A. KONSEP TEORITIS
1. PENGERTIAN
Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing ( apendiks ). Usus buntu sebenarnya adalah
sekum(caecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut
sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi
yang umumnya berbahaya. ( Wim de Jong et al, 2010).Apendisitis
merupakan inflamasi akut pada apendisitis verniformis dan merupakan
penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.
(Brunner&Suddarth, 2014). Peradangan apendiks yang mengenai semua
lapisan dinding organ, dimana patogenis utamanya diduga karena
obstruksi pada lumen yang disebabkan oleh fekalit (feses keras yang
terutama disebabkan oleh serat).(Patofisiologi Edisi 4 hal 448).
Usus buntu atau apendis merupakan bagian usus yang terletak
dalam pencernaan. Untuk fungsinya secara ilmiah belum diketahui secara
pasti, namun usus buntu ini terkadang banyak sekali sel-sel yang
berfungsi untuk mempertahankan atau imunitas tubuh. Dan bila bagian
usus ini mengalami infeksi akan sangat terasa sakit yang luar biasa bagi
penderitanya (Saydam Gozali, 2011).
Jadi, dari referensi diatas yang di maksud dengan
apendisitismerupakan suatu peradangan pada bagian usus (Caecum) yang
disebabkan karena ada obstruksi yang mengharuskan dilakukannya
tindakan bedah.
2. ANATOMI FISIOLOGI
a. Anatomi
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan
panjang kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks
pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke
delapan yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat
antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih
akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari medial menuju
katup ileocaecal.
Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal
dan menyempit kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya
insidens Apendisitis pada usia tersebut. Appendiks memiliki lumen
sempit di bagian proksimal dan melebar pada bagian distal. Pada
appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan
sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi appendiks. Gejala
klinik Apendisitis ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks
adalah retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvic (panggul)
31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan
usus halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%, seperti
terlihat pada gambar dibawah ini.
Nyeri
dipersepsikan Risiko Akumulasi sekret
ketidakefektifan
gastrointestinal
Defisit perawatan diri
Ketidakefektifan
Anoreksia jalan nafas
Anestesi->efek
anatesi->depresi
sistem pencernaan- Mual dan muntah Ketidakseimbangan
>vomitus respon nutrisi kurang dari
Resiko aspirasi kebutuhan
Risiko kekurangan
volume cairan
6. MANIFESTASI KLINIK
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang di dasari dengan
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat,
disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik
apendisitis adalah:
a. Nyeri visceral epigastrium.
b. Nafsu makan menurun.
c. Dalam beberapa jam nyeri pindah ke kanan bawah ke titik Mc Burney.
d. Kadang tidak terjadi nyeri tapi konstipasi.
e. Pada anak biasanya rewel, nafsu makan turun karena focus pada
nyerinya,
muntah-muntah, lemah, latergik, pada bayi 80-90% apendisitis terjadi
perforasi (Tsamsuhidajat & Wong de jong, 2010).
Manisfestasi klinis lainya adalah:
a. Nyeri dikuadran kanan bawah disertai dengan demam ringan, dan
terkadang muntah kehilangan nafsu makan kerap dijumpai konstipasi
dapat terjadi.
b. Pada tiik Mc Burney (terletak diantara pertengahan umbilicus dan
spina anterior ileum), terasa nyeri tekan local dan kekakuan otot
bagian bawah rektus kanan.
c. Nyeri pantul dapat dijumpai lokasi apendiks menentukan kekuatan
nyeri tekan, spasme otot dan adanya diare atau konstipasi.
d. Jika apendiks pecah, nyeri lebih menyebar abdomen menjadi lebih
terdistensi akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.
(Brunner&Suddarth, 2014).
Jadi berdasarkan referensi diatas, manisfestasi yang sering muncul
pada kasus apendisitis adalah nyeri namun kadang bisa juga tanpa nyeri
namun terjadinya konstipasi. Pada anak-anak biasanya ditemukan data
yaitu nafsu makan menurun, terjadinya penurunan kesadaran hingga
terjadinya perforasi.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. SDP; Leukositosis diatas 12.000/mm3, Neutrofil meningkat sampai
75%,
b. Urinalisis: Normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada.
c. Foto abdomen: Dapat menyatakan adanya pergeseran, material
apendiks (fekalit), ileus terlokalisir.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi: Akan tampak adanya tanda pembengkakan (swelling),
rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang
(distensi).
2) Palpasi: Dibagian perut kanan bawah akan terasa nyeri
(Blumbeng Sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis
apendsitis akut.
3) Dengan tindakan tungkai dan paha kanan ditekuk kuat /
tungkai di angkat tingi-tinggi, maka rasa nyeri akan semakin
parah (Psoas Sign).
4) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin parah
apabila pemeriksaan dubur dan vagina terasa nyeri.
5) Suhu dubur atau rectal yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
e. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan dari sel darah putih hingga sekitar 10.000-18.000/mm3.
jika terjadi peningkatan lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks
telah mengalami perforasi (pecah).
f. Pemeriksaan Radiologi
1) Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang
membantu).
2) Ultrasonografi/USG
3) CT-Scan.(Saydam, Gouzali, 2011)
Berdasarkan referensi diatas, yang menjadi kunci tata laksana
penentuan diagnosa apendisitis yaitu dengan dilakukan pemeriksaan fisik
yaitu salah satunya dengan mempalpasi bagian perut bagian kanan bawah
akan terjadi blumbeng sign, lalu dengan memeriksa laboratorium dengan
melihat peningkatan leukosit dan pemeriksaan USG.
8. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan Medis
1) Pembedahan (konvensional atau laparaskopi) apabila diagnose
apendisitis telah ditegakan dan harus segera dilakukan untuk
mengurangi risiko perforasi.
2) Berikan obat antibiotik dan cairan IV sampai tindakan
pemebedahan dilakukan.
3) Agen analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakan.
4) Operasi (apendiktomi), bila diagnosa telah ditegakan yang harus
dilakukan adalah operasi membuang apendiks (apendiktomi).
Penundaan apendiktomidengan cara pemberian antibiotik dapat
mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses apendiks
dilakukan drainage. (Brunner&Suddarth, 2014).
b. Penatalaksanaan Keperawatan
b. Patofisiologi
appendektomy
Aru, W. Sudoyo, dkk.(2017). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1 Edisi Empat :
Amin Kusuma (2016) Aplikasi Nanda Dan Nic-Noc.Yogyakarta : Mediaction.
Bruner dan Suddarth.( 2016). Buku Ajaran KMB. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Brunner & Suddarth. 2016, Keperawatan Medikal Bedah: Jakarta: EGC.
Dermawan, Deden & Titik Rahayuningsih. 2018, Keparawatan Medikal Bedah (Sistem
Pencernaan): Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Encantta Reference Library. (2018). Liver, Amebiasis Abses and Calf Diphteria/ Fusa
bakteriun necrosphorum.
Muttaqin, A. 2016. Pengkajian Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinik. Jakarta :
Salemba Medika
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2018, Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Prasetyo, Sigit Nian. 2010, Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri:
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Soekidjo. 2010, MetodologiPenelitian Kesehatan: Jakarta: Rineka Cipta.
Saydam, Gouzali, 2018. Memahami Berbagai Penyakit (Penyakit pernafasan dan
Gangguan Pencernaan): Bandung: Alfabeta.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI., 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta Selatan
Tim Pokja SDKI DPP PPNI., 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta Selatan
Tim Pokja SDKI DPP PPNI., 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta Selatan