Anda di halaman 1dari 58

Bagian 1

Infeksi Saluran Pernafasan

A. Tujuan
Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat di puskesmas plus
mandiangin mengenai pencegahan penyakit infeksi saluran pernafasan
akut (ISPA).

B. Indikator Keberhasilan
Saudara – saudara diharapakan mampu memahami tentang : Bahayanya
Infeksi Saluran Pernapasan Bagi kesehatan Tubuh untuk semua kalangan
usia.

C. Waktu
Waktu yang dapat saudara gunakan untuk memahami video ini yaitu 1x45
menit

D. Materi
1. DefenisiInfeksi saluran pernafasan Akut
Penyakit ISPA merupakan penyakit utama yang menjadi
penyebab kesakitan dan kematian bayi dan balita. Berdasarkan
keadaan tersebut, ada kaitan erat dengan berbagai kondisi yang
melatarbelakangi terjadinya penyakit ISPA, salah satunya yaitu
kondisi lingkungan baik polusi di dalam rumah dan di luar rumah
berupa asap maupun debu.Infeksi saluran pernafasan adalah suatu
keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing dan laring)
mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan
nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat
melakukan pernafasan
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran
pernafasan akut yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru
yang berlangsung kurang lebih 14 hari, ISPA mengenai struktur
saluran di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian
saluran atas dan bawah secara stimulan atau berurutan.
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah radang akut
saluran pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi
jasad renik atau bakteri, virus. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah. Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang
menyerang salah satu bagian/lebih dari saluran nafas mulai hidung
alveoli termasuk adneksanya (sinus rongga telinga tengah pleura).

2. Etiologi Infeksi saluran pernafasan Akut


Kejadian penyakit ISPA dipengaruhi oleh faktor Intrinsik dan
Ekstrinsik. Faktor Intrinsik meliputi Umur, pemberian ASI, status gizi,
berat badan lahir rendah, status imunisasi. Sedangkan Faktor
Ekstrinsik meliputi pengetahuan, faktor pendidikan, kepadatan hunian,
kondisi fisik rumah, ventilasi rumah, asaprokok, sosial ekonomi dan
pekerjaan. Tingginya kasus ISPA cenderung dipengaruhi oleh
beberapa faktor risiko antara lain kondisi ekonomi, kependudukan,
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan perubahan iklim global
seperti musim kemarau. Pada musim kemarau jalanan akan lebih
banyak berdebu, debu tersebut akan beterbangan masuk ke dalam
rumah dan menempel di perabotan rumah tangga seperti : meja, kursi,
jendela ataupun lantai sehingga debu tersebut dengan mudah terhirup
oleh manusia secara terus- menerus yang dapat menggangu sistem
pernafasan manusia dan dapat menyebabkan ISPA
Cuaca yang panas dan radiasi matahari yang langsung terpapar
ke pekerja dapat mempengaruhi kesehatantubuh pekerja seperti
penyakit flu, pusing, dehidrasi, demam, mempersempit saluran
pernafasan dan dapat juga menyebabkan melemahnya sistem imun.
Sistem imun seseorang sangat berpengaruh dalam melawan infeksi
virus maupun bakteri terhadap tubuh manusia. Kondisi seperti ini
membuat seseorang semakin mudah terserang oleh ISPA.

3. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya
virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran
pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran
nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan
suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring.Jika refleks tersebut gagal
maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran
pernafasan.
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan
timbulnya batuk kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran
pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang
banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi
pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan
yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada
tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya
infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi
kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme
perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri
sehingga memudahkan bakteribakteri patogen yang terdapat pada
saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus
influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut.
Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah
banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak
nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini
dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan
malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan
adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat
menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak.
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke
tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan
kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah.
Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas
bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan
dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat
menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri.

4. Klasifikasi Infeksi Saluran Pernafasan Akut


a. ISPA ringan
Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala
batuk, pilek dan sesak.
b. ISPA sedang
ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih
dari 390⁰ C dan bila bernafas mengeluarkan suara seperti
mengorok.
c. ISPA berat
Gejala meliputi: kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba,
nafsu makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis)
dan gelisah.

Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur di


bawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun :
a. Golongan Umur Kurang 2 Bulan
1) Pneumonia Berat
Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada
bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk
golongan umur kurang 2 bulan yaitu 6x per menit atau lebih.
2) Bukan Pneumonia (batuk pilek biasa)
Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian
bawah atau napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur
kurang 2 bulan, yaitu:
a) Kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun
sampai kurang dari ½ volume yang biasa diminum)
b) Kejang
c) Kesadaran menurun
d) Stridor
e) Wheezing
f) Demam / dingin.

b. Golongan Umur 2 Bulan-5 Tahun


1) Pneumonia Berat
Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada
bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas (pada
saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang, tidak
menangis atau meronta).
2) Pneumonia Sedang
Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah:
a) Untuk usia 2 bulan-12 bulan = 50 kali per menit atau lebih
b) Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih.
3) Bukan Pneumonia
Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan
tidak ada napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur 2
bulan-5 tahun yaitu :
a) Tidak bisa minum
b) Kejang
c) Kesadaran menurun
d) Stridor
e) Gizi buruk

5. Faktor Resiko
Faktor resiko timbulnya ISPA menurut Dharmage (2009) :
a. Faktor Demografi
Faktor demografi terdiri dari 3 aspek yaitu :
1) Jenis kelamin
Bila dibandingkan antara orang laki-laki dan perempuan, laki-
lakilah yang banyak terserang penyakit ISPA karena mayoritas
orang laki-laki merupakan perokok dan sering berkendaraan,
sehingga mereka sering terkena polusi udara.
2) Usia
Anak balita dan ibu rumah tangga yang lebih banyak terserang
penyakit ISPA. Hal ini disebabkan karena banyaknmya ibu
rumah tangga yang memasak sambil menggendong anaknya.
3) Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat
berpengaruh dalam kesehatan, karena lemahnya manajemen
kasus oleh petugas kesehatan serta pengetahuan yang kurang di
masyarakat akan gejala dan upaya penanggulangannya,
sehingga banyak kasus ISPA yang datang kesarana pelayanan
kesehatan sudah dalam keadaan berat karena kurang mengerti
bagaimana cara serta pencegahan agar tidak mudah terserang
penyakit ISPA.

b. Faktor Biologis
Faktor biologis terdiri dari 2 aspek yaitu (Notoatmodjo, 2007):
1) Status gizi
Menjaga status gizi yang baik, sebenarnya bisa juga mencegah
atau terhindar dari penyakit terutama penyakit ISPA. Misal
dengan mengkonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna dan
memperbanyakminum air putih, olah raga yang teratur serta
istirahat yang cukup. Karena dengan tubuh yang sehat maka
kekebalan tubuh akan semakin menigkat, sehingga dapat
mencegah virus ( bakteri) yang akan masuk kedalam tubuh.

2) Faktor rumah
Syarat-syarat rumah yang sehat (Suhandayani, 2007):
a) Bahan bangunan
Lantai : Ubin atau semen adalah baik. Syarat yang penting
disini adalah tdak berdebu pada musim kemarau dan tidak
basah pada musim hujan. Untuk memperoleh lantai
tanah yang padat (tidak berdebu) dapat ditempuh
dengan menyiram air kemudian dipadatkan dengan benda-
benda yang berat, dan dilakukan berkali-kali. Lantai
yang basah dan berdebu merupakan sarang penyakit
gangguan pernapasan.

Dinding : Tembok adalah baik, namun disamping


mahal tembok sebenarnya kurang cocok untuk daerah
tropis, lebih-lebih bila ventilasinya tidak cukup. Dinding
rumah di daerah tropis khususnya di pedesaan lebih baik
dinding atau papan. Sebab meskipun jendela tidak cukup,
maka lubang-lubang pada dinding atau papan tersebut
dapat merupakan ventilasi, dan dapat menambah
penerangan alamiah.

Atap Genteng : Atap genteng adalah umum dipakai


baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Disamping
atap genteng cocok untuk daerah tropis, juga dapat
terjangkau oleh masyarakat dan bahkan masyarakat
dapat membuatnya sendiri. Namun demikian, banyak
masyarakat pedesaan yang tidak mampu untuk itu, maka
atap daun rumbai atau daun kelapa pun dapat
dipertahankan. Atap seng ataupun asbes tidak cocok
untuk rumah pedesaan, di samping mahal juga
menimbulkan suhu panas didalam rumah.

Lain-lain (tiang, kaso dan reng)


Kayu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah
umum di pedesaan. Menurut pengalaman bahan-bahan
ini tahan lama. Tapi perlu diperhatikan bahwa
lubanglubang bambu merupakan sarang tikus yang baik.
Untuk menghindari ini cara memotongnya barus
menurut ruas-ruas bambu tersebut, maka lubang pada
ujung-ujung bambu yang digunakan untuk kaso tersebut
ditutup dengan kayu.

Ventilasi : Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi.


Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara
di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti
keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah
tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan O2 (oksigen) didalam rumah yang berarti
kadar CO2 (karbondioksida) yang bersifat racun bagi
penghuninya menjadi meningkat. Tidak cukupnya
ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara didalam
ruangan naik karena terjadinya proses penguapan dari
kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan
media yang baik untuk bakteri-bakteri, patogen (bakteri-
bakteri penyebab penyakit)

Cahaya : Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang


cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya
cahaya yang masuk kedalam ruangan rumah, terutama
cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga
merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan
berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu
banyak cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau,
dam akhirnya dapat merusakan mata.

c. Faktor Polusi
Adapun penyebab dari faktor polusi terdiri dari 2 aspek yaitu
(Lamsidi, 2003):
1) Cerobong asap
Cerobong asap sering kita jumpai diperusahaan atau
pabrik-pabrik industri yang dibuat menjulang tinggi ke atas
(vertikal). Cerobong tersebut dibuat agar asap bisa keluar ke
atas terbawa oleh angin. Cerobong asap sebaiknya dibuat
horizontal tidak lagi vertikal, sebab gas (asap) yang dibuang
melalui cerobong horizontal dan dialirkan ke bak air akan
mudah larut. Setelah larut debu halus dan asap mudah
dipisahkan, sementara air yang asam bisa dinetralkan oleh
media Treated Natural Zeolid (TNZ) yang sekaligus bisa
menyerap racun dan logam berat.
Langkah tersebut dilakukan supaya tidak akan ada lagi
pencemaran udara, apalagi hujan asam. Cerobong asap juga
bisa berasal dari polusi rumah tangga, polusi rumah tangga
dapat dihasilkan oleh bahan bakar untuk memasak, bahan
bakar untuk memasak yang paling banyak menyebabkan asap
adalah bahan bakar kayu atau sejenisnya seperti arang.

2) Kebiasaan merokok
Satu batang rokok dibakar maka akan mengelurkan sekitar
4.000 bahan kimia seperti nikotin, gas karbon monoksida,
nitrogen oksida, hidrogen cianida, ammonia, acrolein, acetilen,
benzol dehide, urethane, methanol, conmarin, 4-ethyl cathecol,
ortcresorperyline dan lainnya, sehingga di bahan kimia tersebut
akan beresiko terserang ISPA.

d. Faktor timbulnya penyakit


Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit menurut
Bloom dikutip dari Effendy (2004) menyebutkan bahwa
lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
derajat kesehatan masyarakat, sehat atau tidaknya lingkungan
kesehatan, individu, keluarga dan masyarakat sangat tergantung
pada perilaku manusia itu sendiri. Disamping itu, derajat kesehatan
juga dipengaruhi oleh lingkungan, misalnya membuat ventilasi
rumah yang cukup untuk mengurangi polusi asap maupun polusi
udara, keturunan, misalnya dimana ada orang yang terkena
penyakit ISPA di situ juga pasti ada salah satu keluarga yang
terkena penyakit ISPA karena penyakit ISPA bisa juga disebabkan
karena keturunan, dan dengan pelayanan sehari-hari yang baik
maka penyakit ISPA akan berkurang dan kesehatannya sedikit
demi sedikit akan membaik, dan pengaruh mempengaruhi satu
dengan yang lainnya.

6. Penatalaksanaan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)


Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan
kasus yang benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga
tujuanprogram (turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya
penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada
pengobatan penyakit ISPA).
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan
petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak
mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek
biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang
bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk
tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari
tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA .
Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut
(Smeltzer & Bare, 2002) :
a. Pemeriksaan
Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit
anak dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya,
melihat dan mendengarkan anak. Hal ini penting agar selama
pemeriksaan anak tidak menangis (bila menangis akan
meningkatkan frekuensi napas), untuk ini diusahakan agar anak
tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung napas dapat dilakukan
tanpa membuka baju anak. Bila baju anak tebal, mungkin perlu
membuka sedikit untuk melihat gerakan dada. Untuk melihat
tarikan dada bagian bawah, baju anak harus dibuka sedikit. Tanpa
pemeriksaan auskultasi dengan steteskop penyakit pneumonia
dapat didiagnosa dan diklassifikasi.
b. Pengobatan
1) Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik
parenteral, oksigendan sebagainya.
2) Pneumonia : diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila
penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata
dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap,
dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin,
amoksisilin atau penisilin prokain.
3) Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan
perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk
tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat
yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan,
antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu
parasetamol. Penderitadengan gejala batuk pilek bila pada
pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah
(eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher,
dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman
streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10
hari.
c. Pengobatan Di Rumah
1) Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang
terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam.
2) Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat
kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah.
3) Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang
berventilasi cukup dan tidak berasap.
4) Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk
maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas
kesehatan.
5) Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan
diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan
dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang
mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari
anakdibawa kembali ke petugas kesehatan untuk pemeriksaan
ulang.

7. Pencegahan Inspeksi Saluran Pernafasan Akut


Menurut Depkes RI, (2002) pencegahan ISPA antara lain:
a. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik
Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan
mencegah kita atau terhindar dari penyakit yang terutama antara
lain penyakit ISPA. Misalnya dengan mengkonsumsi makanan
empat sehat lima sempurna, banyak minum air putih, olah raga
dengan teratur, serta istirahat yang cukup, kesemuanya itu akan
menjaga badan kita tetap sehat. Karena dengan tubuh yang sehat
maka kekebalan tubuh kita akan semakin meningkat, sehingga
dapat mencegah virus / bakteri penyakit yang akan masuk ke tubuh
kita.
b. Imunisasi
Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak
maupun orang dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjaga
kekebalan tubuh kita supaya tidak mudah terserang berbagai
macam penyakit yang disebabkan oleh virus / bakteri.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan
mengurangi polusi asap dapur / asap rokok yang ada di dalam
rumah, sehingga dapat mencegah seseorang menghirup asap
tersebut yang bisa menyebabkan terkena penyakit ISPA. Ventilasi
yang baik dapat memelihara kondisi sirkulasi udara (atmosfer)
agar tetap segar dan sehat bagi manusia.
d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/
bakteri yang ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit
penyakit ini melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam
tubuh. Bibit penyakit ini biasanya berupa virus / bakteri di udara
yang umumnya berbentuk aerosol (anatu suspensi yang melayang
di udara). Adapun bentuk aerosol yakni Droplet, Nuclei (sisa dari
sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh secara
droplet dan melayang di udara), yang kedua duet (campuran antara
bibit penyakit).

E. Ringkasan
1. Kejadian ISPA tergolong tinggi ditemukan pada wilayah puskesmas
plus mandiangin
2. ISPA bisa menyerang dari usia balita hingga lansia
3. ISPA secara biologis disebabkan oleh pathogen, namun perilaku
merokok juga menjadi faktor resiko yang menyebabkan seseorang
lebih mudah terkena ISPA

F. Akitivitas masyarakat
Saudara – saudara diminta untuk menjawab pertanyaan berikut sesuai
dengan pengetahuan dan pemahaman setelah melihat :
1. Apa pengertian dari ISPA ?
2. Apa faktor penyebab dari terjadinya ISPA pada masyarakat ?
3. Bagaimana cara pencegahan ISPA?
4. Bagaimana cara pengobatan ISPA ?
G. Lembar Evaluasi
1. Apa yang saudara pahami setelah membaca materi tentang faktor
penyebab terjadinya ISPA
2. Bagaimana cara pencegahan terjadinya ISPA
3. Bagaimana cara pengobatan ISPA

H. Lembar Refleksi
Pilihlah salah satu kolom dibawah ini dengan memberikan tanda ceklis
salah satu emoticon yang tersedia, yang mana pilihan tersebut gambaran
suasana diri masyarakat setelah memperhatikan video edukasi.
BAGIAN 2
SINUSITIS
A. Tujuan
Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat di puskesmas plus
mandiangin mengenai pencegahan penyakit Sinusitis.

B. Indikator Keberhasilan
Saudara – saudara diharapakan mampu memahami tentang : hal-hal yang
dapat menyebabkan terjadinya Sinusitis
C. Waktu
Waktu yang dapat saudara gunakan untuk memahami video ini yaitu 1x45
menit

D. Materi

1. Materi
Sinusitis merupakan suatu proses peradangan pada mukosa
atau selaput lender sinus paranasal. Akibat peradangan ini dapat
menyebabkan pembentukan cairan atau kerusakan tulang dibawahnya.
(Efiaty,2007 dalam Nurarif,2015).
Sinusitis adalah merupakan penyakit infeksi sinus yang
disebabkan oleh kuman atau virus. Sinusitis adalah suatu keradangan
yang terjadi pada sinus. Sinus sendiri adalah rongga udara yang
terdapat di area wajah yang terhubung dengan hidung. Fungsi dari
rongga sinus adalah untuk menjaga kelembapan hidung & menjaga
pertukaran udara di daerah hidung.
Sinus paranasal adalah rongga-rongga yang terdapat pada
tulang-tulang diwajah. Rongga sinus sendiri terdiri dari 4 jenis, yaitu :
a. Sinus Frontal, terletak di dahi
b. Sinus Maxillary, terletak diantara tulang pipi, tepat disamping
hidung
c. Sinus Ethmoid, terletak dipangkal hidung
d. Sinus Sphenoid, terletak dibelakang sinus ethmoid & dibelakang
mata

2. Klasifikasi
Sinusitis sendiri dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu
a. Sinusitis akut : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang
berlangsung selama 3 minggu.Macam-macam sinusitis akut :
sinusitis maksila akut, sinusitis emtmoidal akut, sinus frontal
akut, dan sinus sphenoid akut.
b. Sinusitis kronis : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang
berlansung selama 3-8 minggu tetapi dapat juga berlanjut sampai
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
3. Etiologi
Sinus paranasal salah satu fungsinya adalah menghasilkan lender
yang dialirkan kedalam hidung, untuk selanjutnya dialirkan
kebelakang, kearah tenggorokan untuk ditelan kesaluran pencernaan.
Semua keadaan yang mengakibatkan tersumbatnya aliran lendir dari
sinus kerongga hidung akan menyebabkan terjadinya sinusitis. Secara
garis besar penyebab sinusitis ada 2 macam yaitu :
a. Faktor local
Semua kelainan pada hidung yang dapat mengakibatkan
terjadinya sumbatan ; antara lain infeksi, alergi, kelainan
anatomi, tumor, benda asing, iritasi polutasn dan gangguan
pada mukosili (rambut halus pada selaput lendir).
b. Faktor sistemik
Keadaan diluar hidung yang dapat menyebabkan sinusitis;
antara lain gangguan daya tahan tubuh (diabetes, AIDS)
penggunaan obat-obatan yang dapat mengakibatkan sumbatan
hidung.
Beberapa kuman yang sering ditemukan pada pasien
sinusitis,
1. Sinusitis akut dan sinusitis berulang :
a. Streptococcus pneumonia
b. Moraxella catarrhalis
c. Haemophilus influenza
d. Staphylococcus aureus
2. Sinusitis kronis :
a. Staphylococcus aureus
b. Streptococcus pneumonia
c. Haemophilus influenza
d. Pseudomonas aeruginosa
e. Peptostreptococcus Sp
f. Aspergilus Sp

4. Patofisiologi
Proses terjadinya sinusitis diawali oleh adanya oklusi atau
penyumbatan ostium sinus yang akan menghambat ventilasi dan
drainase sinus sehingga terjadi penumpukan sekret dan
mengakibatkan penurunan oksigenisasi serta tekanan udara di rongga
sinus. Penurunan oksigenisasi sinus akan menyuburkan pertumbuhan
bakteri anaerob.Tekanan dalam rongga sinus yang menurun pada akan
menimbulkan rasa nyeri di daerah sinus yang terkena sinusitis. Karena
ventilasi terganggu, PH dalam sinus akan menurun dan hal ini akan
menyebabkan silia menjadi hipoaktif dan mukus yang diproduksi
menjadi lebih kental. Bila sumbatan berlanjut akan terjadi hipoksia
dan retensi mukus  yang merupakan kondisi ideal untuk tumbuhnya
kuman patogen. Infeksi dan toksin bakteri selanjutnya akan
mengganggu fungsi mukosa karena menimbulkan inflamasi pada
lamina propia dan mukosa menjadi bertambah tebal yang kemudian
memperberat  terjadinya oklusi, sehingga terjadi semacam lingkaran
setan.
Sinus grup anterior lebih sering terkena sinusitis karena di
meatus media terdapat celah-celah sempit yang mudah mengalami
penyumbatan, daerah tersebut disebut komplek osteomeatal yung
terdiri dari resesus frontal, infundibulumdan bulaetmoid. Permukaan
mukosa di daerah osteomeatal komplek berdekatan satu sama lain,
bila terjadi edema maka mukosa yang berhadapan pada daerah sempit
ini akan menempel erat atau kontak sesamanya sehingga silia tidak
dapat bergerak dan mukus tidak dapat dialirkan dan pada saat yang
bersamaan dapat terjadi edeme serta oklusi ostium sinus grup anterior
yang merupakan awal dari proses terjadinya sinusitis. Khusus untuk
sinus maksilaris dasarnya berbatasan dengan akar gigi premolar I
sampai molar III atas dan bila terjadi infeksi pada gigi tersebut dapat
menyebar ke sinus maksila dan biasanya unilateral.

5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis secara umum :
a. Tersumbat
b. Nyeri didaerah sinus
c. Sakit kepala
d. Hiposmia/anosmia
e. Halitosis

Berdasarkan klasifikasinya
a) Sinusitis akut
1) Gejala subjektif
Terdapat gejala sistemik yaitu demam dan rasa lesu;
gejala lokal pada hidung terdapat ingus kental yang kadang-
kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring.
Hidung tersumbat, gangguan penciuman, rasa nyeri di
daerah sinus yang terkena, kadang-kadang dirasakan di
tempat lain karena nyeri alih.
Pada sinusitis maksila nyeri di bawah kelopak mata dan
kadang-kadang menybar ke alveolus, sehingga terasa nyeri
di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan di depan telinga.
Pada sinusitis etmoid rasa nyeri dirasakan di pangkal
hidung , kantus medius, bola mata atau di belakangnya, dan
nyeri bertambah bila mata digerakan. Nyeri alih dirasakan
di pelipis.
Pada sinusitis frontal rasanyeri terlokalisir di dahi atau
dirasakan di seluruh kepala. Pada sinusitis sfenoid rasa
nyeri di verteks, oksipital, di belakang bola mata dan di
daerah mastoid. Gejala pada sinusitis akut biasanya
didahului pilek yang tidak sembuh dalam waktu lebih dari 5
– 7 hari. Bisa juga disertai batuk terutama pada malam hari.

2) Gejala obyektif
Pada sinusitis akut tampak pembengkakan di daerah
muka. Pada sinusitis maksila pembengkakan di pipi dan
kelopak mata bawah, pada sinusitis frontal di dahi di dahi
dan kelopak mata atas, pada sinusitis etmoid jarang ada
pembengkakan, kecuali bila ada komplikasi.
Pada rinoskopi anterior mukosa konka tampak hiperemis
dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan
sinusitis etmoid anterior tampak mukopus atau nanah di
meatus medius, sedangkan pada sinusitia etmoid posterior
dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus
superior. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di
nasofaring (post nasal drip).
Pada pemeriksaan transluminasi, sinus yang sakit akan
menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan radiologik posisi
waters, PA dan lateral. Akan tampak perselubungan atau
penebalan mukosa atau batas cairan-udara (air fluid level)
pada sinus yang sakit.

3) Pemeriksaan mikrobiologik
Pada pemeriksaan mikrobiologik dari sekret di rongga
hidungterutama dari meatus media atau superior ditemukan
bakteri flora normal di hidung atau kuman patogen, seperti
pneumococcus, Streptococcus, Stafilococcus dan
hemophilus influenza.
b) Sinusitis kronik
Sinusitis kronis berbeda dari sinusitis akut dalam beberapa
aspek, umumnya sukar sembuh dengan pengobatan
medikamentosa saja. Harus dicari faktor penyebab dan faktor
predisposisinya.
1) Gejala subjektif
Gejala subjektif bervariasi, dari ringan sampai berat :
a. Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret di hidung
dan nasofaring
b. Gejala faring, yaitu rasa tidak nyaman di tenggorokan
c. Gejala telinga, berupa pendengaran terganggu, oleh
karena      tersumbatnya tuba Eustachius
d. Nyeri kepala
e. Gejala mata, oleh karena penjalaran infeksi melalui
duktus naso-   lakrimalis
f. Gejala saluran napas berupa batuk, dan kadang-kadang
terdapat komplikasi di paru, berupa bronkitis atau
bronkiektasis atau asma bronkial, sehingga terjadi
penyakit sinobronkitis
g. Gejala di saluran cerna, oleh karena mucopus yang
tertelan. Dapt terjadi gastroenteritis.
h. Kadang-kadang gejala sangat ringan, hanya terdapat
sekret di nasofaring yang menggangu pasien. Sekret di
nasofaring (post nasal drip) yang terus menerus akan
mengakibatkan batuk kronik.
i. Nyeri kepala pada sinusitis kronis biasanya pada pagi
hari, dan akan berkurang atau menghilang setelah siang
hari.
2) Gejala objektif
Pada sinusitis kronis, temuan pemeriksaan klinis tidak
seberat sinusitis akut dan tidak terdapat pembengkakan
muka. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret
kental purulen dari meatus medius atau meatus superior.
Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di
nasofaring atau turun ke tenggorok.

3) Pemeriksaan mikrobiologik
Biasanya merupakan infeksi campuran oleh bermacam-
macam mikroba, yaitu kumam aerob dan kuman anaerob.
Pemeriksaan penunjang berupa trasluminasi untuk sinus
maksila dan sinus frontal, pemeriksaan radiologik, pungsi
sinus maksila, sinoskopi sinus maksila, pemeriksaan
histologik dari jaringan yang diambil pada waktu dilakukan
sinoskopi, pemeriksaan meatus medius dan meatus superior
dengan menggunakan naso-endoskopi dan pemeriksaan CT
Scan.

4) Pemeriksaan Penunjang
a) Rinoskopi anterior :

 Mukosa merah
 Mukosa bengkak
 Mukopus di meatus medius
b) Rinoskopi postorior
 Mukopus nasofaring
c) CT Scan : Konka bulosa bilateral, hipertropi konka
nasalis
d) Transiluminasi : kesuraman pada sisi yang sakit
e) X Foto sinus paranasalis
 Kesuraman
 Gambaran “airfluidlevel”
 Penebalan mukosa

5) Penatalaksanaan
a. Sinusitis akut
(1) Terapi
Diberikan terapi medikamentosa berupa
antibiotik selama 10-14 hari. Beberapa antibiotik
yang direkomendasikan untuk sinusitis akut
adalah Amoxicillin, Amoxicillin-clavulanate,
cefpodoxime proxetil dan cefuroxim,
Trimethoprim-sulfamethoxazole, clarithromycin
dan Azithomycin.
Jika obat-obatan garis depan tersebut di atas
mengalami kegagalan dan kurang memberikan
respon dalam waktu 72 jam pada terapi awal,
maka pemberian antibiotik dengan spektrum
lebih luas bisa dipertimbangkan. Ini termasuk
fluoroquinolone generasi lebih baru, gatifloxacin,
moxifloxacin dan lefofloxaci.
Selain antibiotik dapat diberikan
decongestan untuk memperlancar drainase sinus,
analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri dan
mukolitik untuk mengurangi kekentalan mukus.
Bila ada rinitis alergi dapat diberikan
antihistamin. Pemberian kortikosteroid tidak
direomendasikan pada sinusitis akut.
Terapi pembedahan pada sinusitis akut
jarang diperlukan, kecuali bila ada komplikasi ke
orbita atau intrakranial; atau ada nyeri yang hebat
karena ada sekret yang tertahan oleh sumbatan.

b) Sinusitis kronik
Terapi medis harus melibatkan antibiotik dengan spektrum
luas, dan steroid itranasal topikal untuk mengobati komponen
inflamasi yang kuat dari         penyakit ini. Antibiotik yang menjadi
pilihan diantaranya amoxicillin-clavulanate, Clindamycin,
Cefpodoksime proxetil, cefuroxime, gativloxacin, moxifloxacin, dan
levofloxacin. Juga diberikan dekongestan, mukolitik dan antihistamin
bila ada rinitis alergi dan dapat juga dibantu dengan diatermi. Berbeda
dengan sinusitis akut yang biasanya segera senbuh dengan pengobatan
yang tepat, penyakit sinusitis kronis atau sinusitis akut berulang sering
kali sulit disembuhkan dengan pengobatan konservatif biasa.
Dahulu, bila pengobatan konservatif gagal, dilakukan operasi
radikal pada sinus yang terkena antara lain etmoidektomi intra nasal,
yang merupakan operasi yang berbahaya karena dilakukan secara
membuta, dan banyak komplikasi berbahaya karena sinus etmoid
terletak di midfasial yang berhubungan dengan struktur-struktur
penting seperti orbita, otak, sinus kavernosus dan kelenjar hipofisis.
Berdasarkan penemuan baru dari Messerklinger mengenai
patofisiologi sinusitis disertai bantuan pemeriksaan radiologi canggih
yaitu CT scan, maka teknik operasi lama ditinggalkan dan
dikembangkan teknik baru yaitu Bedah Sinus Endoskopi Fungsional
(BSEF) atau lebih dikenal dengan Fungsional Endoscopic Sinus
urgery (FESS).
Prinsip BSEF ialah membuka dan membersihkan KOM ini
sehingga nantinya tidak ada lagi hambatan ventilasi dan drainase.
Keuntungan BSEF ialah tindakan ini biasanya sudah cukup untuk
menyembuhkan kelainan sinus yang berat-berat sehingga tidak perlu
tindakan radikal.

c) Pembedahan
a. Pada sinus maksila
Dilakukan fungsi sinus maksila, dan dicuci 2 kali seminggu dengan
larutan garam fisiologis. Caranya ialah, dengan sebelumnya memasukkan
kapas yang telah diteteskan xilokain dan adrenalin ke daerah meatus
inferior. Setelah 5 menit, kapas dikeluarkan, lalu dengan trokar ditusuk di
bawah konka inferior, ujung trokar diarahkan ke batas luar mata. Setelah
tulang dinding sinus maksila bagian medial tembus, maka jarum trokar
dicabut, sehingga tinggal pipa selubungnya berada di dalam sinus maksila.
Pipa itu dihubungkan dengan semprit yang berisi larutan garam fisiologis,
atau dengan balon yang khusus untuk pencucian sinus itu.
Pasien yang telah ditataki plastik di dadanya, diminta untuk membuka
mulut. Air cucian sinus akan keluar dari mulut, dan ditampung di tempat
bengkok.
Tindakan ini diulang 3 hari kemudian. Karena sudah ada lubang fungsi,
maka untuk memasukkan pipa dipakai trokar yang tumpul. Tapi tindakan
seperti ini dapat menimbulkan kemungkinan trokar menembus melewati
sinus ke jaringan lunak pipi,dasar mata tertusuk karena arah penusukan
salah, emboli udara karena setelah menyemprot dengan air disemprotkan
udara dengan maksud mengeluarkan seluruh cairn yang telah dimasukkan
serta perdarahan karena konka inferior tertusuk. Lubang fungsi ini dapat
diperbesar, dengan memotong dinding lateral hidung, atau dengan
memakai alat, yaitu busi. Tindakan ini disebut antrostomi, dan dilakukan di
kamar bedah, dengan pasien yang diberi anastesi.
b. Pada sinus frontal, etmoid dan sfenoid
Pencucian sinus dilakukan dengan pencucian Proetz. Caranya ialah
dengan pasien ditidurkan dengan kepala lebih rendah dari badan. Kedalam
hidung diteteskan HCL efedrin 0,5-1,5 %. Pasien harus menyebut “kek-
kek” supaya HCL efedrin yang diteteskan tidak masuk ke dalam mulut,
tetapi ke dalam rongga yang terletak dibawah ( yaitu sinus paranasal, oleh
karena kepala diletakkan ebih rendah dari badan). Ke dalam lubang hidung
dimasukkan pipa gelas yang dihubungkan dengan alat pengisap untuk
menampung ingus yang terisap dari sinus. Pada pipa gelas itu dibuat lubang
yang dapat ditutup dan dibuka dengan ujung jari jempol. Pada waktu
lubang ditutup maka akan terisap ingus dari sinus. Pada waktu meneteskan
HCL ini, lubang di pipa tidak ditutup. Tindakan pencucian menurut cara ini
dilakukan 2 kali seminggu.

Macam pembedahan sinus paranasal


1. Sinus maksila
i. Antrostomi, yaitu membuat saluran antara rongga hidung dengan
sinus maksila di bagian lateral konka inferior. Gunanya ialah untuk
mengalirkan nanah dan ingus yang terkumpul di sinus maksila.
Alat yang perlu disiapkan ialah :
 alat fungsi sinus maksila
 semprit untuk mencuci
 pahat untuk memotong dinding lateral hidung
 alat pengisap
 tampon kapas atau kain kasa panjang yang diberi salep
Tindakan dilakukan di kamar besdah, dengan pembiusan
( anastesia ), dan pasien dirawat selama 2 hari.
Perawatan pasca tindakan :
 beri antrostomi dilakukan pada kedua belah sinus maksila,
maka kedua belah hidung tersumbat oleh tampon. Olehkarena
itu pasien harus bernafas melalui mulut, dan makanan yang
diberikan harus lunak.
 tampon diangkat pada hari ketiga, setelah itu, bila tidak
terdapat perdarahan, pasien boleh pulang.
ii. Operasi Caldwell-Luc
Operasi ini ialah membuka sinus maksila, dengan
menembus tulang pipi. Supaya tidak terdapat cacat di muka, maka
insisis dilakukan di bawah bibir, di bagian superior ( atas ) akar
gigi geraham 1 dan 2. Kemudian jaringan diatas tulang pipi
diangkat kearah superior, sehingga tampak tulang sedikit di atas
cuping hidung, yang disebut fosa kanina. Dengan pahat atau bor
tulang itu dibuka, dengan demikian rongga sinus maksila
kelihatan. Dengan cunam pemotong tulang lubang itu diperbesar.
Isi sinus maksila dibersihkan. Seringkali akan terdapat jaringan
granulasi atau polip di dalam sinus maksila. Setelah sinus bersih
dan dicuci dengan larutan bethadine, maka dibuat anthrostom. Bila
terdapat banyak perdarahan dari sinus maksila, maka dimasukkan
tampon panjang serta pipa dari plastik, yang ujungnya disalurkan
melalui antrostomi ke luar rongga hidung. Kemudian luka insisi
dijahit.
Perawatan pasca bedah :
 beri kompres es di pipi, untuk mencegah pembengkakan di pipi
pasca-bedah.
 perhatikan keadaan umum : nadi, tensi,suhu
 perhatikan apakah ada perdarahan mengalir ke hidung atau
melalui mulut. Apabila terdapat perdarahan, maka dokter harus
diberitahu.
 makanan lunak-tampon dicabut pada hari ketiga.
2. Sinus etmoid
a. Pembedahan untuk membersihkan sinus etmoid, dapat dilakukan
dari dalam hidung (intranasal) atau dengan membuat insisi di batas
hidung dengan pipi (ekstranasal).
1) Etmoidektomi intranasal
Alat yang diperlukan ialah :
 spekulum hidung
 cunam pengangkat polip
 kuret ( alat pengerok )
 alat pengisap
 tampon
Tindakan dilakukan dengan pasien dibius umum ( anastesia).
Dapat juga dengan bius lokal (analgesia). Setelah konka media
di dorong ke tengah, maka dengan cunam sel etmoid yang
terbesar ( bula etmoid ) dibuka. Polip yang ditemukan
dikeluarkan sampai bersih. Sekarang tindakan ini dilakukan
dengan menggunakan endoskop, seh igga apa yang akan
dikerjakan dapat dilihat dengan baik.
Perawatan pasca-bedah yang terpenting ialah memperhatikan
kemungkinan perdarahan.
2) Etmoidektomi ekstranasal
Insisi dibuat di sudut mata, pada batas hidung dan mata. Di
daerah itu sinus etmoid dibuka, kemudian dibersihkan.
3. Sinus frontal
Pembedahan untuk membuka sinus frontal disebut operasi Killian. Insisi
dibuat seperti pada insisi etmoidektomi ekstranasal, tetapi kemudian
diteruskan ke atas alis.Tulang frontal dibuka dengan pahat atau bor,
kemudian dibersihkan. Salurannya ke hidung diperikasa, dan bila
tersumbat, dibersihkan. Setelah rongga sinus frontal bersih, luka insisi
dijahit, dan diberi perban-tekan. Perban dibuka setelah seminggu.
Seringkali pembedahan untuk membuka sinus frontal dilakukan bersama
dengan sinus etmoid, yang disebut fronto-etmoidektomi.
4. Sinus sfenoid
Pembedahan untuk sinus sfenoid yang aman sekarang ini ialah dengan
memakai endoskop. Biasanya bersama dengan pembersihan sinus etmoid
dan muara sinus maksila serta muara sinus frontal, yang disebut Bedah
Endoskopi Sinus Fungsional.
d) Discharge planning
i. Pertahankan kesehatan umum sehingga daya tahan tubuh alamiah tidak
menurun, makan cukup, istirahat, olahraga
ii. Periksa jika nyeri pada area sinus menetap atau jika terdapat rabas nasal,
dan terdapat perubahan bau busuk, warna
iii. Meningkatkan asupan cairan
iv. Antibiotic dan obat lainnya harus digunakan sesuai resep
v. Control sesuai wakru yang ditentukan
vi. Control jika ada keluhan tambahan, seperti nyeri yang bertambah
vii. Untuk pencegahan hindari allergen (debu, asap, tembakau) jika alergi
6) Komplikasi
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya
antibiotic. Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis
kronis dengan eksaserbasi akut.
Komplikasi yang dapat terjadi ialah :
1. Osteomielitis dan abses subperiostal. Paling sering timbul akibat sinusitis
frontal dan biasanya ditemukan pada anak. Pada osteomielitis sinus maksila
dapat timbul fistula oroantral.
2. Kelainan otbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan
mata (orbita). Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis
frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan
perkontinuitatum. Kelainan yang dapat ditimbulkan ialah edem palpebra,
selulitis orbita, abses subperiotal, abses orbita, dan selanjutnya dapat terjadi
thrombosis sinus kavernosus.
3. Kelainan intracranial, seperti meningitis, abses ekstradural atau subdural,
abses otak dan thrombosis sinus kavernosus.
4. Kelainan paru, seperti bronchitis kronik dan bronkiektasis. Adanya
kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut
sinobronkitis. Disamping itu dapat timbul asma bronchial.

BAGIAN 3
TONSILITIS
1. Tujuan
Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat di puskesmas plus
mandiangin mengenai pencegahan penyakit Tonsilitis (Amandel).

2. Indikator Keberhasilan
Saudara – saudara diharapakan mampu memahami tentang : hal-hal yang
dapat menyebabkan terjadinya Tonsilitis (Amandel)

3. Waktu
Waktu yang dapat saudara gunakan untuk memahami video ini yaitu 1x45
menit

4. Materi
1. Defenisi Tonsilitis

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari


cicin waldeyer. Penyebaran infeksi melalui udara (air borne droplets), tangan
dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak(Ringgo,
2019). Tonsilitis akut merupakan peradangan pada tonsil yang disebabkan
oleh infeksi bakteri atau virus yang terjadi dalam waktu kurang dari 3minggu
(Ramadhan, 2017). Tonsilitis membranosa termasuk dalam salah satu jenis
radang amandel akut yang disertai dengan pembentukan membrane / selaput
pada permukaan tonsil yang bisa meluas ke sekitarnya (Ramadhan, 2017).
Tonsilitis kronis merupakan kondisi di mana terjadi pembesaran tonsil
disertai dengan serangan infeksi yang berulang-ulang(Nizar, 2016).
2. Epidemiologi

Tonsilitis secara epidemiologi paling sering terjadi pada anak-anak.


Pada balita, tonsilitis umumnya disebabkan oleh infeksi virus sedangkan
infeksi bakterial lebih sering terjadi pada anak berusia 5-15 tahun. Group
A beta-hemolytic streptococcus merupakan penyebab utama tonsilitis
bacterial (U, 2018)(Georgalas, 2014).

Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak, tetapi jarang terjadi


pada anak usia < 2 tahun. Tonsilitis juga sangat jarang terjadi pada orang
tua usia >40 tahun. Insidensi terjadinya tonsilitis rekuren di Eropa
dilaporkan sekitar 11% dengan komplikasi tersering adalah abses
peritonsilar. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada anak-anak dengan
puncaknya pada masa remaja kemudian risikonya menurun hingga usia
tua. Abses peritonsilar lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-
laki(U, 2018)(EL, et al., 2016).

World Health Organization (WHO) tidak mengeluarkan data mengenai


jumlah kasus tonsilitis di dunia, namun WHO memperkirakan 287.000
anak dibawah 15 tahun mengalami tonsilektomi dengan atau tanpa
adenoidektomi, 248.000 (86,4 %)mengalami tonsiloadenoidektomi dan
39.000 (13,6 %) lainnya menjalani tonsilektomi. Berdasarkan data
epidemiologi penyakit THT di tujuh provinsi Indonesia, prevalensi
tonsilitis kronik 3,8 % tertinggi setelah nasofaringitis akut 4,6 %
(Ramadhan, 2017).

Tonsilitis baik akut maupun kronik dapat terjadi pada semua umur,
namun lebih sering terjadi pada anak. Faktor yang menjadi penyebab
utama hal tersebut adalah ISPA dan tonsillitis akut yang tidak mendapat
terapi yang adekuat.4,5 Tonsilitis lebih umum pada anak-anak usia 5-15
tahun dengan prevalensi tonsillitis bakterial 15-30% pada anak dengan
gangguan tenggorokan dan 5-15% pada dewasa dengan gangguan
tenggorokan(Nadhila, 2016).

3. Etiologi

Penyebab tonsilitis adalah infeksi bakteri streptococcus atau infeksi


virus.Tonsil berfungsi membantu menyerang bakteri dan mikroorganisme
lainnya sebagai tindakan pencegahan terhadap infeksi.Tonsil bisa
dikalahkan oleh bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan
meradang, menyebabkan tonsilitis.Hal-hal yang dapat memicu peradangan
pada tonsil adalah seringnya kuman masuk kedalam mulut bersama
makanan atau minuman(Manurung, 2016). Tonsillitis berhubungan juga
dengan infeksimononukleosis, virus yang paling umum adalah EBV,yang
terjadi pada 50% anak-anak (Allotoibi, 2017).

4. Patofisiologi dan Patogenesis

Tonsil merupakan salah satu pertahanan tubuh terdepan. Antigen yang


berasal dari inhalan maupun ingestan dengan mudah masuk ke dalam
tonsil hingga terjadi perlawanan tubuh dan bisa menyebabkan peradangan
oleh virus yang tumbuh di membran mukosa kemudian terbentuk fokus
infeksi. Keadaan ini akan semakin beratjika daya tahan tubuh penderita
menurun akibat peradangan virus sebelumnya. Tonsilitis akut yang
disebabkan oleh bakteri disebut peradangan lokal primer. Setelah terjadi
serangan tonsilitis akut, tonsil akan sembuh atau bahkan tidak dapat
kembali sehat seperti semula(Fakh, et al., 2016).

Secara patologi terdapat peradangan dari jaringan pada tonsil dengan


adanya kumpulan leukosit, sel epitel yang mati, dan bakteri pathogen
dalam kripta. Fase-fase patologis tersebut ialah:

1. Peradangan biasa daerah tonsil saja


2. Pembentukan eksudat
3. Selulitis tonsil
4. Pembentukan abses peritonsiler
5. Nekrosis jaringan (Adams, et al., 2012)

Karena proses radang yang timbul maka selain epitel mukosa juga
jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan
limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan
sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh
detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan
akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa
tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar
limfa dengan submandibular (Soepardi, et al., 2012).

Peradangan dapat menyebabkan keluhan tidak nyaman kepada


penderita berupa rasa nyeri saat menelan karena sesuatu yang ditelan
menyentuh daerah yang mengalami peradangan. Peradangan tonsil
akan mengakibatkan pembesaran yang menyebabkan kesulitan menelan
atau seperti ada yang mengganjal di tenggorok. Pada anak biasanya
keadaan ini juga dapat mengakibatkan keluhan berupa ngorok saat tidur
karena pengaruh besarnya tonsil mengganggu pernafasan bahkan
keluhan sesak nafas juga dapat terjadi apabila pembesaran tonsil telah
menutup jalur pernafasan. Jika peradangan telah
ditanggulangi,kemungkin tonsil kembali pulih seperti semula atau
bahkan tidak dapat kembali sehat seperti semula. Apabila tidak terjadi
penyembuhan yang sempurna pada tonsil, dapat terjadi infeksi
berulang. Apabila keadaan ini menetap, bakteri patogen akan bersarang
didalam tonsil dan terjadi peradangan yang kronis atau yang disebut
dengan tonsilitis kronis.

Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari


semua penyakit tenggorokan yang berulang. Tonsilitis kronis umumnya
terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut, terutama yang tidak mendapat
terapi adekuat. Selain pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat,
faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis lain adalah higien mulut
yang buruk, kelelahan fisik dan beberapa jenis makanan (Fakh, et al.,
2016).

5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang muncul akan berbeda-beda pada setiap


kategori tonsilitis sebagai berikut. (Rusmarjono & Soepardi, 2016).

A. Tonsilitis akut
1. Tonsilitis viral
Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai common cold yang
disertai rasa nyeri tenggorok dan beberapa derajat disfagia. Dan
pada kasus berat dapat meolak untuk minum atau makan melalui
mulut. Penderita mengalami malaise, suhu tinggi, dan nafasnya
bau (Adams, et al., 2012).

2. Tonsilitis bacterial

Gejala dan tanda Masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda
yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok dan nyeri waktu
menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa
nyeri disendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga
karena nyeri alih (referred pain) melalui saraf N.glosofaringeus
(N.IX). Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis
dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh
membran semu. Kelenjar sub-mandibula membengkak dan nyeri
tekan. (otalgia).
Gambar 1 Tonsilitis Eksaserbasi Akut

Sumber: Wikipedia.com

B. Tonsilitis Membranosa
1. Tonsilitis difteri
a. Gejala umum seperti juga gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan
suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan,
badan lemah, nadi lambat serta keluhan nyeri menelan.
b. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi
bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu
membentuk membran semu. Membran ini dapat meluas ke
palatum mole, uvula, nasofaring, lanng, trakea dan bronkus dan
dapat menyumbat saluran napas. Membran semu ini melekat erat
pada dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada
perkembangan penyakit ini bila infeksinya berjalan terus, kelenjar
limfa leher akan membengkak sedemikian besarnya sehingga
leher menyerupai leher sapi (bull neck) atau disebut juga
Burgemeester's.
Gambar 2 Tonsilitis Difteri

Sumber: alomedika.com

2. Tonsilitis Septik

Disebabkan oleh Streptococcus hemoliticus pada susu sapi,


tapi di Indonesia jarang.

3. Angina Plaut Vincent

Gejala demam sampai dengan 390 C, nyeri kepala, badan


lemah, dan kadang-kadang terdapat gangguan pencernaan.Rasa
nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah. Pada
pemeriksaan tampak mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak
membran putih keabuan di atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi,
serta terdapat bau mulut dan kelenjar sub mandibula membesar.

C. Tonsilitis Kronik

Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan


yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh
detritus. Rasa ada yang mengganjal di tenggorok, dirasakan kering
di tenggorok dan napas berbau.

Radang amandel/tonsilyang kronis terjadi secara berulang-


ulang danberlangsung lama. Pembesaran tonsil/amandelbisa
sangat besar sehingga tonsil kiri dankanan saling bertemu dan
dapat mengganggujalan pernapasan(Manurung, 2016).
Tonsilitis pada anak biasanyadapat mengakibatkan keluhan
berupa ngorok saat tidur karena pengaruh besarnya tonsil yang
mengganggu pernafasan bahkan keluhan sesak nafas dapat terjadi
apabila pemebesaran tonsil telah menutup jalur pernafasan(Fakh,
et al., 2016).

1. Diagnosis

Diagnosis tonsilitis dilakukan oleh dokterdengan


menggunakan anamnesis dan pemeriksaanfisik. Setiap gejala yang
ditemukan diberi skormasing-masing 1, sehingga apabila
ditemukan lebihdari 1 gejala seperti batuk,
demam>380֩C,pembengkakantonsil, nyeri tekan pada kelenjar
getahbening di leher, dan kesulitan menelan, maka
skordijumlahkan sesuai dengan gejala yang ditemukan.Durasi
tonsilitis juga diperhitungkan, apabilatonsilitis berlangsung kurang
dari 2 minggu makadiberi skor 1 dan apabila berlangsung selama
lebihdari 4 minggu atau menetap diberi skor 2. Total skorgejala
merupakan penjumlahan dari banyaknya tandaatau gejala tersebut
(Prasetya, et al., 2018).

Diagnosis yangdilakukan oleh dokter saat ini masih


dilakukan dengan caralangsung mengecek pada rongga mulut
pasiennya, padahalsaat menderita tonsilitis pasien akan merasa
sangat kesakitanapabila diminta untuk membuka rongga mulut,
terlebih lagidengan waktu yang cukup lama. Proses
diagnosisdilakukan secara visual dan hasil yang subjektif
tergantungdari keahlian dokter. Untuk itu diperlukan suatu sistem
yangdapat membantu dan mempermudah dokter
dalammendiagnosis dan menjelaskan pada pasien
mengenaipenyakit tonsilitis ini.Tonsilitis dapat dideteksi dengan
mengetahui karakteristikyang terlihat pada tonsil, karakteristik
yang paling mudahdapat dilihat adalah terjadinya perubahan
warna (kemerahan)pada daerah tonsil dan sekitarnya serta luas
pembengkakanpada tonsil(Lanang, et al., 2015).

Diagnosis Banding

Pada tonsilitis yang berhubungan dengan mononukleosis


infeksius, agen infeksi yang paling umum adalah virus Epstein-
Barr (terdapat pada 50% anak-anak dan 90% orang dewasa
dengan kondisi ini). Infeksi sitomegalovirus juga dapat
mengakibatkan gambaran klinis infeksi mononukleosis, dan
diagnosis banding juga termasuk toksoplasmosis, HIV, hepatitis
A, dan rubella (Georgalas, 2014).

Seringkali tersembunyi di balik hiperplasia tonsil pediatrik,


dengan atau tanpa infeksi berulang, tidak kronis atau menghambat
pernapasan atau pernapasan kronis. Hyperplasia terintegrasi atau
septum yang menyimpang, udara dingin yang tidak disaring,
mengalir melewati tonsil, menyebabkan iritasi fisik, mengeringkan
selaput lendirdan mempertahankan infeksi. Selanjutnya, alergi
harus dipertimbangkan pada prinsipnya dengan peradangan kronis
pada selaput lendir saluran pernapasan bagian atas. Khususnya,
tungau debu dan dapat mengalami putaran bulat (dengan puncak
di musimdingin) untuk mengalami infeksi darionsil dan
peningkatan tekanan pernapasan (Stelter, 2014).

Penyebab lainnya dari kambuhan berulang adalah


kerusakan gigi. Pernafasanmulutkronis dan tonsilitisberulang
menyebabkan penyakitperiodontal dan kerusakan gigi.
Sebaliknya, pengangkatan amandel (sebagian) dapat secara positif
mempengaruhi penyakit periodontal dan bahkan kondisi gigi anak
lengkap (Stelter, 2014).

Khususnya dengan hyperplasia tonsillar unilateral,


diagnosisbanding darilimfoma harus dipertimbangkan, terutama
jika terjadi pembengkakan kelenjar getah bening unilateral,
penurunan kinerja dan kelelahan (Stelter, 2014).

Tonsillitis unilateral pada anak-anak juga bias sebagai


diagnosis banding angina Plaut-Vincent (pertama kali dijelaskan
olehPlaut dan Vincent (1894)) atau aphth mukosa. Pada akhirnya,
nyeri adalah gejala pertama, dengan hasil terlihat yang minimal,
ketikaanginaPlaut-Vincent, disebabkan oleh Treponema
vincentiidan fusiform Fusobacterium (Fusobacterium nucleatum)
yang bermanifestasi sebagai deposit yang besar, kotor, dan satu
sisi, tetapi menyebabkan hampir tidak ada rasa sakit dan hanya
ada sedikit pertimbangan dalam pemutusan tersebut(Stelter, 2014).

2. Penatalaksanaan

Pemberian tatalaksana berbeda-beda setiap kategori


tonsillitis sebagai berikut :

A. Tonsilitis Akut
1. Tonsillitis viral
Pada umumnya, penderita dcngan tclnsilitis akut serta de nram
sebaiknya lirah baring, pemberian cairan adekuat, dan diet
ringan(Adams, et al., 2012). Analgesik, dan antivirus diberikan
jika gejala berat(Rusmarjono & Soepardi, 2016).
2. Tonsillitis bakterial

Antibiotika spectrum luas, seperti penisilin, eritromisin.


Antipiretik dan obat kumur yang mengandung desinfektan.

B. Tonsilitis Membranosa
1. Tonsillitis difteri

Anti difteri serum (ADS) diberikan segera tanpa menunggu


hasil kultur, dengan dosis 20.000 –100.000 unit tergantung dari
umur dan beratnya penyakit. Antibiotik penisilin atau eritromisin
25 –50 mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis selama 14 hari.
Kortikosteroid 1,2 mg/kgBB/hari. Antipiretik untuk simtomatis.
Pasien harus diisolasi karena penyakit ini dapat menular. Pasien
istirahat di tempat tidur selama 2 –3 minggu.

2. Angina Plaut Vincent

Antibiotik spectrum luas selama 1 minggu, perbaiki


kebersihan mulut, konsumsi vitamin C dan B kompleks.

C. Tonsilitis Kronis

Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan


pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus di
mana penatalaksanaan medis atau yang lebih konservatif gagal
untuk meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan medis termasuk
pemberian penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari,
dan usaha untuk mernbersihkan kripta tonsilaris dengan alat irigasi
gigi atau oral. Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan
dengan infeksi krdnis atau berulang(Adams, et al., 2012).

Indikasi dilakukannya tonsilektomi sebagai berikut (Adams, et


al., 2012).
Indikasi Absolut.Indikasi-indikasi untuk tonsilektomi yang
hampir absolut adalah berikut ini:

1. Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan napas yang


kronis.
2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengansindroma apnea waktu tidur.
3. Hipertrofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan
penurunan berat badan penyerta.
4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limfoma).
5. Abses peritonsilaris berulang alau abses yang meluas pada ruang
jaringan sekitarnya.

Indikasi Relatif. Seluruh indikasi lain untuk tonsilektomi


dianggap relatif.

1. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil dalam 1 tahun dengan


terapi antibiotik adekuat.
2. Halitosis akibat tonsillitis kronis yang tidak membaik dengan
terapi antibiotik adekuat.
3. Tonsillitis kronis berulang pada karier streptokokus beta
hemolitikus grup A yang tidak membaik dengan antibiotik.

Adapun kontraindikasi dari tonsilektomi sebagai berikut :


(Adams, et al., 2012).

1. Infeksi pernapasan bagian atas yang berulang.


2. Infeksi sistemik atau kronis.
3. Demam yang tidak diketahui penyebabnya.
4. Pembesaran tonsil tanpa gejala-gejala obstruksi.
5. Rinitis alergika.
6. Asma.
7. Diskrasia darah.
8. Ketidakmanpuan yang ullrunr atau kegagalan untuk tumbuh.
9. Tonus olol yang Iemah.
10. Sinusitis.Terapi lokal ditujukan pada kebersihan mulut dengan
berkumur atau obat isap(Rusmarjono & Soepardi, 2016).
BAGIAN 4
LARINGITIS

1. Tujuan
Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat di puskesmas plus
mandiangin mengenai pencegahan penyakit Laringitis.

2. Indikator Keberhasilan
Saudara – saudara diharapakan mampu memahami tentang : hal-hal yang
dapat menyebabkan terjadinya Laringitis

3. Waktu
Waktu yang dapat saudara gunakan untuk memahami video ini yaitu 1x45
menit

4. Materi

1. Defenisi Laringitis Akut

Laringitis akut adalah radang akut laring yang disebabkan oleh virus
dan bakteri yang berlangsung kurang dari 3 minggu dan pada umumnya
disebabkan oleh infeksi virus influenza (tipe A dan B), parainfluenza (tipe
1,2,3), rhinovirus dan adenovirus. Penyebab lain adalah Haemofilus
influenzae, Branhamella catarrhalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus
aureus dan Streptococcus pneumoniae.
2. Anatomi

Laring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas.


Berikut ini akan ditampilkan laring secara anatomi.

Gambar 1. Laring

Bentuk laring menyerupai limas segitiga terpancung dengan bagian


atas lebih terpancung dan bagian atas lebih besar daripadabagian bawah.
Batas atas laring adalah aditus laring sedangkan batas kaudal kartilago
krikoid.

Struktur kerangka laring terdiri dari satu tulang (os hioid) dan
beberapa tulang rawan, baik yang berpasangan ataupun tidak. 5 Komponen
utama pada struktur laring adalahk artilago tiroid yang berbentuk seperti
perisai dan kartilago krikoid. Os hioid terletak disebelah superior dengan
bentuk huruf U dan terdapat pada leher depan serta lewat mulut pada
dinding faring lateral. Dibagian bawah os hioid ini bergantung ligamentum
tirohioid yang terdiri dari dua sayap / alae kartilago tiroid. Sementara itu
kartilago krikoidea mudah teraba dibawah kulit yang melekat pada
kartilago tiroidea lewat kartilago krikotiroid yang berbentuk bulat
penuh.Pada permukaan superior lamina terletak pasangan kartilago
aritinoid yang berbentuk piramid bersisi tiga. Pada masing-masing
kartilago aritinoid ini mempunyai dua buah prosesus yakni prosessus
vokalis anterior dan prosessus muskularislateralis.
Pada prossesus vokalis akan membentuk 2/5 bagian belakang dari
korda vokalis sedangakan ligamentum vokalis membentuk bagian
membranosa atau bagian pita suara yang dapat bergetar. Ujung bebas dan
permukaan superior korda vokalis suara membentuk glotis. Untuk lebih
jelas dapat dilihat gambar struktur anatomi laring pada gambar 2.
Kartilago epiglotika merupakan struktur garis tengah tunggal yang
berbentuk seperti bola pimpong yang berfungsi mendorong makanan yang
ditelan kesamping jalan nafas laring. Selain itu juga teradpat dua pasang
kartilago kecil didalam laring yang mana tidak mempunyai fungsi yakni
kartilago kornikulata dankuneiformis.

Gambar 2. Struktur Anatomi Laring

Gerakan laring dilakukan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan


intrisik. Otot ekstinsik bekerja pada laring secara keseluruhan yang terdiri
dari otot ekstrinsik suprahioid (m.digastrikus, m.geniohioid, m.stilohioid
dan m.milohioid) yang berfungsi menarik laring ke atas. otot ekstinsik
infrahioid (m.sternihioid, m.omohioid, m.tirohioid). Otot intrisik laring
menyebabkan gerakan antara berbagai struktur laring sendiri, seperti otot
vokalis dan tiroaritenoid yang membentuk tonjolan pada korda vokalis dan
berperan dalam membentuk teganagan korda vokalis, otot krikotiroid
berfungsi menarik kartilago tiroid kedepan, meregang dan menegangkan
kordavokalis.
Laring disarafi oleh cabang-cabang nervus vagus yakni nervus
laringeus superior dan nervus laringeus inferior (n.laringeus rekurens). Kedua
saraf ini merupakan campuran saraf motorik dan sensorik. Perdarahan pada
laring terdiri dari dua cabang yakni arteri laringeus superior dan ateri
laringeus inferior yang kemudian akan bergabung dengan vena tiroid superior
daninferior.
3. Fisiologi

Laring berfungsi sebagai proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi,


respirasi, sirkulasi, menelan, emosi dan fonasi. Fungsi laring untuk
proteksi adalah untuk mencegah agar makanan dan benda asing masuk
kedalam trakea dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis yang
secara bersamaan. Benda asing yang telah masuk ke dalam trakea dan
sekret yang berasal dari paru juga dapat dikeluarkan lewat reflek batuk.
Fungsi respirasi laring dengan mengatur besar kecilnya rima glotis.
Dengan terjadinya perubahan tekanan udara maka didalam traktus trakeo-
bronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Oleh karena itu
laring juga mempunyai fungsi sebagai alat pengatur sirkulasi darah.
Fungsi laring dalam proses menelan mempunyai tiga mekanismeyaitu
gerakan laring bagian bawah keatas, menutup aditus laringeus, serta
mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk
kedalam laring. Laring mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi
seperti berteriak, mengeluh, menangis dan lain-lain yang berkaitan dengan
fungsinya untuk fonasi dengan membuat suara serta mementukan tinggi
rendahnya nada.

4. Etiologi

Laringitis akut ini dapat terjadi dari kelanjutan infeksi saluran nafas
seperti influenza atau common cold. infeksi virus influenza (tipe A dan B),
parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus dan adenovirus. Penyebab lain
adalah Haemofilus influenzae, Branhamella catarrhalis, Streptococcus
pyogenes, Staphylococcus aureus dan Streptococcuspneumoniae.

1. Penyakit ini dapat terjadi karena perubahan musim /cuaca

2. Pemakaian suara yangberlebihan

3. Trauma

4. Bahankimia

5. Merokok dan minum-minumalkohol

6. Alergi

5. Patofisiologi

Hampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus. Invasi bakteri


mungkin sekunder. Laringitis biasanya disertai rinitis atau nasofaringitis.
Infeksi mungkin berkaitan dengan pemajanan terhadap perubahan suhu
mendadak, defisiensi diet, malnutrisi, dan tidak ada immunitas. Laringitis
umum terjadi pada musim dingin dan mudah ditularkan. Ini terjadi seiring
dengan menurunnya daya tahan tubuh dari host serta prevalensi virus yang
meningkat. Laringitis ini biasanya didahului oleh faringitis dan infeksi
saluran nafas bagian atas lainnya. Hal ini akan mengakibatkan iritasi
mukosa saluran nafas atas dan merangsang kelenjar mucus untuk
memproduksi mucus secara berlebihan sehingga menyumbat saluran
nafas. Kondisi tersebut akan merangsang terjadinya batuk hebat yang bisa
menyebabkan iritasi pada laring. Dan memacu terjadinya inflamasi pada
laring tersebut. Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri akibat pengeluaran
mediator kimia darah yang jika berlebihan akan merangsang peningkatan
suhutubuh.

6. Gejala Klinis

1. Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkan pasien sebagai


suara yang kasar atau suara yang susah keluar atau suara dengan nada
lebih rendah dari suara yang biasa / normal dimana terjadi gangguan
getaran serta ketegangan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan
kanan sehingga menimbulkan suara menjada parau bahkan sampai
tidak bersuara samasekali (afoni).
2. Sesak nafas danstridor

3. Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menalan atauberbicara.

4. Gejala radang umum seperti demam,malaise

5. Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengandahak kental

6. Gejala commmon cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga


sulit menelan, sumbatan hidung (nasalcongestion), nyeri kepala, batuk
dan demam dengan temperature yang tidak mengalami peningkatan
dari 38° Celcius.
7. Gejala influenza seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit
menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk,
peningkatan suhu yang sangat berarti yakni lebih dari 38° Celcius, dan
adanya rasa lemah, lemas yang disertai dengan nyeri diseluruh tubuh.
8. Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukasa laring yang hiperemis,
membengkak terutama dibagian atas dan bawah pita suara dan juga
didapatkan tanda radang akut dihidung atau sinus paranasal atau paru
9. Obstruksi jalan nafas apabila ada udem laring diikuti udem subglotis
yang terjadi dalam beberapa jam dan biasanya sering terjadi pada anak
berupa anak menjadi gelisah, air hunger, sesak semakin bertambah
berat, pemeriksaan fisik akan ditemukan retraksi suprasternal dan
epigastrium yang dapat menyebabkan keadaan darurat medic yang
dapat mengancam jiwa anak.

7. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik


dan pemeriksaan penunjang.

Diagnosa Banding

1. Benda asing padalaring

2. Faringitis

3. Bronkiolitis

4. Bronkitis

5. Pnemonia

8. Penatalaksanaan

Umumnya penderita penyakit ini tidak perlu masuk rumah sakit,


namun ada indikasi masuk rumah sakit apabila :
 Usia penderita dibawah 3tahun

 Tampak toksik, sianosis, dehidrasi atauaxhausted

 Diagnosis penderita masih belumjelas

 Perawatan dirumah kurangmemadai

Terapi :

1. Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3hariJika pasien sesak dapat


diberikan O2 2 l/menit

2. Istirahat

3. Menghirup uap hangat dan dapat ditetesi minyak atsiri / minyak


mint bila ada muncul sumbatan dihidung atau penggunaan larutan
garam fisiologis (saline 0,9 %) yang dikemas dalam bentuk
semprotan hidung atau nasal spray

4. Medikamentosa : Parasetamol atau ibuprofen / antipiretik jika


pasien ada demam, bila ada gejala pain killer dapat diberikan obat
anti nyeri/analgetik, hidung tersumbat dapat diberikan dekongestan
nasal seperti fenilpropanolamin (PPA), efedrin, pseudoefedrin,
napasolin dapat diberikan dalam bentuk oral ataupun
spray.Pemberian antibiotika yang adekuat yakni : ampisilin 100
mg/kgBB/hari, intravena, terbagi 4 dosis atau kloramfenikol : 50
mg/kgBB/hari, intra vena, terbagi dalam 4 dosis atau sefalosporin
generasi 3 (cefotaksim atau ceftriakson) lalu dapat diberikan
kortikosteroid intravena berupa deksametason dengan dosis 0,5
mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis, diberikan selama 1-2 hari.

5. Pengisapan lendir dari tenggorok atau laring, bila penatalaksanaan


ini tidak berhasil maka dapat dilakukan endotrakeal atau
trakeostomi bila sudah terjadi obstruksi jalannafas.

6. Pencegahan : Jangan merokok, hindari asap rokok karena rokok


akan membuat tenggorokan kering dan mengakibatkan iritasi pada
pita suara, minum banyak air karena cairan akan membantu
menjaga agar lender yang terdapat pada tenggorokan tidak terlalu
banyak dan mudah untuk dibersihkan, batasi penggunaan alkohol
dan kafein untuk mencegah tenggorokan kering. jangan berdehem
untuk membersihkan tenggorokan karena berdehem akan
menyebabkan terjadinya vibrasi abnormal pada pita suara,
meningkatkan pembengkakan dan berdehem juga akan
menyebabkan tenggorokan memproduksi lebih banyak lendir.
BAGIAN 5

COMMON COLD

1. Tujuan
Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat di puskesmas plus
mandiangin mengenai pencegahan penyakit common cold (Flu)

2. Indikator Keberhasilan
Saudara – saudara diharapakan mampu memahami tentang : hal-hal yang
dapat menyebabkan terjadinya common cold (Flu)

3. Waktu
Waktu yang dapat saudara gunakan untuk memahami video ini yaitu 1x45
menit

4. Materi
1. Definisi
Common Cold adalah suatu infeksi virus pada selaput hidung, sinus
dan saluran udara yang besar. Common cold dikenal juga dengan
istilah"pilek"
Anak dan bayi sering terjadi common cold dibandingkan orang
dewasa. Bayi lebih rentan terkena common cold dibandingkan anak yang
lebih besar. Dalam 1 tahun bayi bisa terkena common cold hingga 7 kali atau
bahkan lebih.penyebabnya adalah bayi lebih mudah tertular oleh saudaranya
atau orang dewasa di sekitarnya selain itu daya tahan tubuh bayi relatif lebih
rendah. oleh karena itu,penting untuk mencegah penularan ke bayi dan anak
ketika ada orang dewasa di sekitarnya sedang sakit.
2. Etiologi
Belum diketahui apa yang menyebabkan seseorang lebih mudah tertular
pilek.
Berbagai virus yang menyebabkan terjadinya common cold:
1.  Rhinovirus
2.  Virus influenza A, B, C
3.  Virus Parainfluenza
4.  Virus sinsisial pernafasan.
Semuanyanya mudah ditularkan melalui ludah yang dibatukkan atau
dibersinkan oleh penderita lewat udara,yang kemudian masuk melalui saluran
pernapasan orang yang ditularkan lalu menginfeksi pada bagian tubuh yang
pertahanannya melemah.
Common  cold biasanya tidak berbahaya dan kebanyakan dapat sembuh
dengan sendirinya. pada suatu saat dibandingkan waktu lain.
Dalam keadaaan dingin tidak menyebabkan common cold akan tetapi
karena menghirup udara dingin tingkat produksi lendir naik secara signifikan,
dan menyebabkan beberapa lendir atau cairan keluar dari hidung anda. Ketika
udara dingin, tubuh akan memberi respon dengan meningkatkan suplai darah ke
hidung anda untuk menghangatkan area di sekitar hidung.Meningkatnya aliran
darah ke hidung ini tidak hanya membantu untuk menghangatkan udara yang
dingin, namun juga secara tidak langsung menyebabkan efek samping dimana
kelenjar yang menghasilkan lendir di hidung anda mendapatkan suplai darah
yang lebih banyak dari biasanya.
Hal ini akan menyebabkan kelenjar-kelenjar tersebut memproduksi lendir
atau cairan lebih banyak dari keadaan normal dan sebagian cairan yang
berlebihan tersebut akan meluber keluar dari hidung.
Setelah anda kembali ke lingkungan dengan udara yang hangat,
pembuluh darah kecil di hidung anda akan kembali menyempit dan kelenjar yang
menghasilkan lendir akan kembali memproduksi lendir dalam tingkat normal.
Kedinginan tidak menyebabkan pilek atau meningkatkan resiko untuk
tertular penyakit common cold, tetapi common cold bisa tertular jika kondisi
tubuh kurang sehat sehingga rentan terhadap penyakit.

3. Patofisiologi

Infeksi Rhinovirus dimulai dengan berinteraksinya virus sebagai antigen


di mukosa hidung anterior atau mata . Ketika virus masuk pertahanan tubuh
merespon melalui refleks bersin . Apabila rekasi ini gagal maka virus akan
menuju hidung melalui duktus lakrimalis lalu berpindah ke nasofaring posterior
akibat gerakan mukosilier . Di daerah adenoid , virus memasuki sel epitel dengan
cara berikatan dengan reseptor Intercelluler Adhesion Molecule - 7 ( ICAM -
1 ) . Setelah berada didalam sel epitel , virus bereplikasi dengan cepat . Infeksi
virus . / 24 \ Proses replikasi virus membuat lapisan epitel dan lapisan mukosa
saluran pernapasan menjadi iritasi sehingga timbul gejala batuk kering . Sel yang
terinfeksi akan melepaskanproinflamasi yaitu Sitokinsehingga timbul gejala
sistemik seperti flu dan demam . ' Sitokin dan interlukin ( IL - 8 ) akan
merangsang polymorphonuclear leukosit ( PMN ) . PMN yang tinggi
merangsang permeabilitas pembuluh darah , protein plasma . albumin sehingga
meningkatkan produksi dari sekresi nasal sehingga timbul gejala hidung
berhingus , hidung mampet . Sekresi mukus yang berlebihan menyebabkan
terbloknya sinus frontalis sehingga timbulah gejala sakit kepala . Dan mediator
inflamasi lainnya yang meningkat seperti bradykinin menyebabkan radang
tenggorokan.

4. Manifestasi Klinis
Gejala mulai timbul dalam waktu 1-3 hari setelah terinfeksi.
Biasanya gejala awal berupa:
1.    Rasa tidak enak di hidung
2.    Rasa tidak enak di tenggorokan
3.    Bersin-bersin
4.    Tenggorokan gatal
5.    Hidung meler
6.    Batuk
7.    Suara serak
8.    Cemas
9.    Sakit kepala
10. Demam (biasanya ringan)
11. Sesak nafas
Biasanya tidak timbul demam, tetapi demam yang ringan bisa muncul
pada saat terjadinya gejala.Hidung mengeluarkan cairan yang encer dan jernih
dan pada hari-hari pertama jumlahnya sangat banyak sehingga mengganggu
penderita.
Selanjutnya sekret hidung menjadi lebih kental, berwarna kuning-hijau
dan jumlahnya tidak terlalu banyak.Gejala biasanya akan menghilang dalam
waktu 4-10 hari, meskipun batuk dengan atau tanpa dahak seringkali
berlangsung sampai minggu kedua.

5. Komplikasi
Common cold di sebabkan infeksi virus. Antibiotic tidak bermanfaat
dalam pengobatan common cold. Anti biotic hanya berfungsi pada infeksi
bakteri. efektif mempercepat penyembuhan. Pemberian obat batuk pilek pada
bayi justru mempunyai resiko timbulnya efek samping obat.
Common cold dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak
memerlukan pengobatan khusus,yang lebih penting di perlukan anak dan bayi
adalah pemberian cairan atau imun lebih banyak dan pemantauan kondisi
emergensi.
Komplikasi bisa memperpanjang terjadinya gejala:
1. Infeksi saluran udara (trakea) disertai sesak di dada dan rasa terbakar
2. Gangguan pernafasan yang lebih berat terjadi pada penderita bronkitis
atau asma yang menetap
3. Infeksi bakteri pada telinga, sinus atau saluran udara (infeksi
trakeobronkial).
4. Otitis media (infeksi telinga). Sekitar 5-15% anak yang terkena
common cold terjadi infeksi pada telinga bagian tengah.penyebabnya
adalah adanya saluran yang menghubungkan antara tenggorokan dan
rongga telinga.
5. Komplikasi tersebut lebih sering terjadi pada anak atau bayi dengan
factor resikao tertentu :
a. Anak berusia kurang dari 2 tahun, karena daya tahan tubuh rendah
b. Anak menderita penyakit immunodefisiensi (daya tahan tubuh
rendah)
c. Anak mendapatkan pengobatan kortikosteroid jangka panjang
d. Anak menderita penyakit kronik seperti jantung

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah dilakukan apabila gejala sudah berlangsung selama
lebih 10 hari atau dengan demam > 37,8°C. Pemeriksaan darah ini dilakukan
untuk melihat leukositis.

7. Penatalaksanaan
Pengobatan :
1. Usahakan untuk beristirahat dan selalu dalam keadaan hangat dan
nyaman, serta diusakahan agar tidak menularkan penyakitnya kepada
orang lain.
2. Jika terdapat demam atau gejala yang berat, maka penderita harus
menjalani tirah baring di rumah.
3. Minum banyak cairan guna membantu mengencerkan sekret hidung
sehingga lebih mudah untuk dikeluarkan/dibuang.
4. Untuk meringankan nyeri atau demam dapat diberikan asetaminofen
atau ibuprofen.
5. Pada penderita dengan riwayat alergi, dapat diberikan antihistamin.
6. Menghirup uap atau kabut dari suatu vaporizer bisa membantu
mengencerkan sekret dan mengurangi sesak di dada.
7. Mencuci rongga hidung dengan larutan garam isotonik bisa membantu
mengeluarkan sekret yang kental
8. Batuk merupakan satu-satunya cara untuk membuang sekret dan
debris dari saluran pernafasan. Oleh karena itu sebaiknya batuk tidak
perlu diobati, kecuali jika sangat mengganggu dan menyebabkan
penderita susah tidur. Jika batuknya hebat, bisa diberikan obat anti
batuk
9. Antibiotik tidak efektif untuk mengobati common cold, antibiotik
hanya diberikan jika terjadi suatu infeksi bakteri.

8. Pencegahan

1. Jagalah kebersihan diri dan lingkungan


2. Sebaiknya sering mencuci tangan, membuang tisu kotor pada
tempatnya serta membersihkan permukaan barang-barang.
3. Vitamin C dosis tinggi (2000 mg per hari) belum terbukti bisa
mengurangi resiko tertular atau mengurangi jumlah virus yang
dikeluarkan oleh seorang pender

Anda mungkin juga menyukai