ANAMNESIS (Alloanamnesis)
Keluhan Utama : Sesak napas
Anamnesis Terpimpin :
Pasien datang dengan keluhan sesak napas, sesak terus menerus sejak 3 hari namun memberat
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak tidak dipengaruhi aktivitas dan cuaca. Batuk
tidak ada, nyeri dada tidak ada.
Lemas ada, dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Lemas dirasakan terus menerus,
makin memberat bila beraktivitas. Bengkak pada tangan dan kaki yang dialami sejak 1 minggu
terakhir, bengkak berawal hanya pada kedua kedua kaki, namun beberapa hari terakhir semakin
bengkak sampai ke daerah betis, nyeri pada kaki tidak ada. Disertai bengkak pada lengan kanan
tempat pemasangan cimino yang dirasakan sejak 1 minggu terakhir, tidak disertai nyeri.
Bengkak pada wajah dan perut tidak ada. Riwayat bengkak pada seluruh tubuh sebelumnya
tidak ada.
Demam tidak ada, riwayat demam tidak ada. Mual tidak ada, muntah tidak ada, nyeri perut
tidak ada. Riwayat penurunan nafsu makan tidak ada, intake makanan cukup.
Buang air besar : biasa, warna coklat tua frekuensi 1x konsistensi padat lunak. Riwayat buang
air besar hitam tidak ada. Riwayat buang air besar bercampur darah segar tidak ada.
Buang air kecil : volume kesan berkurang (± 200 cc dalam 24 jam), nyeri saat buang air kecil
tidak ada, buang air kecil warna merah tidak ada, buang air kecil berpasir tidak ada.
Riwayat diopname di RS Ibnu Sina sebanyak 5 kali dalam 6 bulan terakhir dengan diagnosis
Penyakit Ginjal Kronik, terakhir kali diopname 2 minggu yang lalu dengan diagnosis Anemia
renal + Post COVID 19 + Chronic Kidney Diasease G5D. Pada saat itu pasien dilakukan
1
transfusi darah dan rutin hemodialisis (HD) setiap 2 kali seminggu, namun HD terakhir ditunda
karena alasan keluarga dan adanya pembengkakan pada lengan kiri berwarna biru kehitaman.
Terakhir hemodialisa yaitu tanggal 22 Maret 2021. Riwayat hipertensi diketahui sejak 6 bulan
terakhir, pasien rutin konsumsi obat Amlodipine 10mg / 24jam / oral, Telmisartan 80mg /
24jam / oral, dan Clonidin 0,15 mg / 24jam / oral.
Riwayat Keluarga
• Pasien belum menikah dan tinggal Bersama Ayah, Ibu dan Saudaranya.
• Pasien masih berstatus mahasiswa dan masih ditanggung penuh oleh kedua orang tua.
• Riwayat Ayah pasien juga menderita hipertensi
Riwayat Biopsikososial
• Riwayat merokok tidak ada
• Riwayat komsumsi jamu-jamuan tidak ada
• Riwayat imunisasi lengkap
• Riwayat sering mengonsumsi minuman berkarbonasi.
DESKRIPSI UMUM
Kesan sakit : Sakit sedang
Status gizi : Gizi baik
Kesadaran : Composmentis
TANDA VITAL
Tanda vital : Tekanan darah 160/90 mmHg TB : 166 cm
Nadi 98x/menit, reguler BB : 72 kg (BB koreksi : 64,8)
Pernapasan 26 x/menit IMT : 23,5 kg/m2 (Obesitas I)
Suhu 36,9o C (axilla)
Saturasi Oksigen 98% dengan nasal kanula 2 liter per menit
2
PEMERIKSAAN FISIS
Kepala : normosefal, rambut hitam, tidak mudah tercabut.
Mata : pupil isokor kiri kanan, diameter 2,5 mm / 2,5 mm, refleks cahaya ada kesan
normal mata kanan dan kiri, konjungtiva anemis ada, sklera tidak
ikterik.
Telinga : tidak tampak adanya sekret.
Hidung : bentuk normal, tidak ada sekret, epistaksis tidak ada.
Leher : DVS R+4 CmH2O (posisi 450), deviasi trakea tidak ada, pembesaran
kelenjar limfe tidak ada.
Thoraks :I: Simetris kiri dan kanan saat dinamis ataupun statis
P: Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada
P: Sonor kiri dan kanan
A: Bunyi napas bronkovesikuler, rhonki ada pada mediobasal hemithorax
bilateral. Wheezing tidak ada.
Jantung : I : Ictus cordis tidak tampak
P: Ictus cordis tidak teraba pada ICS V linea medioclavicularis sinistra
P: Pekak, batas jantung kanan di ICS IV linea parasternalis dextra; batas
jantung kiri di ICS IV linea midclavicularis anterior sinistra.
A: Bunyi jantung I-II murni, reguler, gallop tidak ada, murmur tidak ada.
Abdomen : I : Cembung, ikut gerak napas, massa tumor tidak ada.
A: Peristaltik usus ada kesan normal.
P: Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada.
P: tymphani, ascites tidak ada.
Ekstremitas : Superior : eritema palmaris tidak ada, edema pada brachium dextra
(terpasang cimino), capillary refill < 2 detik, akral hangat.
Inferior : pitting edema pretibial bilateral
Rectal touche : sphincter mencekik, mukosa licin, ampulla terisi feses, tidak teraba massa. Pada
Handscoen feses ada warna coklat, darah dan lendir tidak ada.
3
Pemeriksaan Penunjang
Chest Xray (03/04/2021)
4
Creatinin 19,3 mg/dl < 1,3
GDS 115 mg/dl < 200
GOT 26 U/L 5-40
GPT 29 U/L 7-56
Albumin 4,5 mg/dl 3.5 – 5.1
Natrium 126,5 mmol/l 136-145
Kalium 6,28 mmol/l 3,5-5,1
Clorida 95,6 mmol/l 94-110
Urinalisa :
Warna kuning, pH 6.8, protein +2, glukosa (-), bilirubin (-) nitrit (-) blood (-) leukosit (-)
sedimen leukosit 3, sedimen eritrosit 2, sedimen epitel 2.
EKG :
Kesan : Sinus takikardi, heart rate 100 bpm, reguler, normoaxis, left atrial enlargement
DAFTAR MASALAH
1. Edema Paru Akut
2. Hiperkalemia (6.28)
3. Hipertensi on Treatment
4. Chronic Kidney Disease Grade 5 on Hemodialisa
5. Anemia normositik normokrom et causa Anemia renal
6. Hiponatremia sedang hiperosmolar
5
DAFTAR MASALAH DAN PENGKAJIAN
1. Edema Paru Akut
Dipikirkan atas dasar adanya keluhan dyspneu yang dialami oleh pasien. Pada
pemeriksaan fisis didapatkan adanya peningkatan tekanan vena jugularis DVS R + 4
cmH20 , serta didapatkan ronkhi pada mediobasal thorax bilateral. Pada pemeriksaan
foto thorax didapatkan gambaran edema paru. Sesak napas pada pasien ini diperkirakan
karena adanya overload cairan, dimana keadaan overload kemungkinan diakibatkan
dari pasien yang melewatkan jadwal HD regulernya sebanyak 2 kali.
Plan diagnostik : -
Plan terapi :
• Furosemide 200 mg / 24 jam / syringe Pump
• Nitrogliserine 5 mcg / min / syringe pump
Plan monitoring :
• Monitoring klinis, tanda vital terutama saturasi, dan ronkhi pada pulmo
2. Hiperkalemia
Ditegakkan atas dasar adanya peningkatan nilai kalium dalam darah yang didapatkan
pada hasil pemeriksaan yaitu 6,28. Keadaan ini dipikirkan karena adanya gagal ginjal
yang menyebabkan kegagalan ekskresi kalium.
Plan diagnostik : -
Plan terapi :
• Insulin 10 unit dalam 50 cc Dextrose 40% / intravena (syringe pump)
Plan monitoring :
• Monitoring GDS dan elektrolit post koreksi
• Elektrokardiografi
Plan edukasi :
• Menjelaskan mengenai penyakit dan edukasi untuk mengurangi makanan yang
memiliki kandungan kalium yang tinggi.
6
Berdasarkan JNC 8 recommendations, target tekanan darah pasien usia >18 tahun
dengan CKD adalah SBP <140 , DBP <90.
Plan diagnostik : -
Plan terapi :
• Diet rendah garam < 2 gram / hari
• Amlodipine 10mg / 24jam / oral
• Clonidin 0,15 mg / 24jam / oral
Plan monitoring :
• Awasi tanda vital (target TD < 140/90)
Plan Edukasi :
• Menjelaskan penyakit dan prognosis dari penyakit yang diderita pasien.
7
pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 8,9; MCV 83,4; MCH 28,4 (gambaran
normositik normokrom).
Plan diagnostik :
• Apusan Darah Tepi
Plan terapi : -
Plan monitoring :
• Monitoring klinis dan adanya perdarahan
Plan Edukasi :
• Menjelaskan penyakit, rencana pemeriksaan, penatalaksanaan, komplikasi, dan
prognosis dari penyakit yang diderita pasien
8
FOLLOW UP
2. Hiperkalemia (6.4)
3. Hipertensi on Treatment Plan monitoring:
5. Anemia normositik normokrom et causa Anemia renal - Periksa elektrolit post koreksi,
Plan edukasi:
- Edukasi pasien dan keluarga
mengenai penyakit yang diderita dan
rencana penatalaksanaannya.
Interna S: Sesak memberat sejak 1 jam yang lalu, nyeri ulu hati ada, Plan Terapi:
4/4/21 bengkak pada kedua tungkai ada kesan bertambah. - Pasang O2 via NRM 7 liter per
06.00 O: TD: 187/112 mmHg menit
N: 104 kali/menit, kuat angkat - Diet rendah protein 1 - 1,2 gram /
P: 28 kali/menit kgBB / hari
S: 37,8oC - Diet rendah kalium, fosfat, purin
9
SpO2 97% via nasal kanul 2 liter per menit - Furosemide 200 mg / 24 jam /
SpO2 98% dengan nasal kanula 2 lpm syringe pump intravena
Mata : Konjungtiva pucat - Nitrogliserine 5 mcg / min /
o
Leher : DVS R+4 cmH2O posisi 45 syringe pump, up titrasi
Thorax : ronkhi pada mediobasal hemithorax bilateral, - Amlodipine 10 mg/24 jam/oral
wheezing tidak ada. - Clonidine 0,15 mg/8 jam/oral
Ekstremitas : edema pada brachium dextra , pitting edema pada - Balance cairan negative
pretibial bilateral, akral hangat. - EKG
Balance cairan : - Konsul TS Anestesi untuk
• Input : 700 cc pemasangan CVC dan rencana
• IWL : 15 x 72 = 1.080 perawatan ICU
• Output : 50 cc - Konsul TS Kardiologi
• Balance : + 430 cc
Kreatinin : 19,3 16,4 Plan monitoring:
A:
1. Edema Paru Akut
2. Hipertensi Emergency Plan edukasi:
4. Anemia normositik normokrom et causa Anemia Renal penyakit yang diderita dan prognosis
10
A:
1. Edema Paru Akut
2. Hiperkalemia 5,8 (Perbaikan)
3. Hipertensi Emergency
4. Chronic Kidney Disease G5D
5. Anemia normositik normokrom et causa Anemia Renal
6. Hiponatremia sedang hiperosmolar
Interna S: Sesak napas makin memberat, bengkak pada kedua kaki, Plan Terapi:
5/4/21 produksi urin 0 cc dalam 12 jam terakhir - Pasang O2 via NRM 7 liter per
06.00 O: TD: 158/78 mmHg menit
N: 109 kali/menit, kuat angkat - Terpasang CVC
P: 32 kali/menit - Diet rendah protein 1 - 1,2 gram /
o
S: 36,8 C kgBB / hari
SpO2 98% (dengan NRM 7-8 liter per menit) - Diet rendah kalium, fosfat, purin
GCS : 14 (E4M6V4) - Furosemide 200 mg / 24 jam /
Mata : Konjungtiva pucat syringe pump
o
Leher : DVS R+4 cmH2O posisi 45 - Nitrogliserine 10 mcg / min /
Thorax : simetris kiri=kanan, sonor pada kedua lapangan paru, syringe pump
ronkhi basah halus difus hemithorax bilateral, wheezing tidak - Hemodialisa hari ini
ada.
Ekstremitas atas : edema pada brachium dextra, disertai edema Plan monitoring:
pada manus sinistra. - Monitoring kesadaran dan tanda
Extremitas bawah : pitting edema pada pretibial bilateral, akral vital (target TD < 140/90)
hangat. - Balance cairan negative
- Cek Analisa Gas Darah CITO
Balance cairan : sampel tidak berhasil diambil
• Input : 650 cc
• IWL : 15 x 72 = 1.080
• Output : 0 cc Plan edukasi:
A:
1. Edema Paru Akut
2. Hiperkalemia 5,8 (perbaikan)
3. Hipertensi Emergency (perbaikan)
4. Anemia normositik normokrom et causa Anemia Renal
5. Chronic Kidney Disease G5D
6. Hiponatremia sedang hyperosmolar
11
HD S: Sesak napas HD Daily
5/4/21 O: TD: 184/82 mmHg TD : 2 jam
10.00 N: 104 kali/menit, kuat angkat UFG : 1500
P: 36 kali/menit QB : 150
o
S: 36,8 C QD : 300
SpO2 90% (dengan NRM 15 liter per menit) Temp : 37
GDS : 131 Normal Heparin
Interna S: Penurunan kesadaran. Sesak napas ada, makin memburuk Plan Terapi:
5/4/21 O: TD: 160/98 mmHg - Pasang O2 via NRM 15 liter per
16.30 N: 128 kali/menit, kuat angkat menit
P: 48 kali/menit - Terpasang CVC
S: 36,8oC - Diet rendah protein 1 - 1,2 gram /
SpO2 64% (dengan NRM 15 liter per menit) kgBB / hari
GCS : 6 (E1M4V1) - Diet rendah kalium, fosfat, purin
Mata : Konjungtiva pucat, sklera tidak ikterus. Pupil isokor - Furosemide 200 mg / 24 jam /
(+/+) syringe pump
o
Leher : DVS R+4 cmH2O posisi 45 . Tidak ada pembesaran - Nitrogliserine 10 mcg / min /
kelenjar getah bening. syringe pump
Thorax : simetris kiri=kanan, sonor pada kedua lapangan paru,
ronkhi basah halus difus hemithorax bilateral, wheezing tidak
ada. TS Anestesi :
Ekstremitas atas : edema pada brachium dextra, disertai edema - Rencana pemasangan intubasi
pada manus sinistra. (menunggu persetujuan dari
Extremitas bawah : pitting edema pada pretibial bilateral, akral keluarga)
hangat.
A:
1. Edema Paru Akut
2. Hiperkalemia 5,8 (perbaikan)
3. Hipertensi Emergency (perbaikan) Plan monitoring:
4. Chronic Kidney Disease G5D - Monitoring kesadaran dan tanda
5. Anemia normositik normokrom et causa Anemia Renal vital (target TD < 140/90)
6. Hiponatremia sedang hiperosmolar - Balance cairan negative
12
Mata : Konjungtiva pucat, sklera tidak ikterus. Pupil isokor - Furosemide 200 mg / 24 jam /
(+/+) , midriasis (+/+) syringe pump
Leher : DVS R+3 cmH2O posisi 45o. Tidak ada pembesaran - Nitrogliserine 10 mcg / jam /
kelenjar getah bening. syringe pump
Thorax : simetris kiri=kanan, sonor pada kedua lapangan paru,
ronkhi basah halus difus hemithorax bilateral, wheezing tidak TS Anestesi :
ada. - Rencana pemasangan intubasi
Ekstremitas atas : edema pada brachium dextra, disertai edema
pada manus sinistra.
Extremitas bawah : pitting edema pada pretibial bilateral, akral
hangat.
A: Plan monitoring:
1. Edema Paru Akut - Monitoring kesadaran dan tanda
2. Hiperkalemia (5,8) perbaikan vital (target TD < 140/90)
3. Hipertensi on treatment - Balance cairan negative
4. Chronic Kidney Disease G5D
5. Anemia normositik normokrom et causa suspek
Anemia Renal
6. Hiponatremia sedang hiperosmolar
Interna S: Henti nafas, henti jantung. Plan Terapi:
5/4/21 O: TD: tidak terukur - Dilakukan RJP sebanyak 5 siklus
19.45 N: tidak teraba selama 30 menit
P: tidak ada suara napas - Epinefrin tiap 2-3 menit
GCS : 3 (E1M1V1)
Mata : midriasis total (+/+) Pasien dinyatakan meninggal dunia
A: dihadapan keluarga dan perawat.
1. Gagal Napas Dinyatakan pukul 19.45 WITA
2. Edema Paru Akut
3. Hiperkalemia (perbaikan)
4. Hipertensi Emergency (perbaikan)
5. Chronic Kidney Disease G5D
6. Anemia normositik normokrom et causa Anemia Renal
7. Hiponatremia sedang hiperosmolar
13
RESUME
Seorang laki-laki umur 20 tahun dengan dyspneu yang dialami sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit dan makin memberat selama perawatan. Disertai keluhan fatigue sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit dan edema pedis bilateral. Urin kesan volume sedikit. Riwayat
diopname di RS Ibnu Sina sebanyak 5 kali dalam 6 bulan terakhir dengan diagnosis Penyakit
Ginjal Kronik, terakhir kali diopname 2 minggu yang lalu dengan diagnosis Anemia renal +
Post COVID 19 + Chronic Kidney Diasease G5D. Pasien rutin hemodialisa setiap 2 kali
seminggu, namun hemodialisa terakhir ditunda karena alasan keluarga dan adanya edema pada
antebrachium sinistra berwarna biru kehitaman. Pasien memiliki riwayat hipertensi ada sejak
6 bulan terakhir, pasien rutin mengkonsumsi obat Amlodipine 10mg / 24jam / oral, Telmisartan
80mg / 24jam / oral, dan Clonidin 0,15 mg / 24jam / oral. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
hipertensi, takipneu, conjungtiva anemis, rhonki pada mediobasal hemithorax bilateral, serta
edema pedis bilateral. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia normositik
normokrom dan trombositopenia, serta azotemia.
KERANGKA KONSEP
Sesak
Hipertensi
Gagal napas
Meninggal
14
DISKUSI
Seorang laki-laki umur 20 tahun dengan keluhan dispneu sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit, disertai keluhan dyspneu yang dialami sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
dan makin memberat selama perawatan, disertai edema pedis bilateral. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan rhonki pada mediobasal hemithorax bilateral. Pada pasien ini kami pikirkan adanya
kondisi edema paru akut akibat non kardiogenik yang diawali oleh adanya keadaan penyakit
ginjal kronik yang dialami oleh pasien.
Edema paru akut di mana terjadi akumulasi cairan yang cepat di dalam interstitium
paru. Kondisi akut dapat berkisar dari menit hingga jam. Kondisi tersebut biasanya mengancam
jiwa karena dapat menyebabkan hipoksia berat. Edema paru akut dapat berhubungan dengan
Edema paru akut non-kardiogenik dapat terjadi akibat kelebihan volume, tekanan
onkotik rendah, atau cedera endotel seperti toksin atau gangguan pernapasan akut sindrom
distres (ARDS). Dalam hal ini, edema paru mungkin bisa berasal dari kelebihan volume yang
disebabkan oleh CKD. Penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan banyak komplikasi. Salah
satunya adalah volume overload yang berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal. Volume
overload menyebabkan akumulasi cairan di interstitium paru sebagai akibat dari peningkatan
tekanan hidrolik. Mekanisme lain penurunan tekanan onkotik di pembuluh paru menyebabkan
cairan di dalam pembuluh bocor keluar ke interstitium. Penurunan tekanan onkotik dapat
disebabkan oleh kerusakan ginjal dan terjadi kebocoran protein (terutama albumin) ke dalam
urin. Kondisi tersebut disebut sebagai proteinuria dan akan terjadi hipoalbuminemia sebagai
kejadian sekunder. Kadang-kadang, sulit untuk membedakan EPA nonkardiogenik dari EPA
ketidakpatuhan pasien dalam membatasi asupan cairan. Pada pasien ini penyakit ginjal kronik
telah dialami sejak 6 bulan terakhir dan rutin menjalani hemodialisa rutin 2 kali dalam
seminggu. Pada pemeriksaan laboratorium terakhir didapatkan kreatinin 19,3 mg/dl (eGFR : 3
ml/min/1,73m2). Pada pasien kemungkinan etiologi penyakit ginjal kronik yang dialami oleh
pasien ini masih belum dapat dipastikan karena masih membutuhkan pemeriksaan lebih
15
lengkap, namun kami curigai kemungkinan adanya riwayat glomerulonephritis ataupun adanya
stenosis arteri renalis yang dimana pada beberapa penelitian kedua hal tersebut merupakan
prevalensi terbanyak penyebab penyakit ginjal kronik pasien dewasa muda.
Penatalaksanaan awal EPA terkait dengan CKD adalah tentang breathing, sebagai
oksigen dan membuat hemodinamik pasien tetap stabil. Saturasi harus dijaga di atas 90%.
inotropik sesuai kebutuhan. Obat-obatan yang digunakan untuk mengurangi preload adalah
nitrat, diuretik, dan morfin sulfat. Nitrat dapat diberikan secara sublingual atau melalui
intravena. Diuretik, terutama diuretic loop mungkin merupakan obat klasik yang digunakan
dalam kasus ini. Ini telah digunakan selama bertahun-tahun. Furosemide adalah obat yang
paling terkenal. Kekurangannya adalah onsetnya yang lambat dibandingkan dengan nitrat
sublingual. Pasien ini telah mendapatkan furosemide dan nitrat intravena serta telah dilakukan
Uremia adalah suatu sindrom klinis dan laboratorik yang terjadi pada semua organ
akibat penurunan fungsi ginjal, dimana terjadi retensi sisa pembuangan metabolisme protein,
yang ditandai dengan peningkatan kadar ureum diatas 50 mg/dl. Uremia lebih sering terjadi
pada Gagal Ginjal Kronis (GGK), tetapi dapat juga terjadi pada Gagal Ginjal Akut (GGA) jika
penurunan fungsi ginjal terjadi secara cepat. Hingga sekarang belum ditemukan satu toksin
uremik yang ditetapkan sebagai penyebab segala manifestasi klinik pada uremia. 4,5 Pada
penatalaksanaan UE, penyakit ginjal yang terjadi sangat penting, karena pada keadaan
irreversible dan progresif, prognosis akan buruk tanpa dialysis dan transplantasi renal. UE akut
ditatalaksana dengan hemodialysis atau peritoneal dialysis, walaupun biasanya dibutuhkan
waktu 1 sampai 2 hari yang dibutuhkan untuk mengembalikan status mental pasien. UE
menunjukkan fungsi ginjal yang memburuk. Jika tidak ditangani, UE dapat menyebabkan
koma dan kematian. Pasien memerlukan penanganan agresif untuk mencegah komplikasi dan
menjaga homeostasis yang tergantung pada intensive care dan dialisis.3,4
Pada pasien ini tidak bisa diperiksakan pemeriksaan darah lebih lanjut karena akses
pembuluh darah yang sulit, namun pada eGFR < 15-30 ml/min/1,73m2 ginjal tidak dapat
mengekskresikan ion H+ dan asam organic lainnya (fosfat dan sulfat) yang mengakibatkan
terjadinya peningkatan anion gap asidosis metabolik.6 Penurunan pH pada asidosis metabolik
16
akan diikuti oleh peningkatan ventilasi (Pernapasan Kussmaul). Pada asidosis metabolik berat,
dapat terjadi vasodilatasi arteri perifer, venokonstriksi sentral, penurunan compliance,
menyebabkan edema paru walaupun pada keadaan volume overload yang minimal.5,6
Anemia pada pasien ini adalah anemia normositik dan normokromik yang dianggap
sebagai anemia ginjal karena awalnya tidak ada perdarahan akut. Nilai Hb pada pasien ini
adalah 8,9 mg/dL. Patofisiologi dikaitkan dengan defisiensi absolut atau relatif dari sintesis
eritropoietin ginjal. Anemia terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada
penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoetin. Hal-hal lain yang ikut
berperan dalam terjadinya anemia adalah defisiensi besi, kehilangan darah, masa hidup eritrosit
yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, proses inflamasi akut maupun
kronik.7
Berdasarkan anamnesis pada pasien ini didapatkan riwayat hipertensi yang diketahui
sejak 6 bulan terakhir, pada pemeriksaan fisis didapatkan TD: 160/90 mmHg. Berdasarkan
kriteria Joint National Committee (JNC 7) tekanan darah sistol pasien ini termasuk dalam
hipertensi stage 2, dimana tekanan darah sistolik 160 mmHg atau diastolik 100 mmHg.
Target tekanan darah menurut JNC 8 dibagi berdasarkan umur pasien dan adanya komorbid
seperti Gagal ginjal kronik. Pada pasien tanpa Diabetes dan Gagal ginjal kronik dengan umur
< 60 tahun, target tekanan darah adalah <140/90 mmHg, sedangkan pada umur 60 tahun
target tekanan darah adalah <150/90 mmHg.8,9
Hipertensi dapat menyebabkan CKD karena ada kerusakan pada nefron dengan segala
konsekuensinya. Hipertensi dapat menyebabkan terjadinya penyakit ginjal kronis melalui suatu
proses yang mengakibatkan hilangnya sejumlah besar nefron fungsional yang progressive dan
irreversible. Penurunan jumlah nefron akan menyebabkan proses adaptif, yaitu meningkatnya
aliran darah, peningkatan GFR, dan peningkatan keluaran urin di dalam nefron yang masih
bertahan. Dalam jangka waktu lama, lesi-lesi sklerotik yang terbentuk dari kerusakan nefron
penurunan fungsi ginjal lebih lanjut dan menimbulkan lingkaran setan yang berkembang secara
lambat dan berakhir sebagai penyakit gagal ginjal terminal. Penyakit ginjal kronis juga dapat
menyebabkan hipertensi melalui beberapa mekanisme yang mungkin seperti aktivasi RAA,
aktivasi simpatik, gangguan ekskresi natrium, dan penurunan oksida nitrat.9,10 Pada pasien ini
17
telah mendapatkan terapi Angiotensin II receptor blocker (Telmisartan) dengan kombinasi
CCB (Amlodipin), dan Clonidin, namun hipertensi pada pasien ini belum terkontrol, yang kami
Pada pasien ini terdapat kondisi peningkatan kadar kalium yaitu 6,28 dimana pada
kondisi hiperkalemi ini dapat disebabkan oleh:
1. Keluarnya kalium dari intrasel ke ekstrasel.
2. Berkurangnya ekskresi kalium melalui ginjal. Kalium keluar dari sel dapat terjadi pada
keadaan asidosis metabolic (yang didukung pada kondisi pasien ini). Pada pasien ini
kami curigai adanya hiperkalemia akibat berkurangnya eksresi kalium melalui ginjal,
yang dapat terjadi pada keadaan hipoaldosteronisme, gagal ginjal, deplesi volume
sirkulasi efektif, pemaikan siklosporin. Sehingga pada terdapat kondisi klinis terjadi
perubahan depolarisasi, potensial aksi lebih mudah terjadi. Yang terlihat pada hasil ekg
pasien ini didapatkan T-tall.6
Prinsip pengobatan yang kita lakukan adalah mengatasi pengaruh hiperkalemi pada
membran sel, dengan cara memasukkan kalsium intravena. Memacu masuknya kembali kalium
dari ekstrasel ke intrasel, dengan cara:
1. Pemberian insulin 10 unit dalam glukosa 40%, 50 ml bolus intravena, lalu diikuti
dengan dextrose 5% untuk mencegah terjadinya hipoglikemi. Insulin akan memicu
pompa NaK-ATPase memasukkan kalium ke dalam sel, sedang glukosa/dextrose akan
memicu pengeluaran insulin endogen. Pada pasien ini tatalaksana dari hiperkalemia
yang kami berikan adalah dengan pemberian insulin diikuti dengan Dextrose 5% untuk
mencegah terjadinya hipoglikemia
2. Pemberian Natrium bikarbonat yang akan meningkatkan pH sistemik. Peningkatan pH
akan merangsang ion-H ke luar dari dalam sel yang kemudian menyebabkan ion-K
masuk ke dalam sel.
3. Pemberian 2-agonis baik secara inhalasi maupun tetesan intravena. 2-agonis akan
merangsang pompa Na:-ATPase, kalium masuk ke dalam sel. Dan pada pasien ini kami
keluarkan kelebihan kalium melalui terapi pemberian furosemide, yang menurut teori
pemberian diuretic-loop (furosemide ) dan tiasid, sifatnya hanya sementara, sehingga
kami tetap merencanakan untuk hemodialisa.6,7
Pada pasien ini diberikan terapi hiperkalemia berupa pemberian insulin 10 unit dalam
glukosa 40% 50 cc bolus intravena, lalu diikuti dengan pemberian dextrose 5% untuk
mencegah terjadinya hipoglikemia. Namun pemantauan evaluasi dari pemberian terapi
18
hiperkalemia yang diberikan sulit dilakukan karena sulitnya akses untuk mengambil sampel
darah dari pasien hingga pasien meninggal.
Pada pasien ini dipikirkan gagal nafas yang disebabkan oleh karena kegagalan untuk
memasukkan oksigen yang cukup yang diperlukan untuk mencapai oksigenasi yang cukup.
Kegagalan nafas ini sendiri dapat dipikirkan disebabkan oleh karena edema paru. Pada pasien
ini diperlukan tindakan intubasi dan pemasangan ventilator mekanik sebagai menanganan
untuk gagal nafas pada pasien ini, namun terkendala dengan informed consent pada keluarga
pasien.10
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2012. P.
463-503
2. Henry Ford Health Systems. Chronic kidney disease (CKD): clinical practice recom-
mendations for primary care physicians and healthcare providers. 2011.
3. Sovari AA. Cardiogenic pulmonary edema <emedicine.medscape.com/arti-
cle/157452-overview> accesed November 1st 2016
4. Alper AB. Uremia [internet]. USA: Medscape; 2016 [diakses tanggal 20 Mei 2021].
Tersedia dari http://emedicine.medscape.com/article/245296-overview.
5. Deyn PP, D’hooge R, Bogaert PP, Marescau B. Endogenous guanidino compounds as
uremic neurotoxins. Kidney International Journal. 2010; 59:77-83.
6. Siregar P. Gangguan Keseimbangan Air Dan Elektrolit in: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III Edisi VI. Jakarta : Interna Publishing Pusat penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam. 2015 ; P 2249-2250
7. Lubis, H.R. Penyakit Ginjal Kronik in: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi
VI. Jakarta : Interna Publishing Pusat penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2015 ; P 2159-
2165
8. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-11. Jakarta: EGC; 2010.
P. 613-17
9. Tedla EM, Brar A, Browne R, Brown C. Hypertension in chronic kidney disease: navi-
gating the evidence. Int J Hypertens. 2011.
10. Winarno, Agus. Kerley a line in an 18-year-old female with acute pulmonary edema
and chronic kidney disease stage V. Indonesian Journals of Medicine and Health.
2017;8(1):38-44
20