paliatif dapat memberikan asuhan keperawatan dengan kompres water tepid
sponge. Aspek sosial dalam perawatan paliatif yaitu memberikan pemahaman
kepada pasien dan keluarga tentang penyakit dan komplikasinya, gejala, efek
samping dari pengobatan seperti kecacatan yang berpengaruh terhadap huubungan
interpersonal, kapasitas pasien untuk menerima dan kapasitas keluarga untuk

5
menyediakan kebutuhan perawatan. Aspek psikologis yaitu memberikan asuhan
terhadap reaksi sepereti depresi, stres, kecemasan, serta pelayanan terhadap proses
berduka dan kehilangan. Aspek spritual dalam perawatan paliatif meliputi
pemberian asuhan terhadap masalah keagamaan seperti harapan dan ketakutan,
makna, tujuan, kepercayaan tentang kehidupan setelah kematian, rasa bersalah,
pengampunan dan kehadiran rohaniawan sesuai keinginan pasien dan keluarga.

2.3 Tujuan Perawatan Paliatif


Tujuan dari perawatan paliatif adalah untuk mengurangi penderitaan
pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga
memberikan support kepada keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal,
yang terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara pisikologis dan
spiritual, tidak stress menghadapi penyakit yang dideritanya.

Indikator tercapainya tujuan perawatan palliative:


1. Aspek fisik: keluhan fisik berkurang
2. Aspek pisikologis: keamanan pisikologis, kebahagiaan meningkat dan
pasien dapat menerima penyakitnya
3. Aspek sosial: hubungan interpersoanal tetep terjaga dan masalah sosial
lain dapat diatasi
4. Aspek spiritual: tercapainya arti kehidupan yang bernialai bagi pasien daan
keluarga dalam menjalankan kehidupan rohani yang positif serta dapat
menjalankan ibadah sampai akhir hayatnya.

2.4 Prinsip Perawatan Paliatif


Perawatan paliatif mengutamakan pendekatan yang bertujuan
memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang
berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan
dan mengurnagi penderitaan melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib
serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain yang dapat mengganggu pasien,
fisik, psikososial dan spiritual (Grudzen et al., 2010).

6
Menghormati atau menghargai martabat dan harga diri dari pasien dan
keluarga pasien, dukungan untuk care giver, palliative care merupakan access
yang competent dan compassionet, mengembangkan professional dan sosial
support untuk pediatric palliative care, melanjutkan serta mengembangkan
pediatrik palliative care (Ferrel, & Coyle, 2007: 52).

Perawatan paliatif berpijak pada pola dasar berikut ini:


1. Meningkatkan kualitas hidup dan mengganggap kematian sebagai proses
yang normal
2. Tidak mempercepat atau menunda kematian
3. Menghilangkan nyeri dan keluahan lain yang menganggu
4. Menjaga keseimbangan pisikologis, sosial dan spiritual
5. Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya
6. Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga
7. Menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi keluhan pasien dan
keluarga
8. Menghindari tindakan yang sia-sia

2.5 Dimensi Kualitas Hidup


Dimensi dari kualitas hidup menurut Jennifer J. Clinch, Deborah
Dudgeeon Scipper (1999) adalah:
1. Penanganan masalah kondisi fisik
2. Kemampuan fungsional dalam beraktifitas
3. Kesejahteraan keluarga
4. Kesejahteraan emosional
5. Spiritual
6. Fungsi sosial
7. Kepuasan pada pelayanan terapi
8. Orientasi masa depan (rencana dan harapan)
9. Seksualitas (termasuk body image)
10. Fungsi okupasi

7
2.6 Tim Perawatan Paliatif
Pelaksanaan perawatan paliatif di lapangan dilakukan dengan
pendekatan tim yang terdiri dari berbagai disiplin profesi. Anggota tim
perawatan palitif terdiri dari profesi kedokteran dengan berbagai macam
spesialis, dokter umum, profesi keperawatan, fisioterapis, okupasi terapis,
pekerja social medis, ahli gizi, psikolog, ahli agama, relawan dan pelaku rawat
(care giver) dari anggota keluarga. Masing-masing profesi mempunyai peran
dan tanggungjawab yang berbeda satu sama lain, sesuai dengan dasar
keilmuan dari masing-masing anggota tim dan kebutuhan yang bersifat
holistik dari setiap pasien.

2.7 Sasaran Kebijakan Pelayanan Paliatif


Adapun sasaran kebijakan pelayanan pada pasien paliatif yaitu:
1. Seluruh pasien (dewasa dan anak) dan anggota keluarga, lingkungan yang
memerlukan perawatan paliatif di mana pun pasien berada di seluruh
Indonesia.
2. Pelaksana perawatan paliatif: dokter, perawat, tenaga kesehatan lainnya
dan tenaga terkait lainnya.
3. Institusi-institusi terkait, misalnya:
a. Dinas Kesehatan profinsi dan dinas kabupaten atau kota
b. Rumah sakit pemerintah dan swasta
c. Puskesmas
d. Rumah perawatan/hospis
e. Fasilitas Kesehatan pemerintah dan swasta lain

2.8 Model Perawatan Paliatif


Perawatan paliatif dapat dilaksanakan dirumah sakit, dirumah atau di
hospis.
1. Perawatan paliatif di rumah sakit (hospice hospital care)
Unit ini berada didalam rumah sakit dan merupakan suatu unit
tersendiri dalam struktur organisasi rumah sakit. Keuntungan model ini
adalah dapat dengan mudah mempergunakan fasilitas rumah sakit

8
dalam mengatasi masalah-masalah yang sulit di lapangan, baik untuk
tindakan medis, tindakan keperawatan, maupun tindakan penunjang
lainnya. Di rumah sakit pasien bisa di rawat di poliklinik, di rawat
singkat ( one day care) atau di rawat inap. Lokasi perawatan pasien
paliatif di rumah sakit ada yang diruangan tersendiri, khusus ruangan
perawatan paliatif atau digabungkan dengan pasien biasa yang masih
dalam tahap pengobatan kuratif.
2. Hospis (hospice)
Adakalanya pasien dalam keadaan tidak memerlukan
pengawasan ketat atau tindakan khusus lagi, tetapi belum dapat dirawat
dirumah karena masih memerlukan pengawasan tenaga kesehatan.,
pasien kemudian dirawat di suatu tempat khusus (hospis) yang berada
di luar lingkungan rumah sakit.Unit perawatan ini bisa berada di dalam
lingkungan rumah sakit atau di luar lingkungan rumah sakit yang
pengelolaannya di luar struktur rumah sakit. Bentuk Layanan Hospis
ini belum ada di Indonesia.
3. Pelayanan palliative di rumah (hospice home care)
Perawatan dirumah merupakan kelanjutan perawatan di rumah
sakit. Pada perawatan paliatif di rumah, keluarga mempunyai peran
yang lebih menonjol. Sebagian besar tindakan perawatan dilaksanakan
oleh keluarga. Sebelum pasien dibawa pulang, perlu dipertimbangkan
apakah pasien memang sudah layak dirawat di rumah dan apakah
keluarga (pelaku rawat ) sudah mampu merawat pasien di rumah.
Apabila keluarga belum mampu merawat pasien, pelaku rawat perlu
mendapat pelatihan dari perawat untuk melaksanakan perawatan di
rumah. Tim paliatif akan mengunjungi pasien disesuaikan dengan
kebutuhan pasien dan adat istiadat serta kondisi setempat. Konsultasi
juga dapat dilakukan melalui telphon atau sarana komunikasi lain
setiap saat.

9
2.9 Hak-Hak Penderita
1. Mengetahui status kesehatannya
2. Ikut juga dalam persiapan perawatan
3. Bisa informasi tindakan invasive
4. Mendapatkan pelayanan tanpa adanya perbedaan
5. Merahasiakan penyakit yang dialami
6. Mampu bekerja dan bisa produktif
7. Berkeluarga
8. Perlindungan asuransi
9. Mendapatkan Pendidikan yang layak

2.10 Peran Perawat Dalam Perawatan Paliatif


1. Dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan
asuhan keperawatan
2. Menetapkan prioritas asuhan keperawatan, mengelola waktu secara efektif
dan saran-saran untuk meningkatkan kualitas hidup
3. Sebagai nara sumber atau konselor bagi pasien, keluarga dan komunitas
dalam menghadapi perubahan Kesehatan, ketidakmampuan dan kematian
4. Sebagai komunikator yang terapeutik dan pendengar yang baik dalam
memberikan dukungan dan perhatian
5. Membantu pasien tetap independent sesuai kemampuan mereka sehingga
kenyamanan terpenuhi, serta meningkatkan mutu hidup

2.11 Diagnosa Keperawatan


Adapun diagnose keperawatan yang dapat timbul, yaitu:
1. Nyeri kronis berhubungan dengan kerusakan system saraf ditandai dengan
mengeluh nyeri
2. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis
3. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit kanker ditandai dengan
suhu tubuh diatas nilai normal
4. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan factor pisikologis

10
5. Koping tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan strategi
koping ditandai dengan mengungkapkan tidak mampu mengatasi masalah
6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ditandai dengan nyeri
saat bergerak
7. Ansietas berhubunan dengan ancaman terhadap kematian ditandai dengan
merasa khawatir dengan dengan akibat kondisi yang dihadapi

11
BAB III

WEB OF CAUSATION

Pathway limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening)

Minuman Faktor Kelainan system Infeksi virus Toksin


berakohol keturunan kekebalan dan bakteri lingkungan

Mengenai Mutasi sel limfosit Kurang terpapar


nodus limfa (sejenis leukosit) informasi

Agen cedera Limfoma Ansietas


biologis maligna

Nyeri

Masuknya virus Mual, muntah Pembesaran nodus


dan bakteri medina/edema jalan nafas

Tidak mampu dalam


Pertahanan memasukan, mencerna Obstruksi
tubuh menurun mengabsorbsi makanan trakeobronkial

Infeksi
Bersihan jalan nafas
Kurang nafsu
tidak efektif
makan
Proses
inflamasi
Berat badan badan
menurun (anorexia)
Hipertermia

Defisit nutrisi

12
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Perawatan paliatif adalah system perawatan terpadu yang bertujuan


meningkatkan kualitas hidup, dengan cara meringankan nyeri dan penderitaan
lain, memberikan dukungan spiritual dan psikososial mulai saat terdiagnosa
ditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan terhadap keluarga yang
kehilangan/berduka. Palliative care bertujuan mengurangi rasa sakit dan gejala
tidak nyaman lainnya, meningkatkan kualitas hidup, dan memberikan pengaruh
yang positif selama sakit , membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai saat
meninggalnya, menjawab kebutuhan pasien dan keluarganya, termasuk dukungan
disaat-saat sedih.

4.2 Saran

Bagi pembaca makalah penulis menyarankan supaya kita semua selalu


menerapkan pola hidup yang baik dan menyehatkan, karena jika makanan dan
pola hidup yang dipilih salah maka tentunya berdampak buruk bagi Kesehatan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Aranda Sanchia and Margaret O’Connor. (1999) Palliative Care Nursing: A


Guide to Practice. Melbourne , Ausmed Publications.

Djauzi Samsuridjal, dkk. (2003) Perawatan Paliatif Dan Bebas Nyeri Pada
Penyakit Kanker. Rumah Sakit Kanker ”Dharmais”. Jakarta. PT Pelita
Mandiri Indonesia.

Ferrel, B.R. & Coyle, N. (2007). Textbook of Palliative Nursing. 2nd ed. New
York. NY: Oxford University Press

14

Anda mungkin juga menyukai