OLEH :
NAMA. MUHAZZAB
NIM. 201030200040
PEMBIMBING
TAHUN 2020
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Ureter adalah suatu saluran muskuler berbentuk silinder yang menghantarkan urin dari
ginjal menuju kandung kemih. Panjang ureter adalah sekitar 20-30 cm dengan diameter
maksimum sekitar 1,7 cm di dekat kandung kemih dan berjalan dari hilus ginjal menuju
kandung kemih (Fillingham dan Douglass, 2000). Ureter dibagi menjadi pars
abdominalis, pelvis,dan intravesikalis (Brunner dan Suddarth,
2003).
Batu saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di
sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran
kemih atau infeksi (Sja’bani, 2006). Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal)
maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini
disebut urolitiasis.
Batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno
dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi (Muslim, 2007). Batu
saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks
ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan ureter. Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal
kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk disaluran
kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena
hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra. Batu ginjal
adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum,
pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan
batu saluran kemih yang paling sering terjadi (Brunner dan Suddarth, 2003).
B. ETEOLOGI FAKTOR RESIKO
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih bisa terjadi karena air kemih jenuh dengan
garam-garam yang dapat membentuk batu atau karena air kemih kekurangan
penghambat pembentuka batu yang normal (Sja’bani, 2006). Sekitar 80% batu terdiri
dari kalsium, sisanya mengandung berbagai bahan, termasuk asam urat, sistin dan
mineral struvit (Sja’bani, 2006). Batu struvit (campuran dari magnesium, amonium dan
fosfat) juga disebut batu infeksi karena batu ini hanya dan akan menjadi inti pembentuk
batu saluran kemih. Infeksi bakteri akan memecah ureum dan membentuk amonium
yang akan mengubah pH Urine menjadi alkali.
Brunner dan Sudarth (2003) dan Nurlina (2008) menyebutkan beberapa faktor yang
mempengaruhi pembentukan batu saluran kemih, yaitu:
1. Faktor Endogen
2. Faktor Eksogen
Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan mineral dalam air
minum.
1. Infeksi
Infeksi Saluran Kencing (ISK) dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan
menjadi inti pembentuk batu saluran kemih. Infeksi bakteri akan memecah ureum
dan membentuk amonium yang akan mengubah pH Urine menjadi alkali.
memiliki resiko untuk menderita batu saluran kemih dibanding dengan yang tidak
memiliki anggota keluarga dengan batu saluran kemih.
6. Air Minum
Faktor utama pemenuhan urine adalah hidrasi adekuat yang didapat dari minum
air. Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi
kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan kurang minum menyebabkan kadar
semua substansi dalam urine meningkat.
7. Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan panas
sehingga pengeluaran cairan menjadi meningkat, apabila tidak didukung oleh
hidrasi yang adekuat akan meningkatkan resiko batu saluran kemih.
8. Makanan
Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani, kalsium, natrium
klorida, vitamin C, makanan tinggi garam akan meningkatkan resiko
pembentukan batu karena mempengaruhi saturasi urine.
C. PATOFISOLOGI
1. Teori Intimatriks
Sja’bani (2006) meyebutkan terbentuknya batu saluran kencing memerlukan
adanya substansi organik sebagai inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida
dan mukoprotein A yang mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi
pembentukan batu.
2. Teori Supersaturasi
Sja’bani (2006) menyebutkan erjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam
urine seperti sistin, santin, asam urat, kalsium oksalataka mempermudah
terbentuknya batu.
3. Teori Presipitasi-Kristalisasi
substansi dalam urine. Urine yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin
D. MANIFESTASI KLINIS
Batu, terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di dalam kandung kemih
bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah. Batu yang menyumbat ureter, pelvis
renalis maupun tubulus renalis bisa menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis
(nyeri kolik yang hebat). Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-timbul,
biasanya di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang, yang menjalar ke perut,
daerah kemaluan dan paha sebelah dalam (Brunner dan Suddarth, 2003).
Gejala lainnya adalah mual dan muntah, perut menggelembung, demam, menggigil dan
darah di dalam air kemih. Penderita mungkin menjadi sering berkemih, terutama ketika
batu melewati ureter. Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu
menyumbat aliran kemih, bakteri akan terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul
diatas penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi. Jika penyumbatan ini berlangsung lama,
air kemih akan mengalir balik ke saluran di dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang
akan menggelembungkan ginjal (hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa terjadi kerusakan
ginjal.
Menurut Fillingham dan Douglass (2000), ketika batu menghambat dari saluran urin,
terjadi obstruksi, meningkatkan tekanan hidrostatik. Bila nyeri mendadak terjadi akut
disertai nyeri tekan disaluran osteovertebral dan muncul mual muntah maka klien sedang
mengalami episode kolik renal. Diare, demam dan perasaan tidak nyaman di abdominal
dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat reflex dan proxsimitas anatomik ginjal
kelambung, pangkereas dan usus besar.
Batu yang terjebak dikandung kemih menyebabkan gelombang nyeri luar biasa, akut dan
kolik yang menyebar kepala obdomen dan genitalia. Klien sering merasa ingin kemih,
namun hanya sedikit urin yang keluar, dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasi
batu gejala ini disebabkan kolik ureter. Pada laki-laki nyeri khas terasa menyebar di
sekitar testis, sedangkan pada wanita nyeri terasa menyebar di bawah kandung kemih
(Ganong (1992) dan Brunner dan Sudarth
Umumnya klien akan mengeluarkan batu yang berdiameter 0,5 sampai dengan 1 cm
secara spontan. Batu yang berdiameter lebih dari 1 cm biasanya harus diangkat atau
dihancurkan sehingga dapat dikeluarkan secara spontan dan saluran urin membaik dan
lancar. ( Brunner and Suddarth. 2001).
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien batu saluran kemih
adalah (American Urological Association, 2005) :
1. Urinalisa
Warna kuning, coklat atau gelap. : warna : normal kekuning-kuningan, abnormal
merah menunjukkan hematuri (kemungkinan obstruksi urine, kalkulus renalis,
tumor,kegagalan ginjal). pH : normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0), asam (meningkatkan
sistin dan batu asam urat), alkali (meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau
batu kalsium fosfat), Urine 24 jam : Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau
sistin mungkin meningkat), kultur urine menunjukkan Infeksi Saluran Kencing , BUN
hasil normal 5 – 20 mg/dl tujuan untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk
mengekskresi sisa yang bemitrogen. BUN menjelaskan secara kasar perkiraan
Glomerular Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh diet tinggi protein, darah
dalam saluran pencernaan status katabolik (cedera, infeksi). Kreatinin serum hasil
normal laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl tujuannya
untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen.
Abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu
obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
2. Laboratorium
1) Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia.
2) Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH merangsang
reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.
F. PENATANALAKSANAAN
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter kurang dari 5 mm. Batu ureter yang
besarnya kurang dari 5 mm bisa keluar spontan (Fillingham dan Douglass, 2000).
Untuk mengeluarkan batu kecil tersebut terdapat pilihan terapi konservatif berupa
(American Urological Association, 2005):
2. α – blocker (PERTAHANAN)
3. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat lain
untuk terapi konservatif adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi
dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan konservatif bukan
merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi,apalagi pada pasien-
pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan. dan penurunan fungsi
ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera
dilakukan intervensi (American Urological Association, 2005).
PCNL yang berkembang sejak dekade 1980 secara teoritis dapat digunakan sebagai
terapi semua batu ureter. Namun, URS dan ESWL menjadi pilihan pertama sebelum
melakukan PCNL. Meskipun demikian untuk batu ureter proksimal yang besar dan
melekat memiliki peluang untuk dipecahkan dengan PCNL (Al-Kohlany, 2005).
Menurut Al-Kohlany (2005), prinsip dari PCNL adalah membuat akses ke kalik atau
pielum secara perkutan. Kemudian melalui akses tersebut
dimasukkan nefroskop rigid atau fleksibel, atau ureteroskop, untuk selanjutnya batu
ureter diambil secara utuh atau dipecah. Keuntungan dari PCNL adalah apabila letak
batu jelas terlihat, batu pasti dapat diambil atau dihancurkan dan fragmen dapat
diambil semua karena ureter bisa dilihat dengan jelas. Proses PCNL berlangsung
cepat dan dapat diketahui keberhasilannya dengan segera. Kelemahan PCNL adalah
PCNL perlu keterampilan khusus bagi ahli urologi.
BAB II
ARTIKEL PENELITIAN TERKAIT
1. Identitas Jurnal
a. Judul jurnal : Hubungan antara batu saluran kemih bagian atas
dengan karsinoma sel ginjal dan karsinoma transisional pelvis
renalis
b. Tahun publikasi : 2019
c. Jurnal yang mempublikasi : Jurnal Kesehatan Andalas. 2019;
d. Link :https://www.google.com/search?client=firefox-b-
d&q=JURNAL+BATU+SALURAN+KEMIH
2. Ringkasan Penelitian
Batu saluran kemih merupakan penyakit urologi kedua terbanyak di Indonesia setelah
infeksi saluran kemih dan penyakit terbanyak di antara penyakit -penyakit yang
memerlukan tindakan di bidang urologi. Insidensi dan prevalensi batu saluran kemih di
Indonesia belum pasti. Penelitian di rumah sakit Arifin Ahmad Pekanbaru pada tahun
2010 hingga tahun 2016, didapatkan 1.418 pasien dengan batu saluran kemih yang terdiri
dari 951 (67,1%) laki-laki dan 467 (32,9%) perempuan dengan rasio 2:1. Jumlah pasien
terbanyak pada kelompok umur 40-49 tahun sebanyak 407 orang (28,7%), dan yang
paling sedikit pada kelompok umur <20 tahun sebanyak 27 orang (1,9%). Batu saluran
kemih menunjukkan trend peningkatan insiden yang serupa. Hal ini memungkinkan
adanya hubungan. Penelitian sebelumnya mendapatkan hasil yang kontroversial. Tujuan
penelitian ini adalah melihat hubungan antara batu saluran kemih bagian atas dengan
karsinoma sel ginjal dan karsinoma sel transisional pelvis renalis di RSUP Dr. M Djamil
padang dan RSAM Bukittinggi. Penelitian ini menggunakan desain case control study
pada rekam medis yang dilakukan pada bulan September hingga Desember 2018.
Didapatkan 34 sampel dengan hasil histopatologi karsinoma sel ginjal dengan rasio jenis
kelamin 1:1,3. Sampel terbanyak adalah kelompok umur 50-59 tahun (26,47%), mean:
52,8±13,79. Didapatkan 15 sampel karsinoma sel transisional pelvis renalis dengan rasio
jenis kelamin 2,75:1. Sampel terbanyak adalah kelompok umur 50-59 tahun (33,33%),
mean: 57,5±11,31. Persentase yang ada batu lebih tinggi pada karsinoma sel ginjal
dibandingkan dengan yang tidak karsinoma sel ginjal yaitu 62,5% : 23,1%. Secara
statistik perbedaan tersebut tidak bermakna (P>0,05). Peluang untuk timbulnya
karsinoma sel ginjal sebesar 5,6 kali pada yang ada batu dibandingkan dengan yang tidak
ada. Persentase yang ada batu lebih tinggi pada karsinoma sel transisional pelvis renalis
dibandingkan dengan yang tidak karsinoma sel transisional pelvis renalis yaitu 71,4% :
25%. Secara statistik perbedaan tersebut tidak bermakna (P>0,05). Peluang unuk
timbulnya karsinoma sel transisional pelvis renalis sebesar 7,5 kali pada yang ada batu
dibandingkan dengan yang tidak ada.
Kata Kunci: batu saluran kemih, karsinoma sel ginjal, karsinoma sel transisional
3. Hasil Implementasi
Hasil penelitian diperoleh dengan pengumpulan data responden secara retrospektif dari
dua rumah sakit pendidikan di Sumatera Barat yakni RSUP Dr. M Djamil Padang periode
2007-2018 dan RSUD Ahmad Mochtar Bukittinggi periode 2012-2018. Data diambil dari
divisi urologi, laboratorium Patologi Anatomi, dan catatan rekam medis masing-masing
rumah sakit. Pengumpulan sampel dimulai dari hasil histopatologi keganasan ginjal yang
didapat dari laboratorium patologi anatomi dan secara retrospektif dilakukan pengukuran
terhadap variabel umur, jenis kelamin dan batu saluran kemih bagian atas. Penelitian
dilaksanakan pada bulan November hingga Desember 2018.
Hasil ini sama dengan penelitian Chow et alyang melaporkan bahwa batu ginjal tidak
meningkatkan resiko karsinoma sel ginjal. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang
didapatkan oleh Chung et al yang mendapatkan adanya hubungan yang bermakna antara
batu saluran kemih bagian atas dengan karsinoma sel ginjal dan batu saluran kemih
bagian atas meningkatkan resiko karsinoma sel ginjal2,76 kali. Hasil ini juga berbeda
dengan penelitian yang didapatkan oleh Cheungpasitporn et al yang menemukan adanya
hubungan yang bermakna antara batu saluran kemih bagian atas dengan karsinoma sel
ginjal dengan karsinoma sel ginjal dan batu saluran kemih bagian atas meningkatkan
resiko karsinoma sel ginjal 1,76 kali.
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Tn. F DENGAN BATU SALURAN KEMIH
OLEH :
NAMA MUHAZZAB
NIM. 201030200040
TAHUN 2020
LAPORAN RESUME ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
DI RUANGAN IGD
Breathing :
Simetris
Circulation :
TD : 110/80mmHg, N : 89x/menit dan RR : 21 x/menit
Disability :
E:4 V:5 M:4 GCS : 13
Exposure :
-
2. Fokus Assesment
Keadaan Umum : Lemah
Tingkat Kesadaran : CM
3. Sekunder Assesment
Riwayat Penyakit Dahulu :
klien mengatakan sebelumnya mengatakan sebelumnya sebulan pernah mengalami
kencing bercampur batu da nyeri saat kencing tersebut
4. Pemeriksaan Fisik
TD: 110/80 mmHg N: 89 x/menit RR: 21 x/m S: 37,1⁰C GDS: 89 mg
Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar
- Ekstremitas:
Tidak ditemukan kelainan pada regio.
6. Data Penunjang
DO:
- Pasien tampak meringis
kesakitan
- Pasien tampak gelisah
- Pasien mengeluh nyeri
25 13.00 DS : Gangguan Penurunan
januari - Pasien mengatakan ingin eliminasi urin kemampuan
2021 berkemih menyadari tanda-
- Pasien mengatakan tanda gangguan
berkemih tidak tuntas kandung kemih
- Volume residu urine
DO :
- Anuria
- Disuria
- Urin kuning dan keruh
Prioritas Masalah
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d nyeri bagian perut bawah kiri hingga ke pinggang
dengan skala 8
2. Gangguan eliminasi b.d penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan kandung
kemih d.d berkemih tidak tuntas dengan volume residu urine Anuria dan Disuria
3. Resiko ketidak seimbangan cairan b.d penyakit ginjal dan kelenjar d.d BAK tidak tuntas dan
BAK sedikit tapi perih
RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa
Keperawatan
No Tujuan dan Kriteria Hasil : Intervensi :
(PES)
Edukasi
Ajarkan tanda dan gejala infeksi
saluran kemih
Ajarkan mengukur asupan
cairan dan haluaran urine
Anjurkan mengambil specimen
urine midstream
Ajarkan mengenali tanda
berkemih dan waktu yang tepat
untuk berkemih
Ajarkan terapi modalitas
penguatan otot-otot
pinggul/berkemihan
Anjurkan minum yang cukup,
jika tidak ada kontraindikasi
Anjurkan mengurangi minum
menjelang tidur
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat
suposituria uretra jika perlu
(I.04152)
Pemantauan Cairan :
Observasi :
Monitor frekuensi dan kekuatan
nadi
Monitor frekuensi nafas
Monitor tekanan darah
Monitor berat badan
Monitor waktu pengisian kapiler
Monitor elastisitas atau turgor kulit
Monitor jumlah, waktu dan berat
jenis urine
Monitor kadar albumin dan protein
total
Monitor hasil pemeriksaan serum
(mis. Osmolaritas serum,
hematocrit, natrium, kalium, BUN)
waktu singkat)
Identifikasi tanda-tanda
hypervolemia 9mis. Dyspnea,
edema perifer, edema anasarka,
JVP meningkat, CVP meningkat,
refleks hepatojogular positif, berat
badan menurun dalam waktu
singkat)
Identifikasi factor resiko
ketidakseimbangan cairan
Teraupetik
Atur interval waktu pemantauan
sesuai dengan kondisi pasien
Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
(I.03121)
CATATAN PERKEMBANGAN TGL 25 Januari 2021
Diagnosa Jam
Tgl Implementasi Evaluasi
Keperawatan
25/01/ Nyeri akut b.d Manajemen Nyeri S:
21 agen - P : pasien mengatakan masih
pencedera Observasi : nyeri bagian perut bawah kiri
fisiologis d.d hingga ke pinggang
13.00 Mengidentifikasi karakteristik,
nyeri bagian - Q : nyeri terasa seperti tersayat-
lokasi, durasi, frekuensi,
perut bawah sayat
kualitas, intensitas nyeri.
kiri hingga ke - R : perut bawah kiri hingga
pinggang Mengidentifikasi skala nyeri pinggang
dengan skala Berikan teknik non - S : skala 6
8 farmakologis untuk mengurangi - T : terus menerus, nyeri
rasa nyeri bertambah pada saat bergerak
Mengidentifikasi riwayat alergi berkurang ketika diam
13,10 obat
Tindakan terapeutik: O:
- Pasien tampak masih meringis
Berikan teknik non
kesakitan
13,20 farmokologis untuk mengurangi
- Pasien masih tampak gelisahPasien
rasa nyeri (mis , terapi musik,
masih mengeluh nyeri
pijet,aromaterapi, imajinasi,
- TD : 110/80mmHg
kompres air hangat dan dingin).
- N : 20 x/menit
Mempertimbangkan - RR : 90 x/menit
penggunaan infus kontinu, atau - S : 36,9⁰C
bolus opoid untuk
13,30 mempertahankan kadar dalam A :
serum - Intervensi nyeri teratasi sebagian
Terapi edukasi
Assimos, Dean G. and Holmes Ross. 2000. Role of diet in the therapy of urolithiasis.Vol 27.
2:255-268. The Urologic Clinic of North America.
Barclay L and Lie D. 2005. Obesity and weight gain may increase the risk of kidney stone.
293: 455-462 . JAMA
Brunner & Sudarth. (2003). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC Borghi L,
Meschi T, Amato F, Briganti A, Novarini A & Giannini (1996):
Fillingham and Douglas. 2000. Urological nursing. Tokyo: Bailliere Tindall Flagg, Laura.
2007. Dietary and Holistic Treatment of Recurrent Calcium Oxalate
PPNI, (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Depinisi Dan Kriteria Hasil Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.