Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS

HIPERTENSI DI RUANG ICU

RSU ANUTAPURA PALU

DISUSUN OLEH :

Dina afiani dj kambu


NIM. 2020032019

CI LAHAN CI INSTITUSI

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA
PALU
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERTENSI
A. Defenisi
Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala
yang akan berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke (untuk otak), penyakit
jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung) dan left ventricle hypertrophy
(untuk otot jantung). Dengan target organ diotak yang berupa stroke, hipertensi
adalah penyebab utama stroke yang membawa kematian (Amiruddin, dkk, 2016).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih
(Kemenkes, 2018).
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal dan diukur
paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda. Tekanan darah normal
bervariasi sesuai usia, sehingga setiap diagnosis hipertensi harus bersifat spesifik
usia. Namun, secara umum seseorang dianggap mengalami hipertensi apabila
tekanan darahnya lebih tinggi daripada 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg
diastolik (ditulis 140/90) (Corwin, 2016).
Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya
140 mmhg atau tekanan distolik sedikitnya 90 mmhg. Hipertensi tidak hanya
berisiko tinggi menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain
seperti penyakit saraf, ginjal, dan pembuluh darah dan makin tinggi tekanan
darah, makin besar resikonya (Sylvia A.Price, 2015).

B. Anatomi Fisiologi
Sistem peredaran darah manusia terdiri atas jantung, pembuluh darah, dan
saluran limfe. Jantung merupakan organ penting yang memompa darah dan
memelihara peredaran melalui saluran tubuh.
Arteri membawa darah dari jantungsedangkanVena membawa darah ke
jantung. Kapiler menggabungkan arteri dan vena, terentang diantaranya dan
merupakan jalan lalu lintas antara makanan dan bahan buangan. Disini juga
terjadi pertukaran gas dalam cairan ekstra seluler atau intershil. Saluran limfe
mengumpulkan, menggiring dan menyalurkan kembali ke dalam limfenya yang
dikeluarkan melalui dinaing kapiler halus untuk membersihkan jaringan. Saluran
limfe ini juga dapat dianggap menjadi bagian sistem peredaran.
Denyut arteri adalah suatu gelombang yang teraba pada arteri bila darah
dipompa keluar jantung. Denyut ini mudah diraba ditempat arteri temporalis
diatas tulang temporal atau arteri dorsalis pedis di belokan mata kaki. Kecepatan
denyut jantung dalam keadaan sehat berbeda-beda, dipengaruhi penghidupan,
pekerjaan, makanan, umur dan emosi. Irama dan denyut sesuai dengan siklus
jantung jumlah denyut jantung 70 berarti siklus jantung 70 kali per menit.
Kecepatan normal denyut nadi per menit :
Kriteria Nadi (x/menit)
Pada bayi yang baru lahir 120 – 160
Selama tahun pertama 80 – 120
Selama tahun kedua 80 – 130
Pada umur 2-6 tahun 75 – 120
Pada umur 6 – 12 tahun 75 – 110
Pada orang dewasa 60 – 100

Tekanan Darah
Tekanan darah sangat penting dalam sirkulasi darah dan selalu diperlukan
untuk daya dorong yang mengalirkan darah didalam arteri, arteriola, kapiler dan
sistem vena sehingga darah didalam arteri, arteriola, kapiler dan sistem vena
sehingga terbentuk aliran darah yang menetap.
Jantung bekerja sebagai pemompa darah dapat memindahkan darah dari
pembuluh vena ke pembuluh arteri. Pada sirkulasi tertutup aktivitas pompa jantug
berlangsung dengan cara mengadakan kontraksi dan relaksasi sehingga
menimbulkan perubahan tekanan darah dan sirkulasi darah.
Pada tekanan darah didalam arteri kenaikan arteri pada puncaknya sekitar
120 mmHg tekanan ini disebut tekanan stroke. Kenaikan ini menyebabkan aorta
mengalami distensi sehingga tekanan didalamnya turun sedikit. Pada saat diastole
ventrikel, tekanan aorta cenderung menurun sampai dengan 80 mmHg. Tekanan
ini dalam pemeriksaan disebut dengan tekanan diastole.
Klasifikasi Tekanan Darah pada Dewasa :
KATEGORI SISTOLIK (mmHg) DIASTOLIK (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prahipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi
Derajat 1 140 – 159 90 – 99
Derajat 2 ≥ 160 ≥ 100
(LeMone dkk, 2016.)
Kecepatan Tekanan
Kecepatan aliran darah bergantung pada ukuran palung dari pembuluh
darah. Darah dalam aorta bergerak cepat, dalam arteri kecepatan berkurang dan
sangat lambat pada kapiler, dalam arteri kecepatan berkurang dan sangat lambat
pada kapiler.
Faktor lain yang membantu aliran darah kejantung maupun gerakan
otot kerangka mengeluarkan tekanan diatas vena, gerakkan yang dihasilkan
pernafasan  dengan naik turunnya diafragma yang bekerja sebagai pemopa,
isapan yang dikeluarkan oleh atrium yang kosong sewaktu diastole menarik darah
dari vena dan tekanan darah arterial mendorong darah maju.
Perubahan tekanan nadi pengaruhi oleh faktor yang mempengaruhi tekanan
darah, misalnya pengaruh usia dan penyakit arteriosklerosis. Pada keadaan
arteriosklorosis, olasitias pembuluh darah kurang bahkan menghilang sama
sekali, sehingga tekanan nadi meningkat.
Kecepatan aliran darah dibagian tengah dan pada bagian tepi (ferifer) yang
dekat dengan permukaan bagian dalam dinding arteri adalah sama, aliran bersifat
sejajar yang konsentris dengan arah yang sama jika dijumpai suatu aliran darah
dalam arteri yang mengarah kesegala jurusan sehingga memberikan gambaran
aliran yang yang tidak lancer. Keadaan dapat terjadi pada darah yang mengatur
melalui bagian pembuluh darah yang mengalami sumbatan atau vasokonstriksi.
C. Etiologi
Menurut Corwin (2016), penyebab peningkatan tekanan darah ada tiga hal
yaitu:
1. Peningkatan Kecepatan Denyut Jantung
Dapat terjadi akibat rangsangan abnormal saraf dan hormon pada nodus
serabut arikinji (SA). Peningkatan kecepatan denyut jantung yang
berlangsung kronik sering menyertai keadaan hipertiroidisme. Peningkatan
kecepatan denyut jantung biasanya dikompensasi oleh penurunan volume
sekuncup sehingga tidak menimbulkan hipertensi.
2. Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama
Dapat terjadi apabila terdapat peningkatan volume plasma yang
berkepanjangan, akibat gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau
konsumsi garam yang berlebihan. Peningkatan volume plasma akan
menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi
peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah.
3. Peningkatan total peripheral resistance (TPR) yang berlangsung lama
Peningkatan Total Periperial Resistence yang berlangsung lama dapat
terjadi pada peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau
responsivitas yang berlebihan dari arteriol terdapat rangsangan normal. Kedua
hal tersebut akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Pada
peningkatan Total Periperial Resistence, jantung harus memompa secara lebih
kuat dan dengan demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk
mendorong darah melintas pembuluh darah yang menyempit. Hal ini disebut
peningkatan dalam afterload jantung dan biasanya berkaitan dengan
peningkatan tekanan diastolik. Apabila peningkatan afterload berlangsung
lama, maka ventrikel kiri mungkin mulai mengalami hipertrofi (membesar).
Dengan hipertrofi, kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin meningkat
sehingga ventrikel harus mampu memompa darah secara lebih keras lagi untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung juga
mulai tegang melebihi panjang normalnya yang pada akhirnya menyebabkan
penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup.
Faktor resiko Hipertensi adalah umur, jenis kelamin, riwayat keluarga,
genetik (faktor resiko yang tidak dapat diubah/dikontrol), kebiasaan merokok,
konsumsi garam, konsumsi lemak jenuh, penggunaan jelantah, kebiasaan
konsumsi minum-minuman beralkohol, obesitas, kurang aktifitas fisik, stres,
penggunaan estrogen (Kemenkes RI, 2018).
D. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konnstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan
dan ketakutan dapat mempengaruhirespon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua factor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi.
Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional pada
system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh
darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung
( volume sekuncup ), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahanan perifer ( Brunner & Suddarth, 2016 ).

E. Pathway

Umur Jenis kelamin Gaya hidup Obesitas

Aterosklerosis dan
elastisitas pembuluh Hipertensi
darah menurun

Kerusakan vaskuler
Pembuluh darah
Perubahan struktur
Pembuluh darah

Penyumbatan pembuluh
darah

Vasokontriksi

Gangguan sirkulasi

Otak Ginjal Pembuluh darah Retina

Vasokontriksi Spasme
Resistensi SuplaiO2 Sistemik Koroner
Pembuluh arteriole
Pembuluh Otak Darah ginjal
Darah otak menurun
meningkat
Vasokontriksi Iskemi Miokard Diplopia
Blood flow
Nyeri menurun
Gangguan Akut Afterload
Pola tidur meningkat Nyeri Akut Resiko Cedera
Retensi
natrium

Penurunan Fatigue
Curah
Edema jantung
Intoleransi
aktifitas
Hipervolemia
F. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi:
1. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah,selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa.
Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan
arteri tidak terukur.
2. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan.Dalam kenyataannya ini merupakan gejala
terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Beberapa pasien yang menderita hipertensiyaitu :
1. Mengeluh sakit kepala,pusing
2. Lemas, kelelahan
3. Sesaknapas
4. Gelisah
5. Mual
6. Muntah
7. Epistaksis
8. Kesadaran menurun
Menurut Corwin (2016), tanda dan gejala hipertensi adalah:
1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat
peningkatan darah intrakranium
2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi
3. Ayunan langkah yang tidak mantap akibat kerusakan susunan saraf pusat
4. Nokturia akibat peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomelurus
5. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien hipertensi adalah seperti laboratorium
rutin yang dilakukan sebelum melakukan terapi bertujuan menentukan adanya
kerusakan organ dan faktor lain atau mencari penyebab hipertensi, biasanya
diperiksa unaralis darah perifer lengkap kemih darah (kalium, natrium, kreatinin,
gula darah puasa, kolestrol total, kolestrol HDI, dan EKG).
Sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain seperti klirens kreatinin
protein urine 24 jam, asam urat, kolestrol LDL, TSH dan ekokardiografi.
(Mansjoer,2017).
Selain pemeriksaan diatas, juga dapat dilakukan pemeriksaan berikut untuk
mendiagnosa hipertensi:
1. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
2. Pemeriksaan retina
3. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal
dan jantung
4. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
5. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
6. Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal,
pemeriksaan fungsi ginjal     terpisah dan penentuan kadar urin.
7. Foto dada dan CT scan.

H. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2017), pengobatan hipertensi yang ideal yang
diharapkan mempunyai sifat-sifat seperti :
1. Menurunkan tekanan darah secara bertahap dan aman.
2. Mampu menurunkan tekanan darah secara multifaktoral.
3. Berkhasiat untuk semua tingkat hipertensi.
4. Melindungi organ-organ vital.
5. Mendukung pengobatan penyakit penyerta DM.
6. Mengurangi faktor risiko penyakit kardiovaskular (PKV) dalam hal
memperbaiki left ventricular hypertrophy (LVH) dan mencegah
pembentukan aterosklerosis.
7. Mengurangi frekuensi dan beratnya serangan angina.
8. Memperbaiki fungsi ginjal dan menghambat kerusakan ginjal lebih lanjut.
9. Efek samping serendah mungkin seperti batuk, sakit kepala, edema, rasa
lelah, mual, dan muka merah.
10. Dapat membuat jantung bekerja lebih efisien.
11. Melindungi jantung terhadap risiko infark.
Jenis-jenis obat hipertensi:
1. Anti hipertensi non-farmakologik:
(Tindakan pengobatan supportif sesuai anjuran Joint National Committee on
Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure:
a. Turunkan BB pada obesitas.
b. Pembatasan komsumsi garam dapur
c. Kurangi alkohol
d. Menghentikan rokok
e. Olahraga teratur
f. Diet rendah lemak jenuh
g. Pemberian kalium dalam bentuk makanan (sayur dan buah).
2. Obat antihipertensi
a. Diuretika, pelancar kencing yang diharapkan mengurangi volume input
pemberian diuretika sudah tidak terlalu dianjurkan sebagai langkah pertama
dalam manejemen hipertensi.
b. Penyekat Beta (B-blocker)
c. Antagonis kalsium
d. Inhibitor Anti Converting Enzyme (ACE), misalnya Inhibase
e. Obat Anti hipertensi sentral (Simpatokolitika)
f. Obat penyekat Alpha
g. Vasodilator
I. Komplikasi
Dalam perjalannya penyakit hipertensi ini termasuk penyakit kronis yang
dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi antara lain:
1. Stroke
2. Gagal jantung
3. Ginjal
4. Mata
Hubungan stroke dengan hipertensi dapat dijelaskan dengan singkat, bahwa
tahanan dari pembuluh darah memiliki batasan dalam menahan tekanan darah
yang datang. Apalagi dalam otak pembuluh darah yang ada termasuk pembuluh
darah kecil yang otomatis memiliki tahanan yang juga kecil.
Kemudian bila tekanan darah melebihi kemampuan pembuluh darah, maka
pembuluh darah ini akan pecah dan selanjutnya akan terjadi stroke hemoragik
yang memiliki prognosis yang tidak baik.
Dengan demikian kontrol dalam penyakit hipertensi ini dapat dikatakan sebagai
pengobatan seumur hidup bila ingin dihindari terjadinya komplikasi yang tidak
baik.
KONSEP TEORI
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner,
penyakit serebrovaskuler
Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan
warna kulit, suhu dingin
3. Integritas Ego
Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria,
factor stress multipel
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue
perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang,
pernapasan menghela, peningkatan pola bicara
4. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
5. Makanan / Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi
garam, lemak dan kolesterol
Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema
6. Neurosensori
Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala,
berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis
Tanda :, perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman,
perubahan retinal optik
7. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala
oksipital berat, nyeri abdomen
8. Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea,
dispnea nocturnal roksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat
merokok
Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan,
bunyi napas tambahan, sianosis
9. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi psotural
10. Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala : factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit
jantung, DM , penyakit ginjal
Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut :
1. Penurunan Curah Jantung
2. Nyeri akut
3. Intoleran aktivitas
4. Kurang pengetahuan
5. Resiko Cedera
6. Gangguan pola tidur
C. Intervensi keperawatan
No Diagnosa Intervensi
Keperawatan
SLKI SIKI

1 Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan Managemen jalan napas


jantung (I.01011)
....x24 jam
ketidakadekuatan jantung 1. Identifikasi gejala
memompa darah penurunan curah
meninggkat dengan kriteria jantung
2. Monitor tekanan darah
hasil:
3. Monitor intake dan
1. Tekanan darah output cairan
menurun 4. Monitor saturasi O2
2. CRT menurun 5. Monitor keluhan nyeri
3. Palpitasi menurun dada
4. Distensi vena jugularis 6. Monitor EKG
menurun 7. Posisikan klien semi
5. Dispnea menurun fowler/fowler
6. Gambaran EKG 8. Berikan diet jantung
aritmia menurun yang sesuai
7. Lelah menurun 9. Berikan oksigen
10. Anjurkan
beraktifitas fisik sesuai
toleran
11. Anjurkan
beraktifitas fisik secara
bertahan
12. Ajarkan klien dan
keluarga untuk
mengukur intake dan
outpun cairan
13. Kolaborasi
pemberian antiaritmia
No Diagnosa Intervensi
Keperawatan
SLKI SIKI

2 Hipervolemia Setelah diberikan Manajemen hypervolemia


intervensi selama …x…. (1.03116)
jam maka keseimbangan
cairan meningkat, dengan 1. periksa tanda dan
gejala hypervolemia
kriteria hasil : 2. identifikasi penyebab
hypervolemia
1. asupan cairan
3. monitor status
meningkat
hemodinamik
2. haluaran urine
4. monitor intake dan
meningkat
output cairan
3. kelembaban membrane
5. monitor tanda
mukosa meningkat
hemokonsentrasi
4. edema menurun
6. monitor tanda
5. dehidrasi menurun
peningkatan tekanan
6. tekanan darah membaik
onkotik plasma
7. denyut nadi membaik
7. monitor kecepatan
8. membrane mukosa
infus secara ketat
membaik
8. monitor efek samping
9. berat badan membaik
diuretic
9. timbang berat badan
setiap hari pada waktu
yang sama
10. batasi asupan cairan
dan garam
11. tinggikan keoala
tempat tidur 30-40o
12. anjurkan melapor jika
haluaran urine <0,5
mL/kg/jam dalam 6
jam
13. anjurkan melapor jika
BB bertambah >1 kg
dalam sehari
14. ajarkan cara
mengukur dan
mencatat asupan dan
haluaran cairan
15. ajarkan cara
membatasi cairan
16. kolaborasi pemberian
diuretic
17. kolaborasi penggantian
No Diagnosa Intervensi
Keperawatan
SLKI SIKI

kehilangan kalium
akibat diuretic
18. kolaborasi pemberian
CRRT, bila perlu
3 Intoleransi Setelah diberikan Manajemen Energi
Aktivitas intervensi selama …x…. (1.05178)
jam maka Toleransi 1. Kaji faktor yang
Aktifitas meningkat, membuat klien lemah
dengan kriteria hasil: 2. Monitor TTV
1. Klien dapat 3. Memilih aktivitas yang
beraktivitas rutin membuat klien dapat
secara mandiri melakukannya
2. Daya tahan tubuh 4. Monitor lokasi dan
klien membaik/ sumber ketidak
stabil nyamanan/ nyeri yang
3. Pemulihan energi di alami klien saat
setelah istirahat beraktivitas

5. Monitor asupan
makanan klien
6. Tentukan jenis dan
banyaknya aktivitas
yang dibutuhkan untuk
menjaga ketahanan
7. Berikan kegiatan
pengalihan untuk
meningkatkan rileksasi
: Nafas dalam
No Diagnosa Intervensi
Keperawatan
SLKI SIKI

4 Ansietas Setelah dilakukan tindakan Reduksi Ansietas


keperawatan selama 1x24 (1.09314) :
jam didapatkan Tingkat
Ansietas (L.09093) 1. Monitor tanda-tanda
ansietas (verbal dan
adekuat dengan kriteria non verbal)
hasil : 2. Ciptakan suasana
terapeutik untuk
1. Perilaku gelisah (4) menumbuhkan
2. Perilaku tegang (4) kepercayaan
3. Frekuensi pernafasan 3. Jelaskan prosedur,
(4) termasuk sensasi yang
4. Frekuensi nadi (4) akan dialami
5. Tekanan darah (4) 4. Informasikan secara
 4 = cukup menurun factual mengenai
diagnosis, pengobatan
dan prognosis
5. Latih teknik relaksasi
6. Kolaorasi pemberian
obat antiansietas
5 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan selama 2x24 (1.08238) :
jam didapatkan Tingkat
Nyeri (L.08066) adekuat 1. Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas dan
intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri (4)
2. Identifikasi respon non
2. Gelisah (4)
verbal
 4 = cukup menurun
3. Berikan teknik non
3. Frekuensi nadi (4)
farmakologi untuk
4. Pola nafas (4)
mengurangi rasa nyeri
5. Tekanan darah (4)
(teknik relaksasi nafas
 4 = cukup membaik
dalam, membaca
istighfar)
4. Fasilitasi istirahat dan
tidur
5. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
6. Kolaborasi pemberian
analgesik
DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin. dkk, 2016, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2, Edisi 3, FKUI, Jakarta.
Brunner, & Suddarth, 2016. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Corwin. 2016, Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta.
Kementrian Kesehatan RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kemenkes RI.
leMone, Burke, & Bauldoff. 2016. Keperawatan Medikal Bedah, Alih Bahasa.
Jakarta: EGC
Mansjoer, dkk. 2017, Kapita SelektaKedokteran Edisi Ketiga. FKUI Jakarta
PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

PPNI. (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Sylvia A Price. 2015. Patofisiologi Edisi 6 Vol 2 Konsep Klinis Proses-proses


Penyakit. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai