Anda di halaman 1dari 7

Nama : Gifta Fadilah Pontoh

Jurusan : Keperawatan

A.PENGERTIAN

Epilepsi adalah gangguan kejang kronik dengan kejang berulang


yang terjadi dengan sendirinya. Yang memerlukan pengobatan jangka
panjang. (Hockenberry, 2008) Epilepsi merupakan gangguan proksimal
di mana cetusan neuron korteks serebri mengakibatkan penurunan
kesadaran, perubahan fungsi motorik atau sensorik, perilaku atau
emosional yang intermiten dan stereotipik (Ginsberg, 2008)

B.ETIOLOGI

Menurut Wong (2009) Penyebab pasti epilepsi masih belum


diketahui (idiopatik) dan masih menjadi banyak spekulasi. Predisposisi
yang mungkin menyebabkan epilepsi meliputi:

a. Pasca trauma kelahiran

b. Riwayat bayi dan ibu menggunakan obat antikolvusan yang


digunakan sepanjang hamil

c. Asfiksia neonatorum
d. Riwayat ibu-ibu yang memiliki resiko tinggi (tenaga kerja, wanita
dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes
atau hipertensi)

e. Pasca cidera kepala

C.PATHOFISIOLGI
Patfisiologi epilepsi berupa proses iktogenesis atau proses
terjadinya serangan epileptik. Proses ini berawal dari eksitabilitas satu
atau sekelompok neuron akibat perubahan pada membran sel neuron.
Perubahan pada kelompok neuron tersebut menyebabkan
hipereksitabilitas. Proses timbulnya eksitabilitas berbeda pada tiap fokus
epilepsi. Asal timbulnya eksitabilitas dapat berasal dari:
 Neuron individual, yaitu neuron epileptik memiliki konduktansi
Ca2+ yang lebih tinggi yang disebabkan oleh perubahan struktur dan
fungsi pada reseptor membran post sinaptik
 Lingkungan mikro neuronal, perubahan kadar kation dan anion
ekstraselular berupa peningkatan kadar K+ menyebabkan depolarisasi
neuron dan pengeluaran yang berlebihan
 Populasi sel epileptik, perubahan fisiologis neuronal secara
kolektif menyebabkan produksi eksitabilitas yang progresif.
Peran Neurotransmiter

Patofisiologi epilepsi erat kaitannya dengan peranan neurotransmiter


karena kebanyakan obat antiepilepsi bekerja mengikuti fungsi dari
neurotransmiter. Mekanisme peran neurotransmitter dalam epilepsi
meliputi:
 Kadar neurotransmitter γ-aminobutyric acid A (GABA) menurun
pada fokus epileptik dan pada epilepsi terjadi penurunan inhibisi terhadap
reseptor GABA dan peningkatan metabolisme GABA post sinaptik
 Glutamat: sinaps glutamatergik berperan penting dalam fenomena
epilepsi. Aktivasi reseptor metabotropik dan ionotropik glutamat post
sinaptik bersifat pro konvulsi. Pada pasien dengan serangan absans, kadar
glutamat plasma ditemukan meningkat
 Katekolamin: didapatkan penurunan kadar dopamin pada fokus
epilepsi sementara pemberian antidopamin mengeksaserbasi serangan
epileptik

D.PENCEGAHAN

Cara Pencegahannya 

Dibawah ini ada cara pencegahan penyakit epilepsi diantaranya adalah


sebagai berikut : 

 Mengkonsumsi air kelapa muda


 Harus mengkonsumsi akar baru cina
 Menghindari Stress
 Gaya Hidup Sehat
 Hindari Cedera Kepala

E.PENATALAKSANAAN

Setelah pasien didiagnosis dengan epilepsi, jenis serangan epileptik


harus diidentifikasi dengan tepat sehingga dapat menentukan
penatalaksanaan yang efektif. Penilaian untuk pemberian profilaksis
antikejang harus dilakukan dengan teliti. Kebanyakan serangan dapat
terkontrol dengan pemberian obat tunggal. Namun apabila satu obat tidak
dapat mengontrol serangan sampai mendekati dosis toksis, maka harus
segera diganti dengan regimen lainnya. Pemberhentian penggunaan obat
dianjurkan setelah 2 sampai 5 tahun sejak bebas serangan. Efek samping
pengobatan yang paling sering muncul adalah sedasi, dapat juga pusing
dan nyeri kepala. Tata laksana epilepsi dapat dilakukan berdasarkan
panduan yang dikeluarkan NICE (The National Institute for Health and
Care Excellence, United Kingdom).

 Tata Laksana untuk Serangan Fokal


Tata laksana lini pertama untuk serangan fokal yang pertama kali
didiagnosis adalah karbamazepin dan lamotigrin. Jika tidak efektif, dapat
diberikan levetiracetam, oxkarbazepin, dan asam valproat. Levetiracetam
tidak dijadikan sebagai terapi lini pertama karena tidak efektif dari segi
biaya.

Bila masih tidak efektif, pertimbangkan pemberian terapi ajuvan berupa


klobazam, atau gabapentin. Bila masih tetap tidak efektif, maka pasien
perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan tersier untuk diberikan eslikarbazepin,
lakosamid, fenobarbital, phenytoin, pregabalin, tiagabalin, vigabatrin,
atau zonisamid. Pertimbangkan pemberian terapi ajuvan bila terapi
antiepilepsi lini kedua tidak efektif.

 Tata Laksana untuk Serangan Umum Tonik-Klonik

Pada serangan umum tonik-klonik yang pertama kali didiagnosis, obat


lini pertama yang diberikan adalah asam valproat. Bila asam valproate
tidak cocok, lamotigrin dapat diberikan namun perlu berhati-hati karena
dapat mengeksaserbasi serangan mioklonik juvenil. Karbamazepin dan
oxkarbazepin dapat digunakan dengan mempertimbangkan risiko
eksaserbasi serangan mioklonik atau serangan absans.

 Tata Laksana untuk Serangan Absans


Berikan etosuksimid atau asam valproat pada pasien anak dan dewasa
muda. Bila ada risiko mengalami serangan tonik-klonik, berikan asam
valproat terlebih dahulu. Berhati-hati dengan efek teratogenik asam
valproat.

 Tindakan Bedah
Tindakan bedah diindikasikan untuk pasien yang resisten dengan obat
antiepilepsi. Tindakan bedah dapat bersifat paliatif maupun kuratif.
Tindakan bedah yang sering pada pasien epilepsi adalah lesionektomi
dan lobektomi, yang bertujuan untuk membuang fokus epileptik.
Tindakan bedah lain namun tidak secara luas tersedia adalah
hemisferektomi dan implantasi neurostimulasi responsif.
Terapi bedah untuk epilepsi telah dilakukan di Indonesia sejak tiga
dekade lalu dan semakin sering dilakukan dengan hasil yang secara
signifikan lebih baik pada pasien muda.

 Rujukan

Pasien yang mengalami serangan epileptik untuk pertama kalinya


harus dilakukan pemeriksaan yang mengarah ke epilepsi. Pemeriksaan
sebaiknya dilakukan oleh dokter spesialis anak atau dokter spesialis anak
dengan keahlian epilepsi. Secepatnya dalam dua minggu seluruh pasien
dengan serangan epileptik harus diperiksa oleh spesialis untuk diagnosis
dini dan tatalaksana segera. Pasien dengan epilepsi harus rutin dilakukan
pemantauan atau kontrol kondisi penyakitnya.
Pasien dengan spasme infantil harus dirujuk ke spesialis di bidang
epilepsi di fasilitas kesehatan tersier. Pasien yang tidak respon dengan
obat antiepilepsi juga harus dirujuk ke fasilitas kesehatan tersier untuk
diberikan diet ketogenik.

F.MANIFESTASI KLINIS

Kejang merupakan gejala utama penyakit epilepsi yang terjadi saat


timbul impuls listrik pada otak melebihi batas normal. Kondisi tersebut
menyebar ke area sekelilingnya, dan menimbulkan sinyal listrik yang
tidak terkendali. Sinyal tersebut terkirim juga pada otot, sehingga
menimbulkan kedutan hingga kejang.

Tingkat keparahan kejang pada tiap penderita epilepsi berbeda-beda.


Ada yang hanya berlangsung beberapa detik dan hanya seperti
memandang dengan tatapan kosong, atau terjadi gerakan lengan dan
tungkai berulang kali.

Anda mungkin juga menyukai