Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS

A. KONSEP TEORITIS
1. PENGERTIAN
Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing ( apendiks ). Usus buntu sebenarnya adalah
sekum(caecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut
sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi
yang umumnya berbahaya. ( Wim de Jong et al, 2010).Apendisitis
merupakan inflamasi akut pada apendisitis verniformis dan merupakan
penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.
(Brunner&Suddarth, 2014). Peradangan apendiks yang mengenai semua
lapisan dinding organ, dimana patogenis utamanya diduga karena
obstruksi pada lumen yang disebabkan oleh fekalit (feses keras yang
terutama disebabkan oleh serat).(Patofisiologi Edisi 4 hal 448).
Usus buntu atau apendis merupakan bagian usus yang terletak
dalam pencernaan. Untuk fungsinya secara ilmiah belum diketahui secara
pasti, namun usus buntu ini terkadang banyak sekali sel-sel yang
berfungsi untuk mempertahankan atau imunitas tubuh. Dan bila bagian
usus ini mengalami infeksi akan sangat terasa sakit yang luar biasa bagi
penderitanya (Saydam Gozali, 2011).
Jadi, dari referensi diatas yang di maksud dengan
apendisitismerupakan suatu peradangan pada bagian usus (Caecum) yang
disebabkan karena ada obstruksi yang mengharuskan dilakukannya
tindakan bedah.
2. ANATOMI FISIOLOGI
a. Anatomi
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan
panjang kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks
pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke
delapan yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat
antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih
akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari medial menuju
katup ileocaecal.
Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal
dan menyempit kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya
insidens Apendisitis pada usia tersebut. Appendiks memiliki lumen
sempit di bagian proksimal dan melebar pada bagian distal. Pada
appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan
sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi appendiks. Gejala
klinik Apendisitis ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks
adalah retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvic (panggul)
31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan
usus halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%, seperti
terlihat pada gambar dibawah ini.

Appendiks pada saluran pencernaan (Gambar 2.1)


           Posisi Appendiks (Gambar 2.2)
b. Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu
secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir
ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya
berperan pada patogenesis Apendisitis. Imunoglobulin sekretoar
yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT)
yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah
Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai
pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri,
netralisasi virus, serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen
intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit
sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan
seluruh tubuh. (Tsamsuhidajat & Wim de jong, 2010).
3. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya apendisitis dapat terjadi karena adanya
makanan keras yang masuk ke dalam usus buntu dan tidak bisa keluar
lagi. Setelah isi usus tercemar dan usus meradang timbulah kuman-kuman
yang dapat memperparah keadaan tadi (Saydam Gozali, 2011).
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. berbagai hal sebagai
faktor pencetusnya:
a. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai
faktor pencetus disamping hyperplasia jaringan limfe, tumor
apendiks dan cacing askaris.
b. Penyebab lain penyebab apendiks karena parasit seperti E.
hystolitica.
c. Penelitian Epidemiologi mengatakan peran kebiasaan makan
makanan yang rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap
timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menarik bagian intrasekal,
yang berakibat timbulnya tekanan intrasekal dan terjadi
penyumbatan sehingga meningkatnya pertumbuhan kuman flora
kolon (R Tsamsuhidajat & Wim De jong, 2010).
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada
factor prediposisi yaitu:
a. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya
obstruksi ini terjadi karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab
terbanyak.
2) Adanya fekolit dalam lumen appendiks
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian
4) Striktur lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus..
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan
jaringan limpoid pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk apendiks:
1) Appendiks yang terlalu panjang
2) Massa appendiks yang pendek
3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4) Kelainan katup di pangkal appendiks (Nuzulul, 2009).
Jadi, berdasarkan referensi diatas yang menyebabkan terjadinya
apendisitis yaitu disebabkan oleh adanya obstruksi yang diakibatkan juga
karena gaya hidup manusia yang kurang dalam mengkonsumsi makanan
tinggi serat.
4. PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena
fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak,
namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan
bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa
lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut
dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum
lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis.
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah . (Saydam,
Gouzali, 2011)
5. Pathway

Invasi&Multiplikasi Hipertermi Febris

Peradangan Kerusakan control


Apendistisis Jaringan suhu terhadap
inflamasi

Operasi Sekresi mukus berlebih pada lumen

Luka Insisi Ansietas Apendiks Teregang

Kerusakan Jaringan Pintu masuk kuman

Ujung saraf putus Risiko Infeksi Tekanan intraluminal lebih


dari tekanan vena
Prostaglandin lepas
Kerusakan Integritas
Jaringan Hipoxia jaringan apendiks
Stimulasi Dihantarkan

Spinal Cord Spasme dinding Ulcerasi


apendiks
Cotex Serebri
Nyeri Perforasi

Nyeri
dipersepsikan Risiko Akumulasi sekret
ketidakefektifan
gastrointestinal
Defisit perawatan diri
Ketidakefektifan
Anoreksia jalan nafas
Anestesi->efek
anatesi->depresi
sistem pencernaan- Mual dan muntah Ketidakseimbangan
>vomitus respon nutrisi kurang dari
Resiko aspirasi kebutuhan
Risiko kekurangan
volume cairan
6. MANIFESTASI KLINIK
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang di dasari dengan
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat,
disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik
apendisitis adalah:
a. Nyeri visceral epigastrium.
b. Nafsu makan menurun.
c. Dalam beberapa jam nyeri pindah ke kanan bawah ke titik Mc Burney.
d. Kadang tidak terjadi nyeri tapi konstipasi.
e. Pada anak biasanya rewel, nafsu makan turun karena focus pada
nyerinya,
muntah-muntah, lemah, latergik, pada bayi 80-90% apendisitis terjadi
perforasi (Tsamsuhidajat & Wong de jong, 2010).
Manisfestasi klinis lainya adalah:
a. Nyeri dikuadran kanan bawah disertai dengan demam ringan, dan
terkadang muntah kehilangan nafsu makan kerap dijumpai konstipasi
dapat terjadi.
b. Pada tiik Mc Burney (terletak diantara pertengahan umbilicus dan
spina anterior ileum), terasa nyeri tekan local dan kekakuan otot
bagian bawah rektus kanan.
c. Nyeri pantul dapat dijumpai lokasi apendiks menentukan kekuatan
nyeri tekan, spasme otot dan adanya diare atau konstipasi.
d. Jika apendiks pecah, nyeri lebih menyebar abdomen menjadi lebih
terdistensi akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.
(Brunner&Suddarth, 2014).
Jadi berdasarkan referensi diatas, manisfestasi yang sering muncul
pada kasus apendisitis adalah nyeri namun kadang bisa juga tanpa nyeri
namun terjadinya konstipasi. Pada anak-anak biasanya ditemukan data
yaitu nafsu makan menurun, terjadinya penurunan kesadaran hingga
terjadinya perforasi.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. SDP; Leukositosis diatas 12.000/mm3, Neutrofil meningkat sampai
75%,
b. Urinalisis: Normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada.
c. Foto abdomen: Dapat menyatakan adanya pergeseran, material
apendiks (fekalit), ileus terlokalisir.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi: Akan tampak adanya tanda pembengkakan (swelling),
rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang
(distensi).
2) Palpasi: Dibagian perut kanan bawah akan terasa nyeri
(Blumbeng Sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis
apendsitis akut.
3) Dengan tindakan tungkai dan paha kanan ditekuk kuat /
tungkai di angkat tingi-tinggi, maka rasa nyeri akan semakin
parah (Psoas Sign).
4) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin parah
apabila pemeriksaan dubur dan vagina terasa nyeri.
5) Suhu dubur atau rectal yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
e. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan dari sel darah putih hingga sekitar 10.000-18.000/mm3.
jika terjadi peningkatan lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks
telah mengalami perforasi (pecah).
f. Pemeriksaan Radiologi
1) Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang
membantu).
2) Ultrasonografi/USG
3) CT-Scan.(Saydam, Gouzali, 2011)
Berdasarkan referensi diatas, yang menjadi kunci tata laksana
penentuan diagnosa apendisitis yaitu dengan dilakukan pemeriksaan fisik
yaitu salah satunya dengan mempalpasi bagian perut bagian kanan bawah
akan terjadi blumbeng sign, lalu dengan memeriksa laboratorium dengan
melihat peningkatan leukosit dan pemeriksaan USG.
8. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan Medis
1) Pembedahan (konvensional atau laparaskopi) apabila diagnose
apendisitis telah ditegakan dan harus segera dilakukan untuk
mengurangi risiko perforasi.
2) Berikan obat antibiotik dan cairan IV sampai tindakan
pemebedahan dilakukan.
3) Agen analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakan.
4) Operasi (apendiktomi), bila diagnosa telah ditegakan yang harus
dilakukan adalah operasi membuang apendiks (apendiktomi).
Penundaan apendiktomidengan cara pemberian antibiotik dapat
mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses apendiks
dilakukan drainage. (Brunner&Suddarth, 2014).
b. Penatalaksanaan Keperawatan

1) Tujuan keperawatan mencakup upaya meredakan nyeri,


mencegah defisit volume cairan, mengatasi ansietas, mengurangi
risiko infeksi yang disebabkan oleh gangguan potensial atau
aktual pada saluran gastrointestinal, mempertahankan integritas
kulit dan mencapai nutris yang optimal.
2) Sebelum operasi, siapkan pasien untuk menjalani pembedahan,
mulai jalur Intra Vena berikan antibiotik, dan masukan selang
nasogastrik (bila terbukti ada ileus paralitik), jangan berikan
laksatif.
3) Setelah operasi, posisikan pasien fowler tinggi, berikan analgetik
narkotik sesuai program, berikan cairan oral apabila dapat
ditoleransi.
4) Jika drain terpasang di area insisi, pantau secara ketat adanya
tanda-tanda obstruksi usus halus, hemoragi sekunder atau abses
sekunder. (Brunner&Suddarth, 2014).
c. Penatalaksaan Keperawatan

Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah


apendiktomi. Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan
kejadian perforasi. Teknik laparoskopi sudah terbukti menghasilkan
nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan
angka kejadian infeksi luka yang lebih rendah. Akan tetapi terdapat
peningkatan kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan waktu
operasi. Laparoskopi itu dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada
pasien dengan akut abdomen, terutama pada wanita. (Rahayuningsih
dan Dermawan, 2010).
Jadi berdasarkan pembahasan diatas, tindakan yang dapat dilakukan
terbagi dua yaitu tindakan medis yang mengacu pada tindakan
pembedahan/apendictomydan pemberian analgetik, dan tindakan
keperawatan yang mengacu pada pemenuhan kebutuhan klien sesuai
dengan kebutuhan klien untuk menunjang proses pemulihan
9. KOMPLIKASI
Komplikasi dapat terjadi apabila terjadi keterlambatan penanganan.
Faktor keterlambatan dapat terjadi dari pasien ataupun tenaga medis.
Faktor penderita dapat berasal dari pengetahuan dan biaya. Faktor tenaga
medis dapat berupa kesalahan dalam mendiagnosa, keterlambatan
mengangani maslah dan keterlambatan dalam merujuk ke rumah sakit dan
penangggulangan. Hal ini dapat memacu meningkatnya angka morbiditas
dan mortalitas. Proporsi yang sering adalah terjadi pada anak kecil dan
orang tua. Komplikasi 93% lebih sering terjadi pada anak kecil dibawah
usia 2 tahun dan 40-75%% terjadi pada orang tua. Pada anak-anak
dinding apendiks masih sangat tips, omentum lebh pendek, dan belum
berkembang secara sempurna sehingga mudah terjadi apendisitis.
Sedangkan pada orang tua, terjadi gangguan pada pembuluh
darah.Adapun jenis omplikasi diantaranya:
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-
mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang
mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitisgangren atau
mikroperforasi ditutupi oleh omentum
b. Perforasi
SPerforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga
bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12
jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam.
Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan
gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih
dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
c. Peritontis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila
infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan
timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai
timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri
abdomen, demam, dan leukositosis. (Saydam, Gouzali, 2011)
`Komplikasi menurut Brunner&Suddarth:
a. Komplikasi utama adalah perforasi apendiks yang dapat
menyebabkan peritonitis pembentukan abses (tertampungnya
materi purulen), atau flebilitis portal.
b. Perforasi biasanya terjadi setelah 24 jam setelah awitan nyeri.
Gejala yang muncul antara lain: Demam 37,7’C, nyeri tekan atau
nyeri abdomen.(Brunner&Suddarth, 2014):
Berdasarkan penjelasan diatas, hal yang bisa mengakibatkan
keparahan/komplikasi penyakit apendisitis dikarenakan dua hal yaitu
faktor ketidaktahuan masyarakat dan keterlambatan tenaga medis
dalam menentukan tindakan sehingga dapat menyebabkan abses,
perforasi dan peritonitis.
10. Konsep Post Op Apendiktomi
a. Pengertian
Perawatan post operasi merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre
dan intra operatif yang dimulai saat klien diterima di ruang
pemulihan/pasca anastesi dan bearkhir sampai evaluasi selanjutnya

b. Patofisiologi

Mual & muntah Appendiks terinflamasi


Resiko tinggi Meningkatkan tekanan
kekurangan volume intraluminal
cairan

Menghambat aliran limfe

Ulserasi pada dinding mukosa

Gangren dan perforasi

appendektomy

Ansietas Luka post op

Resiko infeksi Nyeri akut


B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data yang diperoleh haruslah mampu menggambarkan status kesehatan
klien ataupun masalah utama yang dialami oleh klien. Dalam melakukan
pengkajian, diperlukan teknik khusus dari seorang perawat, terutama
dalam menggali data, yaitu dengan menggunakan komunikasi yang
efektif dan teknik terapeutik. (Tarwoto & Wartonah, 2011).
Adapun pemeriksaan yang dilakukan pada kasus apendisitis berdasarkan
NANDA (North American Nursing Diagnosis Association), 2015:
a. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi: Akan tampak adanya tanda pembengkakan (swelling),
rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
Normal: Tidak tampak terjadinya distensi atau penegangan pada
abdomen.
2) Palpasi: Dibagian perut kanan bawah akan terasa nyeri (Blumbeng
Sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendsitis akut.
Normal: Tidak teraba atau klien tidak memberikan respon nyeri.
3) Dengan tindakan tungkai dan paha kanan ditekuk kuat / tungkai
di angkat tingi-tinggi, maka rasa nyeri akan semakin parah (Psoas
Sign).
Normal: Jika dilakukan pemeriksaan ini, klien tidak akan merasa
nyeri.
4) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin parah apabila
pemeriksaan dubur dan vagina terasa nyeri.
Normal: Jika dilakukan pemeriksaan ini, klien tidak akan merasa
nyeri.
5) Suhu dubur atau rectal yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
Normal: Suhu ketiak lebih tinggi dibandng dengan suhu dubur ata
vagina.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Di lihat dari kenaikan leukosit 10.000-18.000/mm3, bila lebih maka
sudah terjadi perforasi.
Normal: Tidak terjadinya peningkatan leukosit melebihi batas normal.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan USG
Normal: Tidak tampak ada peradangan pada bagian Mc. Burney.
2) Foto polos
Normal: Tidak tampak ada kelainan pada organ.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pre operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisiologis (distensi
jaringan intestinal oleh inflamasi)
2) Cemas  berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
3) Nausea berhubungan dengan peningkatan tekanan intraabominal
b. Post operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (luka insisi post
operasi appenditomi).
2) Resiko infeksi dengan faktor resiko tindakan invasif (insisi post
pembedahan).
3) Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanis
(operasi)
3. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Pre operasi
No SDKI SLKI SIKI
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
berhubungan dengan tindakan keperawatan (1.08238) :
agen cidera fisiologis selama 2x24 jam 1. Identifikasi lokasi,
(distensi jaringan didapatkan Tingkat Nyeri karakteristik, durasi,
intestinal oleh (L.08066) adekuat dengan frekuensi, kualitas dan
inflamasi) kriteria hasil : intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri (4) 2. Identifikasi respon non
2. Gelisah (4) verbal
 4 = cukup 3. Berikan teknik non
menurun farmakologi untuk
3. Frekuensi nadi (4) mengurangi rasa nyeri
4. Pola nafas (4) (teknik relaksasi nafas
5. Tekanan darah (4) dalam, membaca
 4 = cukup istighfar)
membaik 4. Fasilitasi istirahat dan
tidur
5. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri
6. Kolaborasi pemberian
analgesik
2. Ansietas  berhubungan Setelah dilakukan Reduksi Ansietas (1.09314) :
dengan akan tindakan keperawatan 1. Monitor tanda-tanda
dilaksanakan operasi. selama 1x24 jam ansietas (verbal dan non
didapatkan Tingkat verbal)
Ansietas (L.09093) 2. Ciptakan suasana
adekuat dengan kriteria terapeutik untuk
hasil : menumbuhkan
1. Perilaku gelisah (4) kepercayaan
2. Perilaku tegang (4) 3. Jelaskan prosedur,
3. Frekuensi pernafasan termasuk sensasi yang
(4) akan dialami
4. Frekuensi nadi (4) 4. Informasikan secara
5. Tekanan darah (4) factual mengenai
 4 = cukup diagnosis, pengobatan
menurun dan prognosis
5. Latih teknik relaksasi
6. Kolaorasi pemberian obat
antiansietas
3. Nausea berhubungan Setelah dilakukan Manajemen Mual (1.031107)
dengan peningkatan tindakan keperawatan :
tekanan intraabominal selama 2x24 jam 1. Identifikasi pengalaman
didapatkan Tingkat mual
Nausea (L.08065) 2. Identifikasi faktor
adekuat dengan kriteria penyebab mual
hasil : 3. Monitor mual
b. Nafsu makan (4) 4. Monitor asupan nutrisi
 4 = cukup dan kalori
meningkat 5. Anjurkan istirahat yang
c. Keluhan mual (4) cukup
d. Perasaan ingin muntah 6. Kolaborasi pemberian
(4) antiemetik
 4 = cukup
menurun
e. Pucat (4)
 4 = cukup
membaik
(PPNI, 2017), (PPNI, 2019), (PPNI, 2018)
b. Post operasi
No SDKI SLKI SIKI
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (1.08238) :
berhubungan keperawatan selama 2x24 jam f. Identifikasi lokasi,
dengan agen didapatkan Tingkat Nyeri karakteristik, durasi,
cidera fisik (L.08066) adekuat dengan frekuensi, kualitas dan
(luka insisi kriteria hasil : intensitas nyeri
post operasi - Keluhan nyeri (4) g. Identifikasi respon non
appenditomi). - Gelisah (4) verbal
 4 = cukup menurun h. Berikan teknik non
- Frekuensi nadi (4) farmakologi untuk
- Pola nafas (4) mengurangi rasa nyeri
- Tekanan darah (4) (teknik relaksasi nafas dalam,
 4 = cukup membaik membaca istighfar)
i. Fasilitasi istirahat dan tidur
j. Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
k. Kolaborasi pemberian
analgesik
2. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka (1.14564) :
dengan faktor keperawatan selama 2x24 jam 1. Monitor tanda dan gejala
resiko tindakan didapatkan Tingkat Infeksi infeksi local dan sistemik
invasif (insisi (L.14137) adekuat dengan 2. Monitor karakteristik luka
post kriteria hasil : 3. Lepaskan balutan dan plester
pembedahan). 1. Demam (4) secara perlahan
2. Kemerahan (4) 4. Bersihkan dengan cairan
3. Nyeri (4) NaCl
4. Bengkak (4) 5. Berikan salep yang sesuai
5. Drainase purulen (4) 6. Pasang balutan sesuai dengan
 4 = cukup menurun jenis luka
6. Kadar sel darah putih (4) 7. Pertahankan teknik steril
 4 = cukup membaik ketika melakukan perawatan
luka
8. Ajarkan mengonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein
9. Kolaborasi pemberian
antibiotik

3. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Perawatan luka (1.14564) :


integritas keperawatan selama 2x24 jam 1. Monitor karakteristik luka
jaringan didapatkan Penyembuhan 2. Monitor tanda-tanda infeksi
berhubungan Luka (L.14130) adekuat 3. Lepaskan balutan dan plester
dengan faktor dengan kriteria hasil : secara perlahan
mekanis 1. Penyatuan kulit (4) 4. Bersihkan dengan cairan
(operasi) 2. Penyatuan tepi luka (4) NaCl
3. Jaringan granulasi (4) 5. Berikan salep yang sesuai
 4 = cukup meningkat 6. Pertahankan teknik steril saat
4. Edema pada sisi luka (4) melakukan perawatan luka
5. Peradangan luka (4) 7. Jelaskan tanda dan gejala
6. Nyeri (4) infeksi
 4 = cukup menurun 8. Kolaborasi pemberian
antibiotik
(PPNI, 2017), (PPNI, 2019), (PPNI, 2018)
DAFTAR PUSTAKA

Aru, W. Sudoyo, dkk.(2017). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1 Edisi Empat :
Amin Kusuma (2016) Aplikasi Nanda Dan Nic-Noc.Yogyakarta : Mediaction.
Bruner dan Suddarth.( 2016). Buku Ajaran KMB. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Brunner & Suddarth. 2016, Keperawatan Medikal Bedah: Jakarta: EGC.
Dermawan, Deden & Titik Rahayuningsih. 2018, Keparawatan Medikal Bedah (Sistem
Pencernaan): Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Encantta Reference Library. (2018). Liver, Amebiasis Abses and Calf Diphteria/ Fusa
bakteriun necrosphorum.
Muttaqin, A. 2016. Pengkajian Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinik. Jakarta :
Salemba Medika
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2018, Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Prasetyo, Sigit Nian. 2010, Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri:
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Soekidjo. 2010, MetodologiPenelitian Kesehatan: Jakarta: Rineka Cipta.
Saydam, Gouzali, 2018. Memahami Berbagai Penyakit (Penyakit pernafasan dan
Gangguan Pencernaan): Bandung: Alfabeta.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI., 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta Selatan
Tim Pokja SDKI DPP PPNI., 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta Selatan
Tim Pokja SDKI DPP PPNI., 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta Selatan

Anda mungkin juga menyukai