Anda di halaman 1dari 10

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ANALISIS JURNAL STRIKTUR URETRA


DI RUMAH SAKIT MOH HOESIN PALEMBANG

Oleh :

NAMA : YULI NOPITA SARI

NIM : 22221122

DOSEN PEMBIMBING :
APRIYANI, S.Kep., Ns., M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN


INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021
1. PENDAHULUAN
Konsep Teori:
a. Pengertian
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan parut dan
kontraksi. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita karena adanya
perbedaan panjang uretra. Uretra pria dewasa berkisar antara 23-25 cm, sedangkan uretra
wanita sekitar 3-5 cm.1 Karena itulah uretra pria lebih rentan terserang infeksi atau
terkena trauma dibanding wanita. Selain itu, striktur uretra dapat disebabkan oleh trauma
(kecelakaan, intrumentasi), infeksi, dan tekanan tumor (Widya, dkk, 2013)

b. Etiologi
Berdasarkan etiologinya, striktur urethra dibagi menjadi 3 jenis :

1. Striktur urethra kongenital


Striktur urethra yang disebabkan karena bawaan. Misalnya kongenital meatus stenosis
(penyempitan lubang uretra) dan klep urethra posterior.
2. Striktur urethra traumatic
Striktur uretra yang disebabkan karena kecelakaan Trauma langsung dan tidak
langsung (sekunder) . Trauma langsung yang menyebabkan luka (lesi) pada urethra
anterior atau posterior seperti instrumentasi transurethra yang kurang hati-hati
(pemasangan kateter yang kasar, fiksasi kateter yang salah) serta post operasi (operasi
prostat dan operasi dengan alat endoskopi). Trauma sekunder seperti kecelakaan yang
menyebabkan trauma tumpul pada selangkangan atau fraktur pada pelvis, spasme otot
dan tekanan dari luar atau tekanan oleh pertumbuhan tumor dari luar.
3. Striktur akibat infeksi Infeksi dari urethra adalah penyebab tersering dari striktur
urethra, misalnya infeksi akibat transmisi seksual seperti uretritis gonorrhoika atau non
gonorrhoika. Dapat juga disebabkan oleh infeksi sebagai komplikasi pemasangan
kateter dan penggunaan kateter dalam jangka waktu lama.

c. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada umumnya mirip dengan obstruksi saluran kemih lainnya,
misalnya BPH. Namun ada beberapa yang khas dari klien striktur uretra, yaitu pancaran
urine yang kecil dan bercabang. Hal ini dikarenakan sumbatan/ obstruksi pada saluran
meatus uretralis, sehingga akan menurunkan patensi urine low dan obstruksi yang berada
di medial akan membuat alira urine terpecah, sehingga seolah-olah pancaran urine
terbelah dua. Gejala yang lain dari striktur uretra antara lain:
1. Frekuensi
Merupakan banyaknya jumlah berkemih dalam sehari. Peningkatan frekuensi untuk
berkemih pada klien striktur uretra dikarenakan tidak tuntasnya klien untuk
mengosongkan vesika, sehingga masih terdapat residu urine dalam vesika. Hal inilah
yang kemudian mendorong m.detrusor untuk berespon mengosongkan vesika.
2. Urgensi
Merupakan perasaan seseorang yang takut mengalami inkontinensia jika tidak
berkemih. Akumulasi yang kronis pada klien striktur uretra adalah mengakibatkan
iritabilitas vesika urinaria meningkat. Hal ini akan merangsang persarafan yang
mengontrol eliminasi uri untuk mengosongkan melalui efek kontraksi pada bladder.
Dengan demikian keinginan untuk miksi akan terjadi terus-menurus pada striktur
uretra.
3. Disuria
Merupakan rasa sakit dan kesulitan untuk melakukan miksi. Klien striktur urtra akan
mengalami iritabilitas mukosa, baik pada uretra maupun pada vesika urinaria. Hal ini
dikarenakan akumulasi urine yang melebihi kapasitas bladder dan sifat pH dari urine
yang cenderung asam/ basa akan melukai mukosa saluran kemih. Selain itu, relaksasi
vesika yang melebihi dari kemampuan otot vesika akan menimbulkan inflamasi dan
nyeri.
4. Inkontenensia urine
Merupakan ketidakmampuan untuk mengontrol miksi ( bahasa awam : ngompol )
kejadian ini pada klien striktur uretra dipicu oleh iritabilitas sayaraf perkemihan
sehingga kemampuan untuk mengatur regulasi miksi menurun.
5. Urine menetes
Merupakan dampak dari residu urine dan adanya obsruksi pada meatus uretralis,
sehingga pancara urine melemah dan pengosongan tidak bisa spontan.
6. Penis membengkak
Bendungan urine dan obstruksi pada saluran uretra akan menyebabkan resistensi
kapiler jaringan sekitar meningkat dengan gejala inflamasi yang jelas, sehingga penis
akan membengkak.
7. Infiltrat
Jika obstruksi pada klien striktur uretra tidak tertangani dengan baik dan terjadi
dalam jangka waktu yang lama, maka kemungkinan infeksi pada striktur akan terjadi
mengingat urine merupakan media untuk pertumbuhan kuman yang baik. Jika hal ini
terjadi, inflamasi jaringan striktu akan menjadi abses dan infiltrasi akan terjadi pula.
Abses
Diakibatkan oleh invasi bakteri melalui urine kepada jaringan obstruksi striktur.
8. Fistel
Urine yang bersifat asam/ basa akan berusaha secara patologis untuk mencari jalan
keluar. Oleh karena itu, iritabilitas jaringan sekitar akan terus terjadi untuk membuat
saluran baru, sehingga kemungkinan akan terbentuk fistel sebagai jalan keluar urine
baru.
9. Retensio urine
Striktur yang total akan menghambat secara total aliran urine, sehingga urine tidak
akan keluar sedikit pun dan terakumulasi pada vesika urinaria.
10. Kencing bercabang
Pancaran urine yang kecil dan bercabang. Hal ini dikarenakan sumbatan/ obstruksi
pada saluran meatus uretralis, sehingga akan menurunkan patensi urine low dan
obstruksi yang berada di medial akan membuat alira urine terpecah, sehingga seolah-
olah pancaran urine terbelah dua. (Prabowo & Pranata, 2014)

d. Patofisiologi
Residu urine yang sedikit mungkin akan menimbulkan gangguan, namun jika banyak
dan melebihi batas kapasitas vesika memungkinan terjadinya refluks dan jika
berlangsung kronis kemungkinan menimbulkan hidronephrosis. Selain itu, stagnansi
urine yang lama menimbulkan sedimentasi sehingga kemungkinan akan terjadi
urolithiasis. Hal yang paling kompleks dari dampak striktur adalah terjadinya gagal
ginjal. Hal ini dikarenakan refluks pada ginjal akan memperberat kerja ginjal untuk
melakukan fungsinya.
Tubuh manusia memiliki banyak cara untuk mengatasi masalah, begitu pula dengan
akumulasi urine yang semakin bertambah dengan adanya striktur. Urine yang bersifat
asam/ basa akan berusaha mencari jalan baru sebgai saluran dengan meningkatkan
iritabilitas pada mukosa jaringan sekitar dan terbentukla fistel.  (Prabowo & Pranata,
2014)
Proses radang akibat trauma atau infeksi pada uretra akan menyebabkan
terbentuknya jaringan sikatrik pada uretra. Jaringan sikatriks pada lumen uretra
menimbulkan hambatan aliran urine hingga retensi urine. Aliran urine yang terhambat
tersumbat mencari jalan keluar di tempat lain (di sebelah proksimal striktura) dan
akhirnya mengumpul di rongga periuretra. Jika terinfeksi menimbulkan abses periuretra
yang kemudian pecah membentuk fistula uretrokutan. Pada keadaan tertentu dijumpai
banyak sekali fistula sehingga disebut sebagai fistula seruling.  (Purnomo, 2011)
Trauma yang menyebabkan striktura uretra adalah trauma tumpul pada selangkangan
(straddle injury) dan fraktur tulang pelvis. Proses radang akibat trauma atau infeksi pada
uretra akan menyebabkan terbentuknya jaringan sikatriks pada uretra. Jaringan sikatriks
pada lumen uretra menimbulkan hambatan aliran urine hingga retensi urine. Aliran urine
yang terhambat mencari jalan keluar di tempat lain (di sebelah proksimal striktura) dan
akhirnya mengumpul di rongga periuretra. Jika terinfeksi menimbulkan abses periuretra
yang kemudian pecah membentuk fistula uretrokutan. Pada keadaan tertentu banyak
dijumpai fistula sehingga disebut sebagai fistula seruling.
Tindakan yang kurang hati-hati pada pemasangan kateter dapat menimbulkan salah
jalan ( false route) yang menimbulkan kerusakan uretra dan menyisakan strikture
dikemudian hari. Demikian pula fiksasi kateter yang tidak benar pada pemakaian kateter
menetap yang menyebabkan penekanan kateter pada perbatasan uretra bulbo-pendulare
yang mengakibatkan penekanan uretra terus menerus, menimbulkan hipoksia uretra
daerah itu, yang pada akhirnya menimbulkan fistula atau strikur uretra.

e. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan dinding vesika urinaria
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan sumbatan uretra
3. Resiko infeksi berhungan dengan striktur uretra
PATHWAY

Didapat infeksi, spasme otot, tekanan


dari luar tumor, cedera uretra, cedera
Kongenital
peregangan, uretritis gonorhoe
Anomali saluran kemih yang lain

Jaringan parut

Total tersumbat Penyempitan lumen uretra

Obstruksi saluran kemih yang Kekuatan pancaran dan jumlah


bermuara ke VU urine berkurang

Perubahan pola eliminasi

Refluk urine Peningkatan tekanan VU

Hidroureter
Penebalan dinding VU Gangguan rasa nyaman:
nyeri
Hidronefrosis

Penurunan kontraksi
Pyelonefritis otot VU

Kesulitan berkemih Ansietas


Gagal ginjal kronik

Defisiensi
Retensi urine
pengetahuan

Risiko Infeksi Sitostomi

Luka insisi Perubahan pola berkemih

Gangguan rasa nyaman: Retensi urine


Nyeri

Gangguan pola tidur


2. KASUS
Seorang perempuan dengan initial Tn. H beruisa 80 tahun datang ke Rumah Sakit
dengan keluhan BAK nya keluar sedikit dan nyeri saat berkemih. Pasien mengatakan
sesak nafas dipengaruhi oleh aktivitasPasien mengatakan kurang lebih 4 bualan
SMRS, tidak bisa BAK, BAK menetes, kencing berdarah, nyeri BAK, berobat ke RS
muara enim, setelah dilakukan pengkajian kateter urin tidak berhasil lalu dipasang
NGT kateter, kemudian dibwa ke RSMH , dikatakan ada striktur uretra. Pasien
mengatakan bahwa tidak ada keluarganya yang pernah mengalami penyakit seperti
yang dideritanya. Menurut hasil pengkajian, pasien di diagnosa efusi pleura, dengan

Suhu : 36,8 oC, TD : 134/87 mmHg, Nadi : 75 x/menit, RR : 20 x/menit, BB : 62 Kg, TB : 162
cm dengan kesadaran composmentis.

PERTANYAAN KLINIS:

Apakah relaksasi progresif dalam menurunkan nyeri pada pasien striktur uretra
pasca operasi prostat?

3. RUMUSAN MASALAH

PICO

P: Pasien striktur uretra

I : Relaksasi progresif

C : Tidak ada pembanding

O : Tindakan pemberian relaksasi progresif dapat menurunkan nyeri pada pasien

4. METODE/STRATEGI PENELUSURAN

Data/jurnal ini diperoleh dari database elektronik yaitu Google Scholar 2016-
2020. Setelah dilakukan searching literature (journal) di google scholar didapat 5 data
jurnal terkait dan dipilih 1 jurnal yang sesuai kriteria dengan judul “Relaksasi Progresif
terhadap Intensitas Nyeri Post Operasi BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) ”

a. Journal tersebut sesuai dengan kasus


b. Journal tersebut up to date

5. HASIL PENELUSURAN BUKTI/TELAAH JURNAL

a. Validity

1) Desain : Quasi Eksperimen dengan desain penelitian


One Group PrePost Test

2) Sample : 20

3) Tanggal penelitian : Juli-Desember 2016

4) Kriteria Inklusi : Pasien efusi pleura

b. Importance dalam hasil

1) Karakteristik subjek :

Karakteristik subjek adalah pasien striktur uretra

2) Beda Proporsi

Berdasarkan hasil peneltiian pasien. Post op nyerninya berkurang


apabila menggunakan teknik relaksasi progresif

3) Nilai p Value
Hasil uji statistik didapatkan nilai nilai ρ-value 0.000 (ρ-value 0.000 <
α 0.05), maka dapat disimpulkan ada pengaruh rata-rata intensitas nyeri
yang bermakna pada pasien post op yang sudah dilakukan tindakan teknik
relaksasi progresif

c. Applicability

1) Dalam diskusi
Teknik relaksasi merupakan salah satu metode manajemen nyeri non
farmakologi. Manajemen nyeri dengan melakukan teknik relaksasi
merupakan tindakan eksternal yang mempengaruhi respon internal individu
terhadap nyeri. Manajemen nyeri dengan tindakan relaksasi mencakup
latihan pernafasan diafragma, teknik relaksasi progresif, guided imagery,
dan meditasi, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa relaksasi nafas
dalam sangat efektif dalam menurunkan nyeri pasca operasi.
Penurunan skala nyeri setelah dilakukan terapi relaksasi progresif
dikarenakan Latihan relaksasi progresif meliputi kombinasi latihan
pernafasan yang terkontrol dan rangkaian kontraksi serta relaksasi
kelompok otot. Klien mulai latihan bernafas dengan perlahan dan
menggunakan diafragma, sehingga memungkinkan abdomen terangkat
perlahan dan dada mengembang penuh. Saat klien melakukan pola
pernapasan yang teratur, perawat mengarahkan klien untuk melokalisasi
setiap daerah yang mengalami ketegangan otot, berfikir bagaimana rasanya,
menegangkan otot sepenuhnya, dan kemudian merelaksasikan otototot
tersebut
Dengan demikian pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
Tindakan yang dapat dilakukan untuk menurunkan nyeri dapat
menggunakan relaksasi progresif karene saat klien mencapai relaksasi penuh,
maka persepsi nyeri berkurang dan rasa cemas terhadap pengalaman nyeri menjadi
minimal selain itu terapi relaksasi progresif dapat menimbulkan efek rileks pada
pasien sehingga rasa tidak nyaman akibat nyeri post operasi menjadi berkurang
2) Karakteristik klien
Karakteristik klien dalam penelitian ini meliputi pasien striktur uretra

6. DISKUSI (MEMBANDINGKAN JOURNAL DAN KASUS)

Berdasarkan penjelasan dari jurnal diatas dapat disimpulkan bahwa tindakan


relaksasi progresif merupakan teknik untuk menurunkan nyeri yang dapat
diterapkan sebagai terapi pendamping selain terapi farmakologi atau sebagai
bagian dari intervensi keperawatan dalam pemberian asuhan keperawatan
khususnya pada pasien yang mengalami nyeri pasca operasi. Terdapat perbedaan
rata-rata intensitas nyeri sebelum dan sesudah terapi relaksasi progresi pada post
operasi. Sehingga hasil analis jurnal dan kasus yaitu sama.
7. KESIMPULAN

Salah satu intervensi yang dapat diguanakn untuk nyeri adalan dengan
relaksasi progresif karena terapi relaksasi progresif dapat menimbulkan efek rileks
pada pasien sehingga rasa tidak nyaman akibat nyeri post operasi menjadi berkurang

8. DAFTAR PUSTAKA

Aprina, dkk. 2017. Relaksasi Progresif terhadap Intensitas Nyeri Post Operasi BPH
(Benigna Prostat Hyperplasia). Jurnal Kesehatan, Volume VIII, Nomor 2,
Agustus 2017, hlm 289-295

Anda mungkin juga menyukai