Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

“ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN TB PARU”

Oleh :

NAMA : YULI NOPITA SARI


NIM : 21117141

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN IKesT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2020
TB PARU
A. Definisi
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis, yang dapat
menyerang berbagai organ, terutama paru-paru. Penyakit ini apabila tidak
diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi
berbahaya hingga kematian (Kemenkes RI, 2016)
Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai organ
tubuh mulai dari paru dan organ di luar paruseperti kulit, tulang,
persendian, selaput otak, usus serta ginjal yang sering disebut dengan
ekstrapulmonal TBC (Chandra,2012).
Tuberkulosis atau TB paru merupakan penyakit yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup
terutama diparu atau diberbagai organ tubuh lainnya. TB paru dapat
menyebar ke setiap bagian tubuh, termasuk meningen, ginjal, tulang dan
nodus limfe dan lainnya (Smeltzer&Bare, 2015). Beberapa negara
berkembang di dunia, 10 sampai 15% dari morbiditas atau kesakitan
berbagai penyakit anak dibawah umur 6 tahun adalah penyakit TB paru.
Saat ini TB paru merupakan penyakit yang menjadi perhatian global,
dengan berbagai upaya pengendalian yang dilakukan insiden dan kematian
akibat TB paru telah menurun, namun TB paru diperkirakan masih
menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan 1,2 juta kematian pada tahun
2014 (WHO, 2015).

B. Etiologi
Etiologi tuberkulosis paru adalah bakteri Mycobacterium
tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang yang tahan asam atau sering
disebut sebagai basil tahan asam, intraseluler, dan bersifat aerob. Basil ini
berukuran 0,2-0,5 µm x 2-4 µm, tidak berspora, non motil, serta bersifat
fakultatif. Dinding sel bakteri mengandung glikolipid rantai panjang
bersifat mikolik, kaya akan asam, dan fosfolipoglikan. Kedua komponen
ini memproteksi kuman terhadap serangan sel liposom tubuh dan juga
dapat menahan zat pewarna fuchsin setelah pembilasan asam (pewarna
tahan asam) (Jahja, 2018).
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberkulosis,
sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal
0,3-0,6/um. Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid),
kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat
kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri
tahan asam (BTA). Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun
dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal
ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini
kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis
menjadi aktif lagi. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukan
bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal ini
merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis (Setiati, 2015).

C. Anatomi dan Fisiologi

Pulmo atau paru adalah organ sistem pernafasan yang berada


dalam kantong bentukan pleura parietalis dan pleura viselaris. Paru-paru
sangat lunak, elastis, dan berada pada rongga torak. Paru-paru memiliki
sifat ringan dan mampu terapung dalam air berwarna biru keabu-abuan
dengan bintik. Paru-paru kanan terdiri dari tiga gelambir (lobus), yaitu:
lobus superior, lobus medius, dan lobus inferir. Paru–paru kiri terdiri dari
dua lobus, yaitu: lobus superior dan lobus inferior. Paru-paru diselimuti
oleh suatu selaput paru-paru yang disebut pleura. Pleura terdiri dari atas
dua lapisan, yaitu: lapisan permukaan (parietalis), yakni lapisan yang
langsun berhubungan dengan paru-paru dan memisahkan lobus dengan
paru–paru. Lapisan daam pleura (viseralis), yakni pleura yang
berhubungan dengan fasia endotorasika, yaitu permukaan dalam dari
dinding toraks (Kirnanoro, 2017).

D. Patofisiologi dan Patoflow


Menurut Somantri (2016), infeksi diawali karena seseorang
menghirup basil Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui
jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk.
Perkembangan Mycobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau
sampai ke area lain dari paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui
sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan
korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem
kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi.
Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri),
sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil
dan jaringan normal. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10
minggu setelah terpapar bakteri. Interaksi antara Mycobacterium
tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi
membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma.
Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi
oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk
menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut
ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi
nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang berbentuk seperti keju
(necrotizing caseosa).Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya
membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif.
Ketika seorang penderita TB Paru batuk, bersin, atau berbicara,
maka secara tidak sengaja percikan dahak yang mengandung kuman atau
bakteri jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar
matahari atau suhu udara yang panas. percikan dahak tadi menguap ke
udara. Dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkulosis yang
terkandung dalam dahak tadi terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup
oleh orang sehat maka orang itu berrisiko terkena infeksi bakteri
tuberkulosis (Muttaqin, 2008). Kuman yang bersarang di jaringan paru
akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang
primer atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat
terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura,
maka terjadilah efusi pleura (Setiati, 2014:865). Bakteri yang masuk ke
paru – paru dapat bertahan hidup dan menyebar ke limfe serta aliran darah
sehingga dapat menyebabkan seluruh organ seperti paru, otak, ginjal,
tulang terinfeksi oleh bakteri ini (Nurarif, 2015).
Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi.
Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit
spesifik-tuberkulosis melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal.
Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli,
Menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai
10 minggu setelah pemajanan (Sudoyo, 2013). Infeksi primer mungkin
hanya berukuran mikroskopis dan karenanya tidak tampak pada foto
rongten. Tempat infeksi primer dapat mengalami proses degenerasi
nekrotik (perkejuan) tetapi bisa saja tidak, yang menyebabkan
pembentukan rongga yang terisi oleh massa basil tuberkel seperti keju, sel-
sel darah putih yang mati, dan jaringan paru nekrotik. Pada waktunya,
material ini mencair dan dapat mengalir ke dalam percabangan
trakeobronkial dan di batukkan (Asih, 2004:82). Produksi sputum
merupakan gejala yang tidak khas pada banyak penyakit paru. Umumnya,
sputum merupakan produk peradangan atau infeksi saluran pernapasan,
namun dapat juga berasal dari alveolus. Akibat sekresi mukus yang
berlebihan meliputi batuk, sumbatan saluran pernapasan dan obstruksi
saluran pernapasan (Ringel, 2012).
Patoflow

Invasi bakteri tuberkulosuis

Infeksi primer Sembuh

Sembuh dengan fokus ghon

Infeksi pasca primer Bakteri dorman

(reaktivasi)

bakteri muncul beberapa sembuh dengan fibrotik


tahun kemudian

reaksi infeksi/inflamasi, aktivitas,


dan merusak parenkim paru

produksi secret kerusakan membran perubahan


pecahnya pembuluh alveolar-kapiler merusak cairan intra-
darah pleura, atelaktasis pleura

Batuk produktif sesak nafas, ekspansi sesak nafas


Batuk darah toraks tidak efektif

Ketidakefektifan gangguan pola nafas


Bersihan jalan nafas Pertukaran gas tidak efektif
E. Manifestasi klinik
Menurut Zulkifli Amin & Asril Bahar (2009), keluhan yang
dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak
ditemukan pasien TB Paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan
kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah :
1) Demam
Biasanya subfebris menyerupai demam influenza, tetapi kadang-
kadang panas badan dapat mencapai 40-41oC. serangan demam
pertama dapat sembuh sebentar tetapi kemudian dapat timbul kembali.
Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga
pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza.
keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat
ringannya infeksi tuberkulosis yang masuk.
2) Batuk/batuk berdahak
Batuk ini terjadi karena ada iritasi pada bronkus. batuk ini diperlukan
untuk membuang produk-produk radang keluar, karena terlibatnya
bronkus pada setiap penyakit tidak sama. Mungkin saja batuk baru ada
setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah
berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat
batuk ini dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah
timbulnya peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum).
keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat
pembuluh darah yang pecah. kebanyakan batuk darah tuberkulosis
pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3) Sesak Napas
4) Pada penyakit ringan (baru kambuh) belum dirasaka sesak napas.
Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut yang
infiltrasinya sudah meliputi sebagian paru-paru
5) Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik melepaskan
napasnya.
6) Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise
sering ditemukan berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan
makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot,
keluar keringat malam, dll. Gejala malaise ini makin lama makin berat
dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita TB paru adalah :
1. Pemeriksaan Diagnostik
2. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum sangat penting karena dengan di ketemukannya
kuman BTA diagnostik tuberkulosis sudah dapat di pastikan.
Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali yaitu: dahak sewaktu datang,
dahak pagi dan dahak sewaktu kunjungan kedua. Bila didapatkan hasil
dua kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA positif. Bila satu
positif, dua kali negartif maka pemeriksaan perlu diulang kembali.
Pada pemeriksaan ulang akan didapatkan satu kali positif maka
dilakukan mikroskopik BTA negatif.
3. Ziehl-Neelsen (Pewarnaan terhadap sputum). Positif jika diketemukan
bakteri tahan asam.
4. Skin test: mantoux, tine, and vollmer patch yaitu reaksi positif
mengindikasi infeksi lama dan adanya antibody, tetapi tidak
mengindikasikan infeksi lam dan adanya antibody, tetapi tidak
mengindikasikan penyakit yang sedang aktif.
5. Rontgen dada
Menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas,
timbunan kalsium dari lesi primer atau penumpukan cairan. Perubahan
yang menunjukkan perkembangan Tuberkulosis meliputi adanya
kavitas dan area fibrosa
6. Pemeriksaan histology/kultur jaringan positif bila terdapat
Mikobakterium Tuberkulosis
7. Biopsi jaringan paru
Menampakkan adanya sel-sel yang besar yang mengindikasikan
terjadinya nekrosis
8. Pemeriksaan elektrolit
Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi
9. Analisa gas darah (AGD)
Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa
kerusakan jaringan paru
10. Pemeriksaan fungsi paru
Turunnya kapasitas vital, meningkatkan ruang fungsi, meningkatnya
rasio residu udara pada kapasitas total kapasitas total paru, dan
menurunnya saturasi oksigen sebagai akibat infiltrasi
parenkim/fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan kelainan pleura (akibat
dari tuberkulosis kronis)

G. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


1. Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan Tuberculosis ialah memusnahkan basil
tuberkulosis dengan cepat dan mencegah kambuh. Obat yang
digunakan untuk Tuberculosis digolongkan atas dua kelompok yaitu:
a) Obat primer: INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol,
Streptomisin, Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi
dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar
penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
b) Obat sekunder: Exionamid, Paraminosalisilat, Sikloserin,
Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin (Depkes RI, 2011).
2. Penatalaksaan Keperawatan
a. Pengobatan TB Paru
Pengobatan tetap dibagi dalam dua tahap yakni:
1) Tahap intensif (initial), dengan memberikan 4-5 macam
obat anti TB per hari dengan tujuan mendapatkan konversi
sputum dengan cepat (efek bakteri sidal), menghilangkan
keluhan dan mencegah timbulnya resistensi obat
2) Tahap lanjutan (continuation phase), dengan hanya
memeberikan 2 macam obat per hari atau secara intermitten
dengan tujuan menghilangkan bakteri yang tersisa (efek
sterilisasi), mencegah kekambuhan pemberian dosis diatur
berdasarkan berat badan yakni kurang dari 33-50 kg dan
lebih dari 50 kg.
Kemajuan pengobatan dapat terlihat dari perbaikan klinis
(hilangnya keluhan, nafsu makan meningkat, berat badan
naik dan lain-lain), berkurangnya kelainan radiologis paru
dan konversi sputum menjadi negatif. Kontrol terhadap
sputum BTA langsung dilakukan pada akhir bulan ke2, 4,
dan 6. Pada yang memakai paduan obat 8 bulan sputum
BTA diperiksa pada bulan akhir ke-2, 5, dan 8. BTA
dilakukan pada permulaan, akhir bulan ke-2 dan akhir
pengobatan. Kontrol terhadap pemeriksaan radiologis dada,
kurang begitu berperan dalam evaluasi pengobatan. Bila
fasilitas memungkinkan foto dapat dibuat pada akhir
pengobatan sebagai dokumentasi untuk perbandingan bila
nanti timbul kasus kambuh.
b. Perawatan bagi penderita tuberkulosis
Perawatan yang harus dilakukan pada penderita tuberkulosis
adalah:
1) Awasi penderita minum obat, yang paling berperan disini
adalah orang terdekat yaitu keluarga
2) Mengetahui adanya gejala efek samping obat dan merujuk
bila diperlukan
3) Mencukupi kebutuhan gizi seimbang penderita
4) Istirahat teratur minimal 8 jam per hari
5) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada
bulan kedua, kelima dan enam
6) Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan
pencahayaan yang baik
c. Pencegahan penularan TB
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah :
1) Menutup mulut bila batuk
2) Membuang dahak tidak di sembarang tempat. Buang dahak
pada wadah tertutup yang diberi lisol
3) Makan makanan bergizi
4) Memisahkan alat makan dan minum bekas penderita
5) Memperhatikan lingkungan ruma, cahaya dan ventilasi
yang baik
6) Untuk bayi diberikan imunisasi BCG (Depkes RI, 2010)

H. Asuhan Keperawatan (Teoritis)


a. Pengkajian teoritis
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan TB paru
(Irman Somantri, 2009)
a. Data Demografi
Penyakit TB paru dapat menyerang manusia mulai dari usia
anak sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama
antara laki-laki dan perempuan. Penyakit ini biasanya banyak
ditemukan pada pasien yang tinggal didaerah dengan tingkat
kepadatan tinggi sehingga masuknya cahaya matahari kedalam
rumah sangat minim. TB paru pada anak dapat terjadi pada usia
berapapun, namun usia paling umum adalah antara 1-4 tahun.
Anak-anak lebih sering mengalami TB diluar paru-paru
(extrapulmonary) disbanding TB paru dengan perbandingan
3:1. TB diluar paru-paru adalah TB berat yang terutama
ditemukan pada usia<3 tahun. Angka kejadia (pravelensi) TB
paru pada usia 5-12 tahun cukup rendah, kemudian meningkat
setelah usia remaja dimana TB paru menyerupai kasus pada
pasien dewasa (sering disertai lubang/kavitas pada paru-paru).
b. Riwayat Kesehatan Keluhan yang sering muncul antara lain:
1) Demam: subfebris, febris (40-41oC) hilang timbul.
2) Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus batuk ini
terjadi untuk membuang/mengeluarkan produksi radang
yang dimulai dari batuk kering sampai dengan atuk
purulent (menghasilkan sputum).
3) Sesak nafas: bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang
sampai setengah paru-paru.
4) Keringat malam.
5) Nyeri dada : jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila
infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan
pleuritis.
6) Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot,
keringat malam.
7) Sianosis, sesak nafas, kolaps: merupakan gejala atelektasis.
Bagian dada pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan
jantung terdorong ke sisi yang sakit. Pada foto toraks, pada
sisi yang sakit nampak bayangan hitam dan diagfragma
menonjol keatas.
8) Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena
biasanya penyakit ini muncul bukan karena sebagai
penyakit keturunan tetapi merupakan penyakit infeksi
menular.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
1) Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh
2) Pernah berobat tetapi tidak sembuh
3) Pernah berobat tetapi tidak teratur
4) Riwayat kontak dengan penderita TB paru
5) Daya tahan tubuh yang menurun
6) Riwayat vaksinasi yang tidak teratur
7) Riwayat putus OAT.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya pada keluarga pasien ditemukan ada yang menderita
TB paru. Biasanya ada keluarga yang menderita penyakit
keturunan seperti Hipertensi, diabetes Melitus, jantung dan
lainnya.
e. Riwayat Pengobatan Sebelumnya
1) Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan
sakitnya
2) Jenis, warna, dan dosis obat yang diminum.
3) Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan
dengan penyakitnya
4) Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.
f. Riwayat Sosial Ekonomi
1) Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu, dan tempat
bekerja, jumlah penghasilan.
2) Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat
berkomunikasi dengan bebas, menarik diri, biasanya pada
keluarga yang kurang mampu, masalah berhubungan
dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang
lama dan biaya yang banyak, masalah tentang masa
depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus
harapan.
g. Faktor Pendukung :
1) Riwayat lingkungan.
2) Pola hidup: nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol,
pola istirahat dan tidur, kebersihan diri. Tingkat
pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang
penyakit, pencegahan, pengobatan dan perawatannya.
h. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: biasanya KU sedang atau buruk
TD: Normal (kadang rendah karena kurang istirahat)
Nadi: Pada umumnya nadi pasien meningkat
Pernafasan: biasanya nafas pasien meningkat (normal: 16-
20x/i)
Suhu: Biasanya kenaikan suhu ringan pada malam hari. Suhu
mungkin tinggal atau tidak teratur. Seiring kali tidak ada
demam
1) Kepala
Inspeksi: Biasanya wajah tampak pucat, wajah tampak
meringis, konjungtiva anemis, skelra tidak ikterik, hidung
tidak sianosis, mukosa bibir kering, biasanya adanya
pergeseran Trakea.
2) Thorak
Inpeksi: Kadang terlihat retraksi interkosta dan tarikan
dinding dada,
biasanya pasien kesulitan saat inspirasi
Palpasi: Fremitus paru yang terinfeksi biasanya lemah
Perkusi: Biasanya saat diperkusi terdapat suara pekak
Auskultasi: Biasanya terdapat bronchi
3) Abdomen
Inspeksi: biasanya tampak simetris
Palpasi: biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi: biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi: biasanya bising usus pasien tidak terdengar
4) Ekremitas atas Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin,
tampak pucat, tidak ada edema
5) Ekremitas bawah Biasanya CRT>3 detik, akral teraba
dingin, tampak pucat, tidak ada edema
i. Pemeriksaan Diagnostik
1) Kultur sputum: Mikobakterium TB positif pada tahap akhir
penyakit.
2) Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi
10-15 mm terjadi 48-72 jam).
3) Poto torak : Infiltnasi lesi awal pada area paru atas; pada
tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan
dengan batas tidak jelas; pada kavitas bayangan, berupa
cincin; pada klasifikasi tampak bayangan bercak-bercak
padat dengan densitas tinggi.
4) Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atatu
kerusakan paru karena TB paru.
5) Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
6) Spirometri: penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital
menurun.

j. Pola Kebiasaan Sehari-hari


1) Pola aktivitas dan istirahat
Subyektif: rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul.
Sesak (nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil,
berkeringat pada malam hari. Obyektif: Takikardia,
takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut;
infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris
(40-41oC) hilang timbul.
2) Pola Nutrisi
3) Subyektif: anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan
berat badan. Obyektif: turgor kulit jelek, kulit
kering/berisik, kehilangan lemak subkutan.
4) Respirasi Subyektif:
batuk produktif/non produktif sesak nafas, sakit dada.
Obyektif: mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah,
pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi
basah, kasar didaerah apeks paru, takipneu (penyakit luas
atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak nafas,
pengembangan pernafasan tidak simetris (effusi pleura),
perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural),
deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
5) Rasa nyaman/nyeri
Subyektif: nyeri dada meningkat karena batuk berulang
Obyektif: berhati-hati pada area yang sakit, prilaku
distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang
sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
6) Integritas Ego
Subyektif: faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan
tak berdaya/tak ada harapan.
Obyektif: menyangkal (selama tahap dini), ansietas,
ketakutan, mudah tersinggung.

b. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
mokus dalam jumlah berlebihan, eksudat dalam jalan alveoli,
sekresi bertahan/sisa sekresi
2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi,
keletihan, keletihan otot pernapasan
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran alveolar-kapiler

c. Nursing Care Plan (NCP) terdiri dari Tujuan/Outcome (NOC) dan


Intervensi (NIC)
No. Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Manajement jalan nafas:
bersihan jalan tindakan keperawatan
1. Bersihan jalan nafas
nafas diharapkan status
dengan teknik chin lift atau
berhubungan pernafasan : kepatenan
jaw thrust sebagai mana
dengan mokus jalan nafas dengan
mestinya
dalam jumlah Kriteria Hasil:
2. Posisikan pasien untuk
berlebihan, 1. Frekuensi pernafasan
memaksimalkan ventilasi
eksudat dalam tidak ada deviasi dari
3. Identifikasi kebutuhan
jalan alveoli, kisaran normal
aktual/potensial pasien
sekresi 2. Irama pernafasan tidak
untuk memasukkan alat
bertahan/sisa ada deviasi dari kisaran membuka jalan nafas
sekresi normal 4. Lakukan fisioterafi dada
3. Kemampuan uintuk sebagaimana mestinya
mengeluarkan secret 5. Buang secret dengan
tidak ada deviasi dari memotivasi pasien untuk
kisaran normal melakukan batuk atau
4. Suara nafas tambahan menyedot lendir
tidak ada 6. Intruksikan bagaimana agar
5. Dispnea dengan bisa melakukan batuk
aktifitas ringan tidak efektif
ada 7. Auskultasi suara nafas
6. Penggunaan otot bantu 8. Posisikan untuk
pernafasan tidak ada meringankan sesak nafas
2. Ketidakefektifan pola Setelah dilkukan tindakan 1. Bersihkan jalan nafas dengan
nafas berhubungan Keperawatan selama tehnik chin lift atau jaw thrust
dengan hiperventilasi diharapkan status sebagai mana mestinya
pernafasan: ventilasi 2. Posisikan pasien untuk
dengan memaksimalkan ventilasi
Kriteria Hasil: 3. Identifikasi kebutuhan
1. Frekuesi pernafasan aktual/potensial pasien untuk
tidak ada deviasi memasukkan alat membuka
dari kisaran normal jalan nafas
2. Irama pernafasan 4. Lakukan fisioterapi dada
tidak ada deviasi sebagai mana mestinya
dari kisaran normal 5. Buang secret dengan
3. Suara perkusi nafas memotivasi pasien untuk
tidak ada deviasi melakukan batuk atau
dari kisaran normal menyedot lendir
4. Kapasitas vital tidak 6. Instruksikan bagaimana agar
ada deviasi dari biasa melakukan batuk efektif
kisaran normal 7. Auskultasi suara nafas
8. Posisikan untuk meringakan
sesak nafas
3. Gangguan pertukaran Setelah Dilakukan Terapi oksigen
gas berhubungan Tindakan Keperawatan di 1. Pertahankan kepatenan jalan
dengan perubahan Harapkan status nafas
membran alveolar- pernafasan pertukaran gas 2. Siapkan peralatan
kapiler dengan oksigen dan berikan
Kriteria Hasil: melalui system humidifer
1. Tekanan parsal 3. Berikan oksigen
oksigen di darah tambahan seperti yang
arteri (PaO2) tidak diperintah
ada deviasi dari 4. Monitor aliran oksigen
kisaran normal 5. Monitor efektifitas terapi
2. Tekanan persial oksigen
karbondioksida 6. Amati tanda-tanda
di darah arteri hipoventilasi induksi
(PaCO2) tidak oksigen
ada deviasi dari 7. Konsultasi dengan tenaga
kisaran normal kesehatan lain mengenai
3. Saturasi oksigen penggunaan oksigen
tidak ada deviasi tambahan selama kegiatan
deviasi dari kisaran dan tidur
normal
4. Keseimbangan
ventilasi dan
perfusi tidak ada
deviasi dari kisaran
normal
Daftar Pustaka

Alsagaff, Hood & Abdul Mukty. 2011. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya
:Airlangga University Press.
Andra F.S & Yessi M.P. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta. Nuha
Medika
Ardiansyah , M. 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jogjakarta: Diva Press
Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberkulosis. Klinis.
Jakarta
Widta Medika.
Depkes RI. 2011. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta :
Gerdunas TB.
Diagnosa Nanda Nic Noc. 2007-2008. Diagnosa Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi. Jakarta: EGC
Heriadi, Slamet, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya Departemen
Ilmu Penyakit Paru FK Unair – RSUD Dr. Soetomo

Anda mungkin juga menyukai