Anda di halaman 1dari 25

Makalah Sejarah

Sejarah Pemerintahan Soeharto

Disusun Oleh :
Arryan M.T (12 MIPA 2)
KATA PENGANTAR

       Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan, serta
shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW sehingga kami dapat
menyalesaikan makalah yang berjudul “Masa Pemerintahan Orde Baru” dari tugas Sejarah ini
dengan tepat pada waktunya. 

       Makalah ini berisikan tentang sejarah bangsa Indonesia, khususnya sejarah Indonesia pada
Masa Orde Baru diharapkan makalah ini dapat menambahkan pengetahuan kita semua,
bagaimana kehidupan masyarakat dan system pemerintahan pada masa itu.

       Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kekurangan, oleh
karena itu dengan penuh kerendahan hati, kami berharap bagi para pembaca berkenan untuk
memberikan kritik dan sarannya.

       Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

       Akhir kata kami ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT selalu mencurahkan rahmat dan
hidayahnya kepada kita semua. Amin

Penyusun

Arryan M.T
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………...                      i

Daftar Isi ………………………………………………………………….......                     ii

 BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………….                      1

1.1 Latar Belakang……………………………………………………….                     

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………       

1.3 Tujuan……………..                     

   1.4 Manfaat penulisan…………………………………

 BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………….                      

  2.1 Soeharto Menjadi Presiden Indonesia Kedua……..………………………            


 2.2 Kisah Rusuh Antara Soeharto dan Soekarno ……….…………………...                     
2.3 Kisah Bung Karno Diusir Soeharto dari Istana …………………………
2.4 Wafatnya Presiden Soeharto
2.5 Jasa Jasa Soeharto Sebagai Presiden dan Kontroversinya

BAB III PENUTUP………………………………

 3.1 Kesimpulan………………………………………

 3.2 Saran………………

 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

       Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru
menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno.Salah satu penyebab yang
melatarbelakangi runtuhnya orde lama dan lahirnya orde baru adalah keadaan keamanan dalam negeri
yang tidak kondusif pada masa Orde Lama.

Terlebih lagi karena adanya peristiwa pemberontakan G30S/PKI. Hal ini menyebabkan presiden
Soekarno memberikan mandat kepada Soeharto untuk melaksanakan kegiatan pengamanan di Indonesia
melalui surat perintah sebelas maret atau Supersemar. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total"
atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama. Orde Baru berlangsung dari
tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut,ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun
hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan
antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.

       Kekuasan Soekarno beralih ke Soeharto ditandai dengan keluarnya Surat Perintah SebelasMaret
(SUPERSEMAR) 1966. Setelah dikeluarkan Supersemar maka mulailah dilakukan penataan pada
kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Penataan dilakukan di
dalam lingkungan lembaga tertinggi negara dan pemerintahan. Dikeluarkannya Supersemar berdampak
semakin besarnya kepercayaan rakya kepada pemerintah karena Soeharto berhasil memulihkan keamanan
dan membubarkan PKI.

Pada tanggal 23 Februari 1967, MPRS menyelenggarakan sidang istimewa untuk


mengukuhkan pengunduran diri Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden
RI. Dengan Tap MPRS No. XXXIII/1967 MPRS mencabut kekuasaan pemerintahan negara dan menarik
kembali mandat MPRS dari Presiden Sukarno. 12 Maret 1967 Jendral Soeharto dilantik sebagai Pejabat
Presiden Republik Indonesia. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Lama dan dimulainya
kekuasaan Orde Baru.
1.2 Rumusan Masalah

       Adapun rumusan masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah:

       1. Latar belakang lahirnya orde baru.      

       2. Bagaimana Perkembangan kekuasaan orde baru?

       3. Apa saja kebijakan pemerintah orde baru?

1.3 Tujuan Penulisan

       Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui:

       1. Untuk mengetahui latar belakang lahirnya orde baru

       2. Untuk mengetahui perkembangan kekuasaan orde baru

       3. Untuk mengetahui kebijakan pemerintah orde baru

 1.4 Manfaat Penulisan

       Adapun manfaat penulisan yang dapat diperoleh bagi penulis dan pembaca yaitu:

       1. Bagi Pembaca

           1) Dapat menambah wawasan tentang masa pemerintahan orde baru dan perkembang  

                serta kebijakan  pada masa itu.

       2. Bagi Penulis

            1) Sebagai moment latihan dalam membuat makalah.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Soeharto Menjadi Presiden Indonesia Kedua

Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Pengucilan politik
dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi
kriminal dilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili
pihak yang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan
sebagian dari mereka yang terlibat "dibuang" ke Pulau Buru bahkan sebagian yang terkait
atau masih pendukung dari Partai PKI dihabisi dengan cara dieksekusi massal di hutan
oleh militer pada waktu itu. Program pemerintah Soeharto diarahkan pada upaya
penyelamatan ekonomi nasional, terutama stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Yang
dimaksud dengan stabilisasi ekonomi berarti mengendalikan inflasi agar harga barang-
barang tidak melonjak terus. Dan rehabilitasi ekonomi adalah perbaikan secara fisik
sarana dan prasarana ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem
ekonomi berencana yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi ke arah
terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Program stabilsasi ini dilakukan dengan cara membendung laju inflasi. Dan
pemerintahan Soeharto berhasil membendung laju inflasi pada akhir tahun 1967-1968,
tetapi harga bahan kebutuhan pokok naik melonjak. Sesudah dibentuk Kabinet
Pembangunan pada bulan Juli 1968, pemerintah mengalihkan kebijakan ekonominya
pada pengendalian yang ketat terhadap gerak harga barang khususnya sandang, pangan,
dan kurs valuta asing. Sejak saat itu ekonomi nasional relatif stabil
Setelah berhasil memulihkan kondisi politik bangsa Indonesia, maka langkah
selanjutnya yang ditempuh pemerintah Orde Baru adalah melaksanakan pembangunan
nasional. Pembangunan nasional yang diupayakan pemerintah waktu itu direalisasikan
melalui Pembangunan Jangka pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Pambangunan
Jangka Pendek dirancang melalui Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Setiap Pelita
memiliki misi pembangunan dalam rangka mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat
Indonesia. Sedangkan Pembangunan Jangka Panjang mencakup periode 25-30 tahun.
Pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan
yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara. Pembangunan
nasional dilaksanakan dalam upaya mewujudkan tujuan nasional yang tertulis dalam
pembukaan UUD 1945.
Pada masa orde baru, pemerintah menjalankan kebijakan yang tidak mengalami
perubahan terlalu signifikan selama 32 tahun. Dikarenakan pada masa itu pemerintah
sukses menghadirkan suatu stablilitas politik sehingga mendukung terjadinya stabilitas
ekonomi. Karena hal itulah maka pemerintah jarang sekali melakukan perubahan-
perubahan kebijakan terutama dalam hal anggaran negara. Pada masa pemerintahan orde
baru, kebijakan ekonominya berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi. Kebijakan
ekonomi tersebut didukung oleh kestabilan politik yang dijalankan oleh pemerintah. Hal
tersebut dituangkan ke dalam jargon kebijakan ekonomi yang disebut dengan Trilogi
Pembangungan, yaitu stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi yang stabil, dan
pemerataan pembangunan. Dari keberhasilannya inilah sehingga Presiden Soeharto
kemudian disebut sebagai "Bapak Pembangunan".
Titik kejatuhan Soeharto, ketika pada tahun 1998 dimana masa tersebut
merupakan masa kelam bagi Presiden Soeharto dan masuknya masa reformasi bagi
Indonesia, Dengan besarnya demonstrasi yang dilakukan oleh Mahasiswa serta rakyat
yang tidak puas akan kepemimpinan Soeharto serta makin tidak terkendalinya ekonomi
serta stabilitas politik Indonesia maka pada tanggal 21 Mei 1998 pukul 09.05 WIB Pak
Harto membacakan pidato "pernyataan berhenti sebagai presiden RI” setelah runtuhnya
dukungan untuk dirinya. Soeharto telah menjadi presiden Indonesia selama 32 tahun.
Sebelum dia mundur, Indonesia mengalami krisis politik dan ekonomi dalam 6 sampai 12
bulan sebelumnya. BJ Habibie melanjutkan setidaknya setahun dari sisa masa
kepresidenannya sebelum kemudian digantikan oleh Abdurrahman Wahid pada tahun
1999. Kejatuhan Suharto juga menandai akhir masa Orde Baru, suatu rezim yang
berkuasa sejak tahun 1968 atau selama 32 Tahun.
2.2 Kisah Rusuh Antara Soeharto dan Soekarno
TINDAKAN Soeharto menyelewengkan Surat Perintah 11 Maret 1966 sangat
menyakiti perasaan Bung Karno. Sejumlah petinggi militer yang masih setia pada
Sukarno ketika itu pun merasa geram. Mereka meminta agar Sukarno bertindak tegas
dengan memukul Soeharto dan pasukannya. Tetapi Sukarno menolak.

Sukarno tak mau terjadi huru-hara, apalagi sampai melibatkan tentara. Perang saudara,
menurut Sukarno, adalah hal yang ditunggu-tunggu pihak asing—kaum kolonial yang
mengincar Indonesia–sejak lama. Begitu perang saudara meletus, pihak asing, terutama
Amerika Serikat dan Inggris akan mengirimkan pasukan mereka ke Indonesia dengan
alasan menyelamatkan fasilitas negara mereka, mulai dari para diplomat kedutaanbesar
sampai perusahaan-perusahaan asing milik mereka.

Kesaksian mengenai keengganan Sukarno menggunakan cara-cara kekerasan dalam


menghadapi manuver Soeharto disampaikan salah seorang menteri Kabinet Dwikora,
Muhammad Achadi. Saya bertemu Achadi, mantan menteri transmigrasi dan rektor
Universitas Bung Karno itu dua pekan lalu di Jalan Taman Amir Hamzah, Jakarta Pusat.
Achadi bercerita dengan lancar kepada saya dan beberapa teman. Air putih dan pisang
rebus menemani pembicaraan kami sore itu.

Komandan Korps Komando (KKO) Letjen Hartono termasuk salah seorang petinggi
militer yang menyatakan siap menunggu perintah pukul dari Sukarno. KKO sejak lama
memang dikenal sebagai barisan pendukung utama Soekarno. Kalimat Hartono: “hitam
kata Bung Karno, hitam kata KKo” yang populer di masa-masa itu masih sering
terdengar hingga kini.

Suatu hari di pertengahan Maret 1966, Hartono yang ketika itu menjabat sebagai
Menteri/Wakil Panglima Angkatan Laut itu datang ke Istana Merdeka menemui Bung
Karno. Ketika itu Achadi sedang memberikan laporan pada Sukarno tentang penahanan
beberapa menteri yang dilakukan oleh pasukan yang loyal pada Soeharto.

Mendengar laporan itu, menurut Achadi, Bung Karno berkata (kira-kira), “Kemarin sore
Harto datang ke sini. Dia minta izin melakukan pengawalan kepada para menteri yang
menurut informasi akan didemo oleh mahasiswa.”

“Tetapi itu bukan pengawalan,” kata Achadi. Untuk membuktikan laporannya, Achadi
memerintahkan ajudannya menghubungi menteri penerangan Achmadi. Seperti Achadi,
Achmadi juga duduk di Tim Epilog yang bertugas menghentikan ekses buruk
pascapembunuhan enam jenderal dan perwira muda Angkatan Darat dinihari 1 Oktober
1965. Soeharto juga berada di dalam tim itu.

Tetapi setelah beberapa kali dicoba, Achmadi tidak dapat dihubungi. Tidak jelas dimana
keberadaannya.

Saat itulah Hartono minta izin untuk menghadapi Soeharto dan pasukannya. Tetapi Bung
Karno menggelengkan kepala, melarang.

Padahal masih kata Achadi, selain KKO, Panglima Kodam Jaya Amir Machmud,
Panglima Kodam Siliwangi Ibrahim Adji, dan beberapa panglima kodam lainnya juga
bersedia menghadapi Soeharto.

“Bung Karno tetap menggelengkan kepala. Dia sama sekali tidak mau terjadi
pertumpahan darah, dan perang saudara.”

Kalau begitu apa yang harus kami lakukan, tanya Achadi dan Hartono.

Bung Karno memerintahkan Hartono untuk menghalang-halangi upaya Soeharto agar


jangan sampai berkembang lebih jauh. “Hanya itu tugasnya, Hartono diminta
menjabarkan sendiri. Yang jelas jangan sampai ada perang saudara,” kata Achadi.

Adapun Achadi yang tak bisa kembali ke rumahnya di kawasan Pancoran yang sedang
diduduki pasukan Soeharto diperintahkan Bung Karno bermalam di guest house Istana.
Bung Karno juga mengatakan akan menggelar rapat kabinet keesokan harinya. Dalam
rapat yang juga akan dihadiri Soeharto itu, Achadi diminta untuk menyampaikan laporan
tentang penahanan beberapa menteri.

“Kamu berani bicara di depan Soeharto,” tanya Bung Karno pada Achadi.

“Siap,” jawab Achadi.

Suharto Dipecat Secara Tidak Hormat Oleh Jenderal Nasution

Hal itu dilakukan karena pada masa rezim New Order atau Orde Baru itu, banyak sekali
sejarah-sejarah yang tak boleh dipublikasikan, ditulis ulang, dibengkokkan, lalu di
propagandakan melalui media-media zombie yang pada masa lalu, bagai ‘media
peliharaan’.
Suharto, sebagai komandan Abri saat memimpin pasukan untuk memerangi G-30/S-PKI

Suharto, sebagai komandan Abri saat memimpin pasukan untuk memerangi G-30/S-PKI

Suharto, presiden diktator era ‘Orde Baru’ (New Order) yang berkuasa selama 32 tahun,
yang selalu menang dalam pemilu sebanyak 6 kali berturut-turut alias hat trick dua kali
oleh pemilihan presiden secara tak langsung (dipilih oleh DPR/MPR), lahir di Kemusuk,
Argomulyo, Yogyakarta, 8 Juni 1921.
Ia lahir dari keluarga petani yang menganut Kejawen. Keyakinan keluarganya ini kelak
terus dipeliharanya hingga hari tua. Karir Suharto diawali sebagai karyawan di sebuah
bank pedesaan, walau tidak lama.

Dia sempat juga menjadi buruh dan kemudian menempuh karir militer pertama kali
sebagai prajurit KNIL yang berada di bawah kesatuan tentara penjajah Belanda. KNIL
adalah singkatan dari bahasa Belanda; het Koninklijke Nederlands(ch)- Indische Leger,
atau secara harafiah: Tentara Kerajaan Hindia Belanda.

Saat Jepang masuk di tahun 1942, Suharto bergabung dengan PETA, yaitu singakatan
dari tentara sukarela Pembela Tanah Air (kyōdo bōei giyūgun?) adalah kesatuan militer
yang dibentuk Jepang di Indonesia dalam masa pendudukan Jepang.

Ketika Soekarno memproklamirkan kemerdekaan, Soeharto bergabung dengan Tentara


Keamanan Rakyat atau biasa disingkat dengan TKR, adalah sebuah nama angkatan
perang pertama yang dibentuk oleh Pemerintah Indonesia setelah Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia.

TKR dibentuk pada tanggal 5 Oktober 1945 berdasarkan maklumat yang dikeluarkan
oleh Pemerintah Republik Indonesia. TKR dibentuk dari hasil peningkatan fungsi Badan
Keamanan Rakyat (BKR) yang sudah ada sebelumnya dan tentara intinya diambil dari
bekas PETA.

Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949


Illuminati Card Game Agenda - Rewriting History

Illuminati Card Game Agenda – Rewriting History

Salah satu ‘prestasi’ kemiliteran Suharto yang sering digembar-gemborkannya semasa


dia berkuasa adalah Serangan Umum 1 Maret 1949 atas kota Yogyakarta.

Bahkan ‘prestasi’ ini sengaja difilmkan dengan judul ‘Janur Kuning’ pada tahun 1979,
yang memperlihatkan jika serangan umum itu diprakarsai dan dipimpin langsung oleh
Letkol Suharto.

Padahal, sesungguhnya serangan umum itu diprakarsai oleh Sultan Hamengkubuwono


IX.

Sultan Hamengkubuwono IX lah yang memimpin serangan umum melawan Belanda,


bukan Soeharto.

Hamengkubuwono IX adalah seorang nasionalis yang memiliki perhatian terhadap nasib


rakyatnya, karena itu ia tidak mau untuk di jajah. Kedepannya, Sultan Hamengkubuwono
IX menjadi Menteri Pertahanan Republik Indonesia.

Nasution Pecat Suharto Secara Tak Hormat Dari Pangdam Diponegoro

Pada 1959, Suharto yang kala itu menjabat sebagai Pangdam Diponegoro dipecat oleh
Jenderal Abdul Haris Nasution dengan tidak hormat, karena Suharto telah menggunakan
institusi militernya untuk mengumpulkan uang dari perusahaan-perusahaan di Jawa
Tengah.

Suharto kala itu juga ketahuan ikut kegiatan ilegal berupa penyelundupan gula dan kapuk
bersama Bob Hasan dan Liem Sioe Liong. Untuk memperlancar penyelundupan ini,
didirikan perusahaan perkapalan yang dikendalikan Bob Hasan.

Konon, dalam menjalankan bisnis haramnya ini, Bob menggunakan kapal-kapal


‘Indonesian Overseas’ milik C.M. Chow. Mungkin, sejarah nyata pemecatan dengan
tidak hormat inilah yang bisa jadi mirip “kutukan” jika suatu saat dinastinya masuk
kembali ke dalam kemiliteran, akan dipecat dengan tidak hormat pula.

Suharto, Berkomplot Dengan Agen Ganda Jepang – Cina

Siapa C.M. Chow ini? Dia adalah ‘agen ganda’ atau double agent. Pada tahun 1950 dia
menjadi agen rahasia militer Jepang yang bertugas di Shanghai, Cina. Tapi dia pun
kepanjangan tangan Mao Tse Tung atau dikenal pula sebagai Mao Zedong, adalah
seorang tokoh filsuf dan pendiri negara Republik Rakyat Tiongkok (RRT).

Mao Tse Tung atau Mao Zedong, adalah salah satu tokoh terpenting dalam sejarah
modern Tiongkok. Kala itu C.M. Chow merupakan kepanjangan tangan Mao dalam
merekrut Cina perantauan dari orang Jepang, ke dalam jaringan komunis Asia.

Mao Tse Tung / Mao Zedong

Pada 1943, Chow ditugasi Jepang ke Jakarta. Ketika Jepang hengkang dari Indonesia,
Chow tetap di Jakarta dan membuka usaha perkapalan pertama di negeri ini.

Chow bukan saja membina warga negara Cina di Jawa Tengah dan Jawa Timur, namun
juga di Sumatera dan Sulawesi.

Salah satu binaannya adalah ayah Eddy Tansil dan Hendra Rahardja yang bermarga Tan.
Tan merupakan ‘sleeping agent’ Mao di Indonesia Timur.

Kemudian pada pertengahan 1980-an, Hendra Rahardja dan Liem Sioe Liong mendirikan
sejumlah pabrik di Fujian, Cina. (dari: Siapa Sebenarnya Suharto; Eros Djarot; 2006).
Jenderal A.H. Nasution yang akrab disapa “Pak Nas”, pada kala itu sangat marah
sehingga ingin memecat Suharto dari Angkatan Darat dan menyeretnya ke Mahkamah
Militer, namun atas desakan Gatot Subroto, Suharto dibebaskan dan akhirnya dikirim ke
SSKAD (Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat).

Ahmad Yani Juga Marah Kepada Suharto

Selain Nasution, Yani juga marah atas ulah Suharto dan di kemudian hari mencoret nama
Suharto dari daftar peserta pelatihan di SSKAD (Sekolah Staf dan Komando Angkatan
Darat), yang mana hal ini membuat Suharto dendam sekali terhadap Yani. Terlebih Amad
Yani adalah anak kesayangan Bung Karno.

Ahmad Yani

Kemudian, Kolonel Pranoto Rekso Samoedro diangkat sebagai Pangdam Diponegoro


menggantikan Suharto.

Pranoto, sang perwira ‘santri’, menarik kembali semua fasilitas milik Kodam Diponegoro
yang dipinjamkan Suharto kepada para pengusaha Cina untuk kepentingan pribadinya.

Suharto sangat sakit hati dan dendam terhadap Pranoto, juga terhadap Nasution dan Yani.

Lalu di sekolah SSKAD (Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat), Suharto
dicalonkan untuk menjadi Ketua Senat.

Namun D.I. Panjaitan menolak keras dengan menyatakan dirinya tidak percaya dengan
Suharto yang dinilainya tidak bisa dipercaya karena mempunyai banyak catatan kotor
dalam karir militernya, antara lain penyelundupan bersama para pengusaha Cina dengan
dalih untuk membangun kesatuannya, namun yang terjadi adalah untuk memperkaya
dirinya.

Suharto Marah Dan Dendam Kepada Para Jenderal

Atas kejadian itu maka Harto, panggilan Suharto, yang berarti Harta, sangat marah.
Bertambah lagi dendam Suharto, selain kepada Nasution, Yani, Pranoto, dan kini kepada
D.I. Panjaitan. Aneh tapi nyata, dalam peristiwa 1 Oktober 1965, musuh-musuh Suharto
terutama Nasution, Yani, dan Panjaitan, menjadi target pembunuhan, sedangkan Suharto
sendiri yang merupakan orang kedua di Angkatan Darat ini, tidak masuk dalam daftar
kematian.

Setelah Ahmad Yani terbunuh pada peristiwa 30 September 1965, Bung Karno
mengangkat Pranoto Rekso Samudro sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD),
namun Pranoto dijegal oleh Suharto sehingga Suharto-lah yang justru mengambil-alih
kepemimpinan Angkatan Darat, dan untuk menghindari pertumpahan darah oleh
kemungkinan perang saudara, maka Soekarno melantik Suharto sebagai Panglima
Angkatan Darat pada 14 Oktober 1965.

Perang saudara yang diyakini akan terjadi itu, karena Siliwangi di Jawa Barat (Ibrahim
Adjie) dan KKO (kini Marinir) di Jawa Timur, telah bersumpah untuk selalu berada di
belakang Soekarno. Dan, jika Soekarno memerintahkan untuk ‘menyapu’ kekuatan
Suharto di Jakarta, maka mereka menyatakan siap juga untuk berperang.

Itulah yang akhirnya dihindari oleh Soekarno, agar Angkatan Darat tidak pecah dan
justru dapat membuat Indonesia yang baru merdeka ini, dapat kembali pecah oleh
kekuasaan dan harta yang hanya dapat dinikmati di dunia yang sementara ini.

Kronologi Soeharto dendam Pranoto bongkar kasus korupsinya di Jawa Tengah

Pranoto Reksosamodra sejatinya teman karib Soeharto. Saat Jepang membuka pendidikan
Pembela Tanah Air (PETA), kedua pemuda tersebut terpanggil untuk mendaftar. Pranoto
dan Soeharto sama-sama lulus dengan hasil memuaskan sebagai kompandan peleton.

Sebentar bertugas, keduanya dipanggil mengikuti pendidikan lanjutan sebagai komandan


kompi di Bogor. Karir Pranoto dan Soeharto juga maju beriringan. Tahun 1948, Letkol
Pranoto diangkat menjadi Komandan Brigade IX/Divisi III/Diponegoro di Muntilan,
sementara Letkol Soeharto menjadi Komandan Brigade X di Yogyakarta.

Saat Soeharto sebagai komandan serangan Umum 1 Maret, Pranoto dan pasukannya
kebagian tugas menyerang Yogyakarta dari Utara lewat Kali Code. Kolonel Pranoto juga
yang menggantikan Kolonel Soeharto menjadi Panglima Tentara & Teritorium
IV/Diponegoro. Pada saat itu Panglima menjabat penguasa perang daerah (Paperda).

Di sinilah hubungan kedua perwira Angkatan Darat ini memburuk. Penyebabnya saat tim
pemberantasan korupsi Angkatan Darat turun ke daerah-daerah menyelidiki dugaan
korupsi para panglima. Tim ini diketuai oleh Brigjen Soengkono.

Mayor_Jenderal_Pranoto_ReksosamodraKolonel Pranoto menuliskan peristiwa ini dalam


catatan pribadinya. Buku catatan ini kemudian disunting Imelda Bachtiar dan diterbitkan
Kompas tahun 2014 dengan judul Catatan Jenderal Pranoto dari RTM Boedi Oetomo
sampai Nirbaya. Pranoto mengaku memberikan fasilitas dan keleluasaan untuk tim audit
tersebut selama bergerak di wilayah militernya.

Tim ini menemukan sejumlah pelanggaran yang dilakukan Kolonel Soeharto saat
menjabat Panglima di Jawa Tengah. Antara lain barter liar, monopoli cengkeh dari
asosiasi gabungan pabrik rokok kretek Jawa Tengah. Ada juga penjualan besi tua yang
disponsori sejumlah pengusaha Tionghoa seperti Lim Sioe Liong.
Brigjen Soengkono melaporkan hal ini pada Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal
Nasution yang. Soeharto sempat malu dan berniat mengundurkan diri karena kasus ini.
Namun Nasution menolaknya. Nasution pula yang kemudian menyelesaikan kasus ini.
Soeharto akan diberi sanksi administrasi sedangkan Pranoto diperintahkan menertibkan
pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di Jawa Tengah.

Masalah rupanya belum selesai. Soeharto sudah menaruh dendam pada Pranoto. Dia
termakan kasak kusuk yang menyebut Pranotolah yang meminta tim Angkatan Darat
menyelidiki masalah ini. Wakil Kasad Letjen Gatot Soebroto memanggil kedua anak
buahnya ini. Dia meminta keduanya berbaikan. Namun Soeharto sempat menolak.

“Bagaimanapun aku merasa dipermalukan dan dicoreng-moreng oleh sebab


perbuatannya,” kata Soeharto. Pranoto membela diri. “Demi Allah, laporan-laporan itu
bukanlah aku yang melakukan dan aku pun tak perlu menuduh dari mana ataupun dari
siapa laporan itu dibuat. Hal itu tidak benar dan kalau perlu kolonel dapat menuntutnya.”

Letjen Gatot Subroto menyela perdebatan itu dengan gayanya yang kebapakan. Dia
meminta Pranoto dan Soeharto berdamai.

“Kalian seperti anak kecil. Di hadapanku jangan pada bertengkar. Sudah bubar. Ayo pada
salaman,” kata Gatot.

“Kami terpaksa bersalaman. Betapapun di hati masing-masing terasa hambar,” kenang


Pranoto melukiskan peristiwa tahun 1960 itu.

Persahabatan dua perwira TNI ini pun berakhir

Kelak setelah G30S meletus, Mayor Jenderal Soeharto menahan Mayjen Pranoto dengan
tuduhan terlibat aksi militer G30S yang didalangi PKI. Tanpa pengadilan, Pranoto
menjalani penahanan selama 15 tahun.

Sejumlah pihak menyangka dendam Soeharto yang melatarbelakangi penangkapan


tersebut. Namun rupanya Pranoto tak mau berburuk sangka.

“Dari catatan Pak Pran, beliau juga tidak tahu apakah karena masalah itu atau yang lain.
Karena itu Pak Pran selalu berharap ada pengadilan sehingga bisa menjawab semua
tuduhan. Tapi pengadilan tersebut tak pernah ada,” kata Imelda Bachtiar saat berbincang
dengan merdeka.com.

Sejarawan Asvi Warman Adam menilai cara-cara Soeharto menggandeng konglomerat


dan mendirikan aneka yayasan terus dipertahankan saat dia menjadi presiden RI. Sama
dengan di Jawa Tengah dulu, yayasan yang didirikan Soeharto selalu diklaim untuk
mensejahterakan anggota TNI atau masyarakat. Namun tentunya Soeharto dan koleganya
pun dapat keuntungan.

“Menarik apa yang disampaikan dalam biografi Liem Sioe Liong. Apa yang dia peroleh
dari monopoli. Di sisi lain jika Soeharto butuh, dia tinggal minta dana ke Liem. Ini
mutualisme,” kata Asvi.

Lamanya Masa Orde BAru Membuat Rakyat Indonesia Dicuci Otak Dan Tak Mengenal
Sejarah Asli Bangsanya

Ironisnya, banyak manusia Indonesia selalu lupa akan sejarah asli bangsanya. Tapi lebih
ironisnya lagi, banyak ‘anak-anak singkong’ yang buta sejarah pada masa kini, terhasut
oleh dongeng pencuci otak era rezim New (World) Order itu.

Semua itu terjadi karena mungkin mereka tak mengalaminya, namun justru percaya
hanya mendengar dari “katanya dan ceritanya”. Seharusnya pemuda masa kini membaca
buku yang berasal dari pemuda dimasa lalu agar menjadi pemuda yang paham sejarah,
bukan hanya mendengar dari media masa kini, yang akhirnya hanya paham apa itu selfie
atau jago BBM yang tak penting.

Selalu ada saksi dalam setiap sejarah. Sejarah adalah pembelajaran, dan Soekarno telah
selalu mengingatkan kepada segenap rakyatnya, termasuk Soeharto, secara berkali-kali,
“Jas merah, jangan selalu melupakan sejarah” tegas Soekarno. Namun, apa yang justru
dilakukan oleh Soeharto?

Kabinet terakhir yang ia buat sebelum lengser telah memasukkan anaknya, Tutut sebagai
menteri sosial dan Bob Hasan saudara angkatnya sang kartel kayu, pembabat hutan dan
illegal logging, justru menjadi menteri kehutanan, yang di era reformasi ia sempat
merasakan bui.

Rakyat mulai tak suka dengan cara kapitalis dan imperialisme yang diterapkan Soeharto,
itu semua adalah sistim dajjal penindas rakyat ditiap negara. Rakyat yang sudah susah,
semakin susah, semakin miskin, terbelenggu, apalagi tak ada kebebasan sama sakali.
Mereka buta politik, buta informasi di Era Orde Baru itu.

Namun ratusan juta manusia itu tak berani, takut, tak berkutik dan tak bisa apa-apa.
Maka, mahasiswa pun yang akhirnya bergerak dan menghasilkan gerakan perubahan,
Reformasi, dengan rakyat se-Indonesia yang selalu siap dibelakang mereka. Mahasiswa
dari Sabang hingga Merauke pun berdatangan ke Jakarta melalui perwakilan-
perwakilannya untuk menduduki gedung MPR/DPR di Jakarta.

Memang terbukti, mahasiswa kala itu tak butuh uang atau materi, mereka hanya butuh
moral kebangsaan dan dukungan dari segenap rakyat. Tak butuh suatu kepentingan
apapun kecuali Perubahan untuk bangsa ini, tak ada nama dan tokoh dikala itu.

Amien Rais yang dinobatkan menjadi reformis saja tiada mahasiswa yang tahu dikala itu,
namun tak peduli, yang penting ada perubahan kedepan untuk rakyat kedepannya,
padahal politikus yang ikut berorasi tak ia saja, banyak yang jauh lebih murni, bukan
sekedar carmuk alias cari muka.

Seluruh masyarakat Jakarta hingga luar Jakarta, mereka berbondong-bondong


mengumpulkan makanan dan minuman ke dalam Gedung MPR/DPR hanya untuk
mahasiswa yang membela hak rakyat. Terlihat dari anak kecil hingga tua renta membawa
pisang dari kampungnya, walaupun satu tandan tapi berat, rela jalan membongkok ke
gedung di Senayan itu.

Terasa bersatunya bangsa ini saat itu. Tak ada lagi perbedaan diantara mereka, isyu
perbedaan suku, agama, ras dan antar golongan, dikubur dalam-dalam. Begitu bersatunya
Indonesia, saat Reformasi 98.

Tapi akhirnya, mereka disusupi oleh ‘pasukan iblis’ dengan mengadu domba diantara
mereka, antara sesama anak bangsanya sendiri. Isyu yang kental, adalah isyu pemecah
belah antara pribumi dan Cina, atau antar Islam dan Kristen, maka terjadilah Kerusuhan
98.

Hal ini sudah tercium, adalah pola atau modus yang biasa diterapkan oleh kaum satanic
illuminatis dunia, bahkan hingga saat ini. Nyaris semua kekacauan, kerusuhan dan
peperangan di dunia, dipicu dari ‘sel-sel’ alias kaki-tangan atau budak yang sengaja
dibuat untuk memperlancar tujuan dari sistim mereka.

Walau begitu, semua sudah terlambat. Selama 32 tahun, atau lebih dari 3 dekade, cara
cuci-otak sistim dajjal ini berhasil. Artinya walaupun suatu saat Soeharto dengan New
Ordenya lengser, namun cara dan pola pikir manusia Indonesia akan terpatri terus dan
terus dan terus, hingga beberapa generasi mendatang.

Tak diajarkan untuk patuh pada aturan dan undang-undang kecuali untuk kepentingan
kelompoknya, miskinnya kedisiplinan dan tanggungjawab, tak adanya inisiatif dan
kesadaran pada rakyatnya yang bermental rendah akan melahirkan generasi dengan
mental tambah parah, begitulah seterusnya, membuat Indonesia harus diganti
masyarakatnya bukan presidennya.

Pada era Orde Baru itu, rakyat Indonesia justru diajarkan oleh maraknya korupsi, gilanya
kolusi, sintingnya nepotisme untuk kelompok dan kerabatnya.

Semua anggota dewan hanya manggut-manggut kepada presiden, apapun keputusannya


mereka kompak dengan menyetujuinya. “Apakah setuju?” ucap ketua MPR, Sontak
semuanya yang sudah tertidur dibangku masing-masing pasti teriak “Tetuju..!” tanpa ada
interupsi satupun. Maka kocek mereka pun langsung menebal tanpa ada basa-basi, dan
terbukti hingga kini pola sinting sistim dajjal itu masih terbentuk dan dipertahankan oleh
kaum penganut satan ini.

kartun suharto 01Hal itu bisa terjadi karena efek dari brainwashed dengan memutar
balikkan sejarah dan menganggap Soeharto adalah bagai super hero.

Mirip Korea Utara, dimana hingga kini rakyatnya merasa ‘nyaman’ saja dengan hidupnya
yang sederhana, tanpa ponsel, tanpa internet, miskin pun tak terasa, tak tahu dunia luar,
ada apa diluar sana?

Tiada yang tahu kecuali segelintir rakyat yang telah memakai tv satelit ber-parabola.
Persis pola politik dan kediktatoran pada masa Orde Baru.

Jadi jangan beranggapan bahwa New Order telah musnah dari bumi Indonseia dan dari
masyarakat Indonesia, namun ia ibarat “api dalam sekam” yang suatu saat akan membara,
bangkit dan berkuasa kambali. Akankah sistim ini kembali lagi? Kita lihat saja, berapa
persen yang sudah kena cuci-otak, berapa persen yang telah pintar membaca geo-politik
dunia, termasuk geo-politik Indonesia.

Soeharto, the smiling General sang ahli strategi dan ahli pemutar-balikkan sejarah, ini
adalah fakta dan kenyataan. Maka telanlah walau itu pahit. Soeharto, jenderal yang
‘mbalelo’ pada atasan, jenderal tatanan dunia baru satu komando, kaki tangan ‘the New
World Order’ , yang pernah menerapkan sistim dajjal besutan illuminati di Bumi Pertiwi,
selama 32 tahun lamanya.

Pada tahun 2000 lalu, mantan Wakil Perdana Menteri Indonesia di era tahun 1960-an,
Soebandrio, menerbitkan memoar berjudul Kesaksianku Tentang G30S.

Buku memoar tersebut adalah bentuk pembelaan Subandrio terhadap tudingan sepihak
yang dialamatkan kepada dirinya: terlibat G30S. Tudingan itu sungguh pahit. Tidak
hanya karena Subandrio harus mendekam di penjara selama 30 tahun, tetapi juga harus
memikul aib sebagai penghianat bangsa.

Namun, melalui memoarnya tersebut, Subandrio melancarkan serangan balik ke


Soeharto. Ia menuding Soeharto justru telah melakukan kudeta merangkak terhadap
kekuasaan Soekarno. Tak hanya itu, buku setebal 80 halaman itu juga membeberkan
cacat Soeharto.

Menurut Soebandrio, Soeharto punya rekam jejak yang buruk jauh sebelum peristiwa
G30S. Yang pertama, semasa di divisi Diponegoro, Soeharto menjalin relasi dengan
pengusaha tionghoa, Liem Sioe Liong. Keduanya menjalankan bisnis penyelundupan
berbagai barang.

Saat itu, kata Soebandrio, Soeharto berdalih bahwa bisnis penyelundupan itu untuk
kepentingan Kodam Diponegoro. “Berita penyelundupan itu cepat menyebar. Semua
perwira saat itu mengetahuinya,” ujar Soebandrio.

Belakangan terungkap bahwa penyelundupan itu bukan untuk kepentingan Kodam


Diponegoro, melainkan untuk kepentingan pribadi Soeharto dan Liem. “Duitnya masuk
ke kantong Soeharto dan Liem,” kata Soebandrio.

Kabar itu berhembus kemana-mana. Kata Soebandrio, ketika berita itu mencuat, Jenderal
Ahmad Yani sangat marah. Sampai-sampai, dalam suatu kejadian, Yani menempeleng
Soeharto. Soeharto dianggap mempermalukan korps Angkatan Darat (AD).

Tak hanya itu, Jenderal AH Nasution mengusulkan agar Soeharto diadili di Mahkamah
Militer dan dipecat dari AD. Namun, usulan itu dimentahkan oleh Mayjend Gatot
Subroto. Alasannya, Soeharto masih bisa dibina. Akhirnya, Soeharto pun disekolah di
Seskoad di Bandung.

Cerita tentang Soeharto sebagai penyelundup ini bukan barang baru. Harold Crouch
dalam The Army and Politics In Indonesia juga menyinggung hal tersebut. Menurut
Crouch, Soeharto dicopot tahun 1959 karena keterlibatannya dalam penyelelundupan.
Robert E Elson, yang menulis buku Suharto, A Political Biography (2001), juga
menyinggung bisnis ilegal Soeharto tersebut.

Yang Kedua, Soeharto membangun klik di dalam tubuh Angkatan Darah (AD) saat itu.
Soebandrio menyebutnya Trio Soeharto-Yoga-Ali. Awalnya, pada tahun 1959, Soeharto
tiba-tiba memanggil pulang Yoga Soegama, yang saat itu masih menjabat sebagai Dubes
Indonesia di Yugoslavia. Saat itu, Soeharto memanggilan Yoga untuk diberi jabatan baru:
Kepala Intelijen Kostrad.

Bagi Soebandrio, pemanggilan Yoga oleh Soeharto itu bermasalah. Pertama,


pemanggilan Yoga itu diluar aturan formal alias menabrak aturan. Semestinya, kata
Soebandrio, yang punya otoritas memanggil Yoga itu adalah Ahmad Yani selalu
Menteri/Panglima AD (Menpangad). Kedua, tujuan kepulangan Yoga ke tanah air adalah
untuk mensabotase politik Bung Karno. Ketiga, untuk menghancurkan PKI.

Menurut Soebandrio, komplotan trio Soeharto-Yoga-Ali ini sudah berlangsung erat


semasa di Kodam Diponegoro. Bahkan, Soeharto pernah menggunakan komplotannya ini
untuk mensabotase rencana pengangkatan Kolonel Bambang Supeno sebagai Panglima
Kodam Diponegoro.

Saat itu, pimpinan AD mencalonkan Kolonel Bambang Supeno sebagai Pangdam


Diponegoro. Kabar itu tercium oleh Soeharto, yang saat itu masih berpangkat Letkol
tetapi ‘ngebet’ sekali jadi Pangdam. Untuk meraih cita-citanya, Soeharto menggelar rapat
gelap dengan sejumlah perwira di Kodam Diponegoro. Rapat itu dikoordinir oleh Yoga
Soegama, yang notabene komplotan Soeharto.

Ketiga, Soebandrio juga menyingkap keterlibatan Soeharto dalam percobaan kudeta yang
dirancang Tan Malaka untuk menggulingkan Kabinet Sjahrir pada tanggal 3 Juli 1946.
Awalnya, kata Soebandrio, kelompok Tan Malaka mengajak semua kalangan militer di
Jawa Tengah, termasuk Soeharto, dalam gerakan tersebut.

Pada tanggal 20 Juni 1946 (?), Perdana Menteri Sjahrir diculik oleh kelompok
Soedarsono. “Soeharto selaku salah seorang komandan militer Surakarta terlibat dalam
penculikan itu,” ujar Soebandrio.

Tanggal 2 Juli 1946, dua batalyon pasukan penculik berkumpul di markas Soeharto.
Pasukan itu kemudian dikerahkan untuk menguasai aset strategis, seperti RRI dan
Telkom. “Malam itu juga mereka menyusun surat pembubaran Kabinet Sjahrir dan
menyusun kabinet baru yang sedianya ditandatangani oleh Presiden Soekarno esok
harinya,” ungkap Soebandrio.

Tetapi percobaan kudeta itu gagal. Para pelakunya ditangkap dan ditahan. Pada saat
itulah Soeharto berbalik arah, dari awalnya berkomplot dengan penculik kemudian
menangkapi para penculik.

Namun, cerita tentang kelicikan Soeharto dalam peristiwa percobaan kudeta tanggal 3
Juli 1946 itu bukan cerita baru. M Yuanda Zara dalam bukunya Peristiwa 3 Juli 1946:
Menguak Kudeta Pertama dalam Sejarah Indonesia juga mengungkap kelicikan Soeharto
itu.

Menurut Yuanda, Soeharto sebetulnya terlibat dalam pembebasan tahanan pro-kudeta di


penjara Wirogunan. Ia kemudian membawa tanahan itu ke markasnya, di Wiyoro, di
mana Soedarsono sudah menunggunya.

Di malam itu juga, kata Yuanda, Mohammad Yamin Cs membuat konsep maklumat
kepada Presiden Soekarno, yang isinya seolah-olah penyerahan kekausaan kepada Tan
Malaka. Pembuatan konsep maklumat itu dilakukan di markas Soeharto.

Rencananya, maklumat itu akan dibawa oleh Soedarsono esok paginya, 3 Juli 1946, ke
Presiden Soekarno. Dengan liciknya, Soeharto membocorkan info ini ke pihak Istana dan
sekaligus memberitahu rencana Soedarsono ke Istana. Alhasil, pada tanggal 3 Juli 1946,
ketika Soedarsono ke Istana Presiden, ia dengan gampang dilucuti oleh pasukan
pengawal Presiden.
Padahal, sebelumnya Bung Karno pernah memerintahkan Soeharto melalui pesan yang
dibawa oleh Sundjojo, Ketua Pemuda Pathuk, untuk menangkap atasannya, Mayor
Jenderal Sudarsono, karena dicurigai ingin merebut kekuasaan. Tetapi Soeharto menolak
perintah Presiden Soekarno tersebut. Sampai-sampai Soekarno marah dan menyebut
Soekarno sebagai “Opsir koppig” (opsir yang keras kepala).

Kejadian ini memperlihatkan kepada kita, betapa lihainya Soeharto dalam membaca
situasi, mengambil keuntungan di dalamnya, dan secara licik tampil sebagai pahlawan.
Yuanda menyebut ini strategi nglurug tanpa bala, menyerbu tanpa pasukan, tetapi
memakai tangan orang lain untuk kepentingannya.

Pembaca boleh tidak setuju dengan pendapat Soebandrio ataupun ulasan saya di atas.
Namun, seiring dengan dibukanya dokumen dan arsip mengenai peristiwa G30S 1965,
ada baiknya membaca kembali peristiwa tersebut secara kritis. Termasuk
mempertanyakan kembali keabsahan Soeharto sebagai pahlawan dibalik cerita tersebut.

2.3 Kisah Bung Karno Diusir Soeharto dari Istana


Bung Karno tidak pernah peduli dengan uang atau harta. Ketika turun dari
kekuasaan, kita tak pernah tahu bahwa Bung Karno dan keluarganya meninggalkan
warisan yang melimpah di Istana Kepresidenan.

Roso Daras menulis dalam bukunya, "Total Bung Karno", saat mendapat surat dari
Jenderal Soeharto, bahwa Bung Karno harus meninggalkan Istana Merdeka sebelum 16
Agustus 1967, maka teman-teman Bung Karno yang mengetahui rencana itu segera
menawarkan dan menyediakan 6 rumah untuk tempat tinggal dan putera puteri Bung
Karno.

Mendengar hal itu Bung Karno seketika marah, bahwa ia tidak menghendaki rumah
rumah itu. Ia menginginkan semua anak-anaknya pindah ke rumah Ibu Fatmawati.

"Semua anak-anak kalau meninggalkan Istana tidak boleh membawa apa-apa, kecuali
buku-buku pelajaran, perhiasan sendiri dan pakaian sendiri. Barang-barang lain seperti
radio, televisi dan lain lain tidak boleh dibawa!"
demikian Bung Karno memerintahkan.

Guntur -putera tertua- setelah mendengar penjelasan itu merasa kecewa, karena ia sudah
terlanjur menggulung kabel antena TV yang akhirnya tidak boleh dibawa pergi.

Sementara Ibu Fatmawati mengeluh karena kamar di rumahnya tidak cukup.


Tak berapa lama datang truk dari polisi yang membawa empat tempat tidur dari kayu
yang bersusun, dengan kasur dan bantalnya tapi tanpa sprei dan sarung bantal. Juga beras
6 karung.

"Anak-anakku semua disuruh tidur di tempat tidur susun dari kayu, tanpa sprei dan
sarung bantal." Konon Ibu Fat, marah-marah kepada utusan yang membawa
perlengkapan itu.

Bung Karno keluar dari Istana dengan mengenakan kaos oblong cap cabe dan celana
piyama warna krem. Baju piyamanya disampirkan ke pundak, dan ia memakai sandal
bata yang sudah usang. Tangan kanannya memegang kertas koran yang digulung, berisi
bendera pusaka merah putih. Bendera yang dijahit oleh istrinya sendiri, ibu Fatmawati
ketika masa proklamasi kemerdekaan dahulu.

Ia meninggalkan Istana dengan mobil VW kodok yang dikendarai seorang sopir asal
kepolisian. Salah seorang anggota kawal pribadinya membawakan ovaltine, minuman air
jeruk, air teh, air putih, kue-kue serta obat-obatan Bung Karno. Itulah seluruh harta yang
dimiliki Bung Karno ketika meninggalkan Istana. Selebihnya ditinggalkan.

Kesederhanaan Bung Karno bisa dilihat dari cerita pengusaha TD Pardede yang dekat
dengan Bung Karno. Suatu hari dia dipanggil mendadak ke Jakarta. Mengetahui betapa
miskinnya sang Presidennya. Setelah mengobrol-obrol bersama menteri lainnya, Presiden
Republik Indonesia itu mengajak TD Pardede ke pojok ruangan.

"Pardede, bisa kau pinjamkan aku uang?"

Gelagapan karena langsung ditodong oleh penguasa negeri, TD Pardede merogoh saku
saku jasnya dan memberikan seribu dolar dari kantongnya. Namun, Bung Karno hanya
mengambil secukupnya dan mengembalikan sisanya kepada Pardede.

Lain cerita salah satu ajudan terakhir, Putu Sugianitri, seorang bekas polisi wanita yang
juga harus pensiun tanpa kejelasan. Suatu saat, setelah tidak menjadi presiden, Bung
Karno jalan-jalan keliling kota dan tiba tiba ingin buah rambutan.

"Tri, beli rambutan."

"Uangnya mana?" si polwan asal Bali itu bertanya kembali.

"Sing ngelah pis," kata Bung Karno dalam bahasa Bali yang artinya "Saya tak punya
uang."

Jadilah sang ajudan memakai uang pribadinya untuk mantan presiden yang tidak
memiliki uang.
Ada juga cerita dari Ali Sadikin. Saat ia menjabat Menko Maritim, ia ditanya oleh Bung
karno apakah ia bisa membantu bisnis mertua Bung Karno yang berkaitan dengan
perizinan pelabuhan. Setelah dipelajari, Ali mengatakan tidak bisa. Peraturan mengatakan
demikian.

"Ya sudah, kalau tidak bisa," kata Bung Karno.

Padahal, sebagai Presiden ia bisa memaksakan memberi perintah. Yang mengagumkan,


Bung Karno selanjutnya tidak pernah dendam, bahkan kelak mengangkat Mayor Jenderal
KKO Ali Sadikin sebagai Gubernur Jakarta.

2.4 Wafatnya Presiden Soeharto


Presiden RI Kedua HM Soeharto wafat pada pukul 13.10 WIB Minggu, 27
Januari 2008. Jenderal Besar yang oleh MPR dianugerahi penghormatan sebagai Bapak
Pembangunan Nasional, itu meninggal dalam usia 87 tahun setelah dirawat selama 24
hari (sejak 4 sampai 27 Januari 2008) di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta.
Berita wafatnya Pak Harto pertama kali diinformasikan Kapolsek Kebayoran Baru,
Kompol. Dicky Sonandi, di Jakarta, Minggu (27/1). Kemudian secara resmi Tim Dokter
Kepresidenan menyampaikan siaran pers tentang wafatnya Pak Harto tepat pukul 13.10
WIB Minggu, 27 Januari 2008 di RSPP Jakarta akibat kegagalan multi organ.

Kemudian sekira pukul 14.40, jenazah mantan Presiden Soeharto diberangkatkan dari
RSPP menuju kediaman di Jalan Cendana nomor 8, Menteng, Jakarta. Ambulan yang
mengusung jenazah Pak Harto diiringi sejumlah kendaraan keluarga dan kerabat serta
pengawal. Sejumlah wartawan merangsek mendekat ketika iring-iringan kendaraan itu
bergerak menuju Jalan Cendana, mengakibatkan seorang wartawati televisi tertabrak.

Di sepanjang jalan Tanjung dan Jalan Cendana ribuan masyarakat menyambut


kedatangan iringan kendaraan yang membawa jenazah Pak Harto. Isak tangis warga
pecah begitu rangkaian kendaraan yang membawa jenazah mantan Presiden Soeharto
memasuki Jalan Cendana, sekira pukul 14.55, Minggu (27/1).

Sementara itu, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Wakil Presiden


Jusuf Kalla dan sejumlah menteri yang tengah mengikuti rapat kabinet terbatas tentang
ketahanan pangan, menyempatkan mengadakan jumpa pers selama 3 menit dan 28 detik
di Kantor Presiden, Jakarta, Minggu (27/1). Presiden menyampaikan belasungkawa yang
mendalam atas wafatnya mantan Presiden RI Kedua Haji Muhammad Soeharto
2.5 Jasa Jasa Presiden Soeharto
Jika direnungkah banyak jasa-jasa besar yang dilakukan Soeharto untuk
pembangunan dan perkembangan Indonesia dimata dunia Internasional, sebagan rakyat
yang pernah hidup di zaman Presiden Soeharto menganggap zaman Soeharto merupakan
zaman keemasan ndonesia, karena harga-harga kebutuhan pokok yang murah dimasa itu
yang berbanding terbalik dengan zaman sekarang ini, pertumbuhan ekonomi yang stabil,
Presiden Soeharto berhasil merubah wajah Indonesia yang awalnya menjadi negara
pengimpor beras menjadi negara swasembada beras dan turut mensejahterahkan petani.
Sektor pembangunan dimasa Presiden Soeharto dianggap paling maju melalui Repelita I
sampai Repelita VI.

Keamanan dan kestabilan negara yang terjamin serta menciptakan kesadaran


nasionalisme yang tinggi pada masanya. Di bidang kesehatan, upaya meningkatkan
kualitas bayi dan masa depan generasi ini dilakukan melalui program kesehatan di
posyandu dan KB, sebuah upaya yang mengintegrasikan antara program pemerintah
dengan kemandirian masyarakat. Di jamannya, program ini memang sangat populer dan
berhasil. Banyak ibu berhasil dan peduli atas kebutuhan balita mereka di saat paling
penting dalam periode pertumbuhannya. itulah sekelumit jasa-jasa atau prestasi dari
presiden Soeharto meskipun disamping jasa-jasanya tersebut banyak juga kegagalan di
pemerintahannya seperti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di masanya, pembangunan yang
tidak merata antara pusat dan daerah sehingga memunculkan kecemburuan dari daerah
seperti Papua.

Dari banyaknya jasa presiden Soeharto tersebut sehingga banyyak yang mengusulkan
Soeharto sebagai pahlawan nasional Indonesia. Terlepas dari sejumlah pihak yang masih
mempermasalahkan sejumlah kasus hukum Soeharto, fakta di dalam sejarah Indonesia
menunjukkan bahwa Soeharto memiliki jasa besar kepada Indonesia. “Perjuangan
Soeharto untuk Indonesia yang tercatat dalam buku sejarah bangsa ini, antara lain, pada
masa revolusi fisik antara 1945 hingga 1949, pascarevolusi fisik antara 1962 hingga 1967
dan masa kepemimpinannya sebagai presiden

Sosok Soeharto masih menjadi kontroversi hingga saat ini. Rakyat kecil mengingatnya
sebagai pahlawan yang menyediakan bensin murah dan beras yang bisa dijangkau.
Mereka yang ketika itu tak bersentuhan dengan politik dan pergerakan, akan langsung
mengangguk setuju jika ditanya zaman Soeharto lebih enak. Polemik soal gelar pahlawan
bagi Soeharto pun masih penuh perdebatan. Sebagian setuju, sebagian menolak mentah-
mentah. Sebagian menganggap Soeharto pahlawan pembangunan dan penyelamat
Pancasila. Sebagian lagi menganggap Soeharto berlumuran darah atas berbagai aksi
pembantaian selama peralihan Orde Lama ke Orde Baru dan seterusnya. Itulah artikel
mengenai biografi presiden soeharto semoga bisa menjadi referensi dan juga sebagai
bahan pelajaran bagi pembaca sekalian.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

       Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia.


Dan lahirnya era Orde Baru dilatar belakangi oleh runtuhnya Orde Lama, tepatnya pada saat
runtuhnya kekuasaan Ir. Soekarno yang lalu digantikan oleh Soeharto. 

Untuk kronologinya dimulai dari :

1.     Terjadinya pemberontakan yang di lakukan oleh pertai komunis Indonesia


pada 30 September yang sering disebut dengan sebutan G 30 S/PKI yang terjadi mulai
tanggal 30 september 1965, kemudian

2.     Munculnya surat perintah 11 maret 1966 yang sering disebut dengan istilah
(SUPERSEMAR) dari presiden Soekarno kepada Letnan Jendral Soeharto, yang
kemudian dapat membuat PKI dapat di tumpas dan di bubarkan, setelah itu

3.  Adanya penyerahan kekuasaan pemerintahan dari presiden Soekarno kepada


presiden Soeharto yang dimana setelah itu mulai terjadinya system pemerintahan orde

baru.

3.2 Saran

            Maju mundurnya suatu negara tergantung bagaimana pemimpinnya. Jadi saran kami
yaitu kepada setiap pemimpin janganlah cuma mementingkan kebutuhan pribadi saja, tapi
cobalah berfikir untuk mengambil gagasan yang sifatnya bisa merubah dan membuat orang yang
dipimpin menjadi lebih maju dan sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA

http://rinahistory.blog.friendster.com/2008/11/indonesia-masa-orde-baru/
http://id.wikipedia.org/wiki/Soeharto
http://www.indonesiaindonesia.com/f/2390-indonesia-era-orde-baru/

http://adypato.wordpress.com/2010/06/16/kondisi-ekonomi-indonesia-pada-masa-orde-baru/

http://anisamaulina.blogspot.com/2012/03/kebijakan-ekonomi-pada-masa-orde-baru.html

http://politik.kompasiana.com/2012/01/26/mengenang-trilogi-pembangunan/ 

http://24bit.wordpress.com/2010/03/30/perkembangan-bidang-ekonomi-pada-masa-orde-baru/

Notosusanto, Nugraha. 2008. Sejarah Nasional Indonesia 6, Jakarta : Balai Pustaka.

M.C Rickleft, 2005. Sejarah Indonesia Modern 1200-2400. Jakarta : Serambi Ilmu Semesta.

Rina, 2008. Dinamika Kehidupan Poltik, Ekonomi, Sosial masa Orde Baru . [serial on line].
http://rinahistory.blog.friendster.com/2008/11/indonesia-masa-orde-baru/. [13 februari 2013]

http://sejarahpop.blogspot.com/2015/12/sejarah-lengkap-presiden-jendral.html

Anda mungkin juga menyukai