Anda di halaman 1dari 84

PEMBENIHAN DAN PEMBESARAN NILA MERAH

Oreochromis sp. NILASA DI UNIT KERJA BUDIDAYA AIR


TAWAR BALAI PENGEMBANGAN TEKNOLOGI
PERIKANAN BUDIDAYA YOGYAKARTA

LUTHFIYYAH ADJI PRIYANTINI

TEKNOLOGI PRODUKSI DAN MANAJEMEN PERIKANAN


BUDIDAYA
SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2021
PERNYATAAN MENGENAI LAPORAN AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa laporan akhir dengan judul


“Pembenihan dan Pembesaran Nila Merah Oreochromis sp. Nilasa di Unit Kerja
Budidaya Air Tawar Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya
Yogyakarta” adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir laporan akhir ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2021

Luthfiyyah Adji Priyantini


J3H818116
i

RINGKASAN

LUTHFIYYAH ADJI PRIYANTINI. Pembenihan dan Pembesaran Nila Merah


Oreochromis sp. Nilasa di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Balai Pengembangan
Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta. Hatchery and Grow-out of Red
Tilapia Oreochromis sp. Nilasa at Cangkringan Aquaculture Work Unit of
Yogyakarta Aquaculture Technology Development Center. Dibimbing oleh
MUHAMMAD ARIF MULYA dan WIYOTO.

Nila merah merupakan salah satu komoditas dengan pasar yang terus
berkembang baik dalam lingkup lokal maupun ekspor, karena menjadi komoditas
ekspor pengganti ikan kurisi merah. Total produksi nila nasional pada tahun 2017
mengalami kenaikan sebesar 3,6% dibandingkan tahun 2016, yaitu naik dari 1,14
juta ton menjadi 1,15 juta ton. Nilasa merupakan ikan hasil hibridasi dari strain
NIFI, Citralada, Singapur, dan Filipina disebutkan sebagai komoditas unggul baru
dalam perikanan budidaya guna menunjang peningkatan produksi perikanan.
Tujuan praktik kerja lapangan (PKL) yaitu untuk memperoleh pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman serta dapat mengidentifikasi permasalaha yang
dihadapi dalam kegiatan pembenihan dan pembesaran ikan nila merah nilasa di
lokasi PKL.
Kegiatan pembenihan ikan nila merah nilasa di Unit Kerja Budidaya Air
Tawar (UKBAT) Cangkringan meliputi pemeliharaan dan pemijahan induk,
pemanenan larva, dan pemeliharaan benih. Kegiatan pemeliharaan induk diawali
dengan persiapan wadah kemudian pemberian pakan. Pakan induk yang diberikan
berupa pelet apung yang diberikan dengan feeding rate (FR) 2% dari bobot induk
dengan frekuensi pemberian pakan dua kali dalam sehari. Sex ratio antara induk
jantan dan betina adalah 1:3 ekor dengan bobot betina >200 g dan bobot jantan
>250 g. Metode pemijahan di UKBAT Cangkringan dilakukan secara alami dalam
wadah berupa kolam semi permanen. Pemijahan yang dilakukan dalam satu siklus
dengan penggunaan tujuh unit kolam menghasilkan 1.023.264 ekor larva dengan
nilai fertilization rate (FR) 97%, hatching rate (HR) 73%, dan survival rate (SR)
96%. Benih dipanen secara parsial mulai hari ke-10 sejak penebaran induk dan
secara total pada pemeliharaan induk setelah 1,5 bulan. Jumlah benih yang ditebar
pada kolam pemeliharaan seluas 400 m2 di UKBAT Cangkringan sebanyak
120.000 ekor dengan bobot 0,009 g dan panjang 0,012 cm setiap ekor.
Pemeliharaan benih dilakukan hingga benih mencapai ukuran 2–3 cm
yang dilakukan selama 21 hari. Pakan yang diberikan berupa pakan tepung buatan
dengan kandungan protein 38%. Metode pemberian pakan adalah restricted
dengan jumlah 800–850 g hari-1. Frekuensi pemberian pakan tiga kali sehari pada
pagi, siang, dan sore. Feed conversion ratio (FCR) yang diperoleh sebesar 0,8 dan
laju pertumbuhan mutlak harian (GR) sebesar 0,01 g hari-1 serta laju pertumbuhan
spesifik (LPS) sebesar 12,5% hari-1. Monitoring kualitas air dilakukan setiap tujuh
hingga sepuluh hari. Kegiatan Sampling benih dilakukan satu kali seminggu sejak
penebaran hingga panen, yaitu sebanyak empat kali. Benih dipanen dengan
melakukan penyurutan kolam terlebih dahulu, setelah surut dan benih berkumpul
di kamalir, diserok dan ditebar di hapa tampung untuk dilakukan sortasi dan
Sampling. Panen dilakukan sesuai permintaan konsumen dan ketersadiaan dengan
ii

harga jual Rp45,00 ekor-1. Pengemasan benih menggunakan plastik PE berukuran


50 cm × 75 cm yang diisi air sebanyak lima liter dan oksigen sepuluh liter.
Kepadatan dalam setiap plastik yaitu 250–300 ekor kemudian. Selama kegiatan
PKL, pengangkutan benih dilakukan oleh konsumen.
Ukuran benih yang ditebar di kolam pemeliharaan calon induk UKBAT
Cangkringan pada kegiatan pembesaran adalah benih dengan ukuran 17 cm atau
memiliki bobot 40 g dengan padat tebar 3 ekor m-2. Kolam yang digunakan
berukuran 58 m × 11 m. Pakan yang digunakan adalah pelet apung diameter 2–3
mm dengan kandungan protein 32–34%. Pemberian pakan dilakukan dua kali
sehari dengan metode ad satiation dengan pemberian di bulan pertama sebanyak
2,6–2,9 kg hari-1 dan pada bulan kedua sebanyak 2,9–3,2 kg hari -1, sehingga
dihasilkan FR 3,2–4,5%. FCR yang diperoleh sebesar 1,1 dan GR sebesar 1,9 g
serta LPS sebesar 0,29% hari-1. Pencegahan penyakit dilakukan dengan persiapan
wadah yang baik, pemberian antiseptik air, dan pemberian multivitamin.
Penanganan hama kekerangan, ikan mujair, dan udang dilakukan dengan
penangkapan dan pembuangan ke luar lingkungan budidaya. Penanganan ikan
dengan gejala klinis dilakukan dengan pemberian antiseptik 0,15 ppm dan
pemberian pakan vitamin selama tiga hari.
Pengukuran kualitas air dilakukan tujuh hingga sepuluh hari sekali.
Pengamatan pertumbuhan dilakukan satu minggu sekali dengan dua kilogram
sampel ikan dan dilakukan pengukuran panjang dan bobot rata-ratanya.
Pemanenan dilakukan saat ikan memasuki ukuran 150 g ekor -1 dengan lama
pemeliharaan dua bulan. Pemanenan dilakukan dengan penyurutan kolam,
penangkapan ikan, sortasi, penimbangan ikan dan packing. Pakcing menggunakan
plastik PE berukuran 60 cm × 120 cm dengan kepadatan dalam setiap plastik 30
ekor kemudian. Selama kegiatan PKL, pengangkutan benih dilakukan oleh
konsumen.
Aspek usaha kegiatan pembenihan ikan nila merah nilasa membutuhkan
biaya investasi sebesar Rp111.413.000,00 dan menghabiskan biaya total sebesar
Rp248.207.615,00 tahun-1 serta mendapatkan keuntungan sebesar
Rp61.143.535,00 tahun-1 dengan R/C Ratio yang diperoleh 1,25 dan payback
period selama 1,8 tahun. Aspek usaha kegiatan pembesaran ikan nila merah nilasa
membutuhkan biaya investasi sebesar Rp6.492.000,00 dan menghabiskan biaya
total sebesar Rp387.385.129,00 tahun-1 serta mendapatkan keuntungan sebesar
Rp62.614.871,00 tahun-1 dengan R/C Ratio yang diperoleh 1,16 dan payback
period selama 1,2 tahun.

Kata kunci: cangkringan, nila merah, nilasa, pembenihan, pembesaran.


iii

PEMBENIHAN DAN PEMBESARAN NILA MERAH


Oreochromis sp. NILASA DI UNIT KERJA BUDIDAYA AIR
TAWAR BALAI PENGEMBANGAN TEKNOLOGI
PERIKANAN BUDIDAYA YOGYAKARTA

LUTHFIYYAH ADJI PRIYANTINI

Laporan Akhir
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ahli Madya pada
Program Studi Teknoolgi Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI DAN


MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA
SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2021
iv

Penguji pada ujian Laporan Akhir: Dr. Ir. Cecilia Eny Indriastuti, M.Si
v

Judul laporan akhir : Pembenihan dan Pembesaran Nila Merah Oreochromis sp.
Nilasa di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya
Nama : Luthfiyyah Adji Priyantini
NIM : J3H818116

Disetujui oleh
Pembimbing 1:
__________________
Muhammad Arief Mulya, S.Pi, M.Si

Pembimbing 2:
__________________
Dr. Wiyoto, S.Pi, M.Sc

Diketahui oleh
Ketua Program Studi:
Dr. Wiyoto, S.Pi, M.Sc __________________
NIP 201807197702011001
Dekan Sekolah Vokasi:
Dr. Ir. Arief Darjanto, M.Ec __________________
NIP 196106181986091001

Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:


15 Juli 2021
vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanaahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga pennulis dapat menyelesaikan tugas akhir kegiatan
praktik kerja lapangan (PKL) yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2021
sampai bulan Mei 2021 dengan judul “Pembenihan dan Pembesaran Nila Merah
Oreochromis sp. Nilasa di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Balai Pengembangan
Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta”. Tugas akhir ini disusun sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar Ahli Madya pada Program Studi Teknologi
Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Sekolah Vokasi Institut Pertanian
Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada para pembimbing, Bapak Muhammad
Arif Mulya, S.Pi, M.Si dan Bapak Dr. Wiyoto, S.Pi, M.Sc yang telah
membimbing dan banyak memberi saran. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada pembimbing akademik, moderator seminar, dan penguji luar komisi
pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala
BPTPB Yogyakarta, Kepala Budidaya Air Tawar BPTPB, Kepala UKBAT
Cangkringan, serta para staff dan karyawan UKBAT Cangkringan maupun
BPTPB Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan dalam
melaksanakan PKL. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,
bunda, seluruh keluarga, teman-teman, dan berbagai pihak yang telah memberikan
dukungan, doa, dan kasih sayangnya.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam karya ilmiah ini yang
disebabkan keterbatasan pengetahuan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
pihak yang membutuhkan dan bagi kemajuan ilmu pengetahuan, sekaligus
menambah pengetahuan tentang kegiatan budidaya ikan nila merah nilasa

Bogor, Juli 2021

Luthfiyyah Adji Priyantini


viii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xiv
I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan2
II METODE 3
2.1 Lokasi dan Waktu 3
2.2 Komoditas 3
2.3 Metode Kerja 4
III KEADAAN UMUM PERUSAHAAN 5
3.1 Letak Geografis 5
3.2 Sejarah 5
3.3 Struktur Organisasi 6
3.4 Tugas dan Fungsi 6
3.5 Sumber Daya Manusia 7
IV INFRASTRUKTUR DAN SARANA PRODUKSI 8
4.1 Fasilitas Utama Kegiatan Pembenihan 8
4.2 Fasilitas Pendukung Kegiatan Pembenihan 13
4.3 Fasilitas Utama Kegiatan Pembesaran 15
V KEGIATAN PEMBENIHAN 18
5.1 Pemeliharaan dan Pemijahan Induk 18
5.2 Pemanenan Larva 24
5.3 Pemeliharaan Benih 27
VI KEGIATAN PEMBESARAN 35
6.1 Persiapan Wadah 35
6.2 Penebaran Benih 35
6.3 Pemberian Pakan 36
6.4 Pengelolaan Kualitas Air 37
6.5 Pencegahan dan Pemberantasan Hama dan Penyakit 38
6.6 Sampling Pertumbuhan 40
6.7 Pemanenan dan Penanganan Pasca Panen 41
VII ASPEK USAHA 44
7.1 Pembenihan 44
7.2 Pembesaran 48
VIII PENUTUP 53
8.1 Kesimpulan 53
8.2 Saran 53
DAFTAR PUSTAKA 54
LAMPIRAN 56
ix

DAFTAR TABEL

1 Tingkat pendidikan pegawai Unit Kerja Budidaya Air Tawar


Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya
Yogyakarta 7
2 Peralatan kegiatan pembenihan di Unit Kerja Budidaya Air Tawar
Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya
Yogyakarta 11
3 Peralatan kegiatan pembesaran di Unit Kerja Budidaya Air Tawar
Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan
BudidayanYogyakarta 16
4 Kualitas air kolam induk di Unit Kerja Budidaya Air Tawar
Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya
Yogyakarta 23
5 Kualitas air kolam pemeliharaan benih di Unit Kerja Budidaya Air
Tawar Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan
Budidaya Yogyakarta 30
6 Data pengukuran kualitas air kolam pembesaran di Unit Kerja
Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi
Perikanan Budidaya Yogyakarta 37
7 Biaya Tetap Pembenihan ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di
Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan
Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 45
8 Biaya Variabel Pembenihan ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di
Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan
Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 45
9 Biaya Tetap Pembesaran ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di
Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan
Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 49
10 Biaya Variabel Pembesaran ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di
Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan
Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 49

DAFTAR GAMBAR

1 Oreochromis sp. nilasa di Unit Kerja Budidaya Air Tawar


Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya
Yogyakarta 3
2Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan
Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 5
3Struktur organisasi Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 6
4Kolam pemeliharaan dan pemijahan Induk Unit Kerja Budidaya Air
Tawar Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan
Budidaya Yogyakarta 8
x

5Wadah pemeliharaan benih Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan


Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta: a)
hapa tampung dan b) kolam pemeliharaan 9
6Tandon Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 9
7Filter tengah Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 10
8Sistem aerasi Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta: a) saluran
inlet dan b) saluran outlet 10
9Peralatan kegiatan pembenihan Unit Kerja Budidaya Air Tawar
Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya
Yogyakarta: a) paralon panen b) kalo c) ember seleksi d) ember
plastik e) krembeng dan f) serok induk 11
10Gudang pakan utama Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan
Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 13
11Lahan parkir Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 13
12Kantor Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 14
13Ruang istirahat Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 14
14Motor pick-up Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 15
15Hi-blow bangsal Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 15
16Kolam pemeliharaan benih calin ikan nila merah Oreochromis sp. di
Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan
Teknologi Perikanan BudidayaYogyakarta 16
17Gudang pakan Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta: a)
Gudang Pakan Selatan dan b) Gudang Alat Selatan 17
18Pengapuran kolam ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di Unit Kerja
Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi
Perikanan Budidaya Yogyakarta 19
19Organ genital induk Oreochromis sp. nilasa di Unit Kerja Budidaya Air
Tawar Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan
Budidaya Yogyakarta: a) jantan dan b) betina 19
20Kegiatan seleksi induk ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di Unit
Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan
Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 20
21Pengangkutan induk ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di Unit
Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan
Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 20
22Pakan induk ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di Unit Kerja
Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi
Perikanan Budidaya Yogyakarta 21
xi

23Stimulan induk Oreochromis sp. nilasa di Unit Kerja Budidaya Air


Tawar Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan
Budidaya Yogyakarta 21
24Pemijahan induk ikan nila merah Oreochromis sp. di Unit Kerja
Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi
Perikanan Budidaya Yogyakarta: a) sarang induk dan b) induk betina
mengerami telur 22
25Monitoring kualitas air kolam induk di Unit Kerja Budidaya Air Tawar
Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya
Yogyakarta: a) alat water quality checker dan b) kegiatan pengukuran
kualitas air 24
26Hama kerang-kerangan di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan
Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 24
27Hapa tampung larva di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan
Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 25
28Pemanenan parsial larva di Unit Kerja Budidaya Air Tawar
Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya
Yogyakarta 26
29Kegiatan pemanenan benih ikan nila merah nilasa Oreochromis sp.
nilasa di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta: a) waring
benih b) pemanenan benih dan c) sortasi benih 27
30Pemupukan di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta: a) pupuk
kotoran ayam dan b) pemupukan menggunakan kotoran ayam dan
daun kleresede 28
31Sampling penebaran benih di Unit Kerja Budidaya Air Tawar
Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya
Yogyakarta 29
32Pakan benih di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta: a) karung
pakan tepung b) pakan tepung c) pemberian pakan 29
33Kegiatan pengukuran kualitas kolam benih di Unit Kerja Budidaya Air
Tawar Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan
Budidaya Yogyakarta 30
34Alat pemotong rumput di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan
Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 31
35Kegiatan pengukuran pertumbuhan benih ikan nila Oreochromis sp.
nilasa di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta :a)
Sampling bobot dan b) Sampling panjang 32
36Proses persiapan panen benih di Unit Kerja Budidaya Air Tawar
Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya
Yogyakarta: a) penyurutan kolam dan b) pembuatan kamalir 32
37Kegiatan panen benih ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di Unit
Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan
Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta: a) sortasi dan b)
Sampling 33
xii

38Pengemasan benih di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan


Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta: a)
pemindahan benih ke bak packing b) persiapan plastik kemas c)
pemberian oksigen dan d) pengikatan plastik 34
39Pengeringan kolam pembesaran Unit Kerja Budidaya Air Tawar
Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya
Yogyakarta 35
40Sortasi benih tebar di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan
Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 36
41Pakan kegiatan pembesaran ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di
Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan
Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta a) kemasan Japfa
Comfeed SPLA 12-2 dan b) bentuk pakan calin 37
42Pengelolaan kualitas air di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan
Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta: a)
perawatan filter dan b) pengukuran kualitas air 38
43Campuran vitamin pemeliharaan calin ikan nila merah Oreochromi sp.
nilasa di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 39
44Penanganan penyakit di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan
Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta: a)
Blue Copper dan b) pengaplikasian Blue Copper 39
45Ektoparasit calin ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di Unit Kerja
Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi
Perikanan Budidaya Yogyakarta: a) Chilidogyrus sp. dan b)
Gyrodactylus sp. 40
46Sampling pertumbuhan calin ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di
Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan
Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta a) pengambilan sampel
dan b) Sampling panjang calin 40
47Kegiatan pemanenan calin ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di
Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
PengembanganTeknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta: a)
penyurutan kolam b) pemasangan hapa tampung dan c) penyerokan
calin 41
48Kegiatan pemanenan calin ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di
Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan
Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta: a) sortasi calin dan b)
Sampling bobot calin 42
49Pengangkutan hasil panen calin calin ikan nila merah Oreochromis sp.
nilasa di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 42
50Packing calin ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di Unit Kerja
Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi
Perikanan Budidaya Yogyakarta: a) persiapan packing b) pemberian
oksigen dan c) pengangkutan pasca packing 43
xiii

DAFTAR LAMPIRAN

1Pola tanam pemindahan induk ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa
di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengmbangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 56
2Pola tanam pembenihan ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa Unit
Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengmbangan
Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 57
3Pola tanam pembesaran pembenihan ikan nila merah Oreochromis sp.
nilasa Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengmbangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 58
4Biaya investasi kegiatan pembenihan ikan nila merah Oreochromis sp.
nilasa Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengmbangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 59
5Biaya investasi kegiatan pembesaran ikan nila merah Oreochromis sp.
nilasa Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengmbangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 61
6Data Sampling benih ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di Unit
Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengmbangan
Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 62
7Data Sampling calin ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di Unit
Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengmbangan
Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 62
8Perhitungan rasio konversi pakan (FCR, feed conversion ratio) kegiatan
pembenihan ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa Unit Kerja
Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengmbangan Teknologi
Perikanan Budidaya Yogyakarta 63
9Perhitungan rasio konversi pakan (FCR, feed conversion ratio) kegiatan
pembesaran ikan nila merah nilasa Unit Kerja Budidaya Air Tawar
Cangkringan Balai Pengmbangan Teknologi Perikanan Budidaya
Yogyakarta 63
10Perhitungan laju pertumbuhan mutlak harian (GR, growth rate)
kegiatan pembenihan ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa Unit
Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengmbangan
Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 63
11Perhitungan laju pertumbuhan mutlak harian (GR, growth rate)
kegiatan pembesaran ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa Unit
Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengmbangan
Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 64
12Perhitungan laju pertumbuhan spesifik kegiatan pembenihan ikan nila
merah Oreochromis sp. nilasa Unit Kerja Budidaya Air Tawar
Cangkringan Balai Pengmbangan Teknologi Perikanan Budidaya
Yogyakarta 64
13Perhitungan laju pertumbuhan spesifik kegiatan pembesaran ikan nila
merah Oreochromis sp. nilasa Unit Kerja Budidaya Air Tawar
Cangkringan Balai Pengmbangan Teknologi Perikanan Budidaya
Yogyakarta 64
xiv

14Penghitungan fekunditas, bobot gonad, hatching rate, dan surivival


rate larva nila merah Oreochromis sp. di Unit Kerja Budidaya Air
Tawar Cangkringan Balai Pengmbangan Teknologi Perikanan
Budidaya Yogyakarta 65
15Penghitungan produktivitas larva nila merah Oreochromis sp. di Unit
Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengmbangan
Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 66
16Penghitungan produktivitas benih ikan nila merah Oreochromis sp.
nilasa di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengmbangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta 67
1

I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Tahun 2018, produksi ikan global diperkirakan mencapai sekitar 179 juta
ton dengan 82 juta ton diantaranya dihasilkan dari kegiatan akuakultur, tercatat
menghasilkan 46% dari total produksi ikan global (FAO 2020). Direktorat Jendral
Perbendaharaan (DJPB) tahun 2013, menyatakan bahwa pada tahun 2009 total
produksi nila terus mengalami peningkatan hingga mencapai 909.016 ton di tahun
2013. Ikan nila merupakan ikan konsumsi yang telah dikenal luas oleh masyarakat
Indonesia, salah satu komoditas dengan pasar yang terus berkembang baik dalam
lingkup lokal maupun ekspor. Beberapa jenis yang telah dikembangkan dan
dikenal oleh pembudidaya adalah nila merah, nila Bogor enhanced strain tilapia
(BEST), nila srikandi, nila nirwana, nila salina, dan nila genetically supermale
indonesia tilapia (GESIT). Data terbaru menunjukkan bahwa total produksi nila
nasional terjadi pada tahun 2017 mengalami kenaikan sebesar 3,6% dibandingkan
tahun 2016, yaitu naik dari 1,14 juta ton menjadi 1,15 juta ton (DJPB 2018).
Ikan nila merah menjadi komoditas ekspor pengganti ikan tai (red sea
bream) yang disukai oleh konsumen dunia karena memiliki warna daging yang
menarik, lezat rasanya dan tidak memiliki duri antar muskular (Nugroho et al.,
2014). Ikan tai dan ikan nila merah memiliki rasa daging yang mirip ikan kakap
merah. Ikan nila merupakan jenis ikan yang berasal dari Sungai Nil, Mesir
(Andrianto 2005). Nila merah merupakan jenis ikan yang diintroduksi dari luar
negeri. Bibit ikan ini didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai Penelitian
Perikanan Air Tawar Bogor pada tahun 1969 (Kordi 2010). Satu upaya yang
dilakukan untuk meningkatkan kualitas budidayanya dengan cara hibridisasi.
Menurut Rustadi et al. 2012, nila merah memiliki pertumbuhan yang cepat,
mampu bertahan hidup pada lingkungan dengan kepadatan tinggi, memiliki
toleransi yang luas terhadap berbagai kondisi lingkungan seperti kemampuan
bertahan hidup dalam air tawar, air payau, dan air laut. Ikan nila merah memiliki
beberapa keunggulan dibandingkan dengan ikan air tawar yang lain.
Unit Kerja Budidaya Air Tawar (UK-BAT) Cangkringan merupakan
instansi yang melakukan pemuliaan terhadap ikan nila merah strain nilasa dengan
teknik hibridasi. Perbaikan genetik yang ditempuh dengan teknik hibridisasi atau
persilangan dan seleksi individu. Ikan nila merah nilasa dihasilkan untuk
meningkatkan kualitas ikan nila merah dari segi kecepatan pertumbuhan,
ketahanan terhadap penyakit, toleransi terhadap salinitas, dan ketahanan terhadap
perubahan suhu. Ikan nila merah nilasa sebagai komoditas unggul baru dalam
perikanan budidaya guna menunjang peningkatan produksi perikanan
(Kementerian Kelautan dan Perikanan 2012), oleh karena itu Unit Kerja Budidaya
Air Tawar (UK-BAT) Cangkringan dipilih sebagai lokasi Praktik Kerja Lapangan
(PKL) dengan komoditas nila merah nilasa.
PKL dilakukan sebagai salah satu tugas akhir mahasiswa Sekolah Vokasi,
Institut Pertanian Bogor. PKL dilakukan untuk menambah pengetahuan dan
mempelajari secara langsung mengenai cara pembenihan dan pembesaran
terhadap komoditas tertentu. PKL juga dilakukan untuk melatih keterampilan
profesi, dan mendapatkan pengalaman di dunia kerja.
2

I.2 Tujuan

Pelaksanaan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) pembenihan dan


pembesaran ikan nila merah nilasa memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Mengikuti dan melakukan kegiatan pembenihan dan pembesaran ikannila
merah secara langsung di lokasi PKL.
2. Menambah pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan mengenai kegiatan
pembenihan dan pembesaran ikan nila merah di lokasi PKL.
3. Mengetahui permasalahan dan solusi permasalahan dalam kegiatan
pembenihan dan pembesaran ikan nila merah di lokasi PKL.
4. Menerapkan ilmu yang didapat sewaktu kuliah dalam kegiatan pembenihan
dan pembesaran ikan nila merah di lokasi PKL.
3

II METODE

II.1 Lokasi dan Waktu

Kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) pembenihan dan pembesaran ikan


nila merah nilasa Oreochromis sp. dilaksanakan pada tanggal 02 Februari 2021
sampai dengan 2 Mei 2021. Kegiatan PKL dilaksanakan di Unit Kerja Budidaya
Air Tawar (UKBAT) Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan
Budidaya (BPTPB) Yogyakarta yang berlokasi di Desa Argomulyo, Kecamatan
Cangkringan, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

II.2 Komoditas

Komoditas yang dipilih dalam kegiatan PKL pembenihan dan pembesaran


adalah ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa (Gambar 1). Ikan nila ini termasuk
dalam famili Chordata dengan bentuk badan yang relatif pipih, jumlah sisik pada
gurat sisi sebanyak 34 buah, mulut yang letaknya terminal, garis rusuk terputus
menjadi dua bagian, dan letaknya memanjang dari atas sirip dan dada, bentuk
sisik stenoid, sirip kaudal rata dan terdapat garis-garis tegak lurus (Sumantadinata
1999). Nila merah berpunggung lebih tinggi dan lebih tebal dibandingkan ikan
mujair, ciri khas lain adalah garis-garis kearah vertikal disepanjang tubuh yang
lebih jelas dibanding badan sirip ekor dan sirip punggung. Ikan nila merah nilasa,
yang merupakan singkatan dari nila satria, merupakan hasil persilangan dari
Citralada, Filipina, Singapur, dan NIFI, memiliki warna tubuh merah yang
cerah hampir di seluruh tubuhnya, pertumbuhan cepat, efisiensi pakan tinggi,
sintasan tinggi, toleran terhadap lingkungan ekstrim, dan memiliki fekunditas
tinggi (DKP DIY 2014).

Gambar 1 Oreochromis sp. nilasa di Unit Kerja Budidaya Air Tawar


Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya
Yogyakarta

Klasifikasi ikan nila merah menurut Cholik et al. (2005) adalah sebagai berikut:
Kelas : Osteichthyes
Subkelas : Acanthoptherigii
Ordo : Percomorphi
Subordo : Percoidea
4

Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis sp.
Suhu optimum untuk pertumbuhan ikan nila kisaran 25–33 ºC dan dapat
hidup pada kisaran pH 6,0-8,5 (Suyanto 2010). Budidaya ikan nila merah dapat
dilakukan di air tawar maupun di air laut (Haryadi et al. 2015). Ikan nila yang
dipelihara di media bersalinitas lebih baik dalam memanfaatkan energi dalam
pakannya (Aliyas et al. 2016). Ikan nila merah memiliki kelebihan dibandingkan
ikan lainnya yaitu pertumbuhan lebih cepat dan mudah dikembangbiakkan,
pemijahan setelah umur 5–6 bulan, dan setelah 1–1,5 bulan berikutnya dapat
dipijahkan lagi, keturunan yang dominan adalah jantan, waktu pemeliharaan
selama 6 bulan benih ikan yang berukuran 30 g dapat mencapai 300–500 g,
toleransi hidupnya terhadap lingkungan cukup tinggi yaitu dapat tahan di air
payau, tahan terhadap kekurangan oksigen terlarut di air, dan nilai ekonominya
cukup tinggi (Leksono dan Syahrul 2001).
Hasil anakan nila merah strain nilasa mempunyai pertumbuhan yang lebih
baik dari tetuanya dan menghasilkan karakter warna tubuh yang beragam yaitu
merah mulus, merah bercak hitam, merah bintik hitam, dan merah albino (putih
kemerahan). Hibridisasi yang dilakukan dapat menghasilkan strain baru yang
memiliki keunggulan dibandingkan dengan tetuanya dalam hal peningkatan
kecepatan pertumbuhan, ketahanan hidup, dan seks rasio, serta penampilan warna
(Said 2011). Rekayasa hibridisasi ikan nila merah terbukti mampu meningkatkan
keragaman genetik yang menghasilkan ikan nila yang unggul dalam pertumbuhan
dan karakter warna yang baik (Rahman dan Arif 2012).
BPTPB Yogyakarta menghasilkan ikan nila merah dengan strain baru
dengan metode hibridisasi, yakni ikan nila merah nilasa atau nila Cangkringan.
Ikan nila merah nilasa dihasilkan untuk meningkatkan kualitas ikan nila merah
dari segi kecepatan pertumbuhan, ketahanan terhadap penyakit, toleransi terhadap
salinitas, dan ketahanan terhadap perubahan suhu. Ikan nila merah nilasa sebagai
komoditas unggul baru dalam perikanan budidaya guna menunjang peningkatan
produksi perikanan (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012)

II.3 Metode Kerja

Metode yang dilakukan dalam kegiatan PKL adalah melakukan secara


langsung seluruh kegiatan pembenihan dan pembesaran ikan nila merah nilasa.
Kegiatan yang dilakukan meliputi:
1. Melakukan secara langsung seluruh kegiatan pembenihan dan pembesaran ikan
nila merah nilasa di UK-BAT Cangkringan di bawah pengawasan pembimbing
lapangan.
2. Melakukan pengamatan tentang pembenihan dan pembesaran ikan nila merah
nilasa serta melakukan wawancara dengan pimpinan operasional, staf pegawai,
dan pihak-pihak lain yang kompeten dibidangnya.
3. Melakukan pencatatan, dokumentasi dan pelaporan atas kegiatan pembenihan
dan pembesaran ikan nila merah nilasa yang dilakukan selama PKL, serta
mengisi jurnal harian, laporan periodik, dan borang PKL.
4. Melakukan studi pustaka terhadap data dan informasi yang didapatkan
5

III KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

III.1 Letak Geografis

Unit Kerja Budidaya Air Tawar (UKBAT) Cangkringan Balai


Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya (BPTPB) Yogyakarta berlokasi di
Jalan Cangkringan, Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten
Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Bagian utara berbatasan dengan
lereng Gunung Merapi, bagian barat Kecamatan Pakem, bagian timur Kecamatan
Manisrenggo dan bagian selatan Kecamatan Ngemplak. UKBAT Cangkringan
berada di kaki Gunung Merapi, berada pada ketinggian 330 m di atas permukaan
air laut (DPL) dengan kemiringan tanah 5% (setiap 100 mempunyai selisih tinggi
5 m). UKBAT Cangkringan menempati area seluas 7,516 ha yang terdiri dari
kolam efektif 5,038 ha, gedung dan rumah jaga 0,180 ha, serta jalan pematang
saluran dan lingkungan 3,197 ha.

III.2 Sejarah

UKBAT Cangkringan BPTPB DIY berawal dari berdirinya Balai Benih


Ikan (BBI) Cangkringan pada tahun 1953 dengan luas area 0,9750 ha. Kegiatan
yang dilakukan adalah memijahkan ikan jenis mujair dengan teknik pembenihan
secara alami (tradisional) dan berlangsung sampai tahun 1967. Tahun 1977
ditemukan pemijahan ikan dengan Sistem Cangkringan. Peluasan lahan sampai
pada tahun anggaran 1997/1998 dengan luas area 7,5169 ha yang terdiri dari
kolam efektif 5,0388 ha, gedung dan rumah jaga 0,1805 ha, jalan pematang
saluran lingkungan 3,1976 ha. Tahun 2003 BBI berubah menjadi UKBAT
Cangkringan pada Balai Perekayasaan Teknologi Perikanan dan Kelautan
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tahun 2009 berubah menjadi UKBAT
Cangkringan pada Balai Pengembangan Teknologi Kelautan dan Perikanan dan
pada awal tahun 2016 nama balai berubah menjadi UKBAT Cangkringan pada
Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta (Gambar 2).
Berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 91 Tahun
2017 tentang Perubahan Kelima Tarif Retribusi Jasa Usaha, BPTPB menyediakan
sewa lahan usaha untuk penggunaan pasar ikan (Cangkringan), kemudian pada
tahun 2021 pasar ikan tersebut berubah menjadi Pasar Ikan Krido Baruno.

Gambar 2 Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan


Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta
6

III.3 Struktur Organisasi

Pembentukan organisasi BPTPB Yogyakarta didasarkan pada Peraturan


Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 61 Tahun 2018 tentang
Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi, dan Tata Kerja pada Dinas
Kelautan dan Perikanan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kegiatan
budidaya pembenihan dan pembesaran ikan nila merah nilasa Oreochromis sp.
yang dilakukan di UKBAT Cangkringan BPTPB Yogyakarta mempunyai struktur
organisasi secara berjenjang meliputi Kepala Balai, Kepala Bagian Tata Usaha,
Kepala Seksi Budidaya Air Tawar dan Kepala Seksi Budidaya Air Payau/Laut
sebagaimana bagan organisasi dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Struktur organisasi Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta

III.4 Tugas dan Fungsi

Tugas dan fungsi didasarkan pada Peraturan Gubernur Daerah Istimewa


Yogyakarta Nomor 97 Tahun 2018 tentang Rincian Tugas dan Fungsi Dinas dan
Unit Pelaksanaan Teknis Dinas pada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. UKBAT Cangkringan merupakan bagian dari
BPTPB Yogyakarta yang memiliki tugas dan fungsi dalam struktur organisasi
7

yang terdiri dari kepala UKBAT Cangkringan, koordinator dan staf UKBAT
Cangkringan.
BPTPB mempunyai tugas menyelenggarakan pengembangan teknologi
budidaya air tawar, air payau dan air laut. BPTPB mempunyai fungsi sebagai
berikut:
a. Penyusunan program balai;
b. Pelaksanaan pengembangan, dan penerapan teknologi budidaya air tawar, air
payau dan air laut ;
c. Pelaksanaan perbenihan perikanan air tawar, air payau, dan air laut;
d. Pelaksanaan pengelolaan induk ikan;
e. Penyelenggaraan ketatausahaan;
f. Penyelenggaraan evaluasi dan penyusunan laporan program Balai;
g. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan pimpinan sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
h. Balai dari kepala balai, subbagian tata usaha. seksi budidaya air tawar, seksi
budidaya air payau dan air laut, dan kelompok jabatan fungsional.

Seksi Budidaya Air Tawar mempunyai tugas melaksanakan pengembangan


dan penerapan teknologi budidaya air tawar. Untuk melaksanakan tugas tersebut
seksi budidaya air tawar mempunyai fungsi:
a. Penyusunan program seksi budidaya air tawar;
b. Pengelolaan data budidaya air tawar;
c. Pelaksanaan pengembangan dan penerapan teknologi budidaya air tawar;
d. Pelaksanaan perbenihan perikanan di air tawar;
e. Pelaksanaan pengkajian mutu benih/induk ikan air tawar;
f. Pelaksanaan perbanyakan dan pengelolaan induk pokok dan induk dasar ikan air
tawar;
g. Pelaksanaan dome
h. Sertifikasi induk/benih ikan alam air tawar;
i. Penyelenggaraan evaluasi dan evaluasi serta penyusunan laporan program seksi
budidaya air tawar.

III.5 Sumber Daya Manusia

Tenaga kerja merupakan suatu sumber daya utama yang sangat dibutuhkan
dalam suatu perusahaan dalam menjalankan kegiatan produksi agar dapat berjalan
sesuai dengan tujuan. UKBAT Cangkringan memiliki tenaga kerja dengan jabatan
dan fungsi kerja masing-masing. Jumlah sumber daya manusia pada perusahaan
ini sebanyak 15 orang. Jenjang pendidikan dan jumlah pegawai pada UKBAT
Cangkringan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Tingkat pendidikan pegawai Unit Kerja Budidaya Air Tawar
Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya
Yogyakarta
Tingkat Pendidikan SD SLTA S1
Jumlah 2 8 5
8

IV INFRASTRUKTUR DAN SARANA PRODUKSI

IV.1 Fasilitas Utama Kegiatan Pembenihan

Unit Kerja Budidaya Air Tawar (UKBAT) Cangkringan Balai


Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya (BPTPB) Yogyakarta memiliki
fasilitas utama kegiatan pembenihan. Fasilitas tersebut merupakan fasilitas yang
menjadi modal utama pada kegiatan budidaya. Fasilitas utama terdiri dari wadah
induk dan benih, wadah tandon, system penyediaan air tawar, sistem aerasi,
peralatan, dan gudang pakan

IV.1.1 Wadah Pemeliharaan dan Pemijahan Induk

Kegiatan pembenihan di UKBAT Cangkringan menggunakan wadah


pemeliharaan induk yang digunakan sekaligus sebagai wadah pemijahan. Wadah
yang digunakan adalah kolam semi permanen dengan dinding beton dan alas
tanah. Jumlah kolam induk sebar yang terdapat berjumlah 7 kolam. Terdapat 6
kolam dengan luas 495 m2 dan 1 kolam 900 m2. Total luas potensial seluruh
kolam induk adalah 3865 m2.

Gambar 4 Kolam pemeliharaan dan pemijahan Induk Unit Kerja Budidaya Air
Tawar Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan
Budidaya Yogyakarta

IV.1.2 Wadah Pemeliharaan Benih

Wadah yang digunakan untuk pemeliharaan benih di UKBAT Cangkringan


merupakan hapa (Gambar 5a) dengan luas 2 m2 yang dipasang pada kolam
tertentu. Hapa digunakan untuk tampungan panen parsial dari hasil pemijahan
beberapa kolam pijah. Wadah yang digunakan untuk pemeliharaan benih (Gambar
5b) merupakan kolam semi permanen dengan dinding beton dan alas tanah, luas
kolam 825 m2, 585 m2, 675 m2, dan 385 m2 dengan jumlah masing-masing 1 buah.
Ketinggian rata-rata kolam 1-1,1 m. Total luas kolam kegiatan pembenihan adalah
2470 m2
9

a b

Gambar 5 Wadah pemeliharaan benih Unit Kerja Budidaya Air Tawar


Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya
Yogyakarta: a) hapa tampung dan b) kolam pemeliharaan

IV.1.3 Wadah Tandon

Wadah tandon (Gambar 6) yang terdapat di UKBAT Cangkringan


merupakan wadah penampungan air yang berasal dari sumur. Air yang ditampung
digunakan untuk mengisi wadah di kolam tampung. Wadah tandon dengan luas 4
m2 dapat menampung 1050 L air dengan debit output sebesar 60 L menit-1.

Gambar 6 Tandon Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai


Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta

IV.1.4 Sistem Penyediaan Air Tawar

UK-BAT Cangkringan menggunakan aliran Sungai Opak sebagai sumber


utama penyediaan air tawar bagi kegiatan produksi. Air sungai yang mengalir
akan melewati penyaringan fisik terlebih dahulu untuk menahan sampah maupun
benda asing lainnya masuk ke aliran irigasi kolam. Selanjutnya, aliran air
melewati filter fisik kembali, yaitu melalui filter bagian tengah (Gambar 7)
dengan luas 2 m2 berjumlah enam buah beralur zig-zag, memiliki kerikil dan pasir
di dasarnya, filter berfungsi menahan sedimen untuk mencegahnya terbawa ke
aliran irigasi dalam jumlah besar yang dapat berakibat menyumbat saluran inlet.
Aliran sungai tetap dapat memenuhi kebutuhan suplai kolam-kolam produksi pada
musim kemarau maupun penghujan.
10

Gambar 7 Filter tengah Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta

IV.1.5 Sistem Aerasi

Aerasi pada kegiatan pembenihan menggunakan sistem flow trough, yaitu


air mengalir dari saluran inlet (Gambar 8a) dan dikeluarkan melalui saluran outlet
(Gambar 8b) secara terus menerus sehingga pasokan oksigen pada kolam
tercukupi. Metode ini memiliki keunggulan menjaga kestabilan air serta suplai
oksigen yang selalu tersedia.

a b
Gambar 8 Sistem aerasi Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta: a)
saluran inlet dan b) saluran outlet

IV.1.6 Peralatan

Kegiatan pembenihan menggunakan alat-alat yang masih tergolong


tradisional dan masih menggunakan tenaga manusia dalam penggunaannya.
Beberapa alat yang digunakan adalah paralon panen (Gambar 9a), kalo (Gambar
9b), ember seleksi (Gambar 9c), ember plastik (Gambar 9d), hapa (Gambar 9e),
krembeng (Gambar 9f), dan serok induk (Gambar 9g).
11

a b c d

e f
Gambar 9 Peralatan kegiatan pembenihan Unit Kerja Budidaya Air Tawar
Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya
Yogyakarta: a) paralon panen b) kalo c) ember seleksi d) ember
plastik e) krembeng dan f) serok induk

Peralatan kegiatan pembenihan di UKBAT Cangkringan memliki beragam


ukuran dan bahan. Setiap peralatan memiliki fungsi masing-masing yang
disesuaikan dengan bahan dan spesifikasinya. Peralatan kegiatan pembenihan
dapat dilihat di Tabel 2.

Tabel 2 Peralatan kegiatan pembenihan di Unit Kerja Budidaya Air Tawar


Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya
Yogyakarta
Nama Barang Bahan Spesifikasi Kegunaan
Filter Semen 14 m × 3,5 m Filter fisik air
Waring Nylon 80 × 80 Ø Menyerok benih
Nylon 80 × 80 Ø Menyerok benih
Jaring 80 × 80 Ø Menyerok induk
Nylon
Krembeng Plastik Ø 85 cm kapasitas Menampung ikan
HDPE 80 kg
Kalo Alumunium Mata Ø 3 mm Mengambil benih
Seser Halus Kain Ø 10 cm Mengambil benih
Seser Sedang Nylon 40 cm × 25 cm Mengambil benih
Seser Besar Jaring Ø 40 cm Mengambil induk
12

Lanjutan Tabel 2
Nama Barang Bahan Spesifikasi Kegunaan
Ember Seleksi Plastik Mata Ø 0,5 cm Membantu sortasi
Mata Ø 1 cm berdasarkan
ukuran
Cangkul Besi - Membalikkan
tanah
Membuat kamalir
Mengeluarkan
sedimen
Pasak Hapa Besi Panjang 10 cm Menahan hapa
Sorok Kayu Tinggi 1,5 m Meratakan dan
membalikkan
tanah
Ember Besi Volume 10 L Wadah
pemanenan larva
Ember Plastik Volume 10 L Wadah membawa
pakan
Wadah panen
larva
Piring Plastik Ø 20–25 cm Alat bantu
memberi pakan

Penggaris Besi 60 cm Mengukur ikan


atau benda
lainnya
Saringan Teh Plastik Ø 1 mm Mengambil benih
yang di Sampling
Timbangan Digital Alumunium Kapasitas 50 kg Mengukur massa
ikan atau bahan
kegiatan
Selang Aerasi Plastik Ø 1 cm Menyalurkan
oksigen
Batu Aerasi Batu 3 cm Mengeluarkan
gelembung
oksigen
Kran Aerasi Plastik On-off aerasi
Gerobak Roda 1 Besi Kapasitas 150 kg Membawa pupuk
atau kapur
Pemotong Rumput Besi Merk Honda Memotong
rumput
Paralon Berlubang Plastik Lubang Ø 1 cm Penahan benih di
outlet
13

IV.1.7 Gudang Pakan

Terdapat tiga gudang pakan di UK-BAT Cangkringan, gudang pakan utama


(Gambar 10), gudang pakan utara, gudang pakan Sektor F, dan gudang pakan
selatan. Gudang pakan utama berfungsi menyimpan stok pakan dalam jangka
waktu yang lama. Gudang pakan utara, Sektor F, dan selatan berfungsi
menyimpan stok pakan dalam jangka waktu lebih pendek serta memudahkan
pekerja untuk memberikan pakan karena lokasinya yang lebih dekat dengan
kolam produksi dan dapat diakses setiap hari.

Gambar 10 Gudang pakan utama Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan
Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta

IV.2 Fasilitas Pendukung Kegiatan Pembenihan

IV.2.1 Lahan Parkir

UKBAT Cangkringan memiliki lahan parkir (Gambar 11) bagi karyawan


dan kendaraan unit. Lahan parkir merupakan bangunan beratap yang ditujukan
untuk melindungi kendaraan. Luas lahan tersebut adalah 42 m2.

Gambar 11 Lahan parkir Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta

IV.2.2 Kantor Unit

Kantor unit (Gambar 12) memiliki luas bangunan 228 m2. Kantor UKBAT
Cangkringan terdiri dari ruang penyimpanan, ruang administrasi, ruang kepala
unit, ruang tamu, kamar mandi, serta teras. Kantor unit memiliki posisi strategis,
14

berada di tengah jalur mobilisasi, yang memudahkan karyawan untuk


berkoordinasi maupun sebagai tempat menjamu tamu dan konsumen.

Gambar 12 Kantor Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai


Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta

IV.2.3 Ruang Istirahat

Ruang istirahat karyawan (Gambar 13) UKBAT Cangkringan memiliki luas


30 m2. Di dalamnya terdapat ruang ganti, area istirahat, serta tempat penyimpanan
barang. Peralatan dapur di dalamnya dapat dimanfaatkan oleh karyawan selama
istirahat pada hari kerja. Papan-papan informasi rekapitulasi data produksi
maupun rencana kegiatan produksi unit tersedia di ruangan ini.

Gambar 13 Ruang istirahat Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta

IV.2.4 Alat Transportasi

Alat tranportasi untuk pengangkutan selama kegiatan pembenihan maupun


pembesaran adalah motor pick-up (Gambar 14) dan mobil pick-up. Masing-
masing berjumlah satu buah. Mobil digunakan untuk pengangkutan jarak jauh,
sedangkan motor digunakan untuk transportasi dalam lingkup unit.
15

Gambar 14 Motor pick-up Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta

IV.2.5 Aerasi Bangsal

Aerasi diberikan saat benih berada di kolam bangsal penampungan. Aerasi


diberikan karena wadah kolam penampungan berdimensi lebih kecil dengan padat
tebar lebih tinggi saat terisi oleh ikan yang telah dipanen dan akan dijual. Aerasi
pada bangsal menggunakan Hi-blow (Gambar 15).

Gambar 15 Hi-blow bangsal Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta

IV.3 Fasilitas Utama Kegiatan Pembesaran

IV.3.1 Wadah Pemeliharaan

Wadah pemeliharaan kegiatan pembesaran UKBAT Cangkringan (Gambar


16), yang ditujukan untuk memelihara benih calon induk, berjumlah enam unit
kolam dengan luas 551 m2, empat unit kolam dengan luas 368 m2, dan kolam
dengan luas 285 m2, 264 m2, 406 m2, dan 528 m2 dengan jumlah masing-masing
satu unit. Total luas potensial kolam pembesaran adalah 6.260 m2.
16

Gambar 16 Kolam pemeliharaan benih calin ikan nila merah Oreochromis sp. di
Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan
Teknologi Perikanan BudidayaYogyakarta

IV.3.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam kegiatan pembesaran memiliki spesifikasi


yang sama dengan peralatan pada kegiatan pembenihan. Kegiatan pembesaran
menggunakan alat-alat yang masih tergolong tradisional dengan tenaga
pengoperasian oleh manusia. Alat yang digunakan adalah krembeng, pasak,
ember, piring, dan timbangan. Berikut merupakan tabel berisi peralatan beserta
spesifikasinya pada kegiatan pembesaran.

Tabel 3 Peralatan kegiatan pembesaran di Unit Kerja Budidaya Air Tawar


Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan
BudidayanYogyakarta
Nama Barang Bahan Spesifikasi Kegunaan
Filter Semen 14 m × 3,5 m Filter fisik air
Waring Nylon 80 × 80 Menyerok ikan
Krembeng Plastik HDPE Ø 85 cm kapasitas Menampung ikan
80 kg
Kalo Alumunium Mata Ø 3 mm Mengambil ikan
Seser Halus Kain Ø 10 cm Mengambil ikan
Seser Sedang Nylon 40 cm × 25 cm Mengambil ikan
Cangkul Besi - Membalikkan tanah
Membuat kamalir
Ember Plastik Volume 10 L Wadah Pakan benih
Pasak Hapa Besi Panjang 10 cm Menahan hapa
Penggaris Besi 60 cm Mengukur ikan atau
benda lainnya
Piring Plastik Ø 20–25 cm Alat bantu memberi
pakan
Paralon Plastik Mata Ø 1,5 cm Penahan ikan di
outlet
Timbangan Alumunium Kapasitas 50 kg Mengukur massa
ikan atau bahan
17

IV.3.3 Gudang Pakan dan Gudang Alat

Gudang pakan selatan (Gambar 17a) yang menjadi tempat penyimpanan


pakan untuk kegiatan pembesaran sektor selatan memiliki luas 25 m2, dan gudang
alat (Gambar 17b) dengan luas 47 m 2, sedangkan untuk pembesaran sektor utara
menggunakan gudang yang sama dengan pembenihan dan ruang penyimpanan
bangunan kantor. Lokasi-lokasi penyimpanan pakan dimaksudkan untuk
mempermudah pemberian pakan.

a b
Gambar 17 Gudang pakan Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta: a)
Gudang Pakan Selatan dan b) Gudang Alat Selatan
18

V KEGIATAN PEMBENIHAN

V.1 Pemeliharaan dan Pemijahan Induk


Pemeliharaan dan pemijahan induk di Unit Kerja Air Tawawr Cangkringan
Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta menggunakan
wadah yang sama. Kegiatan diawali dengan persiapan wadah hingga pemanenan
yang membutuhkan waktu sembilan minggu. Pola tanam kegiatam pemijahan
dapat dilihat pada Lampiran 1.

V.1.1 Persiapan Wadah Induk

Persiapan wadah merupakan kegiatan yang mengawali pemeliharaan ikan.


Persiapan wadah harus dilakukan sebaik mungkin untuk menghindari adanya
kendala selama pemeliharaan. Persiapan wadah yang tidak baik dapat
meningkatkan potensi masuknya hama dan penyakit ke dalam lingkungan
budidaya.
Pengeringan kolam semi permanen dengan luas 500 m2. Kolam memiliki
dasar tanah. Dasar tanah pada kolam juga disesuaikan dengan karakteristik ikan
nila jantan yang membuat sarang cekung untuk memijah. Dasar tanah diratakan
terlebih dahulu menggunakan sorok, kemudian dibiarkan mengering dengan
bantuan sinar matahari hingga retak saat curah hujan rendah, namun saat musim
penghujan seringkali tanah tidak sampai retak. tanah tampak retak. Pengeringan
dilakukan dengan bantuan matahari bertujuan untuk mengoksidasi bahan organik
yang yang terkandung di dalam tanah.
Setelah kolam digunakan sebanyak empat siklus, pengeringan dilakukan
selama satu hingga dua hari, kemudian tanah diberikan kapur untuk menetralisir
pH, kemudian dilanjutkan pengeringan selama satu hari. Saat tidak dilakukan
pengapuran, tanah akan dikeringkan selama 3–4 hari. Pengapuran dilakukan
dengan tujuan untuk meningkatkan pH serta membunuh patogen dan hama.
Pengapuran dilakukan menggunakan kapur tohor dengan dosis 50–100 g m-2.
Pengapuran dilakukan secara manual dengan cara menerbarkan kapur dengan
merata ke seluruh dinding dan dasar kolam (Gambar 18). Jumlah kapur tohor
yang digunakan pada kolam berukuran 400 m 2 sebanyak 24 kg menggunakan
dosis 60 g m-2. Pengisian air melalui saluran inlet, diisi hingga ketiggian 70–90 cm
selama 1–2 hari, kemudian akan didiamkan selama hari. Total persiapan wadah
induk membutuhkan waktu maksimal tujuh hari.
19

Gambar 18 Pengapuran kolam ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di Unit
Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan
Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta

V.1.2 Seleksi dan Penebaran Induk

Induk nila jantan dan betina dapat dibedakan dengan melihat morfologisnya.
Induk jantan memiliki tubuh yang lebih ramping, memipih, membulat bervolume
dengan warna lebih cerah dibandingakan betina, serta bibir melebar. Induk betina
memilikir tubuh lebih kecil, bervolume, memanjang, dengan warna lebih pucat
dibandingkan jantan, serta bibir meruncing. Organ genital pada jantan (Gambar
19a) runcing menonjol, sedangkan pada betina (Gambar 19b) berbentuk bulat
cekung.

a b
Gambar 19 Organ genital induk Oreochromis sp. nilasa di Unit Kerja Budidaya
Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan
Budidaya Yogyakarta: a) jantan dan b) betina

Seleksi induk (Gambar 20) merupakan proses penting dalam pemijahan. Di


UK-BAT Cangkringan, seleksi induk dilakukan dengan memeriksa kematangan
gonad induk secara manual. Pemeriksaan kematangan gonad pada induk betina
dilakukan dengan cara meraba perut yang melunak dan melihat lubang urogenital
yang berwarna merah menandakan induk siap memijah. Induk jantan diperiksa
dengan memeriksa kelengkapan tubuh, tidak ada kecacatan tubuh, dan bobot yang
telah mencapai bobot minimum.
20

Gambar 20 Kegiatan seleksi induk ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di
Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan
Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta

Induk yang ditebar merupakan induk nila merah strain nilasa grade parent
stock yang merupakan hasil keturunan dari pemuliaan UKBAT Cangkringan.
Jumlah induk yang terdapat di UKBAT Cangkringan sebanyak delapan paket
dengan 2640 ekor betina dan 840 ekor jantan. Ukuran induk betina yang ditebar
memiliki kriteria bobot antara 200–300 g dan induk jantan 250–400 g dengan
umur diatas sepuluh bulan untuk indukan benih sebar, telah selesai masa breeding,
tidak cacat dan tidak sakit. Induk yang telah melalui seleksi dapat diangkut
menggunakan krembeng dengan metode pengangkutan terbuka oleh pekerja
(Gambar 21).

Gambar 21 Pengangkutan induk ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di Unit
Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan
Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta

Induk langsung ditebar di kolam dengan kepadatan maksimal 1 ekor m-2


dengan rasio tebar satu jantan dan tiga betina setiap pasang. Penebaran dilakukan
dalam satuan paket yang terdiri dari 100 jantan dan 300 betina untuk satu paket.
Salah satu kolam dengan luas 900 m2 dapat menampung dua paket induk. Selama
kegiatan PKL, pada satu kolam berukuran 495 m2, yaitu kolam C9, ditebar 103
ekor jantan dan 265 ekor betina. UKBAT Cangkringan memiliki 6 kolam induk
dengan luas 495 m2 dan 1 kolam 900 m2. Setelah ditebar, induk akan berenang
lebih lambat dan kurang aktif akibat adaptasi setelah proses panen dan
pengangkutan. Nafsu makan induk akan menurun sehingga induk diberi pakan
setelah 24 jam.
21

V.1.3 Pemberian Pakan Induk

Pakan induk yang digunakan merupakan pelet terapung berwarna coklat


dengan ukuran 3–4 mm buatan Japfa Comfeed SPLA-12 (Gambar 22) produksi
PT. Suri Tani Pemuka dengan kadar protein 32-34%, lemak min. 8%, serat kasar
maks. 4,5%, abu maks. 11%, dan kadar air maks. 12%. Setiap karung dengan
berat 30 kg seharga Rp280,000,00.

Gambar 22 Pakan induk ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di Unit Kerja
Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi
Perikanan Budidaya Yogyakarta

Pakan diberikan dengan metode hand feeding. Frekuensi pemberian pakan


dua kali sehari, diberikan pada pagi dan siang hari jam 09.00-11.00 dan 13.00-
14.00. Pemberian pakan dengan dosis 2–3% bobot hari-1 (SNI. 2009). Kebutuhan
pakan harian dihitung menggunakan feeding rate (FR) 2% dari biomassa.
Pemberian dihitung menggunakan penimbangan sample pakan dalam satu piring
menggunakan timbangan digital, yaitu 300 g. Jumlah pakan yang diberikan di
kolam C9 adalah 1,6 kg hari-1 untuk biomassa 84 kg.
Induk diberikan stimulan pada awal pemeliharaan untuk membantu
kematangan gonad. Stimulan diberikan dengan dicampur pakan. Campuran untuk
stimulan adalah Egg Stimulant, Boster Protect Plus, Boster Premix Aquavit, dan
Progol (Gambar 23). Dosis yang diberikan masing-masing 100 g untuk tiga
kilogram pakan. Pemberian ini ditujukan untuk menyamaratakan kematangan
gonad, membantu metabolisme, dan meningkatkan daya tetas telur.

Gambar 23 Stimulan induk Oreochromis sp. nilasa di Unit Kerja Budidaya Air
Tawar Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan
Budidaya Yogyakarta
22

Induk diberikan pakan mendekati atau di sekitar inlet untuk menghindari


pakan tidak termakan karena terbawa arus ke outlet. Ikan akan sangat responsive
dengan nafsu makan tinggi saat cuaca dengan intensitas matahari yang cukup
terik, sehingga dapat diberikan pakan dengan takaran penuh. Ikan diberikan pakan
sebanyak 50–60% dari pemberian normal pada cuaca mendung dengan intensitas
matahari yang sedikit maupun saat mendekati waktu hujan, hal tersebut dilakukan
untuk mencegah pemuntahan pakan akibat hujan ataupun pakan tidak termakan.

V.1.4 Pemijahan Induk

Pemijahan di UK-BAT Cangkringan menggunakan teknik pemijahan alami


secara massal. Induk jantan akan membuat sarang cekung berdiameter 20–30 cm
(Gambar 23a). Proses percumbuan jantan dan betina ditandai dengan proses
pengejaran induk betina oleh induk jantan. Betina yang telah siap memijah
kemudian akan mendiami sarang yang telah dibuat induk jantan. Induk betina
akan mengeluarkan telur saat jantan mendatangi sarang, kemudian jantan akan
mengeluarkan sperma, proses inilah yang disebut pemijahan. Ikan jantan akan
memijah beberapa kali dalam satu siklus, dapat terjadi dengan induk betina yang
sama ataupun berbeda. Proses pemijahan alami pada suhu air berkisar 25–30 ˚C,
tingkat keasaman (pH) 6,5–8,5, dan ketinggian air 0,6–1 m (SNI. 2009).
Ikan nila bersifat parental care, induk betina merupakan mouth breeder
(Gambar 23b). Ikan nila akan memijah lebih sering memijah pada musim
penghujan. Secara alami ikan nila dapat memijah 6–7 kali dalam setahun. Ikan
nila umumnya dapat memijah dua bulan sekali (Fraciliyani 2017). Menurut SNI
(2009), fekunditas induk nila 200 butir setiap 100 g bobot induk betina. Setelah
ovulasi dan spermiasi induk betina akan menyedot telur dan mengerami telur di
mulutnya. Saat mengerami telur, bagian dalam mulut induk betina akan terlihat
membesar dan akan mengeluarkan larva setelah larva menetas. Larva akan
menetas setelah 10–14 hari sejak pemijahan.

a b
Gambar 24 Pemijahan induk ikan nila merah Oreochromis sp. di Unit Kerja
Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi
Perikanan Budidaya Yogyakarta: a) sarang induk dan b) induk
betina mengerami telur
23

V.1.5 Pengelolaan Kualitas Air dan Pemeliharaan Induk

Air merupakan media budidaya yang memiliki peran terpenting terhadap


keberlangsungan hidup dan kualitas ikan nila. Air pada kolam budidaya harus
terkontrol dan keadaannya harus dapat menunjang kehidupan ikan budidaya.
Pertumbuhan dan perkembangan ikan sangat bergantung pada kualitas air.
Pengukuran dan pemeriksaan kualitas air merupakan upaya untuk mengelola
kualitas air. Pengelolaan yang dilakukan di UKBAT Cangkringan adalah
monitoring ketinggian air dan pengecekan kualitas air.
Monitoring ketinggian air dilakukan secara visual. Mendekati hari ke-10 air
akan mulai disurutkan hingga ketinggian 50–60 cm untuk mempermudah
pemanenan larva. Ketinggian air terus diperhatikan agar tidak mengganggu
aktivitas ikan dan mengoptimalisasi kinerja pemanenan larva. Suhu optimal
pemeliharaan ikan nila berkisar antara 22–29 oC (Mjon dan Kurt 2010), sedangkan
untuk pemijahan 22–37 oC (Ahmad dan Sri 2018). DO optimal pemeliharaan ikan
nila >4 mg L-1 (Pramleonita et.al 2018). Standar baku mutu air PP No 82 tahun
2001 (kelas II), kisaran TDS untuk kegiatan budidaya ikan yaitu 1 g L-1. Rentang
aman untuk pH berada pada angka 6,5–8,5 (SNI 2009). Kekeruhan maksimal
untuk pemeliharaan nila maksimal 50 NTU (Suyanto 2010).
Pengecekan kualitas air yang dilakukan setiap 7–14 hari sekali. Pengecekan
menggunakan alat automatic water quality checker merk Haribo dengan cara
mencelupkan sensor alat, data kualitas air akan ditampilkan di display alat
(Gambar 25). Data yang telah diperoleh kemudian dibandingkan dengan standar
baku mutu untuk melihat kelayakan air pada kolam. Berikut merupakan hasil
pengukuran kualitas air pada kolam induk benih sebar UK-BAT Cangkringan
(Tabel 4).

Tabel 4 Kualitas air kolam induk di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan
Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta
Parameter Hasil Pengukuran
Suhu 26,16–29,35 oC
DO 6,21–6,90 mg L-1
pH 7,36–7,47
TDS 0,12–0,15 g L-1
Kekeruhan 3,90–18,87 NTU

Pengecekan kualitas air dilakukan di tiga titik, yaitu inlet, outlet, dan sisi
tengah kolam. Pengecekan dilakukan antara jam delapan dan jam sepuluh pagi.
Pengecekan dilakukan dengan didampingi karyawan UKBAT Cangkringan.
24

a b
Gambar 25 Monitoring kualitas air kolam induk di Unit Kerja Budidaya Air
Tawar Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan
Budidaya Yogyakarta: a) alat water quality checker dan b) kegiatan
pengukuran kualitas air

V.1.6 Pencegahan Hama dan Penyakit

Pencegahan hama dilakukan dengan pemotongan rumput pematang dan


penebalan dinding kolam. Hal ini ditujukan agar hama ular maupun serangga
tidak dapat bersembunyi di rerumputan dan tidak mudah masuk ke kolam
budidaya. Pencegahan hama dapat dilakukan pada tahap persiapan kolam.
Kegiatan pencegahan hama dan penyakit di UKBAT Cangkringan tidak
menggunakan zat-zat racun hama. Pemberantasan hama dilakukan diawal
persiapan wadah budidaya, sebelum meratakan tanah. Kerang-kerangan (Gambar
26) dan kepiting adalah hama yang paling sering dijumpai dan terdapat pada
kolam, hama dikumpulkan secara manual kemudian dibuang atau dikumpulkan
oleh masyarakat untuk diberikan sebagai pakan ternak.

Gambar 26 Hama kerang-kerangan di Unit Kerja Budidaya Air Tawar


Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya
Yogyakarta

V.2 Pemanenan Larva

Pemanenan larva di Unit Kerja Air Tawawr Cangkringan Balai


Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta dilakukan secara
parsial dan total. Kegiatan dimulai dari penyurutan kolam induk, panen parsial,
25

penyurutan kolam total, dan panen total. Larva yang dipanen secara parsial akan
ditampung di hapa tamping terlebih dahulu sebelum ditebar di kolam
pemeliharaan benih.

V.2.1 Persiapan Pemanenan Larva

Persiapan pemanenan larva diawali dengan pemasangan hapa di tepi salah


satu kolam. Hapa yang digunakan adalah hapa khusus larva, berukuran 2 m 2,
berwarna hijau dengan diameter luas hapa <2 mm. hapa yang telah dipasang akan
digunakan untuk menampung larva yang telah dipanen parsial selama 5 hari
sebelum ditebar di kolam pemeliharaan benih.

Gambar 27 Hapa tampung larva di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan
Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta

V.2.2 Pemanenan Larva

Kolam akan disurutkan secara bertahap sejak hari ketujuh sejak penebaran
induk. Kolam dikungari volumenya dengan cara mengecilkan debit air masuk
mealui inlet, inlet akan dihalangi oleh batu untuk menyesuaian debit air yang
masuk. Kolam disurutkan hingga ketinggian air 50–60 cm. Hal ini dilakukan
untuk mempermudah karyawan memonitoring dan menangkap larva. Monitoring
dilakukan pada pagi hari sebelum kegiatan dan setelah kegiatan saat melewat
perjalanan menuju kolam yang akan dipanen maupun monitoring mandiri.
Larva ikan nila berada di kolam yang sama dengan induk. Larva akan
bergerombol secara alami. Larva berpotensi dimakan oleh induk maupun hama,
karena itu dilakukan penyerokan larva sejak hari ke- 10 ataupun saat pengontrolan
kolam telah terlihat gerombol larva. Larva yang muncul dan berenang ke
permukaan air diamati setiap hari dan biasanya larva pertama kali muncul pada
hari ke-10 sampai hari ke-15. Larva yang terlihat pada hari tersebut akan dipanen
secara parsial setiap hari. Dalam sehari panen akan dilakukan sebanyak satu
hingga kali, pada pagi dan siang hari. Hal ini dilakukan karena induk tidak
mengeluarkan larva dalam satu waktu, sehingga diperlukan penyerokan bertahap.
Pemanenan dilakukan menggunakan waring larva berbahan kain dengan
diameter lubang waring 2 - 3 mm. Penyerokan dilakukan dengan mengelilingi tepi
kolam. Larva yang telah diserok akan ditampung di dalam ember telebih dahulu,
kemudian akan dipindahkan ke hapa larva yang sebelumnya telah dipasang.
Penebaran larva ke hapa menggunakan ember seleksi untuk larva dengan diameter
26

0,5–1,0 cm. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah persaingan larva dengan
sortasi sesuai ukuran. Larva yang berukuran lebih besar akan dipisahkan untuk
masuk ke kolam yang berbeda.

Gambar 28 Pemanenan parsial larva di Unit Kerja Budidaya Air Tawar


Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya
Yogyakarta

Panen total dilaksanakan setelah enam minggu pemeliharaan. Pemanenan


dilakukan bersamaan dengan pemindahan induk ke kolam. Pemanenan diawali
dengan menutup inlet dan membuka pintu air outlet dan menempatkan filter kasa
besi pada pintu air. Kemudian, akan dibentangkan hapa benih di ujung outlet
untuk menghalangi benih terbawa arus keluar. Setelah air mencapai ketinggian
10–15 cm, induk akan diserok telebih dahulu menggunakan waring induk.
Kemudian induk akan di letakkan di hapa tampungan induk di kolam tujuan
pindah induk. Setelah kolam surut dan benih berkumpul di kamalir yang telah
dibuat menggunakan cangkul, larva akan diserok menggunakan waring dan
dipindahkan ke hapa tampung.
Satu ekor induk betina ikan nilasa dengan bobot 220 g dapat menghasilkan
telur sebanyak 1366 butir dengan bobot telur fertil 10 g. Jumlah telur didapatkan
dengan cara menangkap induk betina yang mengerami telur kemudian membuka
mulut induk dan telur ditampung di wadah. Menurut SNI (2009), fekunditas induk
nila sebanyak 200 butir setiap 100 g bobot induk betina. Tingkat fertilisasi induk
nila merah nilasa berada pada presentase 97% dengan jumlah 1327 butir telur
berdiameter 2,0–2,5 mm. Menurut Nainggolan et al. (2015), telur yang tidak
dibuahi berwarna putih keruh. Hatching rate induk di UKBAT Cangkringan
adalah 73% dengan jumlah 969 ekor larva tetas. Penghitungan dilihat pada
Lampiran 14.
Produktivitas kolam UKBAT Cangkringan dengan luas 400 m 2 adalah
102.714 ekor larva. Angka produktivitas tersebut didapatkan dengan menghitung
jumlah penyerokan kumpulan larva dalam satu siklus, didapatkan presentase ikan
betina yang memijah sebanyak 40%. Di kolam C9 jumlah ikan betina yang
memijah sebanyak 106 ekor. Penghitungan dilihat pada Lampiran 15.
27

a b

c
Gambar 29 Kegiatan pemanenan benih ikan nila merah nilasa Oreochromis sp.
nilasa di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta: a)
waring benih b) pemanenan benih dan c) sortasi benih

V.3 Pemeliharaan Benih

Pemeliharaan benih di Unit Kerja Air Tawawr Cangkringan Balai


Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta menggunakan wadah
yang sama. Kegiatan diawali dengan persiapan wadah hingga pemanenan yang
membutuhkan waktu lima minggu. Pola tanam kegiatam pemijahan dapat dilihat
pada Lampiran 2.

V.3.1 Persiapan Wadah Pemeliharaan

Wadah yang digunakan untuk memelihara benih merupakan kolam semi


permanen dengan dinding beton dan dasar tanah. Kolam memiliki ukuran 385 m2.
Hama seperti kekerangan dikeluarkan dari dalam kolam diawal persiapan,
kemudian dasar kolam diratakan menggunakan sorok. Kolam dikeringkan selama
satu hingga dua hari, kemudian diberikan kapur tohor (CaO) untuk menetralisir
pH. Kapur tidak selalu diberikan setiap persiapan kolam, biasanya dilakukan
setelah kolam digunakan sebanyak empat siklus dalam kondisi normal.
Pengapuran dilakukan menggunakan kapur tohor dengan dosis 60 g m-2. Kolam
dengan luas 400 m2 membutuhkan CaO sebanyak 24 kg.
Pemupukan bertujuan untuk meningkatkan kesuburan kolam, sehingga
tumbuhan air ataupun biota air dapat tumbuh dengan baik sebagai pakan alami
28

bagi ikan (Isami et al. 2017). Setelah pengapuran, kolam diberikan pupuk
kandang menggunakan kotoran puyuh dengan dosis 300 g m-2 dan daun
kleresede/gamal (Gliricidia sepium) dengan dosis 100–150 g m-2. Total
penggunaan pupuk untuk persiapan wadah adalah 120 kg. Tahap pemupukan
dapat langsung dilakukan setelah pengeringan, setelah pemberian pupuk,
dilakukan pegeringan kembali selama satu hari, kemudian dilanjutkan dengan
pengisian air hingga ketinggian 80–90 cm, kemudian didiamkan hingga 7–14 hari
sejak pengeringan kolam. Selama tahap pengisian air dilakukan juga pengamatan
pakan alami secara visual dan jika pakan alami belum optimal dilakukan
pemupukan susulan menggunakan pupuk kendang dengan dosis 30–50% dari
dosis awal.

a b
Gambar 30 Pemupukan di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta: a)
pupuk kotoran ayam dan b) pemupukan menggunakan kotoran ayam
dan daun kleresede

V.3.2 Penebaran Benih

Penebaran benih dilakukan setelah empat hingga lima hari benih ditampung
di hapa. Benih yang ditebar telah mengalami penurunan jumlah akibat kematian
selama berada di hapa tampung. Penebaran dilakukan pada pagi ataupun
menjelang sore untuk mencegah stress.
Benih diSampling terlebih dahulu untuk mendapatkan data awal tebaran.
Sampling dilakukan menggunakan kalo dan gelas ukur. Benih yang telah
diSampling kemudian dibawa menggunakan ember untuk ditebar ke kolam
pemeliharaan. Aklimatisasi dilakukan sebelum menebar untuk mencegah stress.
Penebaran dilakukan dengan menenggelamkan dan memiringkan ember secara
perlahan. Padat penebaran benih di UKBAT Cangkringan adalah 200–300 ekor
m-2, hal tersebut telah sesuai dengan standar SNI penebaran standar ikan nila,
yaitu 200–500 ekor m-2.
29

Gambar 31 Sampling penebaran benih di Unit Kerja Budidaya Air Tawar


Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya
Yogyakarta

V.3.3 Pemberian Pakan

Pemberian pakan beniih di berika pertama kali sehari setelah ditebar. Hal ini
dilakukan karena benih masih beradaptasi setalah ditebar. Pemberian pakan
dilakukan menggunakan pakan tepung buatan, yaitu Pakan Udang Vannamei
Starter PV-0 berbentuk tepung dengan kadar protein minimal 38%, kadar air
maksimal 12%, lemak minimal 6,5%, serat kasar maksimal 3%, dan abu
maksimal 12%. Pakan tersebut merupakan produk Japfa Comfeed buatan PT Suri
Tani Pemuka. Pakan dibarikan sesuai dengan ukuran bukaan mulut dari benih.
Pemberian pakan dilakukan dengan metode restricted dengan jumlah
pemberian pakan harian sebanyak 800–850 g. Frekuensi pemberian pakan adalah
sehari sebanyak tiga kali, yaitu pagi, siang, dan sore. Pakan yang diberikan pada
tujuh hari pertama menggunakan pakan tepung yang dicampur dengan air, pada
hari ketujun dilakukan overlapping dengan pakan kering hingga pemeliharaan hari
ke-20. Pakan diberikan secara manual menggunakan tangan dengan mengelilingi
pinggir kolam menghindari outlet, terutama pada titik-titik gerombol benih.
Pemberian pakan selama satu siklus mengasilkan FCR 0,8.

a b c
Gambar 32 Pakan benih di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta: a)
karung pakan tepung b) pakan tepung c) pemberian pakan
30

V.3.4 Monitoring Kualitas Air

Kegiatan monitoring kualitas air pada pemeliharaan benih di UK-BAT


Cangkringan dilakukan secara visual dan menggunakan alat. Monitoring secara
visual dilakukan setiap hari. Pengecekan dilakukan dengan pengamatan parameter
warna air, debit air masuk dan keluar, mengecek keberadaan gulma maupun benda
asing lainnya yang terlihat di kolam pemeliharaan.
Monitoring dilakukan menggunakan alat sestiap 10-14 hari sekali. Alat yang
digunakan merupakan automatic water quality checker (WQC) dengan merk
Haribo. Parameter kualitas air yang diukur adalah oksigen terlarut (DO), suhu,
pH, total padatan terlarut (TDS), dan kekeruhan. Berikut merupakan hasil
pengukuran kualitas air pada kolam pemeliharaan benih menggunakan WQC.

Tabel 5 Kualitas air kolam pemeliharaan benih di Unit Kerja Budidaya Air Tawar
Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya
Yogyakarta
Parameter Hasil Pengukuran
Suhu 27,61–29,07 oC
DO 5,1–6,1 mg L-1
pH 7,2-–,3
TDS 0,16–2,57 g L-1
Kekeruhan 5,30–5,45 NTU

Gambar 33 Kegiatan pengukuran kualitasa air kolam benih di Unit Kerja


Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi
Perikanan Budidaya Yogyakarta

V.3.5 Pencegahan Hama dan Penyakit

Pencegahan hama dan penyakit pada kegiatan pemeliharaan benih di


UKBAT Cangkringan dilakukan dengan melakukan persiapan wadah yang baik.
Hama dari kolam dikeluarkan saat panen maupun sebelum persiapan wadah, hama
yang biasanya terdapat adalah keong sawah Pila sp., kijing Pilsbryoconcha exilis,
ikan mujair Oreochromis mossambicus. Pengolahan dasar tanah dan kolam
selama persiapan wadah sangat menentukan kelangsungan pemeliharaan.
Sistem flow trough pada pengairan kolam membantu menjaga
keseimbangan senyawa dan zat terkandung pada kolam budidaya. Monitoring
kualitas air juga menjadi salah satu cara mencegah penyakit, kualitas air yang
31

buruk dapat memicu penyakit secara horizontal (Rahmanignsih 2018). Monitoring


dapat menjadi acuan pengolahan kualitas air guna mencegah terjadinya stress
pada ikan akibat lingkugan yang tidak mendukung. Lingkungan dan media
budidaya yang buruk dapat memicu penyakit infeksius maupun non-infeksius
(Rahmanignsih 2018).
Salah satu pencegahan penyakit adalah melakukan sortasi ikan. Ikan yang
sehat, tanpa luka, dan tanpa gejala maupun tanda penyakit yang dapat masuk ke
kolam pemeliharaan. Hal ini dapat mencegah bibit penyakit menyebar dari
individu carrier sehingga dapat menginfeksi perairan dan individu lain. Ikan yang
memiliki gejala dan terlihat sakit akan langsung dibuang agar tidak menyebar ke
ikan sehat lainnya.
Pencegahan masuknya biota lain ke dalam lingkungan budidaya merupakan
salah satu cara pencegahan hama (Rahmanignsih 2018). Hal tersebut dilakukan
dengan cara memotong rumput pematang dan lingkugan sekitar UKBAT
Cangkringan agar hama tidak dapat bersembunyi di rerumputan. Hama yang
ditemuak selama kegiatan PKL adalah ular.

Gambar 34 Alat pemotong rumput di Unit Kerja Budidaya Air Tawar


Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya
Yogyakarta

V.3.6 Sampling Pertumbuhan dan Penyortiran

Sampling pertumbuhan pada benih dilakukan saat penebaran dan selama


pemeliharaan, yaitu setiap tujuh hari. Sampling dilakukan sebagai pencatatan
pertumbuhan benih. Pencatatan yang dilakukan adalah hasil pengukuran bobot
dan panjang benih. Sampling dilakukan pada pagi hari untuk menghindari benih
yang terlalu stress pada saat kegiatan Sampling.
Sampling dilakukan dengan cara menyerok benih dari beberapa titik tepi
kolam. Alat yang digunakan untuk menyerok adalah waring, kalo, dan ember.
Penyerokan benih dilakukan hingga jumlah benih minimal 30 ekor untuk
pengukuran. Kegiatan pengukuran dilakukan di dalam ruangan bangunan
hatchery ikan wader. Ember berisi benih diberikan aerasi untuk mencegah benih
stress dan mati. Ember lain yang telah diisi air dan diberikan aerasi disiapkan
untuk menampung benih yang telah diukur.
Pengukuran menggunakan penggaris dan timbangan digital. Jumlah bennih
yang diSampling 30 ekor. Benih yang telah diukur dan dicatat pertumbuhannya
langsung ditebar kembali ke dalam kolam pemeliharaan. Hasil Sampling benih
terlampir pada Lampiran 6. Diperoleh laju pertumbuhan harian (LPH) sebesar
32

0,01 g hari-1 dan laju pertumbuhan spesifik (LPS) sebesar 12,3% hari-1 dengan
bobot dan panjang benih panen masing-masing sebesar 0,21 g dan 2,5 cm.

a b
Gambar 35 Kegiatan pengukuran pertumbuhan benih ikan nila Oreochromis sp.
nilasa di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta: a)
Sampling bobot dan b) Sampling panjang

V.3.7 Pemanenan dan Pengepakan Benih

Pemanenan dilakukan setelah pemeliharaan selama 21 hari. Benih dipanen


dengan ukuran 2–3 cm dengan bobot rata-rata 0,2 g. Benih dipanen pada pagi
hari, kemudian ditampung terlebih dahulu di kolam tamping, dan dikemas pada
siang atau sore hari.
Benih diberok terlebih dahulu selama 12 jam sebelum dipanen.. Pemanenan
dilakukan dipagi hari dengan menyurutkan kolam dan menyerok benih setelah
berkumpul di kamalir buatan. Penyurutan kolam diawali dengan penutupan inlet
dan dibukanya outlet. Pintu outlet dibuka dengan mengeluarkan pasir yang
menghambat debit air, kemudian pintu outlet diangkat. Hapa benih dipasang di
depan pintu outlet untuk mencegah terbawanya benih ke saluran outlet.

a b
Gambar 36 Proses persiapan panen benih di Unit Kerja Budidaya Air Tawar
Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya
Yogyakarta: a) penyurutan kolam dan b) pembuatan kamalir

Hapa tampung berukuran 2 m2 dipasang di kolam lain bersamaan dengan


proses penyurutan. Kamalir akan dibuat dari ujung sisi inlet hingga pintu air
33

outlet setelah air yang mencapai ketinggian 60–70 cm. Kamalir dibuat
menggunakan cangkul karena dasar kolam berupa tanah. Benih yang telah diserok
menggunakan waring akan diambil menggunakan kalo dan diletakkan ke dalam
krembeng berisi air 25 L yang telah disiapkan selama penyurutan kolam. Air yang
dimasukkan ke dalam krembeng adalah air yang jernih, berasal dari air kolam
yang sama untuk memudahkan benih beradaptasi. Air yang keruh akan
meningkatkan stress pada benih. Benih kemudian dipindahkan ke hapa tamping
untuk dilakukan sortir menggunakan ember seleksi benih dan dilakukan Sampling
berdasarkan ukuran benih.
Sortasi benih dilakukan di hapa tampung. Hapa akan dibagi menjadi tiga
bagian menggunakan bambu sebagai penahan. Masing-masing bagian hapa
digunakan untuk tampungan benih yang akan disortir, benih lolos yang telah
disortir, dan benih yang tidak lolos sortir. Sortasi menggunakan ember seleksi
dengan diameter 0,5 cm. Setelah sortasi selesai dilakukan Sampling jumlah dan
pencatatan. Sampling menggunakan gelas ukur 100 mL. Benih yang berukuran
lebih besar akan dipindahkan menggunakan krembeng, ditebar ke kolam
pendederan. Benih yang lolos seleksi akan dipindahkan ke bangsal penampungan
untuk dijual.

a b
Gambar 37 Kegiatan panen benih ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di Unit
Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan
Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta: a) sortasi dan b)
Sampling

Benih yang telah berada di kolam penampungan di bangsal akan


dipindahkan ke bak pengemasan. Bak pengemasan merupakan bak berukuran 30
cm × 300 cm yang dipasang hapa berukuran sesuai untuk memudahkan
menghitung dan memasukkan benih ke plastik kemas. Plastik berukuran 75 cm ×
50 cm rangkap dua digunakan untuk packing benih. Plastik diisi dengan lima liter
air, kemudian dimasukkan benih dengan jumlah 250–300 ekor. Plastik berisi
benih kamudian diberikan oksigen dengan perbandingan 2:1 terhadap air. Plastik
akan langsung diikat menggunakan dua hingga tiga buah karet agar tidak mudah
terlepas. Plastik yang terikat dengan baik tidak akan terlepas saat ikatannya
dipegang dan diangkat.
34

a b

c d
Gambar 38 Pengemasan benih di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan
Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta: a)
pemindahan benih ke bak packing b) persiapan plastik kemas c)
pemberian oksigen dan d) pengikatan plastik

Pemeliharaan benih selama 21 hari di kolam berukuran 400 m2


menghasilkan benih sebanyak 98.400 ekor siklus-1 dan 763.830 ekor siklus-1 dari
seluruh kolam pembenihan dengan sintasan sebesar 82%. Produktivitas benih di
UKBAT Cangkringan dalam satu tahun sebanyak 6.874.470 ekor. penghitungan
dapat dilihat di Lampiran 16.
Benih nila merah nilasa UKBAT Cangkringan ukuran 2–3 cm dijual dengan
harga Rp45,00 ekor-1. Penjualan dan transaksi dapat dilakukan secara langsung
dengan mendatangi UKBAT Cangkringan, mengecek ketersediaan benih,
kemudian melalukan transaksi dengan staff administrasi maupun pimpinan.
Penjualan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pemesanan melalui
telepon ke kepala unit dan mengkonfirmasi ketersediaan serta jumlah pemesanan.
Selama PKL, penjualan benih dalam jumlah banyak dilakukan pemesanan secara
tidak langsung terlebih dahulu. Penjualan benih di UKBAT Cangkringan dijual ke
konsumen dari daerah Yogyakarta, Pulau Jawa, bahkan hingga Kalimantan.
35

VI KEGIATAN PEMBESARAN

VI.1 Persiapan Wadah

Pembesaran ikan adalah suatu kegiatan lanjutan dari kegiatan pembenihan


ikan, yang menghasilkan benih ikan, untuk dibesarkan menjadi ikan ukuran
konsumsi dan atau menjadi calon induk. Pola tanam dari kegiatan pembesaran
dapat dilihat di Lampiran 3. Kegiatan pembesaran ikan tersebut diawali dengan
pengelolaan wadah dan media yang benar. Kolam Pembesaran yang digunakan di
UKBAT Cangkringan untuk kegiatan pembesaran berupa kolam beton dengan
dasar lumpur berpasir. Kolam pembesaran di UKBAT Cangkringan berjumlah
enam unit kolam dengan luas 551 m2, empat unit kolam dengan luas 368 m2, dan
kolam dengan luas 285 m2, 264 m2, 406 m2, dan 528 m2 dengan jumlah masing-
masing satu unit. Luas kolam yang digunakan untuk pengambilan data kegiatan
adalah 528 m2 dengan kedalaman 1,5 m.
Persiapan wadah diawali dengan penutupan pintu air outlet. Kemudian
dilanjutkan dengan pengeringan kolam. Pengeringan dilakukan dengan
memanfaatkan sinar matahari selama tiga hingga empat hari. Pengeringan kolam
berfungsi untuk membuang zat dan senyawa beracun dari kolam, serta membunuh
parasit yang terdapat di kolam. Kolam yang belum akan dipakai untuk kegiatan
pembesaran akan terus dikeringkan hingga kolam akan digunakan. Kolam yang
akan digunakan kemudian diisi air selama satu hingga hari. Pengisian air
dilakukan dengan membuka inlet kolam. Pengisian air dilakukan hingga
ketinggian 90–100 cm.

Gambar 39 Pengeringan kolam pembesaran Unit Kerja Budidaya Air Tawar


Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya
Yogyakarta

VI.2 Penebaran Benih

Penebaran benih pembesaran di UKBAT Cangkringan dilakukan pada pagi


menjelang siang hari. Hal ini dikarenakan benih yang akan ditebar dipanen
terlebih dahulu pada pagi harinya kemudian telah melalui proses sortasi dan
Sampling. Benih diangkut menggunakan krembeng. Benih ditebar secara
langsung setelah disortir, hal tersebut karena kolam tebar merupakan kolam
36

dengan hapa tampung panen benih, setelah dinilai layak tebar benih langsung
ditebar sambil dihitung jumlah yang masuk ke kolam tebar.
Benih yang ditebar merupakan benih golongan gelondong dengan kriteria
sehat, tidak cacat, tidak memiliki gejala maupun tanda penyakit, serta memenuhi
standar bobot penebaran. Benih yang ditebar pada kolam 528 m2 memiliki bobot
rata-rata 40 g. Benih ditebar dengan padat tebar 3 ekor m -2, total benih yang
ditebar berjumlah 1580 benih dipelihara selama dua bulan.

Gambar 40 Sortasi benih tebar di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan
Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta

VI.3 Pemberian Pakan

Pakan yang digunakan adalah pelet apung dengan ukuran 2–3 mm. Pakan
dengan merk Japfa Comfeed SPLA 12-2 buatan PT. Suri Tani Pemuka memiliki
kadar protein 32-34%, lemak min. 8%, serat kasar maks. 4,5%, abu maks. 11%,
dan kadar air maks. 12%. Berat setiap karung berisi 30 kg dengan harga setiap
karung Rp280,000.
Pakan diberikan dengan metode satiation dan teknik hand feeding.
Pemberian pakan dilakukan sehari 2 kali. Waktu pemberian dilakukan pada pagi
menjelang siang dan pada siang hari menjelang sore, yaitu jam 09.00–10.00 dan
14.00–15.00. Pemberian pakan dilakukan secara manual menggunakan piring.
Pakan yang telah dibawa menggunakan ember diberikan menggunakan piring di
satu titik sisi kolam. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari dengan
pemberian di bulan pertama sebanyak 2,6–2,9 kg hari -1 dan pada bulan kedua
sebanyak 2,9–3,2 kg hari-1, dari total pemberian pakan sebanyak 163 kg selama
pemeliharaan dua bulan didapatkan FR rata-rata sebesar 3,28% dari bobot tubuh
dengan FCR 1,1. Penghitungan pakan dapat dilihat di lampiran
37

a b
Gambar 41 Pakan kegiatan pembesaran ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di
Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan
Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta a) kemasan Japfa
Comfeed SPLA 12-2 dan b) bentuk pakan calin

VI.4 Pengelolaan Kualitas Air

Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan monitoring kualitas air serta


perawatan lingkungan budidaya. Monitoring dilakukan setiap 10–14 hari sekali
menggunakan water quality control (WQC) dengan merk Haribo. Pengecekan
dilakukan di tiga titik kolam, yaitu inlet, outlet, dan sisi tengah kolam. Parameter
yang diukur adalah suhu, pH, total padatan terlarut (TDS), dan oksigen terlarut
(DO). Selain itu dilakukan juga monitoring kualitas air secara visual, monitoring
ini dilakukan setiap hari dengan memeriksa saluran air, filter, warna air kolam,
dan ketinggian air kolam.
Perawatan filter termasuk ke pengelolaan kualitas air. Filter dibersihkan
setiap dua hingga tiga bulan sekali. Pematang sekitar filter akan dirapihkan
menggunakan cangkul dan endapan filter akan dikeruk kemudian dikeluarkan.

Tabel 6 Data pengukuran kualitas air kolam pembesaran di Unit Kerja Budidaya
Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan
Budidaya Yogyakarta
Parameter Hasil Pengukuran
Suhu 28,78–31,5 oC
DO 4,32–11,5 mg L1
pH 7,12–7,9
TDS 0,104–0,16 g L-1

a b
Gambar 42 Pengelolaan kualitas air di Unit Kerja Budidaya Air Tawar
Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya
Yogyakarta: a) perawatan filter dan b) pengukuran kualitas air
38

VI.5 Pencegahan dan Pemberantasan Hama dan Penyakit

Parasit yang biasanya menyerang ikan nila adalah Trichodina sp. yang
biasanya menyerang bagian luar seperti kulit, sirip dan insang. Tandanya terlihat
luka pada organ-organ yang diserang. Selain itu, Epistylis spp., umumnya
menyerang organ-organ bagian luar seperti kulit, insang dan sirip. Gejala
klinisnya dapat dilihat dari bagian insangnya berwarna merah kecoklatan, ikan
sukar bernafas, gerakan lambat dan pertumbuhannya terhambat. Penularan
penyakit terjadi karena kontak langsung dengan ikan yang sakit. Pencegahannya
dengan mengurangi padat tebar ikan. Penyakit bercak merah yang disebabkan
oleh bakteri Aeromonas dan Pseudomonas, menyerang organ bagian dalam dan
luar. Ciri-cirinya terdapat pendarahan pada bagian tubuh yang terserang, sisik
terkelupas, perut membusung, kulit akan terlihat borok, ikan terlihat lemah, dan
sering muncul ke permukaan kolam.
Pencegahan hama dan penyakit dilakukan dengan persiapan wadah
budidaya yang baik. Pemberian pakan yang sesuai juga membantu mencegah
penyakit pada ikan. Perawatan lingkungan sekitar dengan memangkas rumput dan
perawatan saluran air.
Tindakan pemberian vaksin juga menjadi pencegahan penyakit. Ikan yang
dibudidaya untuk menjadi calin telah divaksin terlebih dahulu. Benih divaksin
untuk mencegah terserang Streptococcus sp. dan Aeromonas sp. Menggunakan
vaksin StreptoVac dan HydroVac.
Ikan diberikan pakan vitamin ditengah pada minggu ke 3–4 pemeliharaan
menggunakan Grotop, Premix Aquavit, dan Progol dengan campuran masing-
masing 100 g. Campuran ketiganya dilarutkan dengan air dan dicampurkan ke
dalam 10 kg pakan dan diberikan selama tiga hingga empat hari dengan
pemberian satu kali sehari pada waktu pemberian pakan siang hari, pakan
diberikan hingga habis.

Gambar 43 Campuran vitamin pemeliharaan calin ikan nila merah Oreochromi


sp. nilasa di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta

Selama kegiatan PKL ikan-ikan yang mati akan dibuang keluar kolam
pemeliharaan dengan tujuan mencegah penyebaran penyakit lebih lanjut. Ikan
dengan gejala klinis berenang miring ditemukan di kolam pemeliharaan, gejala
tersebut mengindikasikan ikan terserang bakteri Streptococcus sp. yang
menyerang bagian saraf ikan. Kolam dengan ikan yang menunjukkan gejala
penyakit akan diberikan obat merk Blue Copper. Diberikan dengan dosis 0,15
39

ppm. Penggunakaannya diberikan dengan melarutkan obat ke dalam 20 L air.


Obat yang sudah dilarutkan kemudian dicipratkan mengelilingi kolam. Pemberian
dilakukan selama dua hari.

a b
Gambar 44 Penanganan penyakit di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan
Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta: a)
Blue Copper dan b) pengaplikasian Blue Copper

Beberapa ikan diperiksa untuk mengetahui keberadaan ektoparasit.


Pemeriksaan dilakukan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 40×. Preparat
yang digunakan berasal dari sirip pectoral, insang dan mucus ikan. Ditemukan
parasite berupa Chilidogyrus (Gambar 43a) sp. dan Gyrodactylus sp. (Gambar
43b).

a b
Gambar 45 Ektoparasit calin ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di Unit
Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan
Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta: a) Chilidogyrus sp. dan
b) Gyrodactylus sp.

VI.6 Sampling Pertumbuhan

Sampling pertumbuhan calin dilakukan setiap tujuh hari sekali. Sampling


dilakukan di kolam (Gambar 46). Sampling dilakukan dengan pengambilan ikan
menggunakan waring. Krembeng yang telah diisi air kemudian ditimbang dan
ditambahkan ikan hingga biomassa 2 atau 3 kg. Ikan yang didapat kemudian
40

dihitung jumlahnya untuk mendapatkan bobot rata-rata. Sampling juga dilakukan


dengan pengukuran panjang ikan sebanyak 30 ekor.
Benih yang telah diukur dan dicatat pertumbuhannya kemudian langsung
ditebar kembali ke kolam pemeliharaan. Hasil Sampling benih terlampir pada
Lampiran. 7 Diperoleh laju pertumbuhan harian (LPH) sebesar 1,92 g hari -1 dan
laju pertumbuhan spesifik (LPS) sebesar 2,4% hari-1 dengan bobot dan panjang
rata-rata panen masing-masing sebesar 150 g dan 21,5 cm.

a b
Gambar 46 Sampling pertumbuhan calin ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa
di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta a)
pengambilan sampel dan b) Sampling panjang calin

VI.7 Pemanenan dan Penanganan Pasca Panen

Proses pemanenan dimulai dengan dicabutnya paralon outlet kemudian


pemasangan paralon berlubang dengan mata lubang 1,5 cm pada outlet kamalir.
Setelah ketinggian air kolam mencapai 40–50 cm, paralon dicabut dan hapa
dibentangkan di outlet kamalir untuk mencegah ikan keluar. Setelah kolam surut
dan ikan berkumpul di kamalir, ikan diserok menggunakan waring mulai dari
outlet menuju inlet. Ikan yang telah dijaring akan diletakkan di krembeng yang
telah diisi air, kemudian dipindahkan ke hapa tampung yang telah dipasang.

a b
41

c
Gambar 47 Kegiatan pemanenan calin ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di
Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
PengembanganTeknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta: a)
penyurutan kolam b) pemasangan hapa tampung dan c) penyerokan
calin

Setelah pemanenan selesai, dilakukan sortasi terhadap ikan yang telah


dipanen. Ikan dipisahkan berdasarkan bobot dan ukuran. Ikan yang diperkirakan
telah mencapai ukuran calin, yaitu 150 g, dan dalam keadaan sehat akan diangkut
ke bangsal penampungan dan diletakkan di kolam penampungan. Ikan yang
berukuran lebih kecil akan diangkut dan ditebar kembali di kolam pembesaran.

a b
Gambar 48 Kegiatan pemanenan calin ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di
Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan
Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta: a) sortasi calin dan b)
Sampling bobot calin

Bobot rata-rata calin yang dipanen seberat 150 g. Calin yang akan dijual
akan diserok dari kolam penampungan ke bak packing. Plastik packing disiapkan
dengan ukuran 60 cm × 120 cm dirangkap dua untuk mencegah kebocoran.
Plastik diisi dengan air sebanyak tujuh hingga delapandan diletakkan di baskom
untk memudahkan memasukkan ikan. Kemudian kantong yang telah diisi ikan
maksimal 30 ekor akan ditambahkan oksigen dengan perbandingan 1:2 terhadap
air dan diikat menggunakan karet tiga rangkap agar tidak mudah lepas
42

Gambar 49 Pengangkutan hasil panen calin calin ikan nila merah Oreochromis
sp. nilasa di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta

a b

c
Gambar 50 Packing calin ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di Unit Kerja
Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi
Perikanan Budidaya Yogyakarta: a) persiapan packing b) pemberian
oksigen dan c) pengangkutan pasca packing
43

VII ASPEK USAHA

VII.1 Pembenihan

Aspek usaha pada kegiatan pembenihan meliputi pemasaran, analisa usaha,


biaya investasi, biaya tetap, biaya variable, biaya total, penerimaan, keuntungan,
R/C Ratio, break event point (BEP), paback period (PP), dan harga pokok
produksi (HPP). Aspek usaha pada kegiatan pembenihan yaitu dengan
memperhitungkan produksi benih yang dihasilkan dan jumlah uang yang diterima
serta biaya yang dikeluarkan.

VII.1.1 Pemasaran

Kegiatan pembenihan ikan nila merah nilasa di UKBAT Cangkringan


mengghasilkan produk benih berukuran 2–3 cm ekor -1. Benih ikan nila merah
nilasa dijual dengan harga Rp45 ekor-1. Tujuan pasar produk benih ikan nila
merah nilasa yaitu pasar domestik. Pemasaran yang dilakukan yaitu melalui blog
resmi BPTPB Yogyakarta, kepada pembudidaya ikan di sekitar Provinsi DI
Yogyakarta, yaitu Yogyakarta, Sleman, Bantul, Pakem, Magelang, Ngemplak,
Klaten, bahkan hingga Subang, Jawa Barat

VII.1.2 Analisa Usaha

Analisa usaha merupakan cara untuk mengetahui kelayakan dari suatu


usaha. Analisa usaha bertujuan untuk mengetahui keuntungan dan titik impas
berasarkan jumlah siklus yang terdapat pada pola tanam kegiatan pembenihan
ikan nila merah nilasa yang ditujukkan Lampiran 2.
Analisis usaha kegiatan pembenihan ikan nila merah nilasa menggunakan
beberapa asumsi, yaitu lahan dimasukkan ke dalam biaya tetap dengan
perhitungan sewa karena lahan milik pemerintah. Produktivitas jumlah larva yang
dihasilkan sebanyak 1.023.264 ekor siklus-1 berdasarkan total seluruh induk betina
di UKBAT Cangkringan dengan FR 97%, HR 73%, dan SR 96%. Dalam satu
tahun terdapat delapan siklus pembenihan dan lima kali pemijahan. Jumlah benih
yang dihasilkan dalam satu tahun sebanyak 6.874.470 ekor. Induk yang dipelihara
sebanyak 8 paket dengan bobot rata- rata 300–400 g ekor -1. Jumlah pakan benih
yang diberikan berupa pakan tepung sebanyak 850 g kolam-1 hari-1. Pemberian
pakan benih dilakukan selama tiga kali sehari. Jumlah pakan induk yang
dibutuhkan selama pemeliharaan induk sebanyak 3326 kg tahun-1 dengan harga
Rp9.000,00 kg -1. Dosis CaO adalah 60 g m-2 dengan penggunaan dalam satu
tahun untuk seluruh kolam yang digunakan sebanyak 559 kg. Dosis pupuk
kotoran ayam adalah 300 g m-2 dengan penggunaan dalam satu tahun untuk
seluruh kolam yang digunakan sebanyak 4,65 ton. Harga jual untuk benih ukuran
2–3 cm adalah Rp45,00 ekor-1.
44

VII.1.3 Biaya Investasi

Biaya investasi merupakan alokasi dana dalam suatu usaha. Biaya investasi
meliputi biaya yang digunakan pada awal kegiatan usaha yang bersifat tidak habis
dalam satu kali produksi dan dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama.
Biaya investasi yang dibutuhkan adalah Rp106.620.000,00 Biaya investasi
ditunjukkan pada Lampiran 4.

VII.1.4 Biaya Tetap

Biaya tetap adalah biaya yang tetap dikeluarkan meskipun kegiatan produksi
tidak berjalan. Total biaya tetap yang dikeluarkan pada kegiatan pembenihan ikan
nila merah nilasa yaitu Rp167.433.897,00 tahun-1. Biaya tetap yang dikeluarkan
selama satu tahun disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Biaya Tetap Pembenihan ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di Unit
Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi
Perikanan Budidaya Yogyakarta
Komponen Jumlah Satuan Harga Satuan Harga Total (Rp
(Rp) tahun)
Sewa Lahan 12000 m2 1.500 18.000.000
Karyawan 6 bulan 1.800.000 10.800.000
Listrik 1 bulan 150.000 1.800.000
Pakan Induk 3326 kg 9.000 149.688.000
Perawatan 1% Investasi 1.114.130
Penyusutan 12.689.283
Total 167.433.897

VII.1.5 Biaya Variabel

Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan selama adanya kegiatan


produksi dan dapat berubah sesuai dengan keadaan produksi yang dihasilkan
dalam satu siklus. Total biaya variabel yang dikeluarkan dalam kegiatan
pembenihan ikan nila merah nilasa yaitu Rp54.116.202,00 tahun-1. Biaya variabel
yang dikeluarkan disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Biaya Variabel Pembenihan ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di
Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan
Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta
Komponen Jumlah Satuan Harga Satuan Total
(Rp) (Rp Tahun-1)
Pakan Benih Tepung 1060 kg 10.000 10.596.744
Plastik Packing 818 pak isi 10.000 8.183.893
56
Karet Packing 16 kg 40.000 623.285
Isi Oksigen 240 kg 1.200 288.000
Pupuk Puyuh 4657,5 kg 5.000 23.287.500
Kapur Tohor 559 kg 200 111.780
45

Lanjutan Tabel 8
Harga Satuan Total
Komponen Jumlah Satuan
(Rp) (Rp Tahun-1)
Boster Premix 105 bungkus 60.000 6.300.000
Aquavita
Egg Stimulan 105 bungkus 20.000 2.100.000
Boster Protect Plus 105 bungkus 15.000 1.575.000
Boster Progol 105 bungkus 10.000 1.050.000
Total 54.116.202

VII.1.6 Total Cost (TC)

Total cost adalah total biaya yang dikeluarkan selama kegiatan produksi
dalam satu tahun. Biaya total kegiatan pembenihan ikan nila merah nilasa selama
satu tahun yaitu Rp248.207.615,00. Biaya total diperoleh berdasarkan perhitungan

TC = Biaya Tetap + Biaya Variabel


= Rp194.091.413,00 + Rp54.116.202,00
= Rp248.207.615,00 tahun-1

VII.1.7 Total Revenue (TR)

Total revenue adalah penerimaan atau pjumlah uang yang diperoleh dari
hasil penjualan selama satu tahun. Penerimaan produk pembenihan ikan nila
merah nilasa dalam satu tahun yaitu Rp309.351.150,00 tahun-1. Penerimaan
diperoleh berasarkan perhitungan berikut.

Harga jual = Rp45,00 ekor-1 (ukuran 2–3 cm ekor-1)


Jumlah produksi = 6.874.470 ekor tahun-1

TR = Harga jual × Produksi tahun-1


= Rp45,00 ekor-1 × 6.874.470 ekor tahun-1
= Rp309.351.150,00 tahun-1

VII.1.8 Keuntungan

Keuntungan adalah nilai selisih antara penerimaan dengan biaya total.


Keuntungan diperoleh jika selisih antara pendapatan dan biaya total produksi
bernilai positif. Berikut perhitungan keuntungan yang diperoleh

Keuntungan = Penerimaan (TR)–Biaya total (TC)


= Rp309.351.150,00 tahun-1–Rp248.207.615,00 tahun-1
= Rp61.143.535,00 tahun-1
46

VII.1.9 R/C Ratio

R/C ratio adalah perbandingan antara penerimaan dengan total biaya. Suatu
usaha layak apabila memiliki R/C ratio >1. Semakin tinggi R/C ratio yang
dihasilkan, maka semakin layak usaha yang dijalankan.

R/C Ratio =
= = 1,25

R/C ratio menunjukkan bahwa setiap 1 rupiah yang dikeluarkan akan


mendapatkan 1,25 rupiah atau bertambah 0,25 rupiah.

VII.1.10 Break Event Point (BEP)

BEP adalah keadaan dimana tingkat penjualan suatu usaha mencapai titik
impas yaitu berada pada keadaan tidak untung dan tidak rugi. BEP menjelaskan
jumlah produksi minimal yang harus diproduksi. Apabila nilai BEP unit lebih
besar dari unit yang diproduksi dan BEP harga lebih rendah dari harga yang
berlaku, maka suatu usaha dapat dikatakan layak. Perhitungan BEP sebagai
berikut.

BEP (Rp) =

=
= Rp235.243.655,00

BEP (unit) =

= = 34.329.975 ekor tahun-1

Usaha akan berada pada titik impas apabila memiliki hasil penjualan benih
ikan nila merah nilasa sebesar Rp235.243.655,00dan jumlah yang diproduksi
sebanyak 34.329.975 ekor tahun-1.

VII.1.11 Payback Period (PP)

Payback period (PP) atau waktu pengembalian bertujuan untuk mengetahui


waktu pengembalian modal investasi yang telah dikeluarkan pada awal pendirian
usaha. Waktu pengembalian modal usaha pembenihan ikan nila merah nilasa
selama 21 bulan 24 hari. Berikut perhitungan PP.
47

PP =
= = 1,8 tahun (21 bulan 24 hari)

VII.1.12 Harga Pokok Produksi (HPP)

Harga pokok produksi (HPP) adalah harga penjualan pada titik minimum.
Harga pokok penjualan benih ikan nila merah nilasa yaitu Rp33 ekor -1. Harga
pokok produksi didapatkan berdasarkan perhitungan berikut:

HPP =
=
= Rp36 ekor-1

VII.2 Pembesaran

Aspek usaha pada kegiatan pembenihan meliputi pemasaran, analisa usaha,


biaya investasi, biaya tetap, biaya variable, biaya total, penerimaan, keuntungan,
R/C Ratio, break event point (BEP), paback period (PP), dan harga pokok
produksi (HPP). Aspek usaha pada kegiatan pembenihan yaitu dengan
memperhitungkan produksi benih yang dihasilkan dan jumlah uang yang diterima
serta biaya yang dikeluarkan.

VII.2.1 Pemasaran

Pemasaran pada kegiatan pembesaran ikan nila merah nilasa di UKBAT


Cangkringan merupakan ukuran calon induk dengan bobot 125–150 g ekor-1. Ikan
nila merah nilasa dijual dengan harga Rp2.500.000,00 paket-1. Penjualan ikan nila
merah nilasa dilakukan dengan pemesanan terlebih dahulu melalui telepon atau
mendatangi unit secara langsung. Konsumen calin tersebar di sekitar Provinsi
Yogyakarta, seperti Sleman, Yogyakarta, Bantul, Ngemplak, hingga Jawa Barat,
Jawa Timur, dan Kalimantan

VII.2.2 Analisa Usaha

Analisa usaha mepakan cara untuk mengetahui kelayakan dari suatu usaha.
Analisa usaha bertujuan untuk mengetahui keuntungan dan titik impas berasarkan
jumlah siklus yang terdapat pada pola tanam kegiatan pembesaran ikan nila merah
nilasa yang ditujukkan pada Lampiran 3

VII.2.3 Biaya Investasi

Biaya investasi merupakan alokasi dana dalam suatu usaha. Biaya


investasi meliputi biaya yang digunakan pada awal kegiatan usaha yang bersifat
48

tidak habis dalam satu kali produksi dan dapat digunakan dalam jangka waktu
yang lama. Biaya investasi ditunjukkan pada Lampiran 5

VII.2.4 Biaya Tetap

Biaya tetap adalah biaya yang tetap dikeluarkan meskipun kegiatan produksi
tidak berjalan. Total biaya tetap yang dikeluarkan pada kegiatan pembesaran ikan
nila merah nilasa yaitu Rp231.372.847,00 tahun-1. Biaya tetap yang dikeluarkan
selama satu tahun disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Biaya Tetap Pembesaran ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di Unit
Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi
Perikanan Budidaya Yogyakarta
Harga Satuan Harga Total (Rp
Komponen Jumlah Satuan
(Rp) Tahun-1)
Sewa Lahan 8000 m2 2.500 20.000.000
Karyawan 6 orang 1.800.000 129.600.000
Listrik 270 kWh 1.450 391.500
Perawatan 1% Investasi 324.600
Penyusutan 81.056.747
Total 231.372.847

VII.2.5 Biaya Variabel

Biaya variabel adalah biaya yang hanya dikeluarkan ketika kegiatann


produksi berjalan dan dapat berubah sesuai dengan jumlah prosuksi yag
dihasilkan dalam satu siklus. Total biaya variabel yang dikeluarkan dalam
kegiatan pembesaran ikan nila merah nilasa yaitu Rp123.293.270,00 tahun -1.
Biaya vaiabel yang dikeluarkan disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 Biaya Variabel Pembesaran ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di
Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengembangan
Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta
Harga Satuan Harga Total
Komponen Jumlah Satuan
(Rp) (Rp Tahun-1)
Benih 18750 ekor 300 22.500.000
Pakan SPLA 12-2 5408 kg 22.500 121.688.790
Plastik Packing 80 pak isi 15.000 1.200.000
15
Karet Packing 82 gram 40 3.264
Isi Oksigen 240 kg 1..417 340.000
Kapur Tohor 751 kg 200 150.228
Blue Copper 5 botol 10.000 50.000
Stimulan Boster 112 paket 90.000 10.080.000
Total 123.293.270
49

VII.2.6 Total Cost (TC)

Total cost adalah jumlah total biaya yang dikeluarkan selama kegiatan satu
tahun kegiatan produksi. Biaya total kegiatan pembesaran ikan nila merah nilasa
selama satu tahun yaitu Rp387.385.129,00. Biaya total diperoleh berdasarkan
perhitungan

TC = Biaya Tetap + Biaya Variabel


= Rp231.371.847,00 + Rp156.012.282,00
= Rp387.385.129,00 tahun-1

VII.2.7 Total Revenue (TR)

Total revenue adalah jumlah uang yang diperoleh dari hasil penjualan
produk yang dihasilkan selama satu tahun. Penerimaan produk pembesaran ikan
nila merah nilasa dalam satu tahun yaitu Rp352.000.000,00 tahun-1. Penerimaan
diperoleh berasarkan perhitungan berikut.

Harga jual = Rp2.500.000,00 paket-1


Jumlah produksi = 180 paket tahun-1
TR = Harga jual × Produksi tahun-1
= Rp2.500.000,00 paket-1 × 180 paket tahun-1
= Rp450.000.000,00 tahun-1

VII.2.8 Keuntungan

Keuntungan adalah nilai selisih antara penerimaan dengan biaya total.


Keuntungan yang diperoleh jika selisih antara pendapatan dan biaya total produksi
bernilai positif. Berikut perhitungan keuntungan yang diperoleh

Keuntungan = Penerimaan (TR)–Biaya total (TC)


= Rp450.000.000,00 tahun-1 - Rp387.385.129,00 tahun-1
= Rp62.614.871,00 tahun-1

VII.2.9 R/C Ratio

R/C ratio adalah perbandingan antara penerimaan dengan total biaya. Suatu
usaha layak apabila memiliki R/C Ratio >1. Semakin tinggi R/C Ratio yang
dihasilkan, maka semakin layak usaha yang dijalankan.

R/C Ratio =

= = 1,16
50

Artinya setiap 1 rupiah yang dikeluarkan akan mendapatkan 1,16 rupiah


atau sama dengan pertambahan 0,16 rupiah. Kegiatan pembesaran ikan nila merah
nilasa termasuk layak dijalankan karena R/C ratio bernilai >1.

VII.2.10 Break Event Point (BEP)

BEP adalah keadaan dimana tingkat penjualan suatu usaha mencapai titik
impas yaitu berada pada keadaan tidak untung dan tidak rugi. BEP menjelaskan
jumlah produksi minimal yang harus diproduksi. Apabila nilai BEP unit lebih
besar dari unit yang diproduksi dan BEP harga lebih rendah dari harga yang
berlaku, maka suatu usaha dapat dikatakan layak. Perhitungan BEP sebagai
berikut.

BEP (Rp) =

= = Rp354.156.907,00

BEP (unit) =

= = 142 paket tahun-1

Usaha akan berada pada titik impas apabila memperoleh hasil penjualan
ikan nila merah nilasa ukuran konsumsi sebesar Rp354.156.907,00 dan jumlah
yang diproduksi sebanyak 142 paket tahun-1

VII.2.11 Payback Period (PP)

Payback period (PP) atau waktu pengembalian bertujuan untuk mengetahui


waktu pengembalian modal investasi yang telah dikeluarkan pada awal pendirian
usaha. Waktu pengembalian modal usaha pembesaran ikan nila merah nilasa
selama delapan bulan. Berikut perhitungan PP

PP =
= = 1,2 tahun (14 bulan 27 hari)

VII.2.12 Harga Pokok Produksi (HPP)

Harga pokok produksi (HPP) adalah harga penjualan pada titik minimum.
Harga pokok penjualan ikan nila merah nilasa selama satu tahun yaitu
Rp2.152.140,00. Harga pokok produksi didapatkan berdasarkan perhitungan
berikut:
51

HPP =

= Rp2.152.140,00 paket-1
52

VIII PENUTUP

VIII.1 Kesimpulan

Kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) pembenihan dan pembesaran ikan


nila merah Oreochromis sp. nilasa dilakukan di Unit Kerja Budidaya Air Tawar
(UKBAT) Cangkringan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya
(BPTPB) Yogyakarta selama tiga bulan. Kegiatan PKL bertujuan menambah
pengetahuan, keterampilan dan pengalaman dalam melakukan budidaya ikan nila
merah nilasa. Teknik pemijahan induk yang dilakukan di UKBAT Cangkringan
merupakan teknik alami. Masalah yang ditemukan selama PKL, yaitu terdapat
hama dan kompetitor pengganggu kegiatan budidaya yang berpotensi menjadi
agen pembawa penyakit serta kompetitor makanan dan oksigen dalam air.
Solusinya yaitu dengan cara melakukan pencegahan berupa persiapan wadah yang
baik, pemasangan jaring pada saluran inlet, dan pemakaian obat-obatan maupun
vitamin.
Pembenihan dan pembesaran ikan nila merah nilasa dapat dinilai
menguntungkan karena menghasilkan R/C ratio >1 sehingga berpotensi untuk
dikembangkan, hal tersebut dapat dilihat berdasarkan hasil perhitungan analisa
usaha ikan nila merah nilasa di UKBAT Cangkringan. Kegiatan pembenihan
selama satu tahun produksi dapat menghasilkan sebanyak 6.874.470 ekor benih
ukuran 2−3 cm dengan harga jual Rp45,00/ekor. Biaya total kegiatan pembenihan
yang dibutuhkan sebesar Rp248.207.615,00 dengan keuntungan Rp61.143.535,00
dan R/C Rasio 1,25. Kegiatan pembesaran dalam satu tahun produksi dapat
menghasilkan sebanyak 180 paket calon induk berukuran rata-rata 150 g dengan
jumlah jantan dan betina dalam setiap paket masing-masing sebanyak 100 ekor
dan 300 ekor, harga jual untuk satu paket seharga Rp2.500.000,00. Biaya total
kegiatan pembesaran yang dibutuhkan sebesar Rp387.285.129,00 dengan
keuntungan Rp62.614.871,00, dan R/C Rasio 1,16.

VIII.2 Saran

Kegiatan pembenihan di UKBAT Cangkringan sudah dinilai produktif


dengan manajemen yang baik, namun sebaiknya jumlah tenaga kerja dan mutu
peralatan ditingkatkan untuk mengefisiensikan waktu dan tenaga, kemudian
kegiatan pemeliharaan benih dapat dimaksimalkan dengan pengadaan dan
pemberian obat-obatan maupun vitamin guna menjaga mutu benih dan lingkungan
budidaya. Kegiatan pembesaran di UKBAT Cangkringan sudah dinilai memiliki
manajemen yang baik, namun kebutuhan tenaga kerja pada kegiatan sortasi
sebaiknya ditambahkan untuk efisiensi waktu sehingga waktu ikan di hapa
tampung dapat lebih singkat, serta memberikan treatment khusus terhadap ikan di
kolam pemeliharaan baru untuk mencegah stress, kemudian sebaiknya juga
dilakukan monitoring lingkungan budidaya maupun biota untuk mencegah
terjadinya penyebaran penyakit secara horizontal.
53

DAFTAR PUSTAKA

Aliyas S, Ndobe ZR, Ya’la. 2016. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan nila
Oreochromis sp. yang dipelihara pada media bersalinitas. Sains dan
Teknologi Tadulako. 5(1): 19–27.
Arifin MY. 2016. Pertumbuhan dan survival rate ikan nila Oreochromis sp. strain
merah dan strain hitam yang dipelihara pada media bersalinitas. Ilmiah
Universitas Batanghari Jambi. 16(1):159–166.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. SNI SNI-01-6141-2009. Produksi
Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) Kelas Benih Sebar.
Bogor (ID): BSN.
Dahril IUM, Tang I, Putra. 2017. Pengaruh salinitas berbeda terhadap
pertumbuhan dan kelulushidupan benih ikan nila merah Oreochromis sp.
Jurnal Berkala Perikanan Terubuk. 45(3): 67–75.
[Dislautkan] Dinas Kelautan dan Perikanan DI Yogyakarta. 2014. Ikan Nila
Merah Nilasa. [Internet]. [Diakses 2020 Sept 26]. Tersedia pada:
http://dislautkan. jogjaprov.go.id/web/detail/113/ikan_nila merah_nilasa.
Djarijah AS. 1995. Nila Merah Pembenihan dan Pembesaran Secara Intensif.
Yogyakarta: Kanisius.
[DJPB] Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2013. Data Statistik Series
Produksi Perikanan Budidaya Indonesia. [Internet]. [Diakses 2020 Sept 26].
Tersedia pada: http://www.djpb.kkp.go.id/inde×.php/ arsip/c/208/ data-
statistik-series_produksi-perikanan-budidayaindonesia/? category_id=35.
[DJPB] Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2018. Subsektor Perikanan
Budidaya Sepanjang Tahun 2017 Menunjukkan Kinerja Positif. [Internet].
[Diakses 2020 Sept 26]. Tersedia pada:https://kkp.go.id/djpb/artikel/3113-
subsektor-perikanan-budidayasepanjang-tahun-2017menunjukkan-kinerja-
positif.
[DJPB] Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2018. Teknologi akuakultur
jawaban hadapi tantangan krisis air dan pangan. [Internet]. [Diakses 2020
Sept 26]. Tersedia pada: http://djpb.kkp.go.id/inde×.php/arsip/c
/654/teknologi-akuakultur-jawaban-hadapi-tantangan-krisis-air-dan-
pangan/.
[FAO] Food and Agriculture Organisation of The United Nation. 2020. The State
of World Fisheries and Aquaculture. Sustainability in Action: Rome [IT].
[Internet]. [Diakses 2020 Sept 26]. Tersedia pada: http://www.fao.org/
documents/card/en/c/ca9229en.
Handayani DI, Prihartono RE, Afiati T, Hutasoit RD, Raharjo P, Hastuti S,
Amirudin, Junaedi D, Sudiana. 2013. Pemantauan pembenihan ikan air
tawar. Jurnal Budidaya Air Tawar. 9(2):61-77.
Haryadi D, SY Lumbessy, Z Abidin. 2015. Pengaruh salinitas terhadap
pertumbuhan, tingkat kelangsungan hidup, dan konversi pakan benih ikan
nila Oreochromis niloticus. Jurnal Perikanan Unram. 6(1): 64–69.
Hulqiyah AH, Rustadi, Heriyati E. 2019. Pengaruh aerasi terhadap kualitas air dan
unsur hara dalam budidaya nila merah Oreochromis sp. sistem resirkulasi.
Seminar Nasional Tahunan ×VI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan
54

Tahun 2019 [Internet]. [Diakses 2020 sept 26]. Tersedia pada:


https://semnaskan-ugm.org/prosiding/inde×.php/psu/article/view /16/16.
Ningtyas NK, Suwartiningsih N. 2019. Pertumbuhan dan survival rate ikan nila
merah Oreochromis sp.sp. nilasa pada beberapa salinitas. Universitas
Ahmad Dahlan. [Internet]. [Diakses 2020 Sept 28]. Tersedia pada:
http://eprints.uad.ac.id/14856/1/T1_1500017068_Naskah%20Publikasi.pdf.
Permana DF. 2020. Teknik pembenihan ikan nila merah Oreochromis niloticus di
Balai Benih Ikan Desa Jojogan, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Laporan
PKL S1 Universtas Airlangga. [Internet]. [Diakses 2020 Sept 26]. Terdapat
pada: http://repository.unair.ac.id/96050/.
Purbomartono C, Isnaetin M, Suwarsito. 2010. Ektoparasit pada Benih Ikan
Gurami (Osphronemus gouramy, Lac) di Unit Pembenihan Rakyat (UPR)
Beji dan Sidabowa, Kabupaten Banyumas. Sains Akuatik. 10(1): 54-65.
Rahman, Arif A. 2012. Analisis pertumbuhan dan efek heterosis benih hibrid nila
larasati generasi 5 (F5) hasil pendederan I–III. Jurnal Teknologi dan
Manajemen Akuakultur. 1(1): 1–17.
Said S, Djamhuriyah. 2011. Uji kemampuan intergenus dan interspesies ikan
pelangi. Limnotek. 18(1): 48–57.
Setiyadi N, Basuki, Suminto. 2015. Studi perbandingan pertumbuhan dan
kelulushidupan ikan nila Oreochromis niloticus pada strain larasati, hitam
lokal dan merah lokal yang dibudidayakan di tambak. Journal of
Aquaculture Management and Technology. 4(4): 101–108.
Suwandi R, Nugraha R, Novila W. 2012. Penurunan metabolisme ikan nila
selama transportasi menggunakan ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava
var. pyrifera). Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 15(3):252-260
Suyanto SR. 2010. Pembenihan dan Pembesaran Nila. Depok: Penebar Swadaya.
55

LAMPIRAN
56

Lampiran 1 Pola tanam pemindahan induk ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan
Balai Pengmbangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Kolam Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengeringan
Pengapuran
Pengisian air
1–7 Penebaran induk
Pemeliharaan induk
Panen larva
Pindah kolam
57

Lampiran 2 Pola tanam pembenihan ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengmbangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Kolam Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
pengeringan
pengapuran
pemupukan
1–5 pengisian air
tebar larva
Pemeliharaan larva
panen p1 (2 – 3 cm)
58

Lampiran 3 Pola tanam pembesaran pembenihan ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa Unit Kerja Budidaya Air Tawar
Cangkringan Balai Pengmbangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Kolam Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengeringan
Pengisian air
1 – 7 Penebaran benih
Pemeliharaan
Panen calin
Pengeringan
Pengisian air
8 – 14 Penebaran benih
Pemeliharaan
Panen calin
59

Lampiran 4 Biaya investasi kegiatan pembenihan ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa Unit Kerja Budidaya Air Tawar
Cangkringan Balai Pengmbangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta
Umur Harga Satuan Harga Total Nilai Sisa Penyusutan
Komponen Jumlah Satuan
Teknis (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
Induk 8 Paket 2 3.500.000 28.000.000 19.688.000 4.156.000
Kolam Pemijahan Induk 3870 m2 20 8.000 30.960.000 4.644.000 1.315.800
Kolam Pemeliharaan 3105 m2 20 8.000 24.840.000 3.726.000 1.055.700
Larva
Filter 1 unit 20 500.000 500.000 75.000 21.250
Tandon 1 unit 20 1.750.000 1.750.000 262.500 74.375
Bak Packing 1 unit 20 500.000 500.000 75.000 21.250
Hapa Larva 10 unit 4 70.000 700.000 35.000 166.250
Hapa Benih 8 unit 4 70.000 560.000 28.000 133.000
Hapa Induk 5 unit 4 200.000 1.000.000 50.000 237.500
Waring Larva 6 unit 2 40.000 240.000 12.000 114.000
Waring Benih 4 unit 2 50.000 200.000 10.000 95.000
Waring Induk 2 unit 2 100.000 200.000 10.000 95.000
Krembeng 4 unit 5 100.000 400.000 20.000 76.000
Kalo 5 unit 2 15.000 75.000 3.750 35.625
Seser Halus 2 unit 1 15.000 30.000 1.500 28.500
Seser Sedang 2 unit 2 20.000 40.000 2.000 19.000
Seser Besar 1 unit 5 25.000 25.000 1.250 4.750
Ember Seleksi Plastik 6 unit 3 30.000 180.000 9.000 57.000
Cangkul 2 unit 5 60.000 120.000 6.000 22.800
Pasak Hapa 16 unit 10 5.000 80.000 8.000 7.200
Sorok 4 unit 3 20.000 80.000 4.000 25.333
60

Lanjutan Lampiran 4
Umur Harga Satuan Harga Total Nilai Sisa Penyusutan
Komponen Jumlah Satuan
Teknis (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
Ember Plastik 10 unit 4 5.000 50.000 2.500 11.875
Ember Besi 2 unit 6 35.000 70.000 3.500 11.083
Piring Plakstik 8 unit 1 3.000 24.000 1.200 22.800
Penggaris besi 60 cm 2 unit 5 15.000 30.000 1.500 5.700
Saringan Teh Plastik 4 unit 2 4.000 16.000 800 7.600
Timbangan Digital 1 unit 10 500.000 500.000 50.000 45.000
Alas Karung Pakan 30 unit 3 30.000 900.000 45.000 285.000
Lampu Bohlam 5 unit 3 5.000 25.000 1.250 7.917
Bak Tampung 4 m2 3 unit 20 1.000.000 3.000.000 450.000 127.500
Selang Aerasi 100 m 2 75.000 7.500.000 375.000 3.562.500
Batu Aerasi 30 unit 2 2.000 60.000 3.000 28.500
Kran Aerasi 30 unit 2 1.500 45.000 2.250 21.375
Pompa Air 1 unit 10 975.000 975.000 97.500 87.750
Blower 2 unit 10 1.700.000 3.400.000 340.000 306.000
Gerobak Roda 1 1 unit 10 320.000 320.000 32.000 28.800
Gelas Ukur 100 mL 3 unit 2 6.000 18.000 900 8.550
Tabung Oksigen 6 m3 2 unit 10 2.000.000 4.000.000 400.000 360.000
Total 111.413.000 30.477.400 bibiaya
61

Lampiran 5 Biaya investasi kegiatan pembesaran ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa Unit Kerja Budidaya Air Tawar
Cangkringan Balai Pengmbangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta
Umur
Harga Satuan Harga Total Nilai Sisa Penyusutan
Komponen Jumlah Satuan Teknis
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
(Tahun)
Filter 1 unit 20 500.000 500.000 75.000 21.250
Kolam 6260 m 20 300.000 1.878.000.000 281.700.000 79.815.000
Hapa 6 unit 4 200.000 1.200.000 60.000 285.000
Waring 3 unit 2 50.000 150.000 7.500 71.250
Krembeng 4 unit 5 100.000 400.000 20.000 76.000
Kalo 4 unit 2 15.000 60.000 3.000 28.500
Seser Sedang 2 unit 2 20.000 40.000 2.000 19.000
Seser Besar 2 unit 5 25.000 50.000 2.500 9.500
Cangkul 1 unit 5 60.000 60.000 3.000 11.400
Pasak Hapa 10 unit 10 5.000 50.000 5.000 4.500
Sorok 2 unit 3 20.000 40.000 2.000 12.667
Ember Plastik 10 unit 4 5.000 50.000 5.000 11.250
Piring Plakstik 10 unit 1 3.000 30.000 3.000 27.000
Timbangan Gantung 1 unit 10 200.000 200.000 20.000 18.000
Penggaris 1 unit 10 7.000 7.000 700 630
Alas Karung Pakan 40 unit 3 30.000 1.200.000 60.000 380.000
Sarung Tangan 1 lusin 1 35.000 35.000 1.750 33.250
Lampu Bohlam 5 unit 4 5.000 25.000 1.250 5.938
Gerobak Roda 1 1 unit 10 320.000 320.000 32.000 28.800
Tabung Oksigen 6 m3 1 unit 10 2.000.000 2.000.000 200.000 180.000
Total 6.492.000 282.207.450 biaya
62

Lampiran 6 Data Sampling benih ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengmbangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta
Panjang Bobot
Hari Ke- Rata-rata Rata-rata
(cm) (g)
0 0,96 0,009
7 1,21 0,027
14 1,4 0,045
21 2,5 0,210

Lampiran 7 Data Sampling calin ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengmbangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta
Panjang Rata- Bobot Rata-
Hari ke-
rata (cm) rata (g)
0 17,4 40
7 17,9 48,5
14 18,5 58
21 19 68,5
28 19,6 81,2
35 20 96
42 20,5 112,3
49 21,2 129,7
58 21,5 147,5
63

Lampiran 8 Perhitungan rasio konversi pakan (FCR, feed conversion ratio) kegiatan pembenihan ikan nila merah Oreochromis sp.
nilasa Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengmbangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta

Feed conversion ratio (FCR) =

=
= 0,8

Lampiran 9 Perhitungan rasio konversi pakan (FCR, feed conversion ratio) kegiatan pembesaran ikan nila merah nilasa Unit Kerja
Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengmbangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta

Feed conversion ratio (FCR) =

=
= 1,1

Lampiran 10 Perhitungan laju pertumbuhan mutlak harian (GR, growth rate) kegiatan pembenihan ikan nila merah Oreochromis sp.
nilasa Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengmbangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta
64

Growth Rate (GR) =

=
= 0,01 g hari-1

Lampiran 11 Perhitungan laju pertumbuhan mutlak harian (GR, growth rate) kegiatan pembesaran ikan nila merah Oreochromis sp.
nilasa Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengmbangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta

Growth Rate (GR) =

=
= 1,92 g hari-1

Lampiran 12 Perhitungan laju pertumbuhan spesifik kegiatan pembenihan ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa Unit Kerja
Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengmbangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta

LPS =

= 12,3%/hari
65

Lampiran 13 Perhitungan laju pertumbuhan spesifik kegiatan pembesaran ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa Unit Kerja
Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengmbangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta

LPS =

= 2,4%/hari

Lampiran 14 Penghitungan fekunditas, bobot gonad, hatching rate, dan surivival rate larva nila merah Oreochromis sp. di Unit Kerja
Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengmbangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta

Bobot induk sampel : 220 g


Bobot telur : 0,01 g
Telur terbuahi : 1327 butir
Telur tidak terbuahi : 41 butir
Fekunditas = Jumlah telur tebuahi + jumlah telur tidak terbuahi
= 1327 butir + 41 butir
= 1368 butir
Bobot Gonad = Fekunditas × bobot telur
= 1368 butir × 0,01 g
= 13,68 g

Larva menetas : 969 ekor


Telur tidak menetas : 358 butir
66

Hatching rate = x 100%

= x 100%

= 73%

Larva sintasan : 928 ekor


Survival rate = x 100%

= x 100%

= 96%

Lampiran 15 Penghitungan produktivitas larva nila merah Oreochromis sp. di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai
Pengmbangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta
Asumsi satu gerombol sama dengan satu ekor induk memijah
Jumlah induk betina di kolam : 265 ekor
Jumlah induk betina UKBAT Cangkringan : 2640 ekor
-1
Jumlah penyerokan gerombol larva satu kolam siklus : 106 gerombol
Produktivitas induk betina : 969 ekor larva induk-1
Jumlah siklus pemijahan tahun-1 : 8 siklus

Jumlah induk betina memijah = Jumlah gerombol × 1 ekor induk gerombol-1


= 106 gerombol × 1 ekor induk gerombol-1
67

Persentase induk betina memijah = x 100%

= x 100%

= 40 %

Jumlah induk betina memijah seluruh kolam = Presentase induk betina memijah x jumlah induk betina di UKBAT
= 40% x 2640 ekor
= 1056 ekor
Produktivitas satu siklus pijah = Jumlah induk memijah x produktivitas induk betina
= 1056 induk x 969 ekor larva induk-1
= 1.023.264 ekor larva
Produktivitas larva satu tahun = Produktivitas satu siklus pijah x jumlah siklus pemijahan tahun-1
= 1.023.264 ekor larva siklus-1 x 8 siklus
= 8.186.112 ekor larva

Lampiran 16 Penghitungan produktivitas benih ikan nila merah Oreochromis sp. nilasa di Unit Kerja Budidaya Air Tawar
Cangkringan Balai Pengmbangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta
Kepadatan tebar pembenihan : 300 ekor m-2
Luas seluruh kolam pembenihan : 3105 m2
Survival rate benih : 82%
-1
Jumlah siklus pembenihan tahun : 8 siklus

Jumlah benih ditebar satu siklus = Kepadatan tebar pembenihan x luas seluruh kolam pembenihan
= 300 ekor m-2 x 3105 m2
68

= 931.500 ekor

Jumlah benih panen satu siklus = Jumlah benih ditebar satu siklus x survival rate benih
= 931.500 ekor x 82%
= 763.830 ekor

Produktivitas pembenihan satu tahun = Jumlah benih panen satu siklus x jumlah siklus
= 6.874.470 ekor
69

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Depok pada 2 Agustus 2000 sebagai anak pertama dari pasangan bapak Asep Heriyana dan ibu
Martini Pendidikan sekolah menengah atas (SMA) ditempuh di sekolah SMAN 10 Depok , dan lulus pada tahun 2018. Pada tahun
2018 penulis diterima sebagai mahasiswa program diploma 3 (D-3) di Program Studi Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan
Budidaya di Sekolah Vokasi IPB.
Selama menjadi mahasiswa program D-3, penulis aktif berpartisipasi dalam seluruh kegiatan Program Studi Teknologi
Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya. Di sisi lain, penulis juga aktif mengambil peran menjadi volunteer di berbagai daerah
terdepan, terluar, tertinggal (3T) di Indonesia sebagai bentuk pengabdian kepada negeri serta merealisasikan tridharma perguruan
tinggi.
Salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Ahli Madya Perikanan pada Program Studi Teknologi Produksi dan Manajemen
Perikanan Budidaya, Institut Pertanian Bogor. Penulis melaksanakan praktik kerja lapangan (PKL) sebagai tugas akhir. Kegiatan
PKL dilaksanakan di Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Balai Pengenbangan Teknologi Perikanan Budidaya. Hasil praktik
kerja lapangan ditulis dengan judul “Pembenihan dan Pembesaran Nila Merah Oreochromis sp. Nilasa di Unit Kerja Budidaya Air
Tawar Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya Yogyakarta”

Anda mungkin juga menyukai