Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

TEORI PERILAKU KONSUMSI ISLAM

Ditujukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dasar-Dasar Ekonomi Islam

Dosen Pengampu:

Dian Febriyani, M. E. Sy.

Disusun oleh:

Desi Puspitasari/201130134

Muhammad Azka Azzikri/201130132

Reka Noviyanti/201130135

Tri Mulia Astutie/201130148

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN

FAKULTAS SYARIAH

HUKUM EKONOMI SYARIAH

2021/2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puja dan puji marilah senantiasa kita ucapkan atas limpahan dan
rahmat dan nikmatnya sehingga kita dapat menyelesaikan tugas makalah yang diberikan
kepada kami.

Sholawat bersamaan dengan salam juga mari hadiahkan kepada baginda nabi kita
Muhammad SAW. Semoga kita, orangtua kita, nenek dan kakek kita, guru-guru dan orang
terdekat kita mendapatkan syafaat Beliau di Yaumil Mahsyar kelak. Aamiin ya
Rabbal’Alamin.

Adapun tujuan utama penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Hukum Perdata dan judul makalah ini adalah “Teori Perilaku Konsumsi Islam”.

Kami ucapkan terimakasih kepada ibu Dian Febriyani, M.E.,Sy, selaku dosen
pembimbing, dan kepada semua pihak yang sudah membantu dalam penulisan makalah dari
awal hingga selesai.

Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah, dan kami juga
sangat mengharapkan kritik serta saran dari para pembaca untuk bahan pertimbangan
perbaikan makalah.

Serang, 6 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………….. i

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………… ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang …………………………………………………………………………… 1


1.2 Rumusan masalah ………………………………………………………… ……………..
1
1.3 Tujuan penulis …………………………………………………………………………… 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan tujuan konsumsi dalam islam ……………………………………...……. 2


2.2 Mashlahah dalam konsumsi ……………………………………………………...……… 2
2.3 Hukum utilitas dan mashlahah ………………………………………………...………… 5
2.4 Keseimbangan konsumen …………………………………………………...…………... 9
2.5 Prinsip – prinsip dasar dalam konsumsi islam……………………………………..…… 10
2.6 Implementasi pemahaman konsumsi islam pada perilaku konsumsi muslim………..… 10

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan …………………………………………………………………..………... 12


3.2 Saran……………………………………………………………………………..…….. 12

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kegiatan konsumsi adalah pekerjaan atau kegiatan memakai atau menggunakan suatu
barang atau jasa yang diproduksi atau dibuat oleh produsen untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari.

Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari pasti tidak jauh dari kegiatan ekonomi. Salah
satunya adalah perilaku konsumsi. Konsumsi diartikan sebagai aktivitas atau tindakan
penggunaan sumber daya alam dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Konsumsi
adalah salah satu kegiatan terbesar yang dilakukan oleh manusia dan tentu saja memiliki
konsekuensi dari setiap kegiatannya.

Dalam teori konvensional, konsumsi tidak memiliki aturan atau norma. Konsumen selalu
menginginkan kepuasan yang tinggi. Pembatasnya adalah kelangkaan sumber daya baik
dalam ketersediaan ataupun budget yang dimiliki.

Perilaku diatas, tentunya tidak bisa diterima dalam ekonomi Islam. Dalam konsumsi
Islam, Islam berpedoman pada ajaran-ajarannya. Dalam Islam sangat diperlukan sikap
memperhatikan orang lain, selalu berbagi, dan tidak boleh berbahagia diatas penderitaan
umat lain. Serta diharamkan juga hidup dalam keadaan berlebihan. Oleh karena itu, dalam
makalah ini kita akan membahas bagaimana teori perilaku dalam Islam.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apakah yang dimaksud dengan konsumsi dalam islam?


2. Bagaimana perilaku konsumsi dalam ekonomi islam?
3. Bagaimana hukum dalam suatu perilaku konsumsi islam?

1.3 TUJUAN

1. Memaparkan ekonomi Islam.


2. Mendeskripsikan perilaku muslim dalam konsumsi Islam.
3. Mendeskripdikan hukum pada suatu perilaku Islam dalam kehidupan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN DAN TUJUAN KONSUMSI DALAM ISLAM

Kegiatan konsumsi adalah pekerjaan atau kegiatan memakai atau menggunakan suatu
barang atau jasa yang diproduksi atau dibuat oleh produsen untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari.1 Salah satu permasalahan umum dalam mengkonsumsi suatu barang atau jasa
adalah adanya kelangkaan. Kelangkaan terjadi ketiga keinginan lebih besar dari ketersediaan.
Konsumen akan selalu menginginkan kepuasan dari kegiatan konsumsinya.

Berbeda dengan teori konvensional dalam Islam. Kegiatan konsumsi bukan hanya untuk
memenuhi kebutuhan dan mencapai kepuasan. Tujuan konsumsi dalam Islam adalah untuk
mencapai mashlahah duniawi dan ukhrahi. Mashlahah duniawi akan tercapai dengan
terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, papan, pangan, pendidikan, dan lainnya.
Sedangkan ukhrawi akan terpenuhi dengan cara yang halal sesuai dengan syariat Islam.

Sebagai contoh, kita bekerja untuk membeli suatu rumah impian. Akan tetapi uang yang
digunakan untuk kegiatan konsumsi itu adalah uang haram atau uang yang didapatkan
dengan cara tidak benar. Maka mashlahah ukhrawi tidak tercapai dalam kegiatan konsumsi
itu.

2.2 MASHLAHAH DALAM KONSUMSI

Dalam menjelaskan konsumsi, kita mengasumsikan bahwa konsumen cenderung untuk


memilih barang dan jasa yang memberikan mashlahah maksimum. Hal ini sesuai dengan
rasionalitas Islami bahwa setiap pelaku ekonomi selalu ingin meningkatkan mashlahah yang
diperolehnya. Keyakinan bahwa ada kehidupan dan pembalasan yang adil di akhirat serta
informasi yang berasal dari Allah adalah sempurna akan memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kegiatan konsumsi.
Demikian pula dalam hal perilaku konsumsi, seorang konsumen akan
mempertimbangkan manfaat dan berkah yang dihasilkan dari kegiatan konsumsinya.
Konsumen merasakan adanya manfaat suatu kegiatan konsumsi ketika ia mendapatkan
pemenuhan kebutuhan fisik atau pisikis atau material. Di sisi lain, berkah akan diperolehnya
ketika ia mengonsumsi barang/jasa yang dihalalkan oleh syariat Islam.

1
Fahmi Medias. 2018. Ekonomi Mikro Islam.Magelang: Unimma Press.hal.19.

2
2.2.1 Kebutuhan dan Keinginan
Bila masyarakat menghendaki lebih banyak akan suatu barang atau jasa, maka hal
ini akan tercermin pada kenaikan permintaan akan barang/jasa tersebut. kehendak
seseorang untuk membeli atau membeli suatu barang/jasa bisa muncul karena
faktor kebutuhan ataupun faktor keinginan. Kebutuhan ini terkait dengan segala
sesuatu yang harus dipenuhi agar suatu barang berfungsi secara sempurna.
Sebagai missal, genting dan pintu-jendela merupakan kebutuhan suatu rumah
tinggal.
Di sisi lain, keinginan adalah terkait dengan Hasrat atau harapan seseorang
yang jika dipenuhi belum tentu akan meningkatkan kesempurnaan fungsi manusia
ataupun suatu barang. Misalnya, ketika seseorang membangun suatu rumah ia
menginginkan adanya warna yang nyaman, interior yang rapi dan indah, ruangan
yang longgar, dan sebagainya. Kesemua hal ini belum tentu menambah fungsi
suatu rumah tinggal, namun akan memberikan suatu kepuasan bagi pemilik
rumah.
Secara umum dapat dibedakan antara kebutuhan dan keinginan
sebagaimana dalam table berikut.

Table 1.1
Karakteristik Kebutuhan dan Keinginan

Karakteristik Keinginan Kebutuhan

Sumber Hasrat (nafsu) manusia Fitrah manusia

Hasil Kepuasan Manfaat & berkah

Ukuran Preferensi atau selera Fungsi

Sifat Subjektif Objektif

Tuntunan Islam Dibatasi/dikendalikan Dipenuhi

2.2.2 Mashlahah Kepuasan


Jika dilihat kandungan mashlahah dari suatu barang/jasa yang terdiri dari
manfaat dan berkah, maka disini seolah tampak bahwa manfaat dan kepuasan
adalah identik. Sebagai contoh adalah dua orang, Zaid dan Hindun yang dalam
keadaan yang sama (rasa lapar dan kesukaan yang sama) sama-sama sedang
mengosumsi daging sapi. Zaid tidak mempermasalahkan kehalalan daging sapi
sehingga dia mengosumsi daging sapi yang tidak halal. Sementara itu, Hindun

3
adalah orang yang sangat mematuhi perintah Allah dan oleh karena itu hanya
makan daging sapi yang halal disembelih dengan cara-cara sesuai syariat).
Asumsikan disini bahwa sapi yang dikonsumsi kedua orang tersebut mempunyai
kualitas fisik yang sama. Disini akan bis akita lihat bahwa manfaat yang diterima
oleh Zaid tetap sama dengan manfaat yang diterima oleh Hindun. Namun,
mashlahah yang diterima Hindun lebih besar dari mashlahah yang diterima oleh
Zaid. Hal ini mengingat bahwa, mashlahah tidak berisi manfaat dari barang yang
dikonsumsi saja, namun juga terdiri dari berkah yang terkandung dalam barang
tersebut.

2.2.3 Mashlahah dan Nilai-nilai Ekonomi Islam


Perekonomian Islam akan terwujud jika prinsip dan nilai-nilai Islam
diterapkan secara bersma-sama. Pengabaian terhadap salah satunya akan
membuat perekonomian pincang. Penerapan prinsip ekonomi yang tanpa diikuti
oleh pelaksanaan nilai-nilai Islam hanya akan memberikan manfaat (mashlahah
duniawi). Sedangkan pelaksanaan sekaligus prinsip dan nilai akan melahirkan
manfaat dan berkah atau mashlahah dunia akhirat.

2.2.4 Penentuan dan Pengukuran Mashlahah bagi Konsumen


Besarnya berkah yang diperoleh berkaitan langsung dengan frekuensi kegiatan
konsumsi yang dilakukan. Semakin tinggi frekuensi kegiatan yang ber-
mashlahah, maka semakin besar pula berkah yang akan diterima oleh pelaku
konsumsi. Dalam Al-Qur’an, Allah menjelaskan bahwa setiap amal perbuatan
(kebaikan maupun keburukan) akan dibalas dengan imbalan (pahala maupun
siksa) yang setimpal meskipun amal perbuatan itu sangatlah kecil bahkan sebesar
biji sawi. Dengan demikian, dapat ditafsirkan bahwa mashlahah yang diterima
akan merupakan perkalian antara pahala dan frekuensi kegiatan tersebut.
demikian pula dalam hal konsumsi, besarnya berkah yang diterima oleh
konsumen tergantung frekuensi konsumsinya. Semakin banyak barang/jasa halal-
thayyib yang dikonsumsi, maka akan semakin besar pula berkah yang akan
diterima.
a. Formulasi Mashlahah
Sebagaimana dipaparkan bahwa mashlahah terkandung unsur
manfaat dan berkah. Hal ini bisa dituliskan sebagai berikut:

M = F+B

Ket:

M = mashlahah

F = manfaat

4
B = berkah

b. Pengukuran Mashlahah Konsumen


Untuk mengeksplorasi konsep mashlahah konsumen secara detail,
maka di sini konsumsi dibedakan menjadi dua, yaitu konsumsi yang
ditujukan untuk ibadah dan konsumsi untuk memenuhi
kebutuhan/keinginan manusia semata.
c. Karakteristik Manfaat dan Berkah dalam Konsumsi
Mashlahah yang diperoleh konsumen ketika membeli barang dapat
berbentuk satu diantara hal berikut.
1) Manfaat material, yaitu berupa diperolehnya tambahan harta bagi
konsumen akibat pembelian barang/jasa.
2) Manfaat fisik dan psikis, yaitu berupa terpenuhinya kebutuhan fisik
atau psikis manusia, seperti rasa lapar, haus, kedinginan,
Kesehatan, keamanan, kenyamanan, harga diri, dan sebagainya.
3) Manfaat intelektual, yaitu berupa terpenuhinya kebutuhan akal
manusia ketika ia membeli suatu barang/jasa.
4) Manfaat terhadap linngkungan (intra generation), yaitu berupa
adanya eksternalitas positif dari pembelian suatu barang/jasa
ataupun manfaat yang bisa dirasakan oleh selain pembeli pada
generasi yang sama.
5) Manfaat jangka Panjang, yaitu terpenuhinya kebutuhan duniawi
jangka Panjang atau terjaganya generasi masa mendatang terhadap
kerugian akibat dari tidak membeli suatu barang/jasa.

2.3 HUKUM UTILITAS DAN MASHLAHAH


2.3.1 Hukum Penurunan Utilitas Marginal
Dalam ilmu ekonomi konvensional dikenal adanya hukum mengenai
penurunan utilitas marginal. (law of diminishing marginal utility). Hukum ini
mengatakan bahwa jika seseorang mengonsumsi suatu barang dengan frekuensi
yang diulang-ulang, maka nilai tambahan kepuasan dari konsumsi berikutnya
semakin akan menurun.
Utilitas marginal (MU) adalah tambahan kepuasan yang diperoleh
konsumen akibat adanya peningkatan jumlah barang/jasa yang dikonsumsi.

Table 1.2

Frekuensi Konsumsi, Utilitas Total, dan Marginal

Frekuensi Konsumsi Total Kepuasan, Total Utility Utilitas Marginal (MU)


(TU)
(1) (2) (3)

5
1 10 -
2 18 8
3 24 6
4 28 4
5 30 2
6 32 2
7 32 0
8 30 -2

2.3.2 Hukum Mengenai Mashlalah


Hukum mengenai penurunan utilitas marginal tidak selamanya berlaku
pada mashlalah. Mashlalah dalam konsumsi tidak seluruhnya secara langsung
dapat dirasakan terutama mashlalah akhirat atau berkah. Adapaun mashlalah
dunia manfaatnya sudah bisa dirasakan setelah konsumsi. Dalam hal berkah,
dengan meningkatnya frekuensi kegiatan, maka tidak akan ada penurunan berkah
karena pahala yang diberikan atas ibadah mahdhah tidak pernah menurun.
a. Mashlahah Marginal dari Ibadah Mahdhah
Mashlahah Marginal (MM) Adalah perubahan mashlahah, baik berupa
manfaat ataupun berkah, sebagai akibat berubahnya jumlah barang yang
dikonsumsi.
b. Mashlahah Marginal dari Konsumsi
Dengan adanya aspek ibadah dalam konsumsi, maka kegiatan tersebut
akan dirasakan mendatangkan berkah. Hal ini bisa di deteksi dari adanya
pahala yang muncul sebagai akibat dari kegiatan tersebut
2.3.3 Prefensi terhadap Mashlahah

Semua paparan yng disampaikan pada semua bagian didepan belum


mengkomodasi preferensi konsumen terhadap mashlahah paparan diatas baru
sebatas pada perilaku konsumen yang peduli dengan mashlahah dan perilaku
konsumen yang tidak peduli terhadap masalah tersebut. Dalam bagian ini akan
disampaikan bagaimana perilaku konsumen dlam kaitannya dengan preferensi
mereka. Guna mengakomodasi masalah preferensi ini diperlukan sedikit
modifikasi lagi terhadap formulasi mashlahah pada persamaan 4.6 dengan
memasukkan koefisien preferensi (coefficient of preference), ke dalam persmaan
tersebut.

Untuk mengetahui bagaimana perspektif perilaku kelompok ini dalam hal


mashahah maka formulasi pada persamaan 4.3 perlu dimodifikasi sedikit dengan
memasukan koefisien perhatian 8 (coefficient of awareness).
M=F(1+B,P).

6
Nilai & besarnya adalah 6 dan 1, dengan menutup kemungkinan munculnya
nilai-nilai diantara dua kutuh tersebut. Dalam kasus dimana seorang konsumen
tidak memperhatikan mashlahah sama sekali (unaware), maka besarnya & adalah
sama dengan 8 sebliknya, jika 8 besarnya 1. Maka konsumen yang bersangkutan
adalah sepenuhnya menaruh perhatian terhadap mashlahah.

Sekarang akan kita lihat kasus dimana seorang konsumen menyukai mashlahah
anggap disini besarnya, tepat sama dengan satu. Tentu saja jika konsumen yang
bersakutan menyukai mashlahah. Maka dia pasti peduli dengan mashlahah hal ini
selanjutnya mengimplikasikan bahwa besarnya nilai 8 adalah satu. Hal ini berarti
bahwa persamaan (4.7) juga sama dengan persamaan (4.6) dan persamaan (4.5),
konsekuensinya besarnya mashlahah pada kasus terlahir ini akan sama dengan
besarnya mashlahah yang dipaparkan pada tabel 4.9 dan tabel 4.3
Sekarang pada kasus dimana konsumen yang bersangkutan mempunyai sifat
yang kurang menyukai mashlahah. Dalam kasus ini nilai y akan lebih kecil dari
satu, anggap disini nilai y adalah sebesar 0,4 menyajikan gambaran mengenai hal
ini.

Tabel 1.3
Mashlahah konsumsi halal dari konsumen yang kurang menyukai
mashlahah
(8=1;y=0.5)
Frekuensi Manfaat Pahala Total Mashlahah Mashlahah
Kegiatan Fisik Per Pahala (1+b=p) F(1+Bp) marginal
(b) (1) unit (bp)
(p)
1 10 27 27 6 53 -
2 18 27 54 7 133 81
3 24 27 81 9 217 84
4 28 27 108 10 292 75
5 30 27 135 12 350 58
6 32 27 162 13 409 59
7 32 27 189 14 441 33

Sekarang akan kita lihat pengaruh preferensi konsumen yangh menyukai


mashlahah. Dalam kasus ini jelas bahwa kosnumen yang bersangkutan adalah
peduli terhadap mashlahah, sehingga nilai 8 sama denga satu. Sementara dalam
kasus ini dimana sifat yang menyukai mashahah ditunjukkan dengan nilai y yang
besarnya lebih dari atu; anggap di sini nilai y adalah 1.5. table 1.4 bawah ini
menggambarkan kondisi tersebut.

7
Tabel 1.4
Mashlahah konsumsi halal dari konsumen yang menyukai mashlahah
(8 = 1;y = 1,5)
Frekuensi Manfaat Pahala Total Mashlahah Mashlahah
Kegiatan Fisik Per Pahala (1 + F(1+bip) Marginal
(b) (f) unit (b,p) b,p)

1 10 27 27 148 1482 -
2 18 27 54 408 7342 5860
3 24 27 81 743 17821 10479
4 25 27 108 1138 31864 14043
5 30 27 135 1586 47581 15717
6 32 27 162 2081 66593 19013
7 32 27 189 2819 83807 17214

2.3.4 Hukum Penguatan Kegiatan dari Mashlahah

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa berkah yang terkandung


dalam kegiatan mampu memperpanjang rentang (span) preferensi konsumen
terhadap suatu barang/ jasa. Secara lebih spesifik bisa dikatakan bahwa
seandainya tidak ada kandungan berkah dalam kegiatan, maka konsumen sudah
akan mengalami kejenuhan pada frekuensi kedelapan dalam melakukan kegiatan
tersebut. Dengan kehadiran berkah yang dirasakan oleh konsumen, maka titik
kejemuhannya akan mundur. Di sini tampak sekali bahwa kehadiran berkah yang
dirasakan oleh seorang konsumen akan memperpanjang rentang preferensi dalam
melakukan kegiatan tersebut di atas.

Lemma 4a

Keberadaan berkah akan memperpanjang rentang dari suatu kegiatan konsumsi

Lemma di atas bisa juga dinyatakan dalam ekspresi verbal yang berbeda

Lemma 4b

Konsumen yang merasakan adanya mashlahah dan menyukainya akan tetap rela
melakukan suatu kegiatan manfaat dari kegiatan tersebut bagi dirinya sudah tidak
ada.

Hukum diatas tentu saja berlaku pada keadaan dimana faktor fisik tidak
membatasi atau suatu situasi di mana tidak ada standardisasi secara fisik. Untuk

8
hal-hal yang dikecualikan seperti ini akan diberikan pembahasan secara khusus
pada bab mengenai analisis permintaan di belaskang nanti.

Pemaparan yang disampaikan di depan banyak menggambarkan perilaku


konsumen yang terkait dengan suatu kegiatan. Sementara banyak aspek dalam
perilaku konsumen yang bersangkutan dengan konsumsi. Oleh karena itu, dirasa
perlu untuk memberikan pembahasan secara khusus mengenai hal tersebut.
Sebenarnya, pengerian kegiatan sebagaimana disampaikan di depan sudah
meliputi konsumsi secara umum, terutama konsumsi terhadap suatu kegiatan
seperti konsumsi waktu untuk bekerja, konsumsi waktu untuk mengisi kegiatan
waktu luang (leisure), dan sebagainya. Di sini pembahasan secara khusus
mengenai konsumsi yang berkaitan dengan fisik akan disampaikan pada bagian-
bagian selanjutnya. 2

2.4 KESEIMBANGAN KONSUMEN

2.4.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi


1. Faktor Ekonomi
Ada empat faktor ekonomi yang dapat mempengaruhi tingkat konsumsi, yaitu:
Pendapatan rumah tangga (Household Income)
Pendapatan rumah tangga memiliki pengaruh besar terhadap tingkat konsumsi.
Makin baik tingkat pendapatan, maka makin tinggi juga tingkat konsumsinya.
a. Kekayaan Rumah Tangga (Household Wealth)
Kekayaan rumah tangga seperti kekayaan riil (rumah, tanah, mobil, dan lain-lain)
dan financial (deposito berjangka, saham, dan surat-surat berharga). Kekayaan ini
dapat mempengaruhi tingkat konsumsi karena menambah pendapatan disposable.
b. Tingkat Bunga (Interest Rate)
Tingkat bunga yang tinggi dapat mengurangi keinginan konsumsi. Karena jika
tingkat bunga tinggi, maka biaya ekonomi dari kegiatan konsumsi akan
berpengaruh.
c. Perkiraan Tentang Masa Depan (Household Expectation About the Future)
2. Faktor Demografi
a. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk yang tinggi akan meingkatkan pengualaran konsumsi.
Pengeluaran konsumsi suatu negara akan sangat besar jika jumlah penduduk dan
pendapatan perkapitanya tinggi.
b. Komposisi Penduduk

2
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam UII Yogyakarta. 2014. Ekonomi islam. Jakarta:
Rajawali Pers. Cet ke-6.hal 129-158.

9
Pengaruh komposisi penduduk antara lain:
1. Makin banyaknya penduduk yang berusia produktif, maka makin besar juga
tingkat konsumsinya.
2. Makin tingginya tingkatan pendidikan, maka semakin tinggi juga tingkat
konsumsi. Karena kebutuhannya yang semakin banyak.
3. Penduduk perkotaan yang tinggi akan mempengaruhi tingkat konsumsi.
4. Faktor-faktor Non Ekonomi
Faktor non ekonomi yang memiliki pengaruh besar adalah faktor sosial
budaya masyarakat. Misalnya pada perubahan pola kebiasaan

2.5 PRINSIP-PRINSIP DASAR DALAM KONSUMSI ISLAM

Seperti yang dipaparkan sebelumnya, konsumsi Islami berbeda dengan praktik


konsumsi lainnya. Dalam Islam, perilaku konsumsi harus memperhatikan bebarapa
kaidah atau prinsip-prinsip dasar, antara lain:3

1. Prinsip Syariah, yaitu menyangkut dasar syariat yang harus terpenuhi dalam
melakukan konsumsi yang terdiri dari:
a. Prinsip akidah
b. Prinsip ilmu
c. Prinsip amaliyah
2. Prinsip kuantitas, yaitu sesuai dengan batas-batas kuantitas yang dijelaskan dalam
syariat Islam, yaitu:
a. Sederhana
b. Keseimbangan pemasukan dan pengeluaran
c. Menabung dan investasi
3. Prinsip prioritas
a. Primer, konsumsi dasar yang harus terpenuhi seperti makanan pokok
b. Sekunder, yaitu konsumsi tambahan untuk meningkatkan tingkat hidup yang lebih
baik
c. Tersier
4. Prinsip sosial, yaitu memperhatikan lingkungan sosial disekitarnya sehingga
terciptanya keharmonisan dalam kehidupan masyarakat.
5. Kaidah lingkungan, yaitu dalam mengkonsumsi sesuatu harus memperhatikan dengan
potensi sumber daya alam dan terhindarnya kerusakan lingkungan.
6. Menjauhi perilaku konsumsi yang bertentangan dengan etika konsumsi Islami.

3
Arif Pujiyono, Teori Konsumsi Islami, Vol. 3 ( 2006). hal 196-207

10
2.6 IMPLEMENTASI PEMAHAMAN KONSUMSI ISLAM PADA PERILAKU
KONSUMSI MUSLIM
berpandangan bahwa hal terpenting yang harus dicapai dalam aktifitas konsumsi
adalah maslahah. “Maslahah adalah segala bentuk keadaan, baik material maupun non
material, yang mampu meningkatkan kedudukan manusia sebagai makhluk yang paling
mulia” (P3EI, 2011:43). Maslahah memiliki dua kandungan, yaitu manfaat dan berkah.
Maslahah hanya bisa didapatkan oleh konsumen saat mengkonsumsi barang yang halal
saja. Halal memiliki definisi “Tindakan yang dibenarkan untuk dilakukan oleh syara’’
(Sholihin,2010:301). Halal dibagi menjadi tiga yaitu halal menurut sifat zat,cara
memperolehnya, dan cara pengolahannya. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al
Baqarah:17

artinya: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi,
dan binatang yang (Ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa
dalam keadaan terpaksa ( memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (
pula) melampaui batas, maka tidak aka nada dosa baginya. Sesungguhnya allah maha
pengampu lagi maha penyayang’’ ( Q.S. Al Baqarah: 173).

Keimanan seorang Muslim dapat diukur dengan bagaimana seorang Muslim


menjalani kehidupannya seharihari sesuai dengan tuntunan Al Qur’an dan hadits. Dalam
konteks ekonomi, seorang Muslim diwajibkan untuk mengkonsumsi hal-hal yang baik
saja.
Yaitu halal, baik halal menurut sifat zat, cara pemrosesan, dan cara
mendapatkannya. Mengkonsumsi barang dan jasa yang halal saja merupakan bentuk
kepatuhan manusia kepada Allah SWT, sebagai balasannya, manusia akan mendapatkan
pahala sebagai bentuk berkah dari barang dan jasa yang dikonsumsi. (P3EI, 2011:129).
Teori konsumsi Islam mengajarkan untuk membuat prioritas dalam pemenuhan
kebutuhan. “Urutan prioritas kebutuhan tersebut adalah: dharuriyat (primer), hajjiyat
(sekunder), dan tahsiniyat (tersier)” (Muflih, 2006:66-704

4
Zulfikar Alkautsar. 2014. JESTT.1 (10): 739-740

11
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

Kegiatan konsumsi adalah pekerjaan atau kegiatan memakai atau menggunakan suatu
barang atau jasa yang diproduksi atau dibuat oleh produsen untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Dalam Islam, kegiatan konsumsi bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan dan
mencapai kepuasan. Tujuan konsumsi dalam Islam adalah untuk mencapai mashlahah
duniawi dan ukhrahi.

Mashlahah duniawi akan tercapai dengan terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan,


papan, pangan, pendidikan, dan lainnya. Sedangkan ukhrawi akan terpenuhi dengan cara
yang halal sesuai dengan syariat Islam.

Bagi orang yang peduli akan berkah, semakin tinggi barang halal yang dikonsumsi
seseorang, tambahan mashlahah yang diterimanya akan meningkat hingga titik tertentu dn
akhirnya akan menurun, dengan asumsi jumlah konsumsi masih dibolehkan dalam Islam.

Hukum permintaan menyatakan bahwa jika harga suatu barang/jasa meningkat, maka
jumlah barang/jasa yang diminta konsumen akan menurun, selama kandungan mashlahah
pada barang tersebut dan faktor lain tidak berubah.

2. Saran

Sebagai mahasiswa muslim, sangat diharapkan untuk memperdalam bagaimana cara


berperilaku konsumsi sesuai dengan syariat Islam. Seperti yang telah dipaparkan dalam
pembahasan, perilaku konsumsi Islam berbeda dengan teori konvensional. Oleh karena itu,
sebagai mahasiswa yang baik, kita perlu memperdalamnya agar kita dapat membagi ilmu kita
kepada orang lain.

Sangat perlu diperhatikan oleh kita umat Islam untuk mempertimbangkan perilaku
konsumsi kita. Jika dalam teori konvensional, kepuasan adalah tujuan dalam berperilaku
konsumsi, maka dalam Islam hal itu dilarang. Karena tujuan konsumsi dalam Islam adalah
untuk mencapai mashlahah duniawi dan ukhrahi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Fahmi Medias. 2018. Ekonomi Mikro Islam.Magelang: Unimma Press.

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam UII Yogyakarta. 2014. Ekonomi
islam. Jakarta: Rajawali Pers.

Jurnal:
Arif Pujiyono, Teori Konsumsi Islami, Vol. 3 ( 2006): 196-207.

Zulfikar Alkautsar. 2014. JESTT.1 (10): 739-740.

13

Anda mungkin juga menyukai