Anda di halaman 1dari 23

PERSAMAAN ARRHENIUS DAN ENERGI AKTIVASI

Nur Arida1, Mirnawati2, Nurul Fahmi Zulkarnain3 dan Wirayuda4

ABSTRAK

Percobaan ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan laju reaksi dengan


temperature serta menentukan energi aktivasi dengan menggunakan persamaan
Arrhenius. Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan untuk
mengawali reaksi. Percobaan ini dilakukan dengan membagi menjadi 2 sistem
dengan variasi waktu yang berbeda-beda yang tujuannya untuk mengetahui
pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi serta pengaruh temperature terhadap
laju reaksi. Berdasarkan hasil analisis data, nilai k pada sistem 1 berturut-turut
untuk suhu 20-60oC yaitu 0,00258; 0,00445; 0,00736; 0,0113; dan 0,0184.
Adapun pada sistem 2 yaitu 0,00276; 0,00504; 0,00885; 0,015; dan 0,024.
Adapun nilai energi aktivasi pada sistem 1 yaitu 39.877,269 J/mol dan pada
sistem 2 yaitu 44.372,64 J/mol. Nilai energi aktivasi berbanding terbalik dengan
suhu, peningkatan suhu dapat menurunkan energi aktivasi.

Kata kunci: Laju reaksi, Persmaaan Arrhenius, Konstanta laju, Energi Aktivasi,
Suhu
THE EQUATION OF ARRHENIUS AND ACTIVATION ENERGI
Nur Arida1, Mirnawati2, Nurul Fahmi Zulkarnain3 dan Wirayuda4

ABSTRACT

This experiment aims to explain the relationship between reaction rate and
temperature and to determine the activation energi using the Arrhenius equation.
Activation energi is the minimum energy required to initiate a reaction.This
experiment was carried out by dividing into 2 systems with different time
variations with the aim of knowing the effect of concentration on the reaction rate
and the effect of temperature on the reaction rate. Based on the results of data
analysis, the value of k in system 1 for a temperature of 20-60oC, respectively, is
0.00258; 0.00445; 0.00736; 0.0113; and 0.0184. As for system 2, namely
0.00276; 0.00504; 0.00885; 0.015; and 0.024. The value of activation energi in
system 1 is 39,877.269 J/mol and in system 2 is 44,372.64 J/mol. The value of
activation energy is inversely proportional to temperature, an increase in
temperature can decrease the activation energy.

Keywords: Rate of reaction, Arrhenius equation, rate constant, activation


energy, temperature.
A. LATAR BELAKANG
Kinetika kimia adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari kecepatan
reaksi kimia dan mekanisme reaksi kimia yang terjadi. Pengertian kecepatan
reaksi digunakan untuk melukiskan kelajuan perubahan kimia yang terjadi.
Sedangkan pengertian mekanisme reaksi kimia digunakan untuk melukiskan
kelajuan perubahan kimia yang terjadi. Kinetika kimia hanya mendeteksi bahan
dasar permukaan yang lengkap dan hasil yang timbul jadi hanya reaksi
keseluruhan yang terjadi kenyataannya dapat terdiri atas beberapa reaksi yang
berurutan, masing-masing reaksi merupakan suatu langkah reaksi pembentukan
hasil akhir (Sastrohamidjojo, 2018: 158).
Kinetika reaksi kimia biasanya dinyatakan dengan persamaan laju reaksi
yang sederhana. Dimana persamaan laju reaksi menyatakan perubahan konsentrasi
dari spesies rekan tunggalnya sebagai fungsi waktu. Reaksi seperti ini dikenal
sebagai reaksi kinetika sederhana. Kata genetika menyiratkan gerakan atau
perubahan. Energi kinetiknya didefinisikan sebagai energi yang tersedia karena
gerakan suatu benda. Disini kinetika merujuk pada laju reaksi yaitu perubahan
konsentrasi reaktan atau produk terhadap waktu (m/s). Setiap reaksi dinyatakan
dengan rumus umum
Reaktan Produk
Selama berlangsungnya suatu reaksi, molekul reaktan bereaksi sedangkan molekul
produk terbentuk. Sebagai hasilnya, kita dapat mengamati jalannya reaksi dengan
cara memantau menurunnya konsentrasi reaktan atau meningkatnya konsentrasi
produk (Chang, 2005: 30).
Persamaan yang menyatakan kecepatan sebagai fungsi konsentrasi setiap zat
yang mempengaruhi laju reaksi disebut hukum laju atau persamaan laju reaksi.
Hukum laju reaksi biasanya dibuat persamaan antara besarnya laju reaksi dalam
besarnya konsentrasi reaktan dipangkatkan bilangan yang sesuai. Di mana
hubungan antara laju reaksi dengan reaktan dirumuskan sebagai:
V = k [A]x
Hukum laju reaksi hanya dapat ditentukan dengan menggunakan eksperimen
dan tidak dapat disimpulkan hanya berdasarkan dari persamaan
reaksi (Rusman, 2019: 15-16).
Laju reaksi didefinisikan sebagai jumlah suatu perubahan tiap satuan waktu.
Di mana reaksi kimia berjalan pada tingkat yang berbeda. Beberapa di antaranya
berjalan sangat lambat misalnya penghancuran kaleng minuman aluminium oleh
udara atau penghancuran botol plastik oleh sinar matahari, yang memerlukan
waktu bertahun-tahun bahkan berabad-abad. Serta beberapa reaksi lain berjalan
sangat cepat misalnya nitrogliserin yang mudah meledak (Haryono, 2019:91).
Menurut Oxtoby (2001: 416), laju reaksi rata-rata selama proses terjadinya
reaksi adalah:
Perubahan konsentrasi
Laju reaksi rerata =
Perubahan waktu
Penentuan orde reaksi yang digunakan dalam grafik orde nol merupakan
hubungan antara nilai k dengan lama penyimpanan dan orde satu merupakan
hubungan antara ln k dengan lama penyimpanan di mana dari keduanya
akan didapatkan R2 terbesar yang akan dipilih sebagai suatu orde
reaksi (Wasono, 2014: 180).
Laju atau kecepatan reaksi adalah jumlah produk reaksi yang dihasilkan
dalam suatu reaksi per satuan waktu, atau jumlah pereaksi yang dikonsumsi dalam
suatu reaksi per satuan waktu. Jumlah zat yang berubah dinyatakan dalam satuan
volume total campuran. Oleh sebab itu, laju atau kecepatan reaksi didefinisikan
sebagai pertambahan konsentrasi molar produk reaksi per satuan waktu atau
pengurangan konsentrasi molar pereaksi per satuan waktu satuannya adalah mol
per liter per detik atau mol L-1 s-1 (Sunarya, 2012: 188-189).
Sebagian besar reaksi kimia, peningkatan suhu akan menyebabkan terjadinya
peningkatan yang sesuai pada laju reaksi yang dapat diukur melalui peningkatan
k, tetapan laju reaksi. Ahli kimia Swedia, Arehenius pertama kali menyatakan
secara matematika hubungan antara laju reaksi dengan suhu yaitu:
E
k= Ao e- RT ❑
Adalah tetapan yang dikenal dengan faktor frekuensi dan merupakan ukuran
E
jumlah benturan yang terjadi di antara pereaksi; e - RT adalah pereaksi kecil dari

jumlah total benturan yang menghasilkan suatu reaksi sempurna. E adalah energi
aktivasi untuk reaksi (Cairns, 2004: 202).
Adapun yang menjadi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi suatu laju
reaksi menurut Sastroamidjojo (2018: 158-167) adalah:
1. Sifat pereaksi
Dalam suatu reaksi kimia terjadi pemutusan ikatan dan pembentukan ikatan
baru, sehingga kelajuan reaksi harus bergantung pada macam ikatan yang
terdapat. Secara percobaan kecepatan reaksi bergantung pada senyawa-
senyawa yang melakukan reaksi bersama.
2. Konsentrasi pereaksi
Kelajuan reaksi kimia yang bersifat homogen tergantung pada konsentrasi
pereaksi pereaksi. Reaksi homogen merupakan reaksi yang hanya terjadi
dalam 1 fasa sedangkan reaksi heterogen berjalan yang meliputi lebih dari
satu fasa. Semakin tinggi konsentrasi molekul reaktan semakin sering
molekul-molekul tersebut bertumbukan satu sama lain dan memiliki
kesempatan untuk bereaksi membentuk produk (Campbell, 2000: 37).
3. Suhu
Suhu dapat menaikkan kelajuan dari setiap reaksi di mana penurunan dalam
suatu suhu akan menurunkan laju reaksi dan ini tidak bergantung apakah
reaksi endoterm atau eksoterm.
4. Katalisator
Beberapa reaksi dapat dipercepat oleh adanya senyawa-senyawa yang mereka
sendiri tetap tak berubah setelah reaksi berakhir. Senyawa-senyawa tersebut
dikenal sebagai katalisator dan pengaruh mereka dikenal sebagai katalis.
Molekul-molekul yang bertumbukan harus memiliki energi kinetik total sama
dengan atau lebih besar dari energi aktivasi (Ea), iya itu jumlah energi minimum
yang diperlukan untuk mengawali reaksi kimia (Chang, 2005: 44). Perhitungan
energi aktivasi didasarkan dengan menggunakan rumus perhitungan kinetika
reaksi berorde 1 atau lazim disebut global kinetik. Penentuan besaran energi
aktivasi dilakukan dengan metode grafis dengan rumusan yang digunakan
berdasarkan persamaan arrhenius.
E
dx -
= Ae RT (1-x)
dt
(Himawanto, 2013: 37).
Dari persamaan Arrhenius, selanjutnya dapat ditentukan nilai energi aktivasi
(Ea) yang diperoleh dari kemiringan (slope). Suatu reaksi memiliki energi aktivasi
yang rendah maka reaksi tersebut akan berjalan lebih cepat (Swadana, 2014: 211).
Dimana arrhenius menyatakan hubungan suatu suhu terhadap reaksi dinyatakan
dengan
E
k=k o e - RT ❑
dengan k adalah konstanta reaksi, ko adalah faktor frekuensi, Ea adalah energi
aktivasi. R adalah konstanta gas, dan T adalah suhu mutlak. Apabila
persamaannya diubah menjadi fungsi logaritma maka menjadi:
Ea
ln k = ln ko -
RT
(Mashitoh, 2013:22).
Laju reaksi sangat bergantung pada suhu, dimana menurut Yuda (2017: 25),
semakin tinggi temperatur yang digunakan maka semakin cepat dan banyak
kandungan pada produk yang diinginkan. Suhu tinggi mempengaruhi molekul-
molekul bergerak semakin cepat. Suhu dapat menaikkan kelajuan dari
setiap reaksi di mana penurunan dalam suatu suhu akan menurunkan
laju reaksi dan ini tidak bergantung apakah reaksi endoterm atau
eksoterm (Sastroamidjojo, 2018: 159).
Reaksi esterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan bolak balik. Hasil
esterifikasi dapat mencapai kesetimbangan karena terjadi reaksi bolak balik antara
reaktan dengan produk. Reaksi dapat berlangsung sampai kekonversu sempurna
pada temperatur relatif rendah misalnya paling tinggi 120°C reaktan metanol
harus dipasok dalam jumlah (Susanti, 2021: 130).
B. TUJUAN PERCOBAAN
Percobaan ini bertujuan agar mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan hubungan laju reaksi dengan temperature.
2. Menghitung konstanta laju reaksi.
3. Menghitung energi aktivasi (Ea) dengan menggunakan persamaan Arrhenius.

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat

No Nama Alat Jumlah Fungsi dalam percobaan


Sebagai tempat untuk meletakkan
1 Rak tabung reaksi 2 buah
tabung reaksi
2 Termometer 110℃ 2 buah Untuk mengukur suhu larutan.
3 Gelas ukur 10 mL 1 buah Untuk mengukur volume larutan.
4 Botol semprot 1 buah Untuk menyimpan aquades.

5 Hot plate 1 buah Untuk memanaskan air.


Sebagai wadah aquades yang
6 Gelas kimia 400ml 1 buah
dipanaskan dan didinginkan.
Memindahkan larutan dalam jumlah
7 Pipet tetes 5 buah
tertentu
Untuk menghitung waktu yang
8 Stopwatch 1 buah diperlukan campuran sampai tampak
biru pertama kali.
9 Tabung reaksi 10 buah Tempat mereaksikan larutan
10 Lap kasar 1 buah Untuk mengeringkan alat
11 Lap halus 1 buah Untuk mengeringkan alat
12 Sikat tabung 1 buah Untuk membersihkan tabung reaksi.
13 Penjepit tabung 1 buah Untuk menjepit tabung.
14 Tabung reaksi kecil 1 buah Untuk mereaksikan larutan.

2. Bahan
Rumus Jumlah
No Nama Bahan Warna
Kimia (ml)
1 Larutan Kalium K2S2O8(aq) 30 Tidak Berwarna
Persulfat
2 Larutan Kalium Iodida KI(aq) 45 Tidak berwarna
3 Larutan Natrium Na2S2O3(aq) 5 Tidak berwarna
Tiosulfat
4 Larutan Kanji C6H10O5(aq) 5 Keruh
5 Es Batu H2O(s) Tidak berwarna
6 Aquades H2O(l) 25 Tidak berwarna

D. PROSEDUR KERJA
1. Sistem 1

1 1 2 2 2 1 2

2,5 mL 2,5 mL 0,5 mL 0,5 mL


K2S2O8 5 mL KI Na2S2O3 kanji
H2O Tabung 1 dan 2
Tabung 1 Ditambahkan Tabung 2 Ditambahkan 0,5 Ditambahkan 0,5 diatur suhunya
ditambahkan 2,5 2,5 mL H O ditambahkan 5 mL Na2S2O3 mL kanji hingga 20oC
2
mL K2S2O8 mL KI

Ulangi perlakuan
2 1 2 1
untu suhu 30oC
hingga 60oC
Catat waktu yang Tuangkan kembali ke Campurkan
diperlukan hingga terjadi tabung 1, kemudian tabung 1 ke
perubahan warna nyalakan stopwatch tabung 2

2. Sistem 2
1 1 2 2 2 2

3,5 mL 1,5 mL 0,5 mL 1 mL 0,5 mL


K2S2O8 4 mL KI Na2S2O3 H2O kanji
H2O
Tabung 1 Ditambahkan Tabung 2 Ditambahkan 0,5 Ditambahkan 1 Ditambahkan 0,5
ditambahkan 3,5 1,5 mL H O ditambahkan 4 mL Na2S2O3 mL kanji mL kanji
2
mL K2S2O8 mL KI

Ulangi perlakuan
2 1 2 1
untu suhu 30oC 1 2

hingga 60oC
Catat waktu yang Tuangkan kembali ke Campurkan Tabung 1 dan 2
diperlukan hingga terjadi tabung 1, kemudian tabung 1 ke diatur suhunya
perubahan warna nyalakan stopwatch tabung 2 hingga 20oC

E. HASIL PENGAMATAN
No Perlakuan Hasil Pengamatan
1 Sistem 1
a. Suhu 20℃ pada tabung 1 Larutan tidak berwarna
2,5 ml larutan K2S2O8 + 2,5ml H2O
b. Suhu 20℃ pada tabung 2 Larutan tidak berwarna
5 ml larutan KI + 0,5 Ml larutan
Na2S2O3 + 0,5 ml Larutan kanji
Suhu 20℃ pada campuran tabung 1 t = 389 s (larutan berwarna
dan 2 biru tua)
a. Suhu 30℃ pada tabung 1
2,5 ml larutan K2S2O8 + 2,5ml H2O Larutan tidak berwarna
b. Suhu 30℃ pada tabung 2
5 ml larutan KI + 0,5 Ml larutan Larutan tidak berwarna
Na2S2O3 + 0,5 ml Larutan kanji
Suhu 30℃ pada campuran tabung 1 t = 258 s (larutan berwarna
dan 2 biru tua)
a. Suhu 40℃ pada tabung 1 Larutan tidak berwarna
2,5 ml larutan K2S2O8 + 2,5ml H2O
b. Suhu 40℃ pada tabung 2 Larutan tidak berwarna
5 ml larutan KI + 0,5 Ml larutan
Na2S2O3 + 0,5 ml Larutan kanji
Suhu 40℃ pada campuran tabung 1 t = 112 s (larutan berwarna
dan 2 biru tua)
a. Suhu 50℃ pada tabung 1 Larutan tidak berwarna
2,5 ml larutan K2S2O8 + 2,5ml H2O
b. Suhu 50℃ pada tabung 2 Larutan tidak berwarna
5 ml larutan KI + 0,5 Ml larutan
Na2S2O3 + 0,5 ml Larutan kanji
Suhu 50℃ pada campuran tabung 1 t = 74 s (larutan berwarna biru
dan 2 tua)
a. Suhu 60℃ pada tabung 1 Larutan tidak berwarna
2,5 ml larutan K2S2O8 + 2,5ml H2O
b. Suhu 60℃ pada tabung 2 Larutan tidak berwarna
5 ml larutan KI + 0,5 Ml larutan
Na2S2O3 + 0,5 ml Larutan kanji
Suhu 60℃ pada campuran tabung 1 t = 62 s (larutan berwarna biru
dan 2 tua)
2 Sistem 2
a. Suhu 20℃ pada tabung 1 Larutan tak berwarna
3,5 ml larutan K2S2O8 + 1,5ml H2O
b. Suhu 20℃ pada tabung 2 Larutan tak berwarna
4 ml larutan KI + 1ml H2O + 0,5 Ml
larutan Na2S2O3 + 0,5 ml Larutan
kanji
Suhu 20℃ pada campuran tabung 1 t = 362 s (larutan berwarna biru
dan 2 tua)
a. Suhu 30℃ pada tabung 1 Larutan tak berwarna
3,5 ml larutan K2S2O8 + 1,5ml H2O
b. Suhu 30℃ pada tabung 2 Larutan tak berwarna
4 ml larutan KI + 1ml H2O + 0,5 Ml
larutan Na2S2O3 + 0,5 ml Larutan
kanji
Suhu 30℃ pada campuran tabung 1 t = 192,5s (larutan berwarna
dan 2 biru tua)
a. Suhu 40℃ pada tabung 1 Larutan tak berwarna
3,5 ml larutan K2S2O8 + 1,5ml H2O
b. Suhu 40℃ pada tabung 2 Larutan tak berwarna
4 ml larutan KI + 1ml H2O + 0,5 Ml
larutan Na2S2O3 + 0,5 ml Larutan
kanji
Suhu 40℃ pada campuran tabung 1 t = 102 s (larutan berwarna biru
dan 2 tua)
a. Suhu 50℃ pada tabung 1 Larutan tak berwarna
3,5 ml larutan K2S2O8 + 1,5ml H2O
b. Suhu 50℃ pada tabung 2 Larutan tak berwarna
4 ml larutan KI + 1ml H2O + 0,5 Ml
larutan Na2S2O3 + 0,5 ml Larutan
kanji
Suhu 50℃ pada campuran tabung 1 t = 77 s (larutan berwarna biru
dan 2 tua)
a. Suhu 60℃ pada tabung 1 Larutan tak berwarna
3,5 ml larutan K2S2O8 + 1,5ml H2O
b. Suhu 60℃ pada tabung 2 Larutan tak berwarna
4 ml larutan KI + 1ml H2O + 0,5 Ml
larutan Na2S2O3 + 0,5 ml Larutan
kanji
Suhu 60℃ pada campuran tabung 1 t = 37 s (larutan berwarna biru
dan 2 tua)

F. ANALISIS DATA
1. Sistem 1
a. Menentukan Nilai Ea dan A secara grafik
Persamaan grafik :
y = mx + b
Ea
m=-
R
Ea = - R (m)

1) Nilai Energi Aktivasi (Ea)


y = mx + b
y = -4796x + 10.413
Diketahui : m = -4796,4
J
R = 8,314
mol
Ditanyakan : Ea . . . . . ?
Penyelesaian :
Ea
- = m
R
Ea= -R ( m )
J
Ea= -8,314 (-4796,4)
mo l
J
Ea= 39.877,269
mo l

2) Nilai Faktor Frekuensi


y = mx + b
y = -4796,4x + 10,413
Diketahui : b = 10,413
Ditanyakan :A.....?
Penyelesaian :
-Ea 1
ln k = + ln A
R T
ln A = b
A = eb
A = e10,413
A = 33.289,589
b. Nilai Konstanta Laju Reaksi (K)
J
Diketahui : Ea =39.877,269
moL
A = 33.289,589
J
R = 8 ,314
moL.K
Dinyatakan :K.....?
Penyelesaian :
 k (pada suhu 293 K)
Penyelesaian:
Ea
k = A e - RT
39.877,269 J/mol
-
J
k = 33.289,589. 8,314
mol
.K . 293 K
e
k = 33.289,589. e-16,3708
k = 33.289,589 x 7,76 x 10-8
k = 0, 00258
 k (pada suhu 303 K)
Penyelesaian:
−Ea
k = A e RT
39.877,269 J/mol
-
J
k = 33.289,589. 8,314
mol
.K . 303 K
e
k = 33.289,589. e-15,829
k = 33.289,589 x 1,335 x 10-7
k = 0, 00445
 k (pada suhu 313 K)
Penyelesaian:
−Ea
k = A e RT
39.877,269 J/mol
-
J
k = 33.289,589. 8,314
mol
.K . 313 K
e
k = 33.289,589. e-15,3239
k = 33.289,589 x 2,426 x 10-7
k = 0, 00736
 k (pada suhu 323 K)
Penyelesaian:
−Ea
k = A e RT
−39.877,269 J/mol
J
k = 33.289,589. 8,314
mol
.K . 323 K
e
k = 33.289,589. e-14,8945
k = 33.289,589 x 3,39 x 10-7
k = 0, 0113
 k (pada suhu 333 K)
Penyelesaian:
−Ea
k = A e RT
39.877,269 J/mol
-
J
k = 33.289,589. 8,314
mol
.K . 333 K
e
k = 33.289,589. e-14,4036
k = 33.289,589 x 5,5538 x 10-7
k = 0, 0184

2. Sistem 2
a. Menentukan Nilai Ea dan A secara grafik
Persamaan grafik :
y = mx + b
Ea
m=-
R
Ea = - R (m)
1) Nilai Energi Aktivasi (Ea)
y = mx + b
y = -5337,1x + 12,325
Diketahui : m = -5337,1
J
R = 8,314
mol
Ditanyakan : Ea . . . . . ?
Penyelesaian :
−Ea
=m
R
Ea=-R ( m )
J
Ea= -8,314 (-5337,1)
moL
J
Ea=44.372,64
moL
2) Nilai Faktor Frekuensi
y = mx + b
y = -5337,1x + 12,325
Diketahui : b = 12,325
Ditanyakan :A.....?
Penyelesaian :
-Ea 1
ln k =¿ ¿ + ln A
R T
ln A =b
A = eb
A = e12,325
A = 225.257,619
b. Nilai Konstanta Laju Reaksi (K)
J
Diketahui : Ea =44.372,64
moL
A = 225.257,619
J
R = 8,314
moL.K
Dinyatakan : K.....?
Penyelesaian :
 k (pada suhu 293 K)
Penyelesaian:
−Ea
k = A e RT
−44.372,64 J/mol
J
k = 225.257,619. 8,314
mol
.K . 293 K
e
k = 225.257,619. e-18,215
k = 225.257,619x 1,228 x 10-8
k = 0, 00276

 k (pada suhu 303 K)


Penyelesaian:
−Ea
k = A e RT
−44.372,64 J/mol
J
k = 225.257,619. 8,314
mol
.K . 303 K
e
k = 225.257,619. e-17,614
k = 225.257,619x 2,24 x 10-8
k = 0, 00504
 k (pada suhu 313 K)
Penyelesaian:
−Ea
k = A e RT
−44372,64 J/mol
J
k = 225.257,619. 8,314
mol
.K . 313 K
e
k = 225.257,619. e-17,0514
k = 225.257,619 x 3,93 x 10-8
k = 0, 00885
 k (pada suhu 323 K)
Penyelesaian:
−Ea
k = A e RT
−44372,64 J/mol
J
k = 225.257,619. 8,314
mol
.K . 323 K
e
k = 225.257,619. e-16,523
k = 225.257,619 x 6,67 x 10-8
k = 0, 015
 k (pada suhu 333 K)
Penyelesaian:
−Ea
k = A e RT
−44.372,64 J/mol
J
k = 225.257,619. 8,314
mol
.K . 333 K
e
k = 225.257,619. e-16,0273
k = 225.257,619 x 1,095 x 10-7
k = 0, 024
G. GRAFIK
1. Sistem 1
T(oC) T (K) t (s) 1/T ln 1/t
20 300 381 0.00341 -5.9427
30 303 258 0.0033 -5,5529
40 313 112 1/T 0.00319 -4,7184
50 323 74 0.00309 -4,304
0.0000
60
-1.0000 333
0 0 062 0 00.003003
0 0 0-4,1271
0 0 0
-2.0000
-3.0000
ln 1/t

-4.0000
-5.0000 f(x) = − 4796.4 x + 10.41
R² = 0.97
-6.0000
-7.0000
Grafik Hubungan 1/T dan ln 1/t pada Sistem 1
2. Sistem 2
T(oC) T (K) t (s) 1/T ln 1/t
20 300 362 0.003413 -5.8916
30 192,
303 0.0033 -5,26009
5
40 313 102 0.00319 -4,6249
50 323 77 0.00309 -4,3438
60 333 37 0.003003 -4,6109

1/T
0
-1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
-2
ln 1/t

-3
-4
f(x) = − 5337.13 x + 12.33
-5 R² = 0.98
-6
-7
Grafik Hubungan 1/T dan ln 1/t pada Sistem 2

H. PEMBAHASAN
Energi aktivasi (Ea) merupakan jumlah energi minimum yang diperlukan
untuk mengawali reaksi kimia (Chang, 2005: 44). Laju reaksi sangat bergantung
pada suhu di mana semakin tinggi temperatur yang digunakan maka semakin
cepat dan banyak kandungan produk yang diinginkan. Suhu tinggi mempengaruhi
molekul-molekul bergerak dengan cepat sehingga semakin tinggi suhu maka laju
reaksinya semakin cepat (Yuda, 2017: 25).
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui hubungan laju reaksi dengan
temperatur serta menentukan konstanta dan energi aktivasi dengan menggunakan
persamaan arrhenius. Prinsip dasar dari percobaan ini adalah menghitung energi
aktivasi dengan menggunakan persamaan arrhenius berdasarkan suhu dan
waktunya. Adapun prinsip kerjanya yaitu pengukuran, pencampuran,
pendinginan, pemanasan, pengukuran waktu dan suhu campuran mengawali
perubahan warna.
Percobaan ini dibagi menjadi dua sistem komponen dengan perlakuan yang
Gambar
sama dan campuran yang sama namun volume 1. Mencampurkan
larutan yang berbeda.larutan
Hal ini
tabung 1 dan 2
bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi. Adapun
pada sistem 1 terdiri dari larutan K 2S2O8 dicampurkan dengan H2O pada tabung 1,
dan pada tabung 2 berisi campuran larutan
KI, Na2S2O8 dan larutan kanji. Pada tabung
1, larutan K2S2O8 berfungsi sebagai zat
pengoksidasi ion iodida menjadi I2 dan
H2O berfungsi untuk mengencerkan
larutan K2S2O8 serta untuk menghidrolisis
larutan. Sedangkan pada tabung 2, larutan Na2S2O8 berfungsi untuk mereduksi I2
menjadi I- sebelum direaksikan dengan tabung 1. Larutan KI berfungsi sebagai
penyedia ion iodida dan larutan kanji berfungsi sebagai indikator untuk
mengidentifikasi adanya ion iodida dalam larutan. Identifikasi amilum dapat
dilihat dari terbentuknya kompleks amilum iodin yang berwarna kompleks biru.
Adapun reaksi yan terjadi pada kedua sistem yaitu:
Reaksi pada tabung 1:
2S2O82- + 2 H2O 4SO42- + O2 + 4H+

Reaksi pada tabung 2:


Reduksi I2 + 2e- 2I-

Oksidasi 2S2O3- S4O82- + 2e-

Reaksi I2 + 2S2O82- S4O62- + 2I-


Redoks
Reaksi antara amilum dengan I2 yang terbentuk :
O C CH2 O C OH

HO C HO C I
O + I2
HO C HO C I

H C CH2 H C OH
HO C H HO C H
CH2OH CH2OH

(amilum) (kompleks iodium)


Selanjutnya tabung 1 dan 2 masing-masing direaksikan dengan berbagai
variasi suhu yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap laju reaksi.
Adapun variasi suhu yang digunakan yaitu 20oC, 30oC, 40oC, 50oC dan 60oC.
Untuk suhu 20oC masing-masing tabung dimasukkan ke dalam air es yang
berfungsi untuk menurunkan suhu campuran. Untuk suhu 30oC tidak didinginkan
maupun dipanaskan karena suhu 30oC merupakan suhu ruang. Adapun untuk
suhu 40-60oC dilakukan pemanasan campuran untuk menaikkan suhu larutan.

Gambar 2. Penyesuaian suhu


Setelah suhu campuran pada kedua
tabung sama, selanjutnya tabung 1
dicampur dengan larutan pada tabung 2
kemudian tabung 2 dituangkan kembali ke
tabung 1 dengan cepat. Larutan harus
dicampur kan dengan cepat bertujuan
Gambar 3. Pengukuran waktu
untuk menjaga suhu campuran agar tidak turun drastis. Pencampuran larutan
dilakukan dari tabung satu ke tabung 2 agar pembentukan kompleks warna biru
dapat terjadi secara perlahan sehingga
waktunya dapat diukur. Karena apabila
dilakukan sebaliknya warna biru dapat
terjadi secara menyeluruh. Pada saat awal
pencampuran stopwatch dijalankan untuk
mengukur waktu dan saat larutan telah Gambar 4. Hasil yang diperoleh
mengalami perubahan warna menjadi biru, stipwatch dimatikan.
Adapun hasil yang diperoleh yaitu, pada sistem 1 waktu yang dibutuhkan
campuran bahan hingga terjadi perubahan warna dari suhu 20 oC-60oC secara
berturut-turut yakni 381s; 258s; 112s; 74s; dan 62s. Adapun pada sistem 1
berturut-turut untuk suhu 20-60oC yaitu 362s; 192,5 s; 102s; 77s; dan 37s.
Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh pada sistem 1 nilai k nya berturut-turut
untuk suhu 20-60oC yaitu 0,00258; 0,00445; 0,00736; 0,0113; dan 0,0184.
Adapun pada sistem 2 yaitu 0,00276; 0,00504; 0,00885; 0,015; dan 0,024.
Adapun nilai energi aktivasi pada sistem 1 yaitu 39.877,269 J/mold an pada
sistem 2 yaitu 44.372,64 J/mol.
Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh, campuran pada sistem 1 lebih
cepat bereaksi dibandingkan dengan campuran pada sistem 2. Hal ini dikarenakan
sistem 1 memiliki konsetrasi lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi pada
sistem 2, sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan antara konsentrasi dengan
laju reaksi itu berbanding lurus, dimana semakin tinggi konsentrasi maka semakin
cepat laju reaksinya. Hal ini dikarenakan, semakin tinggi konsentrasi maka semain
banyak partikel-partikel yang terdapat dalam campuran sehingga semakin banyak
terjadi tumbukan antar partikel yang membentuk reaksi. Oleh karena itu,
konsentrasi berbanding terbalik dengan energy aktivasi, karena semakin cepat laju
reaksi berarti energy aktivasinya semakin rendah dan cepat mencapai laju reaksi.
Hasil percobaan yang diperoleh juga menunjukkan hubungan antara suhu dan
laju reaksi, dimana berdasarkan hasil percobaan, semakin tinggi suhu maka
semakin cepat terjadi reaksi atau semakin capat laju reaksinya. Hal ini
dikarenakan peningkatan suhu menyebabkan terjadinya energi kinetic partikel
meningkat sehingga gerak partikel semakin cepat dan menyebabkan semakin
cepat terjadi tumbukan. Semakin cepat terjadinya tumbukan, maka semakin cepat
laju reaksinya sehingga energi aktivasinya menurun atau dapat dikatakan bahwa
energi aktivasi berbanding terbalik dengan suhu. Adapun hubungan antara waktu,
laju reaksi dengan energi aktivasi yakniwaktu berbanding lurus dengan energi
aktivasi, dimana semakin tinggi energi aktivasi maka semakin lama waktu yang
dibutuhkan untuk menghasilkan reaksi kimia, sehingga laju reaksinya semakin
lambat. Atau dengan kata lain, waktu berbanding lurus dengan energi aktivasi
tetapi berbanding terbalik dengan laju reaksi.

I. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Hubungan antara laju reaksi dengan temoeratur yaitu berbanding lurus
dimana semakin tinggi suhu maka semakin cepat pula laju reaksinya. Hal ini
dikarenakan suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dari suatu
senyawa sehingga dapat bertumbukan dengan cepat dan laju reaksinya
meningkat.
2. Berdasarkan hasil analisis data, nilai k pada sistem 1 berturut-turut untuk
suhu 20-60oC yaitu 0,00258; 0,00445; 0,00736; 0,0113; dan 0,0184. Adapun
pada sistem 2 yaitu 0,00276; 0,00504; 0,00885; 0,015; dan 0,024.
3. Adapun nilai energi aktivasi pada sistem 1 yaitu 39.877,269 J/mold an pada
sistem 2 yaitu 44.372,64 J/mol. Nilai energi aktivasi berbanding terbalik
dengan suhu, peningkatan suhu dapat menurunkan energi aktivasi.
J. SARAN
Praktikan selanjutnya, dalam mencampurkan kedua tabung dilakukan dengan
cepat agar suhu larutan tidak berubah.
DAFTAR PUSTAKA

Chang, Raymond. (2005). Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti. Jakarta: Erlangga

Haryono, Heny Erawati. (2019). Kimia Dasar. Yogyakarta: Deepublish

Himawanto, Dwi Aries. (2013). Penentuan Energi Aktivasi Pembakaran Briket


Char Sampah Kotak dengan Metode Thermogravimetry. Rotasi. 15(3).
ISSN. 2406-9620

Mashitoh, Rudiati; Budi Rahardjo; Litil S; Agus Harjok. (2013). Model Kinetika
Perubahan Kualitas Tomat Selama Penyimpanan. Jurnal Teknologi
Pertanian. 4(1). ISSN. 2620-9721

Oxtoby, Gillis; Nachtirib; Sumindi. (2001). Prinsip-prinsip Kimia Modern.


Jakarta: Erlangga

Rusman, (2019). Kinetika Kimia. Aceh: Syiah Kuala Press

Sastroamidjojo, H. (2018). Kimia Dasar. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press.

Wasono, MSE; Sudarminto. (2019). Pendugaan Umur Simpan Tepung Pisang


Goreng dengan Pendekatan Arrhenius. Jurnal Agroindustri. 2(4). ISSN.
1907-2635

Swadana, Abisatya. (2019). Pendugaan Umur Simpan Apel dengan Pendekatan


Arrhenius. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(3). ISSN. 2685-2861

Yuda, Reza C; Irdiansyah dan Indah. (2017). Studi Kinetika Pengaruh Suhu
terhadap Ekstraksi Minyak Atsiri. Jurnal Chemorgy. 1(1). ISSN 2252-
7575

Anda mungkin juga menyukai