Anda di halaman 1dari 19

WACANA MENGHIDUPKAN KEMBALI GBHN

DALAM SISTEM PRESIDENSIL INDONESIA


(The Discourses Revive the DPSP in the Presidential System of Indonesia)

Mei Susanto
Dosen pada Departemen Hukum Tata Negara
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
Jalan Dipati Ukur No. 35 Bandung, 40132,
Telepon 022-2503271, Fax 022-2533705, Email. m.susanto@unpad.ac.id
Tulisan Diterima: 11-05-2017; Direvisi: 05-08-2017; Disetujui Diterbitkan: 22-08-2017

ABSTRACT
This research examine the discourse of reviving the Directive Principle of State Policies
(DPSP) as a national development planning guideline that is often contrary with a
presidential system. The problem research, first what is the legal form of DPSP that does not
conflict with the presidential system? Second, what are the legal implications of DPSP
violations by the President according the presidential system? By using normative legal
research methods, this research concluded that DPSP is not always in conflict with
presidential system by placing it in the constitution. The legal form DPSP in the constitution
makes national development planning not only the preident domain, but result of mutual
agreement in accordance with the social basis of the pluralistic Indonesian society. The
DPSP violations cannot have implications for dismissal of the President, because DPSP is
still a morally binding guide. The legal system for evaluating DPSP violations can be through
the MPR by ordering the House of Representatives to effectively use parliamentary budgetary
rights or the Constitutional Court with judicial review or constitutional complaint. The
Revive of DPSP can be done by amendment the 1945 Constitution by the MPR.
Keywords: Constitution, Directive Principle of State Policies, Presidential System.

ABSTRAK
Penelitian ini membahas wacana menghidupkan kembali GBHN sebagai pedoman
perencanaan pembangunan nasional yang sering dibenturkan dengan sistem presidensil.
Permasalahan yang diteliti, pertama bagaimana bentuk hukum GBHN yang tidak
bertentangan dengan sistem presidensil? Kedua, bagaimana implikasi hukum pelanggaran
GBHN oleh Presiden sesuai sistem presidensil? Dengan menggunakan metode penelitian
hukum normatif, penelitian ini memperoleh kesimpulan GBHN tidak selalu bertentangan
dengan sistem presidensil dengan cara menempatkannya dalam konstitusi. Bentuk hukum
GBHN dalam konstitusi membuat perencanaan pembangunan nasional tidak menjadi domain
presiden saja tetapi hasil kesepakatan bersama sesuai dengan basis sosial masyarakat
Indonesia yang majemuk. Pelanggaran GBHN tidak dapat berimplikasi pada pemberhentian
Presiden, karena GBHN masih bersifat panduan yang mengikat secara moral. Pranata hukum
untuk mengevaluasi pelanggaran GBHN, dapat melalui MPR dengan memerintahkan DPR
untuk menggunakan hak budget parlemen secara efektif atau Mahkamah Konstitusi melalui
judicial review ataupun constitutional complaint. Penghidupan GBHN ini dapat dilakukan
dengan melakukan perubahan UUD NRI Tahun 1945 oleh MPR.
Kata Kunci: Konstitusi, GBHN, Sistem Presidensil.

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, Volume 17, Nomor 3, September 2017: 427 - 445 1
p-ISSN 1410-5632
Jurnal Penelitian Hukum e-ISSN 2579-8561

De Akreditasi LIPI : No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016


Volume 17, Nomor 3, September 2017

Jure
PENDAHULUAN
Garis-Garis Besar Haluan Negara memperhatikan pembangunan yang
(GBHN) menjadi salah satu isu sentral berkelanjutan. Menurut Mega, gagasan
yang menjadi perbincangan pemilihan langsung ditelurkan untuk
ketatanegaraan pada saat ini. Dalam mendekatkan rakyat kepada calon
berbagai kesempatan sosialisasi empat pemimpinnya itu adalah suatu hal yang
pilar bernegara oleh Majelis positif dalam demokrasi. Namun, ketika
Permusyawaratan Rakyat (MPR), wacana terjadi pergantian pemimpin, berganti pula
menghidupkan kembali GBHN sebagai kebijakan yang dilahirkan di dalam
pedoman perencanaan pembangunan pembangunan. Inilah kelemahan yang
nasional menjadi salah satu materinya. Hal mengancam pembangunan nasional yang
tersebut tidak terlepas dari Rekomendasi berkelanjutan. Atas kritik tersebut,
Nomor 2 Keputusan MPR RI Nomor disarankanlah wacana menghidupkan
4/MPR/2014 tentang Rekomendasi MPR kembali Pembangunan Nasional Semesta
RI Masa Jabatan 2009-2014, yang Berencana yang dulu pernah ada ketika
menyebutkan ”Melakukan reformulasi Orde Lama, ataupun Garis-Garis Besar
sistem perencanaan pembangunan nasional Haluan Negara (GBHN) yang pernah ada
dengan model GBHN sebagai haluan ketika Orde Baru.
penyelenggaraan negara” (Sadono, 2016: Silang pendapatpun muncul terhadap
2). Inilah cikal bakal ”formal” merebaknya kritik Megawati tersebut. Namun, sebagai
isu menghidupkan kembali GBHN , pemimpin the ruling party saat ini, ide
dimana dalam Undang-Undang Dasar tersebut memperoleh sambutan yang
Negara Republik Indonesia (UUD NRI) cukup luas dari berbagai elemen
Tahun 1945 Sebelum Perubahan (asli) masyarakat, khususnya lembaga-lembaga
menjadi salah satu kewenangan MPR negara. Salah satu tanggapan yang
(Pasal 3) namun setelah dilakukannya menarik ditulis Yudi Latif dalam Harian
Perubahan UUD NRI Tahun 1945, Kompas 12 Februari 2016 berjudul Basis
kewenangan tersebut dihapuskan. Sosial GBHN. Dalam tulisannya, Yudi
Wacana tersebut seolah memperoleh Latif menggunakan pendekatan demokrasi
“gaungnya”, setelah Presiden ke-5 RI mayotarian vs demokrasi konsensus dari
sekaligus Ketua Umum PDI-P Megawati pemikir kenamaan Arend Lijphart. Melalui
Soekarnoputri dalam Rapat Kerja Nasional pendekatan tersebut, demokrasi
PDI-P,pada 10-12 Januari 2016 di Jakarta mayotarian tidak compatible untuk
menyampaikan pidato yang menyindir Indonesia karena akan mengancam
model perencanaan pembangunan saat ini kelompok minoritas. Demokrasi
yang diibaratkannya seperti poco-poco mayotarian hanya cocok jika pemerintahan
(http://nasional.kompas.com/read/2016/ dapat dimenangkan secara bergantian baik
01/10/16053561/Kritik.Demokrasi.Indon pihak mayoritas dan minoritas, yang itu
esia.Megawati.Sebut.seperti.Pocopoco, hanya mungkin terjadi dinegara yang
diakses 24 Mei 2016). Kondisi demikian menganut sistem dwi partai seperti
diakibatkan model kepemimpinan negara Amerika, Inggris, Selandia Baru dan
Indonesia yang saat ini menggunakan Barbados. Selain itu demokrasi mayotarian
sistem presidensil, dimana Presiden dan juga cocok bagi negara yang
Wakil Presiden dipilih secara langsung masyarakatnya homogen. Dua kondisi
oleh rakyat dalam pemilihan umum, tersebut tidak ada di Indonesia, sehingga
membuat Presiden dan Wakil Presiden model demokrasi mayotarian dianggap
terpilih sibuk menerjemahkan visi-misi tidak akan cocok untuk diberlakukan di
dan janji politik yang dibuatnya ketika Indonesia (Yudi Latif, Basis Sosial
pemilihan umum, tanpa kemudian GBHN, Harian Kompas 12 Februari
2016. http://print.kompas.com/baca/ lembaga perwakilan terlengkap yakni
2016/02/12/Basis-Sosial-GBHN, diakses MPR sudah berganti model perwakilannya
24 Mei 2016). dengan kewenangan yang juga kurang
Karena itu, Yudi Latif menyanjung memadai. MPR terdiri dari anggota DPR
para founding fathers Indonesia yang dan anggota DPD, yang menunjukkan
menyusun pemerintahan Indonesia dengan hanya merepresentasikan perwakilan
demokrasi permusyawaratan yang politik dan perwakilan daerah, sementara
menekankan daya-daya konsensus perwakilan fungsional ditiadakan (Manan,
(mufakat) di bawah sistematik negara 2003: 72). Sementara itu kewenangan
kekeluargaan. Demokrasi yang bersifat strategis hanya mengubah
permusyawaratan ini berusaha mengatasi UUD dan memberhentikan Presiden
paham perseorangan dan golongan. Yang dan/atau Wakil Presiden dalam proses
dihindari bukan saja dikte-dikte diktator impeachment. Dua kewenangan tersebut
mayoritas, melainkan juga dikte-dikte bersifat tidak pasti dan harus menunggu
tirani minoritas dari oligarki elite penguasa momentum perubahan undang-undang
dan pengusaha. Dalam ungkapan dasar dan penjatuhan Presiden dan/atau
Soekarno, demokrasi kita janganlah Wakil Presiden. Selain itu, MPR hanya
mengikuti model "mayorokrasi" dan diberikan kewenangan yang sifatnya
"minorokrasi". seremonial berkaitan dengan pelantikan
Dalam konteks negara kekeluargaan Presiden dan/atau Wakil Presiden. Dengan
dengan demokrasi konsensus ala demikian, terdapat kesenjangan antara
Indonesia, kebijakan dasar (rencana) kondisi ideal yang dicita-citakan dalam
pembangunan tidaklah diserahkan kepada konsep negara kekeluargaan dengan
Presiden sebagai ekspresi kekuatan ketentuan dalam Perubahan UUD NRI
majoritarian. Kebijakan dasar rencana Tahun 1945 khususnya berkaitan dengan
pembangunan harus dirumuskan bersama kelembagaan MPR termasuk dalam
melalui mekanisme konsensus seluruh pengimplementasian kewenangan MPR
representasi kekuatan politik rakyat dalam yang terbatas tersebut.
suatu lembaga perwakilan terlengkap. Dihapuskannya kewenangan MPR
Karena itu, para founding fathers untuk membuat GBHN sendiri sejalan
merumuskan UUD 1945 dengan dengan perubahan sistem hubungan antara
menempatkan MPR sebagai lembaga MPR dengan Presiden, dimana Presiden
perwakilan terlengkap karena di dalamnya dipilih langsung oleh rakyat (direct
terdapat unsur DPR, utusan golongan dan popular vote), yang meniadakan hubungan
utusan daerah, yang masing-masing unsur tanggungjawab Presiden kepada MPR,
mencerminkan keterwakilan politik, sehingga GBHN sebagai instrumen
fungsional dan teritorial, sehingga seluruh pengukur pertanggungjawaban Presiden
elemen masyarakat hendak dirangkul dan tidak diperlukan lagi (Manan, 2003: 79-
diberikan tempatnya di lembaga 80). Sebelum Perubahan UUD NRI Tahun
perwakilan (Asshiddiqie, 2008: 153). 1945, kewenangan MPR membuat GBHN
Dengan demikian MPR diberikan yang diformalkan dalam bentuk hukum
kewenangan membuat GBHN sebagai Ketetapan (TAP) MPR, yang ditempatkan
pedoman pembangunan nasional yang sebagai peraturan perundang-undangan
berkelanjutan sebagaimana terdapat dalam tingkat tinggi di bawah UUD 1945 dan di
Pasal 3 UUD 1945 Sebelum Perubahan, atas UU, yang sejalan dengan kewenangan
“Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR memilih Presiden dan Wakil
menetapkan Undang-Undang Dasar dan Presiden serta menetapkan GBHN dalam
garis-garis besar daripada haluan negara.” peraturan perundang-undangan tingkat
Permasalahannya, setelah reformasi tinggi. Oleh karena itu pelanggaran
khususnya melalui Perubahan UUD 1945, terhadap GBHN pun akan memberikan

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, Volume 17 Nomor 3, September 2017: 427 - 445 429
konsekuensi permintaan pertanggung- presidensil secara lebih komprehensif.
jawaban dari MPR kepada Presiden dan Terutama bentuk hukum GBHN dan
Wakil Presiden. implikasi pelanggaran yang mungkin
Karena Perubahan UUD 1945 dengan terjadi. Dengan demikian diharapkan
semangat memperkuat sistem presidensil diperoleh gambaran kemungkinan adanya
dengan salah satu bentuknya Presiden pembangunan model GBHN yang sejalan
dipilih langsung oleh rakyat, maka dengan sistem presidensil.
penghapusan kewenangan MPR membuat Adapun rumusan masalah yang hendak
GBHN menurut Saldi Isra adalah suatu hal diteliti dalam tulisan ini adalah bagaimana
yang logis. Apalagi MPR bukan lagi bentuk hukum GBHN yang tidak
sebagai lembaga tertinggi dan tidak bertentangan dengan sistem pemerintahan
memiliki kewenangan memilih dan presidensil? Dan bagaimana implikasi
mengangkat Presiden dan Wakil Presiden, hukum pelanggaran GBHN oleh Presiden
yang berakibat pada pertanggungjawaban agar tidak merusak bangunan sistem
pelaksanaan GBHN oleh Presiden dan pemerintahan presidensil yang dianut?
Wakil Presiden kepada MPR
(Isra,http://nasional.kompas.com/read/2 METODE PENELITIAN
016/01/12/15320071/Wacana.Menghidu Penelitian ini merupakan pe-
pkan.GBHN?page=all, diakses 6 Juni nelitian hukum (legal research), yang
2016). Menurut Saldi Isra, wacana menurut F. Sugeng Istanto adalah
menghidupkan kembali GBHN patut penelitian yang diterapkan atau
ditolak karena tidak sesuai lagi dengan diberlakukan khusus pada ilmu hukum
bangunan sistem pemerintahan presidensil (Istanto, 2007: 29). Morris L. Cohen
yang telah disepakati dipertahankan saat mengatakan legal research is the process
perubahan UUD 1945. Karena of finding the law that governs activities in
membayangkan GBHN dibuat MPR tentu human society (Dalam Marzuki, 2005:
saja menempatkan kembali MPR sebagai 29). Lebih spesifik penelitian ini
lembaga tertinggi negara. Dalam posisi ini, merupakan penelitian hukum normatif
GBHN yang dibuat MPR tentu saja akan yang meneliti azas hukum, sistematika
menghadirkan pola sistem per- hukum, taraf sinkronisasi hukum, sejarah
tanggungjawaban Presiden kepada MPR hukum dan perbandingan hukum
(Isra, 2016: 14). Kalau hendak (Soekanto, 2007: 51). Berdasarkan hal
mengembalikan pola lama, jalan yang tersebut, permasalahan GBHN dikaitkan
harus ditempuh kembali secara utuh pada dengan sistem pemerintahan presidensil,
pola hubungan antar lembaga sebelum diteliti dengan menggunakan penelitian
perubahan UUD 1945 atau campakkan hukum untuk mendapatkan deskripsi
sistem presidensil. mengenai hukum yang menyangkut
Kedua pendapat pakar tersebut, baik itu aktivitas pemerintahan dalam menyusun
Yudi Latif dan Saldi Isra memiliki basis perencanaan pembangunan GBHN yang
teoritis yang dapat dibenarkan. Tetapi sejalan dengan sistem pemerintahan
muncul pertanyaan adalah, apakah dua presidensil tersebut. Juga dilakukan
pendapat tersebut tidak dapat disandingkan pengkajian aturan-aturan yang diterapkan
dan tidak dapat saling melengkapi? dalam pelaksanaan model perencanaan
Apakah perencanaan pembangunan model pembangunan Indonesia yang saat ini
GBHN akan selalu bertabrakan dengan menggunakan Sistem Perencanaan
sistem presidensil? Pembangunan Nasional (SPPN), Rencana
Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini Pembangunan Jangka Panjang Nasional
hendak membedah permasalahan (RPJPN), Rencana Pembangunan Jangka
menghidupkan kembali GBHN yang Menengah Nasional (RPJMN) serta
dikaitkan dengan sistem pemerintahan
mempelajari juga model GBHN yang politik hukum, politik energi, politik
pernah berlaku di Indonesia. pangan, dan sebagainya.
Merujuk pada pendekatan dalam Istilah haluan negara sendiri
penelitian hukum, penulis menggunakan dipergunakan dalam UUD NRI Tahun
pendekatan perundang-undangan (statute 1945 (Sebelum Perubahan) tepatnya Pasal
approach), pendekatan konseptual 3 yang menyebut “MPR menetapkan UUD
(conceptual approach), pendekatan dan garis-garis besar daripada haluan
perbandingan (comparative approach), negara” dan Penjelasannya “...DPR
dan pendekatan filosofis (philosophical senantiasa dapat mengawasi tindakan-
approach) (Marzuki, 2005:92-95). tindakan Presiden dan jika Dewan
Pendekatan perundang-undangan menganggap bahwa Presiden sungguh
digunakan untuk meneliti, mendalami, dan melanggar haluan negara yang telah
menelaah berbagai peraturan perundang- ditetapkan oleh undang-undang dasar
undangan yang mengatur model atau Majelis Permusyawaratan
perencanaan pembangunan nasional. Rakyat...” (cetak tebal penulis). Dari
Pendekatan konseptual digunakan untuk kutipan tersebut, maka dapat diketahui
mendalami model perencanaan bahwa haluan negara Indonesia dapat
pembangunan nasional yang ideal, apakah bersumber pada UUD NRI Tahun 1945
GBHN atau SPPN dengan RPJPN dan dan adapula yang ditetapkan oleh MPR.
RPJMN yang saat ini ada. Lebih jauh, Menurut Bagir Manan keberadaan
pendalaman perencanaan pembangunan GBHN dalam UUD 1945 Sebelum
model GBHN menggunakan pendekatan Perubahan tidak dapat dilepaskan dari soal
filosofis (philosophical approach) sebagai kedaulatan rakyat (Manan dalam Harijanti,
bentuk demokrasi konsensus yang sesuai 2016: 18-19). Manan mengatakan:
dengan basis sosial masyarakat “keinginan para pendiri negara dan
Indonesia.Sementara pendekatan penyusun UUD untuk menciptakan dan
perbandingan dilakukan dengan melihat menyelenggarakan kedaulatan rakyat
beberapa negara yang mengatur directive yang terarah dan terbimbing. Sebagai
principles atau GBHN dalam penjelmaan kedaulatan rakyat yang
penyelenggaraan bernegaranya. terarah dan terbimbing, diciptakan
sistem garis-garis besar daripada haluan
PEMBAHASAN negara bukan sekedar wujud sistem
A. Haluan Negara dan Sistem kerja atas dasar perencanaan (planning
Pemerintahan Presidensil system), tetapi sebagai sarana
Haluan dalam Kamus Besar Bahasa melaksanakan kedaulatan rakyat yang
Indonesia (KBBI) mengandung arti arah terarah dan terbimbing)”
tujuan atau pedoman Konteks kedaulatan menunjukkan
(http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/ bahwa ada keterkaitan antara Pasal 3
index.php, diakses 24 Mei 2016). Bagi dengan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945
Jimly Asshiddiqie haluan negara sama Sebelum Perubahan.
dengan policy atau kebijakan Sementara itu, berdasarkan pengalaman
(Asshiddiqie, 2010: 17). Haluan negara UUD 1945 Sebelum Perubahan, Jimly
merupakan pedoman arah bagi menyebutkan haluan negara mencakup
penyelenggaraan negara. Haluan negara pengertian:
dapat berupa haluan politik baik di bidang (1) Haluan negara yang tercantum
ekonomi, kebudayaan, ataupun hukum. dalam UUD 1945;
Dengan demikian istilah ini dapat (2) Haluan negara yang tertuang dalam
dikaitkan dengan pengertian politik dalam ketetapan-ketetapan MPR/S;
arti luas, seperti tercermin dalam istilah
politik ekonomi, politik kebudayaan,
(3) Haluan negara dalam pengertian (keadilan sosial bagi seluruh rakyat),
program kerja yang tertuang dalam terwujudnya masyarakat Indonesia yang
Ketetapan MPR tentang GBHN; dan demokratis dan mandiri serta
(4) Haluan negara yang tertuang dalam terlaksananya negara berdasarkan atas
UU APBN. (Asshiddiqie, 2010: hukum dan berkonstitusi. Politik hukum
18). temporer adalah kebijaksanaan yang
Lebih lanjut Jimly mengatakan bahwa ditetapkan dari waktu kewaktu sesuai
segala bentuk peraturan perundang- dengan kebutuhan. Seperti penentuan
undangan yang mengikat umum juga prioritas pembentukan peraturan
berisi haluan, pedoman dan pegangan perundang-undangan, penghapusan sisa-
normatif yang harus dijadikan acuan sisa peraturan perundang-undangan
dalam proses penyelenggaraan kekuasaan kolonial, pembaharuan peraturan
negara. Berdasarkan hal tersebut, maka perundang-undangan di bidang ekonomi,
Setelah Perubahan UUD 1945, haluan penyusunan peraturan perundang-
negara Indonesia meliputi UUD 1945, undangan yang menunjang pembangunan
TAP MPR yang masih berlaku, UU APBN nasional dan sebagainya.
dan peraturan perundang-undangan Adapun sistem UUD 1945 (Sebelum
lainnnya yang menunjukkan haluan dan Perubahan) menghendaki suatu pola
pedoman dalam penyelenggaran negara. kebijaksanaan yang tersusun secara
Dengan dinormatifkannya berbagai sistematik, spesifik dan terencana dari
macam haluan negara dalam bentuk waktu ke waktu yang ditunjukkan adanya
hukum (peraturan perundang-undangan), GBHN. Bagi Indonesia yang sedang
maka dapat dikatakan bahwa haluan membangun, politik hukum yang temporer
negara tersebut merupakan sebuah politik lebih ditujukan pada pembaharuan hukum
hukum (kebijakan hukum). Bagir Manan untuk mewujudkan suatu sistem hukum
menyebutkan politik hukum ada yang nasional dan berbagai aturan hukum yang
bersifat tetap (permanen) dan ada yang dapat memenuhi kebutuhan Indonesia
temporer (Manan, Makalah 2003: 2-3). yang merdeka, berdaulat menuju
Politik hukum permanen atau tetap bagi masyarakat yang adil dan makmur. Karena
Indonesia, antara lain: (i) ada satu itu politik hukum temporer ini seiring juga
kesatuan sistem hukum Indonesia; (ii) dengan kebijakan dalam bidang ekonomi,
sistem hukum nasional dibangun politik, sosial dan lain-lain.
berdasarkan dan untuk memperkokoh Dari konsep haluan negara tersebut,
sendi-sendi Pancasila dan UUD 1945; (iii) diperoleh pembelajaran bahwa haluan
tidak ada hukum yang memberikan hak- negara Indonesia dapat termuat di berbagai
hak istimewa pada warga negara tertentu macam peraturan perundang-undangan.
berdasarkan suku, ras atau agama. Yang menarik UUD 1945 Sebelum
Kalaupun ada perbedaan semata-mata Perubahan memang menghendaki adanya
didasarkan pada kepentingan nasional haluan negara sebagai pedoman bagi
dalam rangka kesatuan dan persatuan Indonesia yang sedang membangun.
bangsa; (iv) pembentukan hukum Bentuk hukum haluan negara sebagai
memperhatikan kemajemukan masyarakat; wujud perencanaan pembangunan dengan
(v) hukum adat dan hukum tidak tertulis model GBHN yang berisikan panduan
lainnya diakui sebagai subsistem nasional program kerja yang bersifat konkrit dan
sepanjang nyata-nyata hidup dan dapat dievaluasi sesuai dengan kebutuhan
dipertahankan dalam pergaulan perkembangan pembangunan.
masyarakat; (vi) pembentukan hukum Sementara itu, jika berbicara mengenai
sepenuhnya didasarkan pada partisipasi sistem pemerintahan, maka dalam konsep
masyarakat; dan (vii) hukum dibentuk dan dasarnya, sistem pemerintahan dibedakan
ditegakkan demi kesejahteraan umum antara sistem pemerintahan parlementer
dan sistem pemerintahan presidensil adalah Amerika Serikat. Dalam
(Manan, 2006: 13-14). Sistem praktiknya, muncul banyak varian dalam
pemerintahan parlementer menampakkan penyelenggaraan sistem pemerintahan,
berbagai ciri utama. Pertama, ada dua baik di parlementer maupun presidensil.
kelembagaan eksekutif, yaitu eksekutif Bahkan muncul varian campuran antara
yang menjalankan dan bertanggung jawab parlementer dan presidensil seperti di
atas penyelenggaraan pemerintahan dan Perancis.
eksekutif yang tidak dapat diminta Dari uraian tersebut, inti dari sistem
pertanggungjawaban atas penyelenggaraan pemerintahan adalah berkaitan dengan tata
pemerintahan. Eksekutif pertama biasanya cara pertanggungjawaban penyelenggaraan
disebut dengan kepala pemerintahan dan pemerintahan eksekutif dalam satu
ada di tangan kabinet atau dewan menteri. tatatanan negara demokrasi (Manan,
Eksekutif kedua, adalah kepala negara, 2005: 250). Berdasarkan korespondensi
yaitu raja bagi kerajaan dan Presiden bagi empirik yang dilakukan M. Adnan Yazar
republik. Pertanggungjawaban eksekutif Zulfikar terhadap 194 konstitusi negara-
kedua, dilaksanakan oleh eksekutif negara di dunia yang diunggah
pertama. C.F. Strong menyebut real Comparative Constitutions Project dari
executive bagi eksekutif yang menjalankan University of Texas, menunjukkan bahwa
dan bertanggungjawab atas jalannya setiap negara yang menggunakan sistem
pemerintahan dan nominal executive bagi pemerintahan parlementer mengatur
eksekutif yang tidak dapat diminta pertanggungjawaban kepala pemerintahan
pertanggungjawaban dalam menjalankan kepada parlemen, sebaliknya kepala
pemerintahan. Kedua, kabinet atau dewan pemerintahan pada setiap negara yang
menteri bertanggung jawab kepada badan menggunakan sistem presidensil tidak
perwakilan rakyat, sedangkan kepala bertanggungjawab kepada badan legislatif
negara tidak dapat diganggu gugat (can do (Zulfikar, 2016: 88).
no wrong). Maksud bertanggung jawab Jika dilihat dari dua model sistem
eksekutif adalah eksekutif tersebut dapat pemerintahan tersebut, maka sebagaimana
dijatuhkan dengan mosi tidak percaya oleh telah diulas, sistem pemerintahan
badan perwakilan. Adapun negara yang presidensil tidak menghendaki adanya
sering menjadi rujukan sistem pertanggungjawaban di tengah-tengah
pemerintahan parlementer adalah Inggris. masa jabatan dalam urusan kebijakan. Hal
Adapun sistem pemerintahan tersebutlah yang membuat pola
presidensil hanya mengenal satu eksekutif. perencanaan pembangunan model GBHN
Fungsi kepala pemerintahan (chief berdasarkan UUD NRI Tahun 1945
executive) dan kepala negara (head of Sebelum Perubahan ditinggalkan. Walau
state) ada pada satu tangan dan tunggal demikian, ada pelajaran yang dapat
(single executive). Pemegang kekuasaan diambil dari penjabaran diatas, bahwa bagi
eksekutif tunggal dalam sistem presidensil Indonesia yang sedang membangun
tidak bertanggung jawab kepada badan (development countries), perencanaan
perwakilan rakyat, tetapi langsung kepada pembangunan yang terencana model
rakyat pemilih karena dipilih langsung GBHN layak untuk dipertimbangkan.
atau dipilih melalui badan pemilih Melalui UU No. 25 Tahun 2004
(electoral college). Karena itu masa tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
jabatan Presiden biasanya tetap (fixed), Nasional (SPPN) dan UU No. 17 Tahun
dan hanya dapat dipertanggungjawabkan 2007 tentang Perencanaan Pembangunan
dalam jabatan melalui prosedur Jangka Panjang Nasional (RPJPN),
impeachment dengan alasan hukum. sebenarnya pembangunan berencana telah
Adapun negara yang sering menjadi diakomodir dalam peraturan perundang-
rujukan sistem pemerintahan presidensil undangan. Walau demikian pe-
laksanaannya dibentuk melalui Peraturan memperhatikan pembangunan ber-
Presiden tentang Rencana Pembangunan kelanjutan dan terlalu Presiden sentris.
Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Ardilafiza menyebut sistem
Dengan bentuk hukum Perpres, maka perencanaan pembangunan setelah
kedudukan Presiden sangat power full perubahan UUD 1945 sebagai sistem
dalam menentukan perencanaan perencanaan pembangunan yang
pembangunan jangka menengah 5 (lima) pragmatis. Alasannya visi dan misi calon
tahunan (RPJMN). Hal inilah yang di awal Presiden adalah satu-satunya dasar pilihan
dikritik, karena perencanaan pembangunan rakyat dalam pemilihan umum. Tidak ada
menjadi Presiden sentris atau executive batasan visi dan misi yang diperjanjikan
minded yang itu tidak sejalan dengan basis pada pemilih, semuanya diserahkan pada
sosial rakyat Indonesia yang majemuk, mekanisme pasar. Tidak ada batasan yang
beragam dengan sistem multi partai. mengarahkan atau membatasi visi dan misi
Dengan bentuk hukum undang-undang calon Presiden, tidak juga konstitusi
untuk SPPN dan RPJPN serta lebih khusus negara atau filosofis negara, apalagi
peraturan presiden (perpres) untuk keberlanjutan visi dan misi Presiden
RPJMN, maka bentuk regulasinya lebih sebelumnya. Kebutuhan rakyat pemilih
fleksible, dimana Presiden setiap saat yang lebih bersifat emosional dan
dapat mengubahnya sesuai dengan didasarkan pada kebutuhan sesaat
kebutuhannya (Rohi, 2013: 87). menyebabkan pembangunan negara
Fleksibilitas regulasi tersebut membuat semakin tidak tentu arah karena tidak
sistem perencanaan pembangunan sangat adanya skala prioritas yang harus
mudah berubah sesuai dengan keinginan dilakukan (Ardilafiza, 2016: 39-40).
pemimpin yang terpilih dan sedang Padahal perencanaan pembangunan
memimpin. yang berkelanjutan sebagaimana telah
disinggung berkaitan erat dengan
B. Sistem Presidensil yang Terpimpin kedaulatan rakyat. Bagir Manan
Konstitusi dan Bentuk Hukum menjelaskan sebab mengapa pelaksanaan
GBHN kedaulatan rakyat perlu bimbingan
Sebagaimana sempat diutarakan, sistem tidaklah semata-mata didasarkan atas
presidensil yang saat ini dianut Indonesia pertimbangan efektivitas, efisiensi ataupun
merupakan pilihan terbaik sebagai bentuk ketertiban dalam berdemokrasi, melainkan
penguatan derajat kedaulatan rakyat pula didasarkan pada pertimbangan bahwa
terutama berkaitan dengan pemilihan rakyat belum memiliki dasar-dasar dan
presiden yang langsung dilakukan oleh syarat-syarat untuk menjalankan
rakyat. Dengan demikian, presiden terpilih demokrasi yang kompleks. Berdemokrasi
akan memiliki legitimasi yang tinggi serta membutuhkan kematangan (democratic
memiliki ikatan (bonding) yang kuat maturity) (Manan dalam Harijanti,
dengan rakyatnya. Sebab itulah sistem 2016: 19).
presidensil ini masih layak dipertahankan. Sistem perencanaan pembangunan
Melalui pemilihan langsung, maka memiliki banyak manfaat. Misalnya Bagir
Calon Presiden dan Wakil Presiden dapat Manan mengungkapkan beberapa manfaat
memberikan janji kampanye dalam dari sistem perencanaan pembangunan,
memimpin pemerintahan dan yaitu: pertama, sebagai cara mewujudkan
menyelesaikan persoalan bangsa, sebagai partisipasi demokratik dalam
bahan jualan kepada rakyat sehingga penyelenggaraan negara atau pe-
menjadi referensi rakyat dalam memilih. merintahan, terutama yang bertalian
Sebagaimana sempat diutarakan, hal inilah dengan pembangunan nasional; kedua,
yang menjadi persoalan, karena janji sebagai cara menjamin agar
kampanye tersebut sering kali tidak penyelenggaraan negara atau
pemerintahan terutama pembangunan banyak negara yang mengikuti
nasional dijalankan sesuai dengan pencantuman DPSP dalam konstitusinya,
kepentingan rakyat banyak; ketiga, sebagai seperti Belgia, India, Filipina, Afrika
cara menjaga efisiensi dan efektivitas Selatan dan lain-lain. Menurut
penyelenggaraan negara dan pemerintahan Asshiddiqie, terjadi tren perumusan DPSP
cq pembangunan nasional, mengingat dalam konstitusi negara-negara di dunia
sumber-sumber (resources) dalam saat ini yang berisikan konstitusi ekonomi
pembangunan terbatas (Manan, 2016: 2). sekaligus konstitusi sosial (Asshiddiqie,
Banyak pihak yang menyebut model 2010: 107).
perencanaan pembangunan banyak dianut Yang menarik adalah model Filipina,
oleh negara-negara sosialis karena adanya mengingat Filipina menganut sistem
dominasi negara dalam persoalan ekonomi presidensil yang artinya dapat menjadi
dibandingkan negara-negara liberal yang contoh bagi Indonesia yang juga menganut
lebih menyerahkan persoalan sistem presidensil. Dalam Kontitusi
pembangunan ke mekanisme pasar. Hal Filipina 1987, ketentuan DPSP diatur
tersebut memang menjadi diskursus dalam Pasal II dengan judul Declaration
mengenai hubungan antara peran negara of Principles and State Policies, antara lain
dengan kondisi politik, ekonomi dan berisikan mengenai national economy and
sosial. Namun demikian, menurut Bagir patrimony, persolan reformasi agraria dan
Manan, dalam perkembangan perbedaan kekayaan sumber daya alam, land reform
tersebut tidak bersifat fundamental, karena perkotaan dan perumahan, perburuhan,
di negara-negara baik dengan paham dan lain-lain. Konstitusi Filipina sendiri
liberal maupun sosialis, perencanaan membedakan secara tegas antara prinsip-
(planning) menjadi subsistem pengelolaan prinsip (principles) dan kebijakan-
negara dan pemerintahan (Manan, 2016: kebijakan (policies). Prinsip-prinsip
2). dimaksudkan sebagai sebuah aturan yang
Bertalian dengan dasar kedaulatan mengikat (bindingrules) yang harus
rakyat, kematangan berdemokrasi serta dipatuhi oleh pemerintah dalam
model demokrasi konsensus yang menjadi melaksanakan berbagai tindakan, termasuk
ciri demokrasi Indonesia, membutuhkan pembentukan aturan, sedangkan kebijakan-
panduan pelaksanaannya. Karena itu, ide kebijakan merupakan petunjuk
menghidupkan kembali GBHN sebagai (guidelines) bagi orientas negara. Dalam
panduan pembangunan menemui praktiknya, perbedaan antara keduanya
relevansinya. Pertanyaannya, bagaimana menjadi sumir karena tidak seluruh prinsip
model penghidupan kembali GBHN yang bersifat self-executor dan justru beberapa
masih sejalan dengan sistem presidensil kebijakan menjadikan beberapa hak
yang hendak dianut? sebagai justiciablerights (Harijanti, 2016:
Jimly Asshiddiqie dalam bukunya 20).
Konstitusi Ekonomi yang menyebutkan Negara Brazil yang juga menerapkan
adanya gejala umum beberapa negara sistem presidensil, memiliki ketentuan
didunia memasukkan haluan negara dalam yang berisikan DPSP walaupun tidak
konstitusinya (Asshiddiqie, 2010: 100- diberikan judul DPSP. Dalam Konstitusi
106). Konstitusi Irlandia sejak 1937 telah Brazil disebutkan beberapa bab penting
mencantumkan Directive Principles of misalnya mengenai prinsip-prinsip
State Policy (DPSP) yang berisikan fundamental, hak-hak fundamental dan
panduan kebijakan ekonomi, mekanisme jaminannya, hak sosial, kewarganegaraan,
pasar bebas, intervensi negara dan lain-lain hak politik dan lain-lain yang banyak
(Dalam Konstitusi Irlandia Perubahan berisikan prinsip-prinsip haluan negara
2015, bab tersebut berjudul Directive (Konstitusi Brazil, dalam
Principles of Social Policy). Sejak itu, https://www.constituteproject.org/consti
tution/Brazil_2015?lang=en, diakses 5 https://www.constituteproject.org/consti
Agustus 2017). Hal sama terdapat di tution/ Republic_of_Korea_1987?
Korea Selatan yang juga menganut sistem lang=en, diakses 5 Agutus 2017). Tiga
presidensil, dalam konstitusinya mengatur negara tersebut, baik Filipina, Brazil dan
mengenai hal-hal yang bersifat haluan Korea Selatan menjadi contoh negara yang
negara berkaitan dengan hak dan menganut sistem presidensil yang juga
kewajiban warga negara serta mengatur prinsip-prinsip haluan negara
pembangunan dalam bidang ekonomi dalam konstitusinya.
(Konstitusi Korea Selatan,

Tabel 1 Perbandingan Negara Yang Menerapkan Haluan Negara


Negara Sistem Haluan Negara
Pemerintahan
Irlandia Sistem Parlementer Disebutkan secara tegas dalam Pasal 45 Konstitusi
Irlandia 2015 yang berjudul Directive Principles of
Social Policy. (sumber Konstitusi Irlandia 2015,
https://www.constituteproject.org/constitution/Ireland_2
015?lang=en, diakses 5 Agustus 2017).
India Sistem Parlementer Disebutkkan secara tegas dalam Bab IV Konstitusi India
dengan judul Directive Principles of State Policy,
(sumber Konstitusi India,
https://www.constituteproject.org/constitution/India_201
5?lang=en, diakses 5 Agustus 2017).
Filipina Sistem Presidensil Disebutkan secara tegas dalam Pasal II Konstitusi
Filipina 1987 dengan Declaration of Principles and State
Policies Principles, (sumber Konstitusi Filipina,
https://www.constituteproject.org/constitution/Philippin
es_1987?lang=en, diakses 5 Agustus, 2017).
Afrika Sistem Tidak disebutkan secara tegas dalam Konstitusi Afrika
Selatan pemerintahan Selatan, namun beberapa pengaturan di dalamnya
campuran mengandung prinsip haluan negara (sumber Konstitusi
Afrika Selatan,
https://www.constituteproject.org/constitution/South_Af
rica_2012?lang=en, diakses 5 Agustus 2017).
Brazil Sistem Presidensil Tidak disebutkan secara tegas dalam Konstitusi Brazil,
namun beberapa pengaturan memperlihatkan prinsip-
prinsip haluan negara (sumber Konstitusi Brazil,
https://www.constituteproject.org/constitution/Brazil_20
15?lang=en, diakses 5 Agustus 2017).

Korea Sistem Presidensil Tidak disebutkan secara tegas dalam Konstitusi Korea
Selatan Selatan, namun beberapa pengaturan memperlihatkan
prinsip-prinsip haluan negara (sumber Konstitusi Korea
Selatan 1987,
https://www.constituteproject.org/constitution/Republic
_of_Korea_1987?lang= en, diakses 25 Agustus 2017)

Perbandingan beberapa negara tersebut haluan negara atau DPSP dalam konstitusi,
menunjukkan telah terjadi tren perumusan baik secara langsung maupun tidak
langsung, yang tidak menggantungkan disertai penyempurnaan-penyempurnaan
pada sistem pemerintahan yang dianut. sehingga dapat dijadikan pedoman
Dengan demikian, terjadi konvergensi pembangunan yang berkelanjutan serta
yang menunjukkan perlunya haluan negara dapat dilakukan penegakannya. Dari
dalam pembangunan negara tersebut. sinilah, cikal bakal GBHN yang termuat
Apabila dilihat hal tersebut tidak lain dalam Konstitusi Indonesia telah ada.
karena keterbutuhan negara-negara yang Selain itu, menempatkan GBHN dalam
bersangkutan khususnya bagi negara UUD NRI Tahun 1945 dianggap tepat jika
berkembang. dilihat dari basis sosial bangsa Indonesia.
Dengan melihat tren tersebut, maka Sebagai negara kekeluargaan, maka sudah
menempatkan DPSP atau GBHN dalam selayaknya pembangunan nasional tidak
konstitusi adalah suatu hal yang wajar. dirumuskan sendiri, tetapi harus
Karenanya, materi muatan konstitusi dirumuskan bersama. Dengan demikian
sebagaimana pendapat J.G. Steenbeek GBHN yang merupakan pedoman
yang dikutip Sri Soemantri (Soemantri, pembangunan berkelanjutan merupakan
1987: 51), yakni (1) Jaminan hak-hak asasi hasil konsensus bersama dari seluruh
manusia dan warga Negara; (2) Susunan warga negaranya. Karenanya, selain
ketatanegaraan yang bersifat fundamental; menempatkan GBHN dalam UUD NRI
dan (3) Pembagian dan pembatasan tugas Tahun 1945, patut pula dipikirkan agar
ketatanegaraan yang juga bersifat MPR dapat kembali merepresentasikan
fundamental, sudah tidak cukup lagi. seluruh kelompok kepentingan yang ada,
Selain 3 materi muatan yang prinsip tadi, mengingat saat ini MPR hanya
maka materi muatan yang berisikan haluan merepresentasikan perwakilan politik dan
pembangunan negara juga menjadi daerah. Padahal, MPR yang dulu
kebutuhan yang layak dimasukkan. diidealkan para pendiri bangsa,
UUD NRI Tahun 1945 Setelah menampung seluruh perwakilan baik
Perubahan, sebenarnya telah memuat politik, daerah maupun fungsional,
beberapa ketentuan yang berkaitan dengan sehingga ketika MPR melakukan
prinsip penyelenggaraan negara untuk permusyawaratan ia hendak menghadirkan
mengurusi pendidikan dan kebudayaan negara persatuan yang dapat mengatasi
(Bab XIII, Pasal 31 dan 32), serta paham perseorangan dan golongan,
perekonomian nasional dan kesejahteraan sebagai pantulan dari semangat
sosial (Bab XIV, Pasal 33 dan 34). kekeluargaan dari pluralitas kebangsaan
Ketentuan tersebut sebenarnya dapat Indonesia dengan mengakui adanya
dikatakan sebagai sebuah haluan negara, “kesederajatan/persamaan dalam
walaupun tidak diberikan judul “Garis- perbedaan” (Latif, 2016: 148). Oleh
Garis Besar Haluan Negara”. Namun, pada karena itu perwakilan fungsional yang
praktiknya sering kali dilanggar, misalnya telah dihapuskan patut untuk diadakan
dalam hal prioritas anggaran pendidikan kembali dengan model pengisian yang
sekurang-kurangnya dua puluh persen dari lebih jelas dan terukur.
APBN dan APBD (Pasal 31 Ayat 4), Dengan menempatkan GBHN dalam
penguasaan cabang-cabang produksi yang UUD NRI 1945, maka status hukum
penting dan menguasai hajat hidup orang GBHN akan sangat kuat. Sesuai dengan
banyak dikuasai oleh negara (Pasal 33 ajaran supremasi konstitusi yang dianut
Ayat 2 dan 3) yang ternyata diprivatisasi, Indonesia, maka kedudukan GBHN-pun
maupun fakir miskin dan anak-anak yang menjadi supreme. Sejalan dengan sistem
terlantar dipelihara oleh negara (Pasal 34 presidensil yang dianut Indonesia, maka
Ayat 1). Atas dasar hal tersebut, Calon Presiden dan Wakil Presiden dalam
semestinya ketentuan-ketentuan ini kampanye pemilihan umum, memberikan
ditegaskan sebagai sebuah haluan negara janji kampanye yang merupakan
terjemahan dari GBHN yang tercantum dokumen anggaran tahunan. Dengan
dalam UUD NRI 1945. Dengan demikian, melihat pihak yang mengajukan, maka
setelah terpilihpun, Presiden dan Wakil sudah pasti rencana 4 tahunan tersebut
Presiden akan bekerja sesuai dengan janji didasarkan pada visi dan misi Presiden
kampanye yang selaras dengan GBHN, Brazil saat pemilu dan harus sesuai dengan
sehingga pembangunan berkelanjutanpun indikatif anggaran (bahkan pada saat
dapat dilaksanakan serta tidak ada lagi pemilu berlangsung, diadakan rapat yang
istilah pembangunan yang maju-mundur dihadiri para perwakilan calon Presiden
alias poco-poco. Atas dasar hal tersebut, untuk menginformasikan kepada Kongres
maka sistem presidensil yang dianut mengenai dokumen anggaran dan
adalah sistem presidensil yang terpimpin indikator anggaran yang masuk akal).
oleh konstitusi yang didalamnya termuat Berdasarkan hal tersebut, menurut Bilal
garis-garis besar haluan negara (GBHN). Dewansyah, pluriannual plan di Brazil
GBHN yang termuat dalam seperti RPJMN di Indonesia karena
konstitusi selain bersifat prinsip dan berisikan janji kampanye Presiden, namun
petunjuk, juga dapat berisikan rencana yang membedakannya pluriannual plan di
pembangunan jangka panjang nasional Brazil harus dengan persetujuan Kongres
(misalnya 25 tahun atau 50 tahun). Dengan Brazil, sementara RPJMN tidak
demikian, maka tujuan pembangunan membutuhkan persetujuan badan
nasional dalam jangka panjang secara perwakilan rakyat karena dibentuk dengan
berkelanjutan dapat lebih terencanakan. peraturan presiden (Dewansyah, 2016:47-
Karena itu, rencana pembangunan jangka 49). Berdasarkan hal tersebut, maka ke
panjang nasional (RPJPN) yang termuat depan, RPJMN yang dari awal disebut
dalam bentuk undang-undang dengan sebagai instrumen pembangunan yang
sendirinya dihapuskan. Sementara itu, President centris karena dibentuk dalam
berkaitan dengan rencana jangka baju hukum peraturan presiden, diubah
pembangunan jangka menengah nasional baju hukumnya dalam bentuk undang-
(RPJMN) untuk jangka waktu 5 tahunan undang yang melibatkan perwakilan
yang bersifat lebih teknis, merupakan rakyat, sehingga lebih sesuai dengan
manifestasi janji kampanye Presiden dan GBHN yang termuat dalam UUD NRI
Wakil Presiden yang terpilih dalam Tahun 1945.
pemilihan umum. Agar tidak melenceng Dari uraian tersebut, meletakkan
dari GBHN yang termuat dalam konstitusi, GBHN dalam UUD NRI Tahun 1945,
maka RPJMN haruslah dibentuk dengan dimana berisikan Directive Principles of
undang-undang. Artinya dengan State Policies dan rencana pembangunan
persetujuan badan perwakilan rakyat, jangka panjang, maka dengan sendirinya
sehingga akan lebih mudah melakukan termuat politik hukum yang tetap dan
pengawasan terhadap pembentukan temporer. Politik hukum yang temporer
RPJMN tersebut. tersebut dapat berubah sesuai dengan
Model RPJMN tersebut sebenarnya perkembangan pembangunan. Akibat dari
hampir mirip dengan model pluriannual hal ini, maka proses perubahan UUD NRI
plan yang diterapkan di Brazil. Tahun 1945 menjadi terlembagakan sesuai
Berdasarkan penelitian Bilal Dewansyah, dengan capaian kebijakan temporer
Brazil yang menganut sistem presidensil tersebut. Hal ini yang mungkin saja dapat
dan sistem bikameral, menerapkan menimbulkan perdebatan baru, mengingat
pluriannual plan sebagai rencana multi konstitusi sebuah negara selayaknya tidak
tahun yang diajukan Presiden terpilih sering diubah.
untuk jangka waktu 4 (empat) tahun. Dari segi keberlanjutan, konsep
Selain sebagai pedoman perencanaan, perencanaan pembangunan model GBHN
pulriannual plan juga merupakan lebih memiliki daya laku jangka panjang
(Sajidin, 2016:99). Hal ini karena GBHN memberikan penilaian. Dilakukan secara
tidak akan berpengaruh keberlakukannya terbuka untuk menutup transaksi politik
meskipun terjadi pergantian Presiden. yang sangat mungkin muncul.
Dengan demikian akan ada jaminan Yang menjadi soal adalah implikasi
pemenuhan dan konsistensi pelaksanaan hukum pelanggaran GBHN khususnya
dokumen perencanaan yang telah dibuat oleh Presiden. Apakah pelanggaran GBHN
dan tidak menyesuaikan diri dengan selera secara hukum dapat berimplikasi pada
pemimpin yang baru. penjatuhan Presiden? Padahal sesuai
dengan prinsip sistem presidensil, masa
C. Implikasi Hukum Pelanggaran jabatan Presiden adalah tetap (fixed term)
GBHN oleh Presiden dan Lembaga- dalam rangka mendukung eksekutif yang
Lembaga Negara Lainnya kuat dan stabil (Strong, 1966: 364). Hal
Dengan menempatkan GBHN dalam tersebut juga sejalan bahwa Presiden
UUD NRI Tahun 1945, maka kedudukan bukan bagian dari lembaga perwakilan
hukum GBHN menjadi sangat kuat alias sehingga Presiden tidak dapat dijatuhkan
supreme. Atas dasar itu pelanggaran atau diberhentikan dari jabatannya oleh
terhadap GBHN harus memiliki dampak lembaga perwakilan. Begitu pula
atau implikasi yang jelas. Baik itu sebaliknya, Presiden pun tidak dapat
implikasi politik, sosial maupun hukum. membubarkan lembaga perwakilan. Dalam
Secara politik dan sosial pelanggaran sistem presidensil, Presiden hanya dapat
terhadap GBHN akan membuat Presiden diberhentikan pada masa jabatan karena
dan lembaga-lembaga negara lainnya alasan hukum dalam proses impeachment
kehilangan legitimasinya, sehingga (Manan, 2006: 37).
Presiden dan pemimpin lembaga-lembaga Berpedoman pada hal tersebut, maka
negara tersebut dianggap tidak mampu kurang tepat kiranya jika pelanggaran
menjalankan GBHN sehingga tidak layak GBHN oleh Presiden dipergunakan
untuk dipilih kembali pada pemilihan sebagai alat untuk melakukan
berikutnya. Melalui mekanisme ini pula pemberhentian karena akan merusak
akan terbentuk budaya malu (shame bangunan sistem presidensil itu sendiri.
culture) bagi pemimpin bangsa. Seperti Tetapi tanpa adanya implikasi hukum,
Presiden Ke-3 Indonesia, Habibie yang maka wibawa GBHN yang telah
menolak mencalonkan kembali menjadi dimasukkan kedalam konstitusi menjadi
Presiden karena Pidato hilang, karena pelanggaran terhadap
Pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR GBHN yang hanya bersifat moral dan
pada tahun 1999. Dalam konteks ini, tidak mengikat.
implikasi politik dan sosial terhadap Untuk itu, dalam konstruksi sistem
pelanggaran GBHN bersifat tidak pemerintahan presidensil, ada dua
mengikat dan hanya sebuah seruan moral mekanisme sebagai bentuk implikasi
saja. pelanggaran GBHN yakni pranata hak
MPR sebagai wujud perwakilan budget parlemen dan melalui pengadilan.
seluruh kelompok masyarakat yang ada Pertama melalaui pranata hak budget
dapat diberikan kewenangan memberikan parlemen, yakni instrumen parlemen
penilaian atas kinerja Presiden maupun dalam pemberian persetujuan RAPBN
lembaga-lembaga negara lainnya dalam yang diajukan Presiden yang menurut
menjalankan GBHN. Untuk menghindari Bagir Manan adalah salah satu
transaksi politik, maka penilaian tersebut pengawasan yang efektif terhadap
harus dilakukan dengan menggunakan Pemerintah. Bagir Manan dalam makalah
ukuran yang jelas dan secara terbuka. Himpunan Tulisan Ilmiah Tentang Sistem
Penggunaan ukuran yang jelas untuk Hukum Di Indonesia, menyebutkan hak
melihat rasionalitas anggota MPR dalam budget lembaga legislatif memiliki
kedudukan yang strategis. Hal tersebut Walaupun hak budget parlemen
disandarkan pada pendapat Hamilton yang khususnya DPR tidak sekuat hak budget
menyebut cabang legislatif kuat karena Kongres Amerika, karena dalam konstitusi
menguasai pundi-pundi uang (purse). Indonesia, tidak disetujuinya RAPBN
Yang dimaksudkan pundi-pundi uang tidak membuat government shutdown,
adalah hak anggaran (hak budget). Sebagai melainkan pemerintah menggunakan
pemegang hak anggaran, cabang legislatif APBN tahun sebelumnya (Susanto, 2016:
menentukan anggaran belanja negara. 71-73), namun hak anggaran tersebut tetap
Badan legislatif menentukan aloasi dapat dijadikan sebagai alat untuk
anggaran tahunan, bahkan dapat menolak melakukan kontrol terhadap pelaksanaan
rencana anggaran yang diajukan GBHN. Apabila Presiden dan Wakil
pemerintah. Selain itu, Hamilton juga Presiden, serta lembaga-lembaga negara
mengatakan kalau cabang eksekutif juga lainnya melakukan pelanggaran terhadap
kuat karena menguasai pedang (sword). GBHN, maka MPR dapat memerintahkan
Yang dimaksudkan dengan pedang adalah DPR (dimana sebagian anggota MPR
adanya apatur pemerintah seperti tentara, adalah anggota DPR), untuk menolak
polisi, jaksa dan lain-lain aparatur RAPBN yang diajukan Presiden. Melalui
administrasi negara sebagai pelaksana mekanisme ini, Presiden dan Wakil
yang menjalankan dan menegakkan Presiden serta lembaga-lembaga negara
kekuasaannya. Sementara cabang lainnya dipaksa untuk membuat rencana
kekuasaan yang paling lemah menurut program pembangunan dalam RAPBN
Hamilton adalah kekuasaan kehakiman yang sesuai dengan GBHN, jika tidak
(yudikatif) karena tidak memiliki pundi- sesuai maka proposal anggaran tersebut
pundi uang maupun pedang (aparatur) dapat ditolak.
yang akan menopang pelaksanaannya. Pranata kedua yang dapat dilakukan
Bahkan untuk melaksanakan putusannya, adalah melalui pengadilan. Kalau
kekuasaan kehakiman tergantung pada menggunakan perbandingan negara-negara
pemerintah (eksekutif), misalnya jaksa yang telah memuat materi GBHN dalam
sebagai eksekutor putusan hakim (untuk konstitusinya, maka prinsip haluan negara
perkara pidana) (Manan, 200-2001: 2). sebenarnya tidak untuk dibawa ke
Karena kuatnya kewenangan badan pengadilan (Asshiddiqie, 2010: 107-108).
perwakilan rakyat dalam penentuan Ketentuan yang directive dalam haluan
anggaran, Kongres Amerika dapat negara tersebut dimaksud hanya untuk
menolak memberikan persetujuan terhadap memberikan pedoman moral dan politik
proposal anggaran yang diajukan penyelenggara negara untuk men-
pemerintah. Akibat penolakan Kongres jabarkannya dalam kebijakan yang bersifat
tersebut, pemerintahan Amerika terancam operasional. Bahkan dalam Konstitusi
ditutup (government shutdown) karena India Pasal 36 disebutkan “No questions
penyelenggaraan pemerintahan tidak shall be raised in any court as to whether
mungkin dijalankan tanpa adanya provisions contained in this Part are
anggaran. Berdasarkan laporan implemented or not”. Tiada permasalahan
Congressional Research Service, pe- yang dapat diajukan ke pengadilan apakah
merintahan Amerika mengalami pe- ketentuan dalam bagian ini dapat
nutupan pada tahun 1996 selama 21 hari dilaksanakan atau tidak. Dalam ketentuan
dari 16 Desember 1995 sampai dengan 6 lebih lanjut, disebutkan bahwa negara
Januari 1996, dan pada tahun 2013 selama harus memobilisasikan sumber daya yang
16 hari dari 1 Oktober 2013 sampai diperlukan untuk melaksanakan prinsip-
dengan 16 Oktober 2013 (Nagel dan prinsip dan haluan negara.
Murray, 2015). Namun dalam perkembangannya,
Mahkamah Agung India mengembangkan
penafsiran yang berhasil menjembatani memenuhi janjinya. Oleh karena itu, Irene
antara prinsip-prinsip hak asasi manusia Grootboom mengajukan permohonan ke
dengan prinsip-prinsip haluan MK untuk mengeluarkan „perintah‟ yang
negara/DPSP. Menurut MA India, memaksa Pemerintah memenuhi janjinya.
directive principles dapat saja ditegakkan Dalam putusannya MK Afrika Selatan
di pengadilan, tetapi penegakannya itu mengeluarkan dua “declaratory order”,
bukanlah karena kekuatan directive yakni: „a specific order adderssing the
principles itu sendiri, melainkan hanya breach by the goverment of its agreement
apabila directive principles itu berisi hak with wallacedene community that required
asasi manusia. its reinstantement’, dan ‘a general order
Selain itu, ada juga Putusan MK Afrika declaring (1) that section 26 (2) requires
Selatan dalam kasus Irene Grootboom and the state to devise and implement a
others yang dianggap sebagai landmark program to progressively implement the
decision. Kasus ini berkaitan dengan fakta right to acces to housing, (2) that the
adanya 900 orang (anak dan dewasa) yang program must include measures that
hidup dalam lingkungan yang sangat provide for people crisis situations, and
menjijikkan. Mereka kemudian pindah ke (3) that the program cureently in place
sebuah gedung kosong milik perorangan falls short of
yang berada di seberang jalan tempat consntitutional requirements’,
semula mereka tinggal. Suatu hari, pemilik (Harijanti, 2011, dari
gedung hendak meruntuhkan bangunan. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/
Dengan dukungan dewan kota, pemilik uploads/2016/04/Artikel-14.pdf, diakses
gedung mendapatkan surat perintah 25 Mei 2016). Putusan MK Afrika Selatan
pengadilan untuk meruntuhkan gedung. memerintahkan negara untuk memenuhi
Mereka tidak mungkin kembali ke lokasi kewajiban menyediakan perumahan yang
lama karena di lokasi tersebut telah layak bagi warganya yang sejalan dengan
ditempati orang lain. Salah satu penghuni haluan negara yang terdapat dalam
gedung, yaitu Irene Grootboom membawa Konstitusi Afrika Selatan. Sebelum
perkara ini Mahkamah Konstitusi Afrika putusan tersebut keluar, secara tradisional
Selatan dengan asalan adanya jaminan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya
perumahan yang layak dalam konstitusi. dianggap tidak dapat ditegakkan di
Pada sidang awal, pihak pemerintah pengadilan dan bersifat non-enforceable,
memberikan beberapa tawaran, yaitu akses sementara yang dapat ditegakkan adalah
tanah, bahan bangunan serta akses hak sipil dan politik (Asshiddiqie, 2010:
beberapa kebutuhan atau pelauanan dasar. 108-109). Dengan adanya putusan MA
Penghuni menerima tawaran tersebut, India dan MK Afrika Selatan, maka hak
namun ternyata pemerintah tidak ekonomi, sosial dan budaya harus juga
dapat ditegakkan di pengadilan.

Tabel 2 Perbandingan Penegakan Hukum Haluan Negara

Negara dengan Haluan Negara Penegakan Hukum Haluan Negara


dalam Konstitusinya
India Dalam Konstitusi India ditegaskan jika Haluan
Negara tidak dapat ditegakkan melalui pengadilan,
namun Mahkamah Agung India berpendapat bahwa
Haluan Negara dapat saja ditegakkan di pengadilan,
tetapi penegakannya bukanlah karena kekuatan dari
Haluan Negara tersebut, melainkan hanya apabila
Haluan Negara berisikan hak asasi manusia.
Dengan demikian, yang ditegakkan adalah konteks
hak asasi manusia itu sendiri.
Afrika Selatan Afrika Selatan pada awalnya hanya mengenal
penegakan hukum di pengadilan hanya untuk hak
asasi manusia bidang sipil dan politik, sementara
hak ekonomi, sosial dan budaya tidak dapat
ditegakkan di pengadilan. Dalam perkara Irene
Grootboom and others, Mahkamah Konstitusi
Afrika Selatan memutuskan hak perumahan yang
layak yang merupakan bagian dari hak ekonomi
harus dipenuhi karena merupakan haluan negara.
Dengan demikian, haluan negara yang bertalian
dengan hak asasi manusia dapat ditegakkan di
pengadilan.
Dengan demikian, jika sebelumnya hak kebijakan pemerintah maupun putusan
asasi manusia di bidang sipil dan politik peradilan. Di berbagai negara,
saja yang dapat ditegakkan dipengadilan constitutional complaint menjadi bagian
(enforceable), sementara hak asasi dari kewenangan Mahkamah Konstitusi
manusia dalam bidang ekonomi, sosial dan (Ayuni, 2010).
budaya tidak dapat ditegakkan (non
enforceable atau non justiciable), maka KESIMPULAN
melalui putusan pengadilan tersebut, hak Menghidupkan kembali GBHN dalam
asasi manusia di bidang ekonomi, sosial ketatanegaraan Indonesia tidak selalu
dan budaya dapat ditegakkan. Adapun hal bertentangan dengan sistem pemerintahan
itu dimasukkan ke dalam haluan negara presidensil yang dianut. Salah satu
yang diatur dalam konstitusi. Karena itu, modelnya adalah dengan meletakkan
pelanggaran terhadap GBHN khususnya GBHN sebagai Directive Principles of
yang berkaitan dengan hak asasi manusia, State Policies di dalam UUD NRI Tahun
sangat mungkin ditegakkan melalui 1945 dan tidak menjadikannya sebagai alat
pengadilan. pertanggungjawaban bagi Presiden dan
Hal tersebut menjadi pelajaran bagi Wakil Presiden. GBHN inipun dapat
bangsa Indonesia, ke depan jika GBHN menjadi politik hukum yang tetap yang
telah dimuat dalam UUD NRI Tahun tidak perlu diubah dan juga menjadi politik
1945, maka Mahkamah Konstitusi sangat hukum temporer (tidak tetap) khususnya
mungkin menerima gugatan judicial berkaitan dengan pembangunan jangka
review terhadap undang-undang yang tidak panjang. Dengan demikian dimungkinkan
sejalan dengan GBHN. Salah satunya UU adanya pelembagaan Perubahan UUD NRI
APBN dimana anggaran negara tidak Tahun 1945 setelah GBHN jangka panjang
diarahkan untuk memenuhi haluan negara tersebut terlaksana misalnya dalam 25
tersebut, atau juga peraturan perundang- (dua puluh lima) atau 50 (lima puluh)
undangan lainnya yang tidak sejalan tahun sekali. Model GBHN dalam UUD
dengan GBHN. Selain itu juga kalau NRI Tahun 1945 tersebut dapat
constitutional complaint diakomodir diakomodir dengan cara melakukan
sebagai salah satu kewenangan MK, maka Perubahan UUD NRI Tahun 1945.
hal tersebut dapat pula dipergunakan Adapun implikasi pelanggaran GBHN
sebagai pranata mengecek pelanggaran oleh Presiden dapat berupa sanksi sosial,
GBHN oleh Presiden dan lembaga- politik dan hukum. Implikasi sosial dan
lembaga negara lainnya. Constitutional politik dapat dikeluarkan oleh MPR,
complaint adalah salah satu upaya hukum sehingga Presiden dianggap tidak cakap
untuk menjamin tidak dilanggarnya hak dan tidak pantas lagi menduduki
konstitusional warga negara oleh seluruh jabatannya pada pemilihan berikutnya.
Implikasi sosial dan politik ini masih kembali GBHN secara langsung di dalam
bersifat moral dan himbauan saja. batang tubuh UUD NRI tahun 1945.
Sementara itu implikasi hukum yang
bersifat mengikat, tidak dapat membuat
dijatuhkannya Presiden karena tidak
sejalan dengan sistem presidensil yang
dianut. Karena itu, implikasi hukum
pelanggaran GBHN dapat dilakukan dalam
dua bentuk, pertama MPR memerintahkan
DPR menggunakan hak budget yang
dimiliki untuk menolak proposal RAPBN.
Dengan demikian Presiden dan Lembaga
Negara Lainnya dipaksa membentuk
rencana program dan anggaran yang sesuai
dengan GBHN. Kedua, melalui
mekanisme pengadilan. Melalui
Mahkamah Konstitusi, sangat mungkin
menerima judicial review dan
constitutional complaint jika ada kebijakan
negara yang tidak sesuai dengan GBHN
yang termuat dalam UUD NRI Tahun
1945.

SARAN
Wacana menghidupkan kembali GBHN
dalam sistem presidensil di Indonesia
adalah sangat mungkin dan wajar sebagai
negara berkembang yang membutuhkan
pedoman perencanaan pembangunan.
Untuk itu diperlukan perubahan UUD NRI
Tahun 1945 yang mengakomodir
penghidupan kembali GBHN dengan cara
memasukkannya di dalam UUD NRI
Tahun 1945 secara langsung yang
didalamnya termuat kebijakan
perencanaan pembangunan yang bersifat
prinsip dan pedoman untuk jangka
panjang. Sementara itu, visi dan misi serta
janji kampanye Presiden dan Wakil
Presiden dimuat dalam perencanaan
pembangunan jangka menengah yang
dibentuk dengan undang-undang untuk
mengurangi President Centris. Langkah
yang dapat dilakukan dalam
mengakomodir hal ini adalah dengan
mendorong MPR sebagai lembaga yang
memiliki kewenangan untuk melakukan
Perubahan UUD NRI Tahun 1945 untuk
melakukan Perubahan UUD NRI Tahun
1945 yang mengakomodir penghidupan
DAFTAR KEPUSTAKAAN -------, Menyongsong Fajar Otonomi
Daerah, Pusat Studi Hukum FH UII,
Buku, Jurnal dan Makalah Yogyakarta, 2005.
Ardilafiza, Reformulasi Sistem --------, Lembaga Kepresidenan, FH UII
Perencanaan Pembangunan Nasional Pres, Yogyakarta, 2006.
Model Garis-Garis Besar Haluan -------, Mewujudkan Masyarakat Madani
Negara Dalam Ketatanegaraan Dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia, Jurnal Majelis, MPR RI, Indonesia, Makalah, 2016.
Edisi 4 Tahun 2016. Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian
Asshiddiqie, Jimly, Pokok-Pokok Hukum Hukum, Kencana Prenada Media
Tata Negara Indonesia Paska Group, Jakarta, 2005.
Reformasi, Buana Ilmu Populer, Rohi, Sofia L., Implikasi Amandemen
Jakarta, 2008. Undang-Undang Dasar 1945 terhadap
---------, Konstitusi Ekonomi, Kompas Sistem Perencanaan Pembangunan
Media Nusantara, Jakarta, 2010. Nasional, Jurnal Politika, Vol. 4. No. 1.
Ayuni, Qurrota, Menggagas April 2013.
Constitutional Complaint di Indonesia, Sadono, Bambang, Reformulasi GBHN,
Jurnal Konstitusi, No. 1, April 2010. Penguatan MPR, dan Penataan DPD,
Dewansyah, Bilal, Menempatkan GBHN Jurnal Majelis, MPR RI, Edisi 4 Tahun
Dalam Setting Sistem Presidensial 2016.
Indonesia: Alternatif Sajidin, Syahrul, Pencapaian SDGS
dan Konsekuensinya, (Sustainable Development Goals)
Jurnal Majelis, MPR RI, Edisi 4 Tahun Dengan Perencanaan Model GBHN,
2016. Jurnal Majelis, MPR RI, Edisi 4 Tahun
Harijanti, Susi Dwi, Merumuskan Ulang 2016.
Garis-Garis Besar Haluan Negara, Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian
Jurnal Majelis, MPR RI, Edisi 4 Tahun Hukum, UI Press, Jakarta, 2007.
2016. Soemantri, Sri, Prosedur dan Sistem
Isra, Saldi, Wacana Menghidupkan Perubahan Konstitusi, Alumni,
GBHN, Jurnal Majelis, MPR RI, Edisi Bandung, 1987.
4 Tahun 2016. Strong, C.F., Modern Political
Istanto, F. Sugeng, Penelitian Hukum, CV. Constitutions, Sidgwick and Jackson,
Ganda, Yogyakarta, 2007. 1966.
Latif, Yudi, Pembukaan Undang-Undang Susanto, Mei, Eksistensi Hak Budget DPR
Dasar Sebagai Cita Negara dan Cita Dalam Sistem Ketatanegaraan
Hukum, Jurnal Ketatanegaraan, Indonesia, Padjadjaran Jurnal Ilmu
Lembaga Pengkajian MPR RI, Vol. Hukum (PJIH), Vol. 3 No. 1, Tahun
001, Desember 2016. 2016.
Manan, Bagir, Politik Perundang- Zulfikar, M. Adnan Yazar, Inhibisi Politik:
Undangan, Makalah, Jakarta, MPR Sebagai Lembaga Tertinggi
November 1993. Negara, Jurnal Majelis, MPR RI, Edisi
--------, Himpunan Tulisan Ilmiah Tentang 3 Tahun 2016.
Sistem Hukum Di Indonesia, Bandung,
dihimpun oleh Mahasiswa Program Peraturan Perundang-Undangan
Doktor Ilmu hukum Program UUD 1945 Sebelum Perubahan
Pascasarjana Universitas Padjadjaran UUD 1945 Setelah Perubahan
Angkatan 2000/2001, 2000. Republik Indonesia, UU No. 25 Tahun
--------, DPR, DPD, dan MPR dalam UUD 2004 Tentang Sistem Perencanaan
1945 Baru, FH UII Press, Yogyakarta, Pembangunan Nasional, LN Tahun
2003. 2004 No. 104, TLN No. 4421.
Republik Indonesia, UU No. 17 Tahun http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/i
2007 Tentang Rencana Pembangunan ndex.php, diakses 24 Mei 2016.
Jangka Panjang Nasional, LN Tahun http://nasional.kompas.com/read/2016/01/
2007 No. 33, TLN No. 4700. 10/16053561/Kritik.Demokrasi.Indone
sia.Megawati.Sebut.seperti.Pocopoco,
Koran dan Internet diakses 25 Mei 2016.
Jared N. Nagel dan Justin Murray, Past
Government Shutdowns: Key
Resources, Congressional Research
Service, 29 September 2015. Diunduh
dari https://www.fas.org/sgp/crs/misc/
R41759.pdf, diakses 8 Juni 2016.
Konstitusi Brazil, https://www.
constituteproject.org/constitution/Brazil
_2015?lang=en, diakses 5 Agustus
2017).
Konstitusi Filipina, https://www.
constituteproject.org/constitution/Philip
pines_1987?lang=en, diakses 5
Agustus, 2017.
Konstitusi India, https://www.
constituteproject.org/constitution/India
_2015?lang=en, diakses 5 Agustus
2017.
Konstitusi Irlandia 2015, https://www.
constituteproject.org/constitution/Irelan
d_2015?lang=en, diakses 5 Agustus
2017.
Konstitusi Korea Selatan 1987,
https://www.constituteproject.org/const
itution/Republic_of_Korea_1987?lang
= en, diakses 25 Agustus 2017).
Saldi Isra di Harian Kompas 12 Januari
2016, Wacana Menghidupkan GBHN,
dapat diakses di
http://nasional.kompas.com/read/2016/
01/12/15320071/Wacana.Menghidupka
n.GBHN?page=all,diakses, 6 Juni
2016.
Susi Dwi Hajanti, Perumahan Yang Layak
Sebagai Hak Asasi Manusia, Majalah
inforum, Edisi 3 Tahun 2011. Diunduh
dari http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2016/04/Artikel-
14.pdf, diakses 25 Mei 2016.
Yudi Latif, Basis Sosial GBHN, Harian
Kompas 12 Februari 2016.
http://print.kompas.com/baca/2016/02/
12/Basis-Sosial-GBHN, diakses 25 Mei
2016.

Anda mungkin juga menyukai