Kel 2 Dasar-Dasar Ekonomi Islam
Kel 2 Dasar-Dasar Ekonomi Islam
Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
Desi Puspitasari/201130134
Reka Noviyanti/201130135
FAKULTAS SYARIAH
2021/2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja dan puji marilah senantiasa kita ucapkan atas limpahan dan
rahmat dan nikmatnya sehingga kita dapat menyelesaikan tugas makalah yang diberikan
kepada kami.
Sholawat bersamaan dengan salam juga mari hadiahkan kepada baginda nabi kita
Muhammad SAW. Semoga kita, orangtua kita, nenek dan kakek kita, guru-guru dan orang
terdekat kita mendapatkan syafaat Beliau di Yaumil Mahsyar kelak. Aamiin ya
Rabbal’Alamin.
Adapun tujuan utama penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Hukum Perdata dan judul makalah ini adalah “Teori Perilaku Konsumsi Islam”.
Kami ucapkan terimakasih kepada ibu Dian Febriyani, M.E.,Sy, selaku dosen
pembimbing, dan kepada semua pihak yang sudah membantu dalam penulisan makalah dari
awal hingga selesai.
Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah, dan kami juga
sangat mengharapkan kritik serta saran dari para pembaca untuk bahan pertimbangan
perbaikan makalah.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Kegiatan konsumsi adalah pekerjaan atau kegiatan memakai atau menggunakan suatu
barang atau jasa yang diproduksi atau dibuat oleh produsen untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari pasti tidak jauh dari kegiatan ekonomi. Salah
satunya adalah perilaku konsumsi. Konsumsi diartikan sebagai aktivitas atau tindakan
penggunaan sumber daya alam dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Konsumsi
adalah salah satu kegiatan terbesar yang dilakukan oleh manusia dan tentu saja memiliki
konsekuensi dari setiap kegiatannya.
Dalam teori konvensional, konsumsi tidak memiliki aturan atau norma. Konsumen selalu
menginginkan kepuasan yang tinggi. Pembatasnya adalah kelangkaan sumber daya baik
dalam ketersediaan ataupun budget yang dimiliki.
Perilaku diatas, tentunya tidak bisa diterima dalam ekonomi Islam. Dalam konsumsi
Islam, Islam berpedoman pada ajaran-ajarannya. Dalam Islam sangat diperlukan sikap
memperhatikan orang lain, selalu berbagi, dan tidak boleh berbahagia diatas penderitaan
umat lain. Serta diharamkan juga hidup dalam keadaan berlebihan. Oleh karena itu, dalam
makalah ini kita akan membahas bagaimana teori perilaku dalam Islam.
1.3 TUJUAN
PEMBAHASAN
Kegiatan konsumsi adalah pekerjaan atau kegiatan memakai atau menggunakan suatu
barang atau jasa yang diproduksi atau dibuat oleh produsen untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari.1 Salah satu permasalahan umum dalam mengkonsumsi suatu barang atau jasa
adalah adanya kelangkaan. Kelangkaan terjadi ketiga keinginan lebih besar dari ketersediaan.
Konsumen akan selalu menginginkan kepuasan dari kegiatan konsumsinya.
Berbeda dengan teori konvensional dalam Islam. Kegiatan konsumsi bukan hanya untuk
memenuhi kebutuhan dan mencapai kepuasan. Tujuan konsumsi dalam Islam adalah untuk
mencapai mashlahah duniawi dan ukhrahi. Mashlahah duniawi akan tercapai dengan
terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, papan, pangan, pendidikan, dan lainnya.
Sedangkan ukhrawi akan terpenuhi dengan cara yang halal sesuai dengan syariat Islam.
Sebagai contoh, kita bekerja untuk membeli suatu rumah impian. Akan tetapi uang yang
digunakan untuk kegiatan konsumsi itu adalah uang haram atau uang yang didapatkan
dengan cara tidak benar. Maka mashlahah ukhrawi tidak tercapai dalam kegiatan konsumsi
itu.
1
Fahmi Medias. 2018. Ekonomi Mikro Islam.Magelang: Unimma Press.hal.19.
2
2.2.1 Kebutuhan dan Keinginan
Bila masyarakat menghendaki lebih banyak akan suatu barang atau jasa, maka hal
ini akan tercermin pada kenaikan permintaan akan barang/jasa tersebut. kehendak
seseorang untuk membeli atau membeli suatu barang/jasa bisa muncul karena
faktor kebutuhan ataupun faktor keinginan. Kebutuhan ini terkait dengan segala
sesuatu yang harus dipenuhi agar suatu barang berfungsi secara sempurna.
Sebagai missal, genting dan pintu-jendela merupakan kebutuhan suatu rumah
tinggal.
Di sisi lain, keinginan adalah terkait dengan Hasrat atau harapan seseorang
yang jika dipenuhi belum tentu akan meningkatkan kesempurnaan fungsi manusia
ataupun suatu barang. Misalnya, ketika seseorang membangun suatu rumah ia
menginginkan adanya warna yang nyaman, interior yang rapi dan indah, ruangan
yang longgar, dan sebagainya. Kesemua hal ini belum tentu menambah fungsi
suatu rumah tinggal, namun akan memberikan suatu kepuasan bagi pemilik
rumah.
Secara umum dapat dibedakan antara kebutuhan dan keinginan
sebagaimana dalam table berikut.
Table 1.1
Karakteristik Kebutuhan dan Keinginan
3
adalah orang yang sangat mematuhi perintah Allah dan oleh karena itu hanya
makan daging sapi yang halal disembelih dengan cara-cara sesuai syariat).
Asumsikan disini bahwa sapi yang dikonsumsi kedua orang tersebut mempunyai
kualitas fisik yang sama. Disini akan bis akita lihat bahwa manfaat yang diterima
oleh Zaid tetap sama dengan manfaat yang diterima oleh Hindun. Namun,
mashlahah yang diterima Hindun lebih besar dari mashlahah yang diterima oleh
Zaid. Hal ini mengingat bahwa, mashlahah tidak berisi manfaat dari barang yang
dikonsumsi saja, namun juga terdiri dari berkah yang terkandung dalam barang
tersebut.
M = F+B
Ket:
M = mashlahah
F = manfaat
4
B = berkah
Table 1.2
5
1 10 -
2 18 8
3 24 6
4 28 4
5 30 2
6 32 2
7 32 0
8 30 -2
6
Nilai & besarnya adalah 6 dan 1, dengan menutup kemungkinan munculnya
nilai-nilai diantara dua kutuh tersebut. Dalam kasus dimana seorang konsumen
tidak memperhatikan mashlahah sama sekali (unaware), maka besarnya & adalah
sama dengan 8 sebliknya, jika 8 besarnya 1. Maka konsumen yang bersangkutan
adalah sepenuhnya menaruh perhatian terhadap mashlahah.
Sekarang akan kita lihat kasus dimana seorang konsumen menyukai mashlahah
anggap disini besarnya, tepat sama dengan satu. Tentu saja jika konsumen yang
bersakutan menyukai mashlahah. Maka dia pasti peduli dengan mashlahah hal ini
selanjutnya mengimplikasikan bahwa besarnya nilai 8 adalah satu. Hal ini berarti
bahwa persamaan (4.7) juga sama dengan persamaan (4.6) dan persamaan (4.5),
konsekuensinya besarnya mashlahah pada kasus terlahir ini akan sama dengan
besarnya mashlahah yang dipaparkan pada tabel 4.9 dan tabel 4.3
Sekarang pada kasus dimana konsumen yang bersangkutan mempunyai sifat
yang kurang menyukai mashlahah. Dalam kasus ini nilai y akan lebih kecil dari
satu, anggap disini nilai y adalah sebesar 0,4 menyajikan gambaran mengenai hal
ini.
Tabel 1.3
Mashlahah konsumsi halal dari konsumen yang kurang menyukai
mashlahah
(8=1;y=0.5)
Frekuensi Manfaat Pahala Total Mashlahah Mashlahah
Kegiatan Fisik Per Pahala (1+b=p) F(1+Bp) marginal
(b) (1) unit (bp)
(p)
1 10 27 27 6 53 -
2 18 27 54 7 133 81
3 24 27 81 9 217 84
4 28 27 108 10 292 75
5 30 27 135 12 350 58
6 32 27 162 13 409 59
7 32 27 189 14 441 33
7
Tabel 1.4
Mashlahah konsumsi halal dari konsumen yang menyukai mashlahah
(8 = 1;y = 1,5)
Frekuensi Manfaat Pahala Total Mashlahah Mashlahah
Kegiatan Fisik Per Pahala (1 + F(1+bip) Marginal
(b) (f) unit (b,p) b,p)
1 10 27 27 148 1482 -
2 18 27 54 408 7342 5860
3 24 27 81 743 17821 10479
4 25 27 108 1138 31864 14043
5 30 27 135 1586 47581 15717
6 32 27 162 2081 66593 19013
7 32 27 189 2819 83807 17214
Lemma 4a
Lemma di atas bisa juga dinyatakan dalam ekspresi verbal yang berbeda
Lemma 4b
Konsumen yang merasakan adanya mashlahah dan menyukainya akan tetap rela
melakukan suatu kegiatan manfaat dari kegiatan tersebut bagi dirinya sudah tidak
ada.
Hukum diatas tentu saja berlaku pada keadaan dimana faktor fisik tidak
membatasi atau suatu situasi di mana tidak ada standardisasi secara fisik. Untuk
8
hal-hal yang dikecualikan seperti ini akan diberikan pembahasan secara khusus
pada bab mengenai analisis permintaan di belaskang nanti.
2
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam UII Yogyakarta. 2014. Ekonomi islam. Jakarta:
Rajawali Pers. Cet ke-6.hal 129-158.
9
Pengaruh komposisi penduduk antara lain:
1. Makin banyaknya penduduk yang berusia produktif, maka makin besar juga
tingkat konsumsinya.
2. Makin tingginya tingkatan pendidikan, maka semakin tinggi juga tingkat
konsumsi. Karena kebutuhannya yang semakin banyak.
3. Penduduk perkotaan yang tinggi akan mempengaruhi tingkat konsumsi.
4. Faktor-faktor Non Ekonomi
Faktor non ekonomi yang memiliki pengaruh besar adalah faktor sosial
budaya masyarakat. Misalnya pada perubahan pola kebiasaan
1. Prinsip Syariah, yaitu menyangkut dasar syariat yang harus terpenuhi dalam
melakukan konsumsi yang terdiri dari:
a. Prinsip akidah
b. Prinsip ilmu
c. Prinsip amaliyah
2. Prinsip kuantitas, yaitu sesuai dengan batas-batas kuantitas yang dijelaskan dalam
syariat Islam, yaitu:
a. Sederhana
b. Keseimbangan pemasukan dan pengeluaran
c. Menabung dan investasi
3. Prinsip prioritas
a. Primer, konsumsi dasar yang harus terpenuhi seperti makanan pokok
b. Sekunder, yaitu konsumsi tambahan untuk meningkatkan tingkat hidup yang lebih
baik
c. Tersier
4. Prinsip sosial, yaitu memperhatikan lingkungan sosial disekitarnya sehingga
terciptanya keharmonisan dalam kehidupan masyarakat.
5. Kaidah lingkungan, yaitu dalam mengkonsumsi sesuatu harus memperhatikan dengan
potensi sumber daya alam dan terhindarnya kerusakan lingkungan.
6. Menjauhi perilaku konsumsi yang bertentangan dengan etika konsumsi Islami.
3
Arif Pujiyono, Teori Konsumsi Islami, Vol. 3 ( 2006). hal 196-207
10
2.6 IMPLEMENTASI PEMAHAMAN KONSUMSI ISLAM PADA PERILAKU
KONSUMSI MUSLIM
berpandangan bahwa hal terpenting yang harus dicapai dalam aktifitas konsumsi
adalah maslahah. “Maslahah adalah segala bentuk keadaan, baik material maupun non
material, yang mampu meningkatkan kedudukan manusia sebagai makhluk yang paling
mulia” (P3EI, 2011:43). Maslahah memiliki dua kandungan, yaitu manfaat dan berkah.
Maslahah hanya bisa didapatkan oleh konsumen saat mengkonsumsi barang yang halal
saja. Halal memiliki definisi “Tindakan yang dibenarkan untuk dilakukan oleh syara’’
(Sholihin,2010:301). Halal dibagi menjadi tiga yaitu halal menurut sifat zat,cara
memperolehnya, dan cara pengolahannya. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al
Baqarah:17
artinya: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi,
dan binatang yang (Ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa
dalam keadaan terpaksa ( memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (
pula) melampaui batas, maka tidak aka nada dosa baginya. Sesungguhnya allah maha
pengampu lagi maha penyayang’’ ( Q.S. Al Baqarah: 173).
4
Zulfikar Alkautsar. 2014. JESTT.1 (10): 739-740
11
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Kegiatan konsumsi adalah pekerjaan atau kegiatan memakai atau menggunakan suatu
barang atau jasa yang diproduksi atau dibuat oleh produsen untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Dalam Islam, kegiatan konsumsi bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan dan
mencapai kepuasan. Tujuan konsumsi dalam Islam adalah untuk mencapai mashlahah
duniawi dan ukhrahi.
Bagi orang yang peduli akan berkah, semakin tinggi barang halal yang dikonsumsi
seseorang, tambahan mashlahah yang diterimanya akan meningkat hingga titik tertentu dn
akhirnya akan menurun, dengan asumsi jumlah konsumsi masih dibolehkan dalam Islam.
Hukum permintaan menyatakan bahwa jika harga suatu barang/jasa meningkat, maka
jumlah barang/jasa yang diminta konsumen akan menurun, selama kandungan mashlahah
pada barang tersebut dan faktor lain tidak berubah.
2. Saran
Sangat perlu diperhatikan oleh kita umat Islam untuk mempertimbangkan perilaku
konsumsi kita. Jika dalam teori konvensional, kepuasan adalah tujuan dalam berperilaku
konsumsi, maka dalam Islam hal itu dilarang. Karena tujuan konsumsi dalam Islam adalah
untuk mencapai mashlahah duniawi dan ukhrahi.
12
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Fahmi Medias. 2018. Ekonomi Mikro Islam.Magelang: Unimma Press.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam UII Yogyakarta. 2014. Ekonomi
islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Jurnal:
Arif Pujiyono, Teori Konsumsi Islami, Vol. 3 ( 2006): 196-207.
13