4) Michael V. Berry
Michael V. Berry berpendapat bahwa filsafat ilmu
merupakan penelaahan tentang logika interen dari teori-
teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan
dan teori, yaitu: metode ilmiah.
5) Peter Caws
Caws mengemukakan bahwa filsafat ilmu adalah salah
satu bagian filsafat yang mencoba berupaya dan
melakukan pencarian terhadap ilmu.
6) Psillos dan Curd (2008)
Psillos dan Curd berpendapat bahwa filsafat ilmu adalah
filsafat yang berhubungan dengan masalah-masalah
filosofis dan fundamental yang terdapat di dalam ilmu.
7) Dalton dkk. (2007)
Filsafat ilmu mengacu pada keyakinan seseorang tentang
esensi pengetahuan ilmiah, esensi metode dalam
pencapaian pengetahuan ilmiah hingga ke hubungan
antara ilmu dan perilaku manusia.
8) Rudner (1966)
Sementara itu Rudner berpendapat bahwa filsafat ilmu
adalah salah satu bagian dari epistemologi yang
merupakan filsafat yang berfokus pada kajian tentang
karakteristik pengetahuan ilmiah.
9) Hanurawan (2012)
Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang filsafat,
khususnya dalam epistemologi, yang mempelajari
hakikat pengetahuan ilmu.
Kesimpulan
Filsafat Ilmu (Philosophy of Science) membahas fondasi,
metode dan implikasi ilmu pengetahuan. Pokok bahasan
terfokus pada syarat sesuatu itu disebut ilmu pengetahuan,
reliabilitas teori ilmu pengetahuan, dan tujuan akhir dari ilmu
pengetahuan. Dengan kata lain, mata kuliah Filsafat Ilmu
mengeksplorasi fondasi filsafat pada umumnya yang yaitu,
ontology, epistemology dan axiology ketika mendiskusikan
hubungan antara ilmu pengetahuan dan kebenaran.
Materi II
( Berfikir logis : Deduktif dan induktif )
A)Deduktif
Pengertian Deduktif
Deduktif adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang
bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus, selain
itu metode deduksi ialah cara penanganan terhadap sesuatu
objek tertentu dengan jalan menarik kesimpulan mengenai
hal-hal yang bersifat umum.
Logika deduktif adalah suatu ragam logika yang mempelajari
asas-asas penalaran yang bersifat deduktif, yakni suatu
penalaran yang menurunkan suatu kesimpulan sebagai
kemestian dari pangkal pikirnya sehingga bersifat betul
menurut bentuk saja.
Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya
mempergunakan pola pikir yang dinamakan silogismus
Pernyataan yang mendukung silogismus ini disebut premis
yang kemudian dapat dibedakan sebagai permis mayor dan
permis minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang
didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua permis
tersebut. Logika deduktif membicarakan cara-cara untuk
mencapai kesimpulan-kesimpulan bila lebih dahulu telah
diajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai semua atau
sejumlah ini di antara suatu kelompok barang sesuatu.
Kesimpulan yang sah pada suatu penalaran deduktif selalu
merupakan akibat yang bersifat keharusan dari pertnyaan-
pertanyaan yang lebih dahulu diajukan. Pembahasan
mengenai logika deduktif itu sangat luas dan meliputi salah
satu di antara persoalan-persoalan yang menarik.
Guna memenuhi dan membatasi maksud logika deduktif
bagian terkenal sebagai logika Aristoteles. Cabang loka ini
membicarakan pernyataan-pernyataan yang dapat dijadikan
bentuk ‘S’ adalah ‘P’, misalnya, “manusia (adalah) mengenal
mati. Tampaklah pada kita bahwa ‘S’ merupakan huruf
pertama perkataan ‘Subjek’ dan ‘P’ merupakan huruf pertama
perkataan ‘Predikat’. Dari pernyataan-pernyataan semacam
itu, kita dapat memilah empat cara pokok untuk mengatakan
sesuatu dari setiap atau sementara subjek yang dapat diterapi
simbol ‘S’.
-) Setiap S adalah P
-) Setiap S bukan/tidaklah P
-) Sementara S adalah P
-) Sementara S bukan/tidaklah P.
B) INDUKSI
Pengertian induksi
Induksi merupakan cara berpikir di mana ditarik kesimpulan
umum dari berbagai kasus yang bersifat individual, selain itu
metode induksi ialah cara penanganan terhadap suatu objek
tertentu dengn jalan menarik kesimpulan yang bersifat umum
atau bersifat lebih umum berdasarkan atas pemahaman atau
pengamatan terhadap sejumlah hal yang bersifat khusus.
Logika induktif merupakan suatu ragam logika yang
mempelajari asas-asas penalaran yang betul dari sejumlah hal
khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat
boleh jadi. Kesimpulan yang bersifat umum ini penting artinya
sebab mempunyai dua keuntungan. Keuntungan yang
pertama ialah bahwa pernyataan yang bersifat umum ini
bersifat ekonomis.
Kehidupan yang beranekaragam dengan berbagai corak dan
segi dapat direduksikan menjadi beberapa pernyataan.
Pengetahuan yang dikumpulkan manusia bukanlah
merupakan koleksi dari berbagai fakta melainkan esensi dan
fakta-fakta tersebut. Demikian juga dalam pernyataan
mengenai fakta yang dipaparkan, pengetahuan tidak
bermaksud membuat reproduksi dari obyek tertentu,
melainkan menekankan kepada struktur dasar yang
menyangga wujud fakta tersebut. Pernyataan bagaimanapun
lengkap dan cermatnya tidak bisa mereproduksikan betapa
manisnya semangkuk kopi atau pahitnya sebutir pil kina.
Pengetahuan cukup puas dengan pernyataan elementer yang
bersifat kategoris bahwa kopi itu manis dan pil kina itu pahit.
Pernyataan seperti ini sudah cukup bagi manusia untuk
bersifat fungsional dalam kehidupan praktis dan berpikir
teoritis.
Keuntungan yang kedua dari pernyataan yang bersifat umum
adalah dimungkinkan proses penalaran selanjutnya baik
secara induktif maupun deduktif. Secara induktif maka dari
berbagai pernyataan yang bersifat umum dapat disimpulkan
pernyataan yang bersifat lebih umum lagi. Melihat dari contoh
bahwa semua binatang mempunyai mata dan semua manusia
mata, dapat ditarik kesimpulan bahwa semua makhluk
mempunyai mata. Penalaran ini memungkinkan disusunnya
pengetahuan secara sistematis yang mengarah kepada
pernyataan-pernyataan yang makin lama makin bersifat
fudamental.
Jenis-jenis induksi:
Penyimpulan secara kausal
Jenis induksi lainnya adalah yang berusaha unutk menemukan
sebab-sebab dari hal-hal yang terjadi. Bila telah diajukan suatu
perangkat kejadian, maka haruslah diajukan pernyataan:
“Apakah yang menyebabkan kejadian-kejadian itu?” Misalnya,
terjadi suatu wabah penyakit tipus: “Apakah yang
menyebabkan timbulnya wabah tipus?” Ada suatu perangkat
apa yang dinamakan canons (aturan, hukum), yang dikenal
sebagai metode-metode Mill, yang mengajukan suatu
pernagkat kemungkinan unutk melakukan penyimpulan
secara kausal.
Metode-metode ini kadang kala berguna. Metode-metode
tersebut ialah:
1) Metode kesesuain
2) Metode kelainan
3) Metode gabungan kesesuaian dan kelahiran
4) Metode sisa
5) Metode keragaman beriringan
Contoh Induksi
Dalam deduksi kesimpulannya hanya bersifat probabilitas
berdasarkan atas pernyataan-pertanyaan yang telah diajukan.
Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan
pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang
khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri
dengan pernyataan yang bersifat umum. Umpamanya kita
mempunyai fakta bahwa kambing mempunyai mata, gajah
mempunyai mata, demikian juga dengan singa, kucing, dan
berbagai binatang lainnya. Dari kenyataan –kenyataan ini kita
dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum yakni semua
binatang mempunyai mata.
Kesimpulan :
Dalam mempelajarai suatu nilai kebenaran manusia dituntut
unutk bosa memanfaatkan wahana berpikir yang dimilikinya,
manusia juga harus mampu memposisikan dirinya diposisi
kebenaran. Hal yang harus dilakukan manusia adalah
menempatkan penalaran, penalaran sebagai salah satu
langkah menemukan titk kebenaran. Kemampuan penalaran
yang dimiliki manusia tentuny akan melahirkan logika yang
dpat dimanfaatkan oleh manusai utuk menemukan
pengethuan. Pengatahuan ini lah yang sebut dengan ilmu dan
ilmu inilah yang membuat manusia bisa berpikir.
Didalam penalaran ditemukan logika. Logika melahirkan
deduksi dan induksi, secara umum induksi dan induksi suatu
proses pemikiran untuk menghasilkan suatu kesimpulan yang
benar didasarkan pada pengetahuan yang dimiliki. Deduksi
dihasilkan dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum ke
pernyataan bersifat khusus, sementara induksi merupakan
cara berpikir di mana ditarik kesimpulan umum dari berbagai
kasus yang bersifat individual.
Metode ilmiah berkaitan dengan gabungan dari metode
deduksi dan metode induksi. Jadi suetu proses pemikiran
dapat dituangkan dalam pembuatan metode ilmiah tersebut,
dan metode ilmiah juga membuktikan tentang penalaran yang
melahirkan logika dibantu dengan metode deduksi dan
induksi maka akan menghasilkan pengetahuan yang baru.
Dengan metode ilmiah pengetahuan akan dianggap sah
adanya.
Materi III
( Aspek ontologi , epistemologi , metodelogi )
A)Ontologi.
Adapun pengertian menurut bahasa, Ontologi berasal dari
Bahasa Yunani, yaitu on/ontos = being atau ada, dan logos =
logic atau ilmu. Jadi, Ontologi dapat diartikan : The theory of
being qua being (teori tentang keberadaan sebagai
keberadaan), atau Ilmu tentang yang ada. Dengan kata lain,
Ontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat
sesuatu yang berwujud (yang ada) dengan berdasarkan
kepada logika semata. Adapun pengertian menurut istilah,
Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang
ada, yang merupakan ultimate reality (kenyataan/realitas
paling akhir) yang berbentuk jasmani/kongkret maupun
rohani/abstrak (Bakhtiar, 2004, dalam Kusumaningrum, dkk,
2009 : 2). Jika harus diilustrasikan dalam pertanyaan,
Ontologi bertanya mengenai obyek apa yang ditelaah ilmu?
Bagaimana ujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana
hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia
(seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan
pengetahuan?.
Ontologi dapat juga disebut dengan “Teori Hakikat”. Sebagai
contoh mengenai argumen yang bersifat Ontologis, pertama
kali dilontarkan oleh Plato (428-348 SM) dengan teori idea-
nya. Menurut Plato, tiap-tiap yang ada dalam di alam nyata ini
mesti ada idea-nya. Idea yang dimaksud oleh Plato adalah
definisi atau konsep universal dari tiap sesuatu. Plato
mencontohkan pada seekor kuda, bahwa kuda mempunyai
idea atau konsep unversal yang berlaku untuk tiap-tiap kuda
yang ada di alam nyata ini, baik itu kuda yang berwarna hitam,
putih, ataupun belang, baik yang hidup ataupun yang sudah
mati. Idea kuda itu adalah paham, gambaran atau konsep
universal yang berlaku untuk seluruh kuda yang berada di
benua manapun di dunia ini (Adib, 2010 : 70 – 72).
Sejalan dengan bagian tiga tahap kebudayaan yang
diungkapkan oleh van Peursen, yakni tahap Mitis, tahap
Ontologis, dan tahap Fungsionil, dimana pada tahap Ontologis
sikap hidup manusia tidak lagi dalam kepungan kekuasaan
mitis, melainkan secara bebas ingin meneliti segala hal ikhwal.
Manusia mengambil jarak terhadap sesuatu yang dulu
dirasakan sebagai kepungan dan mulai menyusun suatu ajaran
atau teori mengenai dasar hakekat segala sesuatu menurut
perinciannya. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat
dipahami bahwa Ontologis dapat dicapai hanya jika manusia
mengambil jarak terhadap sesuatu (obyek) tersebut,
membuat sebuah distansi dengan obyek, untuk dapat
“melihat” obyek dari berbagai sudut pandang, dan kemudian
menemukan hakikat dari sesuatu (obyek) tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
Ontologi merupakan sebuah sikap mengambil jarak (distansi)
dengan sesuatu (obyek) yang dapat ditangkap oleh indera
untuk mempelajari hakikatnya dengan berdasarkan logika.
B)Epistemologi
Epistemologi juga disebutkan sebagai salah satu cabang besar
dari filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan yang mencakup
semua ilmu khusus, setelah Ontologi dan kemudian menyusul
Aksiologi. Secara etimologis, istilah Epistemology merupakan
gabungan kata dari bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos.
Episteme artinya pengetahuan, sedangkan logos berarti
pengetahuan sistematik atau ilmu (Tim Penyusun MKD IAIN
Sunan Ampel Surabaya, 2011 : 79). Dengan demikian,
Epistemologi dapat diartikan sebagai suatu pemikiran
mendasar dan sistematik mengenai ilmu pengetahuan.
Webster Third New International Dictionary mengartikan
Epistemologi sebagai “The study of method and ground of
knowledge, espicially with reference to its limits and validity”,
atau kajian tentang metode dan dasar pengetahuan
khususnya yang berkaitan dengan batas-batas dan tingkat
kebenarannya. Dengan kata lain, Epistemologi merupakan
cabang Filsafat yang menyoroti atau membahas tentang tata
cara, teknik, atau prosedur mendapatkan ilmu dan keilmuan
(Adib, 2010 : 74). Menurut Musa Asy’arie (dalam
Kusumaningrum, dkk, 2009 : 4), Epistemologi adalah cabang
filsafat yang membicarakan mengenai hakikat ilmu, dan ilmu
sebagai proses adalah usaha yang sistematik dan metodik
untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada
suatu obyek kajian ilmu. Jika Ontologi juga disebut dengan
“Teori Hakikat”, maka Epistemologi juga disebut dengan
“Teori Pengetahuan”.
Dogmatic Epistemology adalah pendekatan tradisional
terhadap Epistemologi, dimana Ontologi diasumsikan dulu
ada, baru kemudian diambahkan Epistemologi. Setelah
realitas dasar diasumsikan dulu ada, baru kemudian
ditambahkan Epistemologi untuk menjelaskan bagaimana
mengetahui realitas tersebut, apa yang diketahui, lalu
bagaimana cara untuk mengetahuinya. Singkatnya,
Epostemologi Dogmatik menetapkan Ontologi sebelum
Epistemologi. Yang kedua adalah Critical Epistemology, yakni
membalik Epistemologi Dogmatik dengan menanyakan apa
yang dapat diketahui sebelum menjelaskannya. Pertanyakan
dahulu secara kritis, baru diyakini keberadaanya. Ragukan
dulu bahwa sesuatu itu ada, kalau terbukti ada,baru
dijelaskan. Berpikir dahulu baru meyakini atau tidak,
meragukan dahulu baru meyakini atau tidak. Critical
Epistemology juga disebut dengan metode skeptis,
singkatnya, Epistemologi Kritis menetapkan Ontologi setelah
Epistemologi. Ketiga, adalah Scientific Epistemology yakni apa
yang benar-benar sudah diketahui dan bagaimana cara untuk
mengetahuinya? Epistemologi tidak peduli apakah lukisan di
depan mata adalah penampakan belaka atau bukan. Yang
jelas ada sebuah lukisan terpampang di depan mata dan
kemudian diteliti secara scientific.
C)Metodologi
Metode, menurut Senn (dalam Suriasumantri, 1984 :
119)merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui
sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis.
Sedangkan Metodologi merupakan pengkajian dari peraturan-
peraturan dalam metode tersebut (Senn, 1971 : 4, dalam
Suriasumantri, 1984 : 119).
Jadi Metodologi Ilmiah merupakan pengkajian dari peraturan-
peraturan dalam metode tersebut, atau pengetahuan tenang
berbagai metode yang dipergunakan dalam penelitian,
dengan kata lain, Metodologi merupakan sebuah kerangka
konseptual dari metode tersebut. Metodologi meletakkan
prosedur yang harus dipakai pada pembentukan atau
pengetesan proposisi-proposisi oleh para ilmuwan yang ingin
mendapatkan pengetahuan yang valid (dalam Triatmojo).
Dengan demikian, Metodologi juga menyentuh bahasan
tantang aspek filosofis yang menjadi pijakan penerapan suatu
metode. Aspek filosofis yang menjadi pijakan metode tersebut
terdapat dalam wilayah Epistemologi. Metodologi secara
filsafati termasuk dalam Epistemologi.
Dapat dijelaskan urutan-urutan secara struktural-teoritis
antara Epistemologi, Metodologi dan metode seperti yang
diungkapkan oleh Kusumaningrum, dkk (2009 : 6) sebagai
berikut: Dari Epistemologi, dilanjutkan dengan merinci pada
Metodologi, yang biasanya terfokus pada metode atau teknik.
Epistemologi itu sendiri adalah sub-sistem dari Filsafat, maka
metode sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari Filsafat. Filsafat
mencakup bahasan Epistemologi, Epistemologi mencakup
bahasan Metodologis, dan dari Metodologi itulah akhirnya
diperoleh metode. Jadi, metode merupakan perwujudan dari
Metodologi, sedangkan Metodologi merupakan salah satu
aspek yang tercakup dalam Epistemologi. Adapun
Epistemologi merupakan bagian dari Filsafat. Adapun jenis-
jenis Metodologi penelitian diantaranya adalah Riset Non-
Eksperimental, Riset Eksperimental, Studi Kasus, Grounded
Research, Riset Fenomenologi, Riset Etnografik, Riset
Naturalistik, Strukturalisme-Linguistik, Strukturalisme-
Semiotik, Marxisme-Kontekstual, dan lain sebagainya.
Materi IV
( Keperawatan sebagai ilmu )