Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN BATU SALURAN KEMIH

Tugas Stase Keperawatan Gawat Darurat

OLEH :

NAMA. MUHAZZAB

NIM. 201030200040

PEMBIMBING

Ns. Andini Restu Marsiwi S.kep., M.kep

STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG

PROGRAM PROFESI NERS

TAHUN 2020
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI

Ureter adalah suatu saluran muskuler berbentuk silinder yang menghantarkan urin dari
ginjal menuju kandung kemih. Panjang ureter adalah sekitar 20-30 cm dengan diameter
maksimum sekitar 1,7 cm di dekat kandung kemih dan berjalan dari hilus ginjal menuju
kandung kemih (Fillingham dan Douglass, 2000). Ureter dibagi menjadi pars
abdominalis, pelvis,dan intravesikalis (Brunner dan Suddarth,
2003).

Batu saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di
sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran
kemih atau infeksi (Sja’bani, 2006). Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal)
maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini
disebut urolitiasis.

Batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno
dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi (Muslim, 2007). Batu
saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks
ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan ureter. Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal
kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk disaluran
kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena
hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra. Batu ginjal
adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum,
pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan
batu saluran kemih yang paling sering terjadi (Brunner dan Suddarth, 2003).
B. ETEOLOGI FAKTOR RESIKO

Penyebab terbentuknya batu saluran kemih bisa terjadi karena air kemih jenuh dengan
garam-garam yang dapat membentuk batu atau karena air kemih kekurangan
penghambat pembentuka batu yang normal (Sja’bani, 2006). Sekitar 80% batu terdiri
dari kalsium, sisanya mengandung berbagai bahan, termasuk asam urat, sistin dan
mineral struvit (Sja’bani, 2006). Batu struvit (campuran dari magnesium, amonium dan
fosfat) juga disebut batu infeksi karena batu ini hanya dan akan menjadi inti pembentuk
batu saluran kemih. Infeksi bakteri akan memecah ureum dan membentuk amonium
yang akan mengubah pH Urine menjadi alkali.

Brunner dan Sudarth (2003) dan Nurlina (2008) menyebutkan beberapa faktor yang
mempengaruhi pembentukan batu saluran kemih, yaitu:

1. Faktor Endogen

Faktor genetik, familial, pada hypersistinuria,hiperkalsiuria dan


hiperoksalouria.

2. Faktor Eksogen

Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan mineral dalam air
minum.

Muslim (2007) menyebutkan beberapa hal yang mempengaruhi pembentukan saluran


kemih antara lain:

1. Infeksi

Infeksi Saluran Kencing (ISK) dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan
menjadi inti pembentuk batu saluran kemih. Infeksi bakteri akan memecah ureum
dan membentuk amonium yang akan mengubah pH Urine menjadi alkali.

2. Stasis dan Obstruksi Urine


Adanya obstruksi dan stasis urine pada sistem perkemihan akan
mempermudah Infeksi Saluran Kencing (ISK).
3. Jenis Kelamin
Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita dengan perbandingan 3:1
4. Ras
Batu saluran kemih lebih banyak ditemukan di Afrika dan Asia.
5. Keturunan
Orang dengan anggota keluarga yang memiliki penyakit batu saluran kemih

memiliki resiko untuk menderita batu saluran kemih dibanding dengan yang tidak
memiliki anggota keluarga dengan batu saluran kemih.

6. Air Minum
Faktor utama pemenuhan urine adalah hidrasi adekuat yang didapat dari minum
air. Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi
kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan kurang minum menyebabkan kadar
semua substansi dalam urine meningkat.
7. Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan panas
sehingga pengeluaran cairan menjadi meningkat, apabila tidak didukung oleh
hidrasi yang adekuat akan meningkatkan resiko batu saluran kemih.

8. Makanan
Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani, kalsium, natrium
klorida, vitamin C, makanan tinggi garam akan meningkatkan resiko
pembentukan batu karena mempengaruhi saturasi urine.
C. PATOFISOLOGI
1. Teori Intimatriks
Sja’bani (2006) meyebutkan terbentuknya batu saluran kencing memerlukan
adanya substansi organik sebagai inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida
dan mukoprotein A yang mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi
pembentukan batu.
2. Teori Supersaturasi
Sja’bani (2006) menyebutkan erjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam
urine seperti sistin, santin, asam urat, kalsium oksalataka mempermudah
terbentuknya batu.
3. Teori Presipitasi-Kristalisasi

Sja’bani (2006) menyebutkan perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas

substansi dalam urine. Urine yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin

dan garam urat, urine alkali akan mengendap garam-garam fosfat.

4. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat

(Muslim,2007)Berkurangnya faktor penghambat seperti peptid fosfat,

pirofosfat,polifosfat, sitrat magnesium, asam mukopolisakarida akan

mempermudah terbentuknya batu saluran kemih.

D. MANIFESTASI KLINIS

Batu, terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di dalam kandung kemih
bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah. Batu yang menyumbat ureter, pelvis
renalis maupun tubulus renalis bisa menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis
(nyeri kolik yang hebat). Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-timbul,
biasanya di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang, yang menjalar ke perut,
daerah kemaluan dan paha sebelah dalam (Brunner dan Suddarth, 2003).
Gejala lainnya adalah mual dan muntah, perut menggelembung, demam, menggigil dan
darah di dalam air kemih. Penderita mungkin menjadi sering berkemih, terutama ketika
batu melewati ureter. Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu
menyumbat aliran kemih, bakteri akan terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul
diatas penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi. Jika penyumbatan ini berlangsung lama,
air kemih akan mengalir balik ke saluran di dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang
akan menggelembungkan ginjal (hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa terjadi kerusakan
ginjal.

Menurut Fillingham dan Douglass (2000), ketika batu menghambat dari saluran urin,
terjadi obstruksi, meningkatkan tekanan hidrostatik. Bila nyeri mendadak terjadi akut
disertai nyeri tekan disaluran osteovertebral dan muncul mual muntah maka klien sedang
mengalami episode kolik renal. Diare, demam dan perasaan tidak nyaman di abdominal
dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat reflex dan proxsimitas anatomik ginjal
kelambung, pangkereas dan usus besar.

Batu yang terjebak dikandung kemih menyebabkan gelombang nyeri luar biasa, akut dan
kolik yang menyebar kepala obdomen dan genitalia. Klien sering merasa ingin kemih,
namun hanya sedikit urin yang keluar, dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasi
batu gejala ini disebabkan kolik ureter. Pada laki-laki nyeri khas terasa menyebar di
sekitar testis, sedangkan pada wanita nyeri terasa menyebar di bawah kandung kemih
(Ganong (1992) dan Brunner dan Sudarth

Umumnya klien akan mengeluarkan batu yang berdiameter 0,5 sampai dengan 1 cm
secara spontan. Batu yang berdiameter lebih dari 1 cm biasanya harus diangkat atau
dihancurkan sehingga dapat dikeluarkan secara spontan dan saluran urin membaik dan
lancar. ( Brunner and Suddarth. 2001).
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien batu saluran kemih
adalah (American Urological Association, 2005) :
1. Urinalisa
Warna kuning, coklat atau gelap. : warna : normal kekuning-kuningan, abnormal
merah menunjukkan hematuri (kemungkinan obstruksi urine, kalkulus renalis,
tumor,kegagalan ginjal). pH : normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0), asam (meningkatkan
sistin dan batu asam urat), alkali (meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau
batu kalsium fosfat), Urine 24 jam : Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau
sistin mungkin meningkat), kultur urine menunjukkan Infeksi Saluran Kencing , BUN
hasil normal 5 – 20 mg/dl tujuan untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk
mengekskresi sisa yang bemitrogen. BUN menjelaskan secara kasar perkiraan
Glomerular Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh diet tinggi protein, darah
dalam saluran pencernaan status katabolik (cedera, infeksi). Kreatinin serum hasil
normal laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl tujuannya
untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen.
Abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu
obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.

2. Laboratorium

1) Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia.
2) Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH merangsang
reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.

3) Foto KUB (Kidney Ureter Bladder)


Menunjukkan ukuran ginjal, ureter dan bladder serta menunjukan adanya batu di
sekitar saluran kemih.
4) Endoskopi ginjal
Menentukan pelvis ginjal, dan untuk mengeluarkan batu yang kecil.
5. USG Ginjal
Untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.
6. EKG (Elektrokardiografi)
Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa dan elektrolit.
7. Foto Rontgen
Menunjukan adanya batu didalam kandung kemih yang
abnormal, menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik pada area ginjal
dan sepanjang ureter.

8. IVP (Intra Venous Pyelografi )

Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih, membedakan derajat


obstruksi kandung kemih divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot
kandung kemih dan memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik
(distensi ureter).
9. Pielogram retrograd
Menunjukan abnormalitas pelvis saluran ureter dan kandung kemih. Diagnosis
ditegakan dengan studi ginjal, ureter, kandung kemih, urografi intravena atau
pielografi retrograde. Uji kimia darah dengan urine dalam 24 jam untuk mengukur
kalsium, asam urat, kreatinin, natrium, dan volume total merupakan upaya dari
diagnostik. Riwayat diet dan medikasi serta adanya riwayat batu ginjal, ureter,
dan kandung kemih dalam keluarga di dapatkan untuk mengidentifikasi faktor
yang mencetuskan terbentuknya batu kandung kemih pada klien.

F. PENATANALAKSANAAN

Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu, menentukan


jenisbatu, mencegah kerusakan nefron, mengidentifikasi infeksi,serta
mengurangi obstruksi akibat batu (Sja’bani, 2006). Cara yang biasanya digunakan
untuk mengatasi batu kandung kemih adalah terapi konservatif, medikamentosa,
pemecahan batu, dan operasi terbuka.
1. Terapi konservatif

Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter kurang dari 5 mm. Batu ureter yang
besarnya kurang dari 5 mm bisa keluar spontan (Fillingham dan Douglass, 2000).
Untuk mengeluarkan batu kecil tersebut terdapat pilihan terapi konservatif berupa
(American Urological Association, 2005):

1. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari

2. α – blocker (PERTAHANAN)

3. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat lain
untuk terapi konservatif adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi
dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan konservatif bukan
merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi,apalagi pada pasien-
pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan. dan penurunan fungsi
ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera
dilakukan intervensi (American Urological Association, 2005).

2. Uretero reno skopic (URS)

Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah mengubah secara dramatis


terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi dengan pemecah batu ultrasound, EHL,
laser dan pneumatik telah sukses dalam memecah batu ureter. Keterbatasan URS
adalah tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter yang besar, sehingga
diperlukan alat pemecah batu seperti yang disebutkan di atas. Pilihan untuk
menggunakan jenis pemecah batu tertentu, tergantung pada pengalaman masing-
masing operator dan ketersediaan alat tersebut.
3. Percutaneous Nefro Litotripsy (PCNL)

PCNL yang berkembang sejak dekade 1980 secara teoritis dapat digunakan sebagai
terapi semua batu ureter. Namun, URS dan ESWL menjadi pilihan pertama sebelum
melakukan PCNL. Meskipun demikian untuk batu ureter proksimal yang besar dan
melekat memiliki peluang untuk dipecahkan dengan PCNL (Al-Kohlany, 2005).

Menurut Al-Kohlany (2005), prinsip dari PCNL adalah membuat akses ke kalik atau
pielum secara perkutan. Kemudian melalui akses tersebut

dimasukkan nefroskop rigid atau fleksibel, atau ureteroskop, untuk selanjutnya batu
ureter diambil secara utuh atau dipecah. Keuntungan dari PCNL adalah apabila letak
batu jelas terlihat, batu pasti dapat diambil atau dihancurkan dan fragmen dapat
diambil semua karena ureter bisa dilihat dengan jelas. Proses PCNL berlangsung
cepat dan dapat diketahui keberhasilannya dengan segera. Kelemahan PCNL adalah
PCNL perlu keterampilan khusus bagi ahli urologi.
BAB II
ARTIKEL PENELITIAN TERKAIT
1. Identitas Jurnal
a. Judul jurnal : Hubungan antara batu saluran kemih bagian atas
dengan karsinoma sel ginjal dan karsinoma transisional pelvis
renalis
b. Tahun publikasi : 2019
c. Jurnal yang mempublikasi : Jurnal Kesehatan Andalas. 2019;
d. Link :https://www.google.com/search?client=firefox-b-
d&q=JURNAL+BATU+SALURAN+KEMIH

2. Ringkasan Penelitian

Batu saluran kemih merupakan penyakit urologi kedua terbanyak di Indonesia setelah
infeksi saluran kemih dan penyakit terbanyak di antara penyakit -penyakit yang
memerlukan tindakan di bidang urologi. Insidensi dan prevalensi batu saluran kemih di
Indonesia belum pasti. Penelitian di rumah sakit Arifin Ahmad Pekanbaru pada tahun
2010 hingga tahun 2016, didapatkan 1.418 pasien dengan batu saluran kemih yang terdiri
dari 951 (67,1%) laki-laki dan 467 (32,9%) perempuan dengan rasio 2:1. Jumlah pasien
terbanyak pada kelompok umur 40-49 tahun sebanyak 407 orang (28,7%), dan yang
paling sedikit pada kelompok umur <20 tahun sebanyak 27 orang (1,9%). Batu saluran
kemih menunjukkan trend peningkatan insiden yang serupa. Hal ini memungkinkan
adanya hubungan. Penelitian sebelumnya mendapatkan hasil yang kontroversial. Tujuan
penelitian ini adalah melihat hubungan antara batu saluran kemih bagian atas dengan
karsinoma sel ginjal dan karsinoma sel transisional pelvis renalis di RSUP Dr. M Djamil
padang dan RSAM Bukittinggi. Penelitian ini menggunakan desain case control study
pada rekam medis yang dilakukan pada bulan September hingga Desember 2018.
Didapatkan 34 sampel dengan hasil histopatologi karsinoma sel ginjal dengan rasio jenis
kelamin 1:1,3. Sampel terbanyak adalah kelompok umur 50-59 tahun (26,47%), mean:
52,8±13,79. Didapatkan 15 sampel karsinoma sel transisional pelvis renalis dengan rasio
jenis kelamin 2,75:1. Sampel terbanyak adalah kelompok umur 50-59 tahun (33,33%),
mean: 57,5±11,31. Persentase yang ada batu lebih tinggi pada karsinoma sel ginjal
dibandingkan dengan yang tidak karsinoma sel ginjal yaitu 62,5% : 23,1%. Secara
statistik perbedaan tersebut tidak bermakna (P>0,05). Peluang untuk timbulnya
karsinoma sel ginjal sebesar 5,6 kali pada yang ada batu dibandingkan dengan yang tidak
ada. Persentase yang ada batu lebih tinggi pada karsinoma sel transisional pelvis renalis
dibandingkan dengan yang tidak karsinoma sel transisional pelvis renalis yaitu 71,4% :
25%. Secara statistik perbedaan tersebut tidak bermakna (P>0,05). Peluang unuk
timbulnya karsinoma sel transisional pelvis renalis sebesar 7,5 kali pada yang ada batu
dibandingkan dengan yang tidak ada.

Kata Kunci: batu saluran kemih, karsinoma sel ginjal, karsinoma sel transisional

3. Hasil Implementasi

Hasil penelitian diperoleh dengan pengumpulan data responden secara retrospektif dari
dua rumah sakit pendidikan di Sumatera Barat yakni RSUP Dr. M Djamil Padang periode
2007-2018 dan RSUD Ahmad Mochtar Bukittinggi periode 2012-2018. Data diambil dari
divisi urologi, laboratorium Patologi Anatomi, dan catatan rekam medis masing-masing
rumah sakit. Pengumpulan sampel dimulai dari hasil histopatologi keganasan ginjal yang
didapat dari laboratorium patologi anatomi dan secara retrospektif dilakukan pengukuran
terhadap variabel umur, jenis kelamin dan batu saluran kemih bagian atas. Penelitian
dilaksanakan pada bulan November hingga Desember 2018.

Hasil ini sama dengan penelitian Chow et alyang melaporkan bahwa batu ginjal tidak
meningkatkan resiko karsinoma sel ginjal. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang
didapatkan oleh Chung et al yang mendapatkan adanya hubungan yang bermakna antara
batu saluran kemih bagian atas dengan karsinoma sel ginjal dan batu saluran kemih
bagian atas meningkatkan resiko karsinoma sel ginjal2,76 kali. Hasil ini juga berbeda
dengan penelitian yang didapatkan oleh Cheungpasitporn et al yang menemukan adanya
hubungan yang bermakna antara batu saluran kemih bagian atas dengan karsinoma sel
ginjal dengan karsinoma sel ginjal dan batu saluran kemih bagian atas meningkatkan
resiko karsinoma sel ginjal 1,76 kali.
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Tn. F DENGAN BATU SALURAN KEMIH

Tugas Stase Keperawatan Gawat Darurat

OLEH :

NAMA MUHAZZAB

NIM. 201030200040

STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG

PROGRAM PROFESI NERS

TAHUN 2020
LAPORAN RESUME ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
DI RUANGAN IGD

A. Pengkajian Data Umum


Tanggal Pengkajian : 25 Januari 2021
Oleh : Muhazzab
Sumber Data : Keluarga dan pasien
Metode Pengumpulan Data :
Identitas Pasien
Nama : Tn. F
Umur : 28 Thn
Status Perkawinan : Nikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMA Setingkat
No. RM : 12345
Dx. Medis : Colic renal sinistra
Penanggung jawab
Nama : Ny. F
Alamat : Jl.H.Hanifi rt 01 dan rw 02 kec Serua Kota Depok
Pekerjaan : IRT
Hubungan dengan pasien : keluarga

B. Pengkajian Data Dasar


1. Primary Assesment (ABCDE)
Airway :
Tidak ada sumbatan

Breathing :
Simetris

Circulation :
TD : 110/80mmHg, N : 89x/menit dan RR : 21 x/menit

Disability :
E:4 V:5 M:4 GCS : 13

Exposure :
-

2. Fokus Assesment
Keadaan Umum : Lemah
Tingkat Kesadaran : CM
3. Sekunder Assesment
Riwayat Penyakit Dahulu :
klien mengatakan sebelumnya mengatakan sebelumnya sebulan pernah mengalami
kencing bercampur batu da nyeri saat kencing tersebut

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang datang ke IGD pukul 07.50 wib kemudian ditransfer ke ruangan SB 19
dengan keluhan nyeri perut kiri bawah menjalar ke pinggang belakang, nyeri bertambah
saat bergerak dan berkurang saat diam, nyeri dirasakan seperti tersayat-sayat dan terus
menerus, skala nyeri 8

Riwayat Penyakit Keluarga :


Allergies : tidak ada allergi
Medication : tidak ada pengobatan
Pertinent Past History : -
Makan terakhir : Pizza
Event Lead to Injury : -

4. Pemeriksaan Fisik
TD: 110/80 mmHg N: 89 x/menit RR: 21 x/m S: 37,1⁰C GDS: 89 mg

- Kepala : Normal (Bulat, keluhan yang dikemukakan akhir-akhir ini (-)

Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar

Thoraks  Inspeksi : simetris


Palpasi : normal
Perkusi : normal
Auskultasi : normal
- Abdomen Inspeksi : Simetris
Auskultasi : normal
Palpasi : normal
Perkusi : normal
- Genital :
1).kebersihan (bersih)
2). Urin : 70 cc/hari warna (kuning keruh).
3). Gangguan (Anuria)

- Ekstremitas:
Tidak ditemukan kelainan pada regio.

5. Terapi yang didapat


a.Terapi Konservasi
b. Ureter oreno skopic
c.Percutaneous Nefro Litotripsy

6. Data Penunjang

Pemeriksaan Hasil Nilai normal

Hemoglobin 14.4 g/dl L: 12,3-18. P: 12-16


Leukosit 9200 Mg/ul 4500 – 11.000
Eritrosit 1,6 L: 1,6-6,2. P: 4,2 – 5,4
Hematokrit 15 L: 40 – 45
Trombosit 372.000 150.000 – 449.000
Ureum 60 10 – 50
Kreatinin 1,1 0,5 -1,2
Gds 89 mg/ul 120(L)
Golongan darah B/+
ANALISA DATA
No Tgl/jam jam Data Penunjang Masalah Etiologi
13.00 DS: Nyeri akut Agen Pencedera
- P : pasien mengatakan nyeri Fisiologis
bagian perut bawah kiri
25 hingga ke pinggang
januari - Q : nyeri terasa seperti
2021 tersayat-sayat
- R : perut bawah kiri hingga
pinggang
- S : skala 8
- T : terus menerus, nyeri
bertambah pada saat
bergerak berkurang ketika
diam

DO:
- Pasien tampak meringis
kesakitan
- Pasien tampak gelisah
- Pasien mengeluh nyeri
25 13.00 DS : Gangguan Penurunan
januari - Pasien mengatakan ingin eliminasi urin kemampuan
2021 berkemih menyadari tanda-
- Pasien mengatakan tanda gangguan
berkemih tidak tuntas kandung kemih
- Volume residu urine
DO :
- Anuria
- Disuria
- Urin kuning dan keruh

25 13.00 DS: Resiko ketidak Penyakit ginjal dan


januari - Pasien mengatakan BAK seimbangan kelenajar
2021 tidak tuntas cairan
- Pasien mengatakan BAK
sedikit tapi perih
DO:
- Jumlah pengeluaran urine
70 Ml/hari

Prioritas Masalah
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d nyeri bagian perut bawah kiri hingga ke pinggang
dengan skala 8
2. Gangguan eliminasi b.d penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan kandung
kemih d.d berkemih tidak tuntas dengan volume residu urine Anuria dan Disuria
3. Resiko ketidak seimbangan cairan b.d penyakit ginjal dan kelenjar d.d BAK tidak tuntas dan
BAK sedikit tapi perih

RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa
Keperawatan
No Tujuan dan Kriteria Hasil : Intervensi :
(PES)

1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Nyeri


agen pencedera selama 1 x 24 jam tingkat nyeri menurun
fisiologis d.d Ekspetasi : Observasi :
nyeri bagian - Keluhan nyeri menurun (5)
perut bawah - Meringis menurun (5)
 Mengidentifikasi karakteristik,
kiri hingga ke - Gelisah menurun (5)
pinggang skala lokasi, durasi, frekuensi,
8
kualitas, intensitas nyeri.
 Mengidentifikasi skala nyeri
 Berikan teknik non
farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
 Mengidentifikasi riwayat alergi
obat
 Mengidentifikasi kesesuaian
jenis analgesik ( mis. narkotika,
non narkotika atau NSAID)
dengan tingkat tingkat
keparahan nyeri
 Memonitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah pemberian
analgesik
Tindakan terapeutik:

 Diskusikan jenis analgesik yang


disukai untuk mencapai
analgesia optimal, jika perlu
 Berikan teknik non
farmokologis untuk mengurangi
rasa nyeri (mis , terapi musik,
pijet,aromaterapi, imajinasi,
kompres air hangat dan dingin).
 Pertimbangkan penggunaan
infus kontinu, atau bolus opoid
untuk mempertahankan kadar
dalam serum
 Tetapkan target efektivitas
analgesik untuk
mengoptimalkan respon pasien
 Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik dan
efek yang tidak diinginkan
Terapi edukasi

 Jelaskan efek terapi dan efek


samping obat
Terapi Kolaborasi:

 Kolaborasi pemberian dosis dan


jenis analgesik, sesuai indikasi
(I,08243)

2. Gangguan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Eliminasi Urine


eliminasi urine selama 1 x 24 jam eliminasi urine Observasi
b/d penurunan membaik  Identifkasi tanda dan gejala
kemampuan Ekspetasi : retensi atau inkontinensia urine
menyadari - Desakan berkemih menurun (5)  Identifikasi faktor yang
tanda-tanda - Dysuria menurun (5) menyebabkan retensi atau
gangguan - Anuria menurun (5) inkontinensia urine
kandung kemih  Monitor eliminasi urine (mis.
d.d berkemih frekuensi, konsistensi, aroma,
tidak tuntas volume, dan warna)
dengan volume
residu urine
Anuria dan Teraupetik
Disuria  Catat waktu-waktu dan haluaran
berkemih
 Batasi asupan cairan, jika perlu
 Ambil sampel urine tengah
(midstream) atau kultur

Edukasi
 Ajarkan tanda dan gejala infeksi
saluran kemih
 Ajarkan mengukur asupan
cairan dan haluaran urine
 Anjurkan mengambil specimen
urine midstream
 Ajarkan mengenali tanda
berkemih dan waktu yang tepat
untuk berkemih
 Ajarkan terapi modalitas
penguatan otot-otot
pinggul/berkemihan
 Anjurkan minum yang cukup,
jika tidak ada kontraindikasi
 Anjurkan mengurangi minum
menjelang tidur

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat
suposituria uretra jika perlu
(I.04152)

3. Resiko ketidak Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Cairan :


seimbangan selama 1 x 24 jam keseimbangan cairan Observasi
cairan b.d meningkat  Monitor status hidrasi ( mis,
penyakit ginjal Ekspetasi : frek nadi, kekuatan nadi, akral,
dan kelenajar - Keluaran urine meningkat (5) pengisian kapiler, kelembapan
d.d BAK tidak - Berat badan membaik (5) mukosa, turgor kulit, tekanan
tuntas dan - Asupan cairan meningkat (5) darah)
BAK sedikit  Monitor berat badan harian
tapi perih  Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium (mis. Hematokrit,
Na, K, Cl, berat jenis urin ,
BUN)
 Monitor status hemodinamik
( Mis. MAP, CVP, PCWP jika
tersedia)
Teraupetik
 Catat intake output dan hitung
balans cairan dalam 24 jam
 Berikan asupan cairan sesuai
kebutuhan
 Berikan cairan intravena bila
perlu
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian diuretik,
Jika perlu
(I.03098)

Pemantauan Cairan :
Observasi :
 Monitor frekuensi dan kekuatan
nadi
 Monitor frekuensi nafas
 Monitor tekanan darah
 Monitor berat badan
 Monitor waktu pengisian kapiler
 Monitor elastisitas atau turgor kulit
 Monitor jumlah, waktu dan berat
jenis urine
 Monitor kadar albumin dan protein
total
 Monitor hasil pemeriksaan serum
(mis. Osmolaritas serum,
hematocrit, natrium, kalium, BUN)
 waktu singkat)
 Identifikasi tanda-tanda
hypervolemia 9mis. Dyspnea,
edema perifer, edema anasarka,
JVP meningkat, CVP meningkat,
refleks hepatojogular positif, berat
badan menurun dalam waktu
singkat)
 Identifikasi factor resiko
ketidakseimbangan cairan
Teraupetik
 Atur interval waktu pemantauan
sesuai dengan kondisi pasien
 Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
(I.03121)
CATATAN PERKEMBANGAN TGL 25 Januari 2021
Diagnosa Jam
Tgl Implementasi Evaluasi
Keperawatan
25/01/ Nyeri akut b.d Manajemen Nyeri S:
21 agen - P : pasien mengatakan masih
pencedera Observasi : nyeri bagian perut bawah kiri
fisiologis d.d hingga ke pinggang
13.00  Mengidentifikasi karakteristik,
nyeri bagian - Q : nyeri terasa seperti tersayat-
lokasi, durasi, frekuensi,
perut bawah sayat
kualitas, intensitas nyeri.
kiri hingga ke - R : perut bawah kiri hingga
pinggang  Mengidentifikasi skala nyeri pinggang
dengan skala  Berikan teknik non - S : skala 6
8 farmakologis untuk mengurangi - T : terus menerus, nyeri
rasa nyeri bertambah pada saat bergerak
 Mengidentifikasi riwayat alergi berkurang ketika diam
13,10 obat
Tindakan terapeutik: O:
- Pasien tampak masih meringis
 Berikan teknik non
kesakitan
13,20 farmokologis untuk mengurangi
- Pasien masih tampak gelisahPasien
rasa nyeri (mis , terapi musik,
masih mengeluh nyeri
pijet,aromaterapi, imajinasi,
- TD : 110/80mmHg
kompres air hangat dan dingin).
- N : 20 x/menit
 Mempertimbangkan - RR : 90 x/menit
penggunaan infus kontinu, atau - S : 36,9⁰C
bolus opoid untuk
13,30 mempertahankan kadar dalam A :
serum - Intervensi nyeri teratasi sebagian
Terapi edukasi

 Jelaskan efek terapi dan efek P :


samping obat Intervensi Dilanjutkan
1. infus kontinu - Mengidentifikasi karakteristik,
14.00 2. bolus opoid untuk lokasi, durasi, frekuensi,
mempertahankan kadar dalam kualitas, intensitas nyeri.
serum - Mengidentifikasi skala nyeri
- Berikan teknik non
Terapi Kolaborasi: farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
 Kolaborasi pemberian dosis dan - Memonitor tanda-tanda vital
15,00 jenis analgesik, sesuai indikasi sebelum dan sesudah pemberian
1. infus kontinu analgesic
2.bolus opoid untuk - Memonitor efektivitas analgesic
mempertahankan kadar dalam serum 1. infus kontinu
2. bolus opoid untuk
mempertahankan kadar dalam
serum
25/01/ Gangguan Manajemen Eliminasi Urine S:
2021 eliminasi Observasi - Pasien mengatakan sudah mulai
urine b.d  Identifkasi tanda dan gejala berkemih lumayan lebih banyak
penurunan 13,00 retensi atau inkontinensia urine dari sebelumnya
kemampuan  Identifikasi faktor yang
menyadari menyebabkan retensi atau O:
tanda-tanda inkontinensia urine - Urine 80 ml/hari
gangguan 13,15  Monitor eliminasi urine (mis. - masih Disuria
kandung frekuensi, konsistensi, aroma, - TD : 110/80mmHg
kemih d.d volume, dan warna) - N : 20 x/menit
berkemih - RR : 90 x/menit
tidak tuntas Teraupetik - S : 36,9⁰C
dengan  Catat waktu-waktu dan haluaran
volume residu 13.45 berkemih A:
urine Anuria  Batasi asupan cairan, jika perlu Manajemen Eliminasi Urine teratasi
dan Disuria 13,50  Ambil sampel urine tengah sebagian
(midstream) atau kultur
P:
Edukasi Intervensi dilanjutkan
 Ajarkan tanda dan gejala infeksi  Identifkasi tanda dan gejala
13.55 retensi atau inkontinensia urine
saluran kemih
 Ajarkan mengukur asupan  Identifikasi faktor yang
13.55 menyebabkan retensi atau
cairan dan haluaran urine
inkontinensia urine
 Anjurkan mengambil specimen
urine midstream  Monitor eliminasi urine

14.00  Ajarkan mengenali tanda


berkemih dan waktu yang tepat
untuk berkemih
14,10  Ajarkan terapi modalitas
penguatan otot-otot
pinggul/berkemihan
14,20  Anjurkan minum yang cukup,
jika tidak ada kontraindikasi
 Anjurkan mengurangi minum
menjelang tidur
25/01/ Resiko Manajemen Cairan : S:
2021 ketidak Observasi - Pasien mengatakan BAK tidak
seimbangan  Monitor status hidrasi ( mis, tuntas
cairan b.d 14.00 frek nadi, kekuatan nadi, akral, - Pasien mengatakan BAK sedikit
penyakit pengisian kapiler, kelembapan sudah tidak perih
ginjal dan mukosa, turgor kulit, tekanan
kelenajar darah) O:
d.d BAK tidak  Monitor berat badan harian - Jumlah pengeluaran urine 80
tuntas dan 14.30  Monitor hasil pemeriksaan Ml/hari
BAK sedikit laboratorium (mis. Hematokrit, - TD : 110/80mmHg
tapi perih Na, K, Cl, berat jenis urin , - N : 20 x/menit
BUN) - RR : 90 x/menit
Teraupetik - S : 36,9⁰C
 Catat intake output dan hitung
15,00 balans cairan dalam 24 jam A : Manajemen Cairan teratasi sebagian
 Berikan asupan cairan sesuai
kebutuhan P:
 Berikan cairan intravena bila Intervensi dilanjutkan
15,15 perlu - Monitor status hidrasi
Kolaborasi - Monitor berat badan harian
- Monitor hasil pemeriksaan
 Kolaborasi pemberian diuretik,
laboratorium
Pemantauan Cairan :
15.20 - Catat intake output dan hitung
Observasi :
balans cairan dalam 24 jam
 Monitor frekuensi dan kekuatan
- Berikan asupan cairan sesuai
nadi
kebutuhan
 Monitor frekuensi nafas
 Monitor tekanan darah
 Monitor berat badan
 Monitor waktu pengisian kapiler
 Monitor elastisitas atau turgor kulit
 Monitor jumlah, waktu dan berat
jenis urine
 Monitor kadar albumin dan protein
total
 Monitor hasil pemeriksaan serum
(mis. Osmolaritas serum,
hematocrit, natrium, kalium, BUN)
16,00  Identifikasi tanda-tanda
hipovolemia (mis. Frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun, tekanan
nadi menyempit, turgor kulit
menurun, membrane mukosa
kering, volume urine menurun,
hematocrit meningkat, haus, lemah,
DAFTAR PUSTAKA

al. (2005). Treatment of complete staghorn stones : a prospective randomized comparison of


open surgery versus percutaneous nephrolithotomy. J Urol; 173: 469 – 73.

American Urological Association. (2005). AUA Guideline on the Management of Staghorn


Calculi:Diagnosis and Treatment Recommendations.

Assimos, Dean G. and Holmes Ross. 2000. Role of diet in the therapy of urolithiasis.Vol 27.
2:255-268. The Urologic Clinic of North America.

Badlani , GH. (2002). Campbell’s urology. In : Walsh PC.,eds. Saunders.

Barclay L and Lie D. 2005. Obesity and weight gain may increase the risk of kidney stone.
293: 455-462 . JAMA

Brunner & Sudarth. (2003). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC Borghi L,
Meschi T, Amato F, Briganti A, Novarini A & Giannini (1996):

Fillingham and Douglas. 2000. Urological nursing. Tokyo: Bailliere Tindall Flagg, Laura.
2007. Dietary and Holistic Treatment of Recurrent Calcium Oxalate

Kidney Stones: Review of Literature toGuide Patient Education. Vol 7.(2).

Urologic Nursing Journal.

PPNI, (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Depinisi Dan Kriteria Hasil Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai