NIM : 1814201041
STASE : KMB
PROGRAM S1-KEPERAWATAN
STIKES FLORA MEDAN
2021
KONSEP DASAR DISPEPSIA
Definisi Dispepsia
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys- (buruk) dan –peptin yang berupa Pencernaan
(Abdullah, 2012). Dispepsia merupakan istilah yang digambarkan sebagai suatu kumpulan gejala atau
sindrom yang meliputi nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, terasa
cepat kenyang, perut terasa penuh atau begah. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan
proses metabolisme yang mengacu pada semua reaksi biokimia tubuh termasuk kebutuhan akan nutrisi
(Ristianingsih, 2017).
Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau kumpulan gejala/keluhan yang
terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang,
perut rasa penuh/begah (Putri dkk, 2016).
Etiologi
Menurut Fithriyana (2018) Dispepsia disebabkan karena makan yang tidak teratur sehingga memicu
timbulnya masalah lambung dan pencernaannya menjadi terganggu. Ketidakteraturan ini berhubungan
dengan waktu makan, seperti berada dalam kondisi terlalu lapar namun kadang-kadang terlalu kenyang.
Selain itu kondisi faktor lainnya yang memicu produksi asam lambung berlebihan, diantaranya beberapa zat
kimia, seperti alcohol, umumnya obat penahan nyeri, asam cuka, makanan dan minuman yang bersifat
asam, makanan yang pedas serta bumbu yang merangsang.
Patofisiologis
Patofisiologi dispepsia hingga kini masih belum sepenuhnya jelas dan penelitian-penelitian masih
terus dilakukan terhadap faktor-faktor yang dicurigai memiliki peranan bermakna, seperti Abnormalitas
fungsi motorik lambung (khususnya keterlambatan pengosongan lambung, hipomotilitas antrum, hubungan
antara volume lambung saat puasa yang rendah dengan pengosongan lambung yang lebih cepat, serta
gastric compliance yang lebih rendah), infeksi Helicobacter
pylori dan faktor-faktor psikososial, khususnya terkait dengan gangguan cemas dan depresi.
a. Sekresi lambung
Peningkatan sensitivitas mukosa lambung dapat terjadi akibat pola makan yang tidak
teratur. Pola makan yang tidak teratur akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi dalam
pengeluaran sekresi asam lambung. Jika hal ini berlangsung dalam waktu yang lama, produksi
asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada lambung
(Rani, 2011).
b. Dismotilitas Gastrointestinal
Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional terjadi perlambatan
pengosongan lambung, adanya hipomotilitas antrum (sampai 50% kasus), gangguan
akomodasi lambung saat makan, dan hipersensitivitas gaster. Salah satu dari keadaan ini dapat
ditemukan pada setengah atau dua pertiga kasus dispepsia fungsional. Perlambatan
pengosongan lambung terjadi pada 25-80% kasus dispepsia fungsional dengan keluhan seperti
mual, muntah, dan rasa penuh di ulu hati (Djojoningrat, 2009).
c. Helicobacter pylori
Peran infeksi Helicobacter pylori pada dispepsia fungsional belum sepenuhnya dimengerti
dan diterima. Kekerapan infeksi H. pylori terdapat sekitar 50% pada dispepsia fungsional dan
tidak berbeda pada kelompok orang sehat. Mulai terdapat kecenderungan untuk melakukan
eradikasi H. pylori pada dispepsia fungsional dengan H. pylori positif yang gagal dengan
pengobatan konservatif baku (Djojoningrat, 2009).
Diagnosis Dispepsia
Menurut Putri dkk (2018) salah satudiagnosis Dispepsia dapat ditegakkan atas dasar pemeriksaan
Endoskopi. Hasil pemeriksaan endoskopi saluran cerna atas yang sering ditemukan dari kasus dispepsia
yaitu gastritis, dispepsia fungsional, gastritis erosif, dan duodenitis.Lokasi kelainan dispepsia sering
ditemukan pada lambung diikuti duodenum. Hasil pemeriksaan endoskopi dapat
ditemukan normal walaupun gejala dispepsia tersebut ada hal ini dinamakan dengan istilah dispepsia
fungsional (Kumar dkk, 2012). Pemeriksaan lain untuk menegakkan diagnosis dispepsia dapat berupa
tes darah, pemeriksaan nafas, pemeriksaan feses, ultrasonografi abdomen dan pemeriksaan pencitraan
(X-ray atau CT scan).
Penatalaksanaan Dispepsia
Penatalaksanaan dispesia menurut Arimbi (2012) mecakup pengaturan diet dan pengobatan medis,
antara lain sebagai berikut:
a. Membatasi konsumsi makanan yang dapat menyebabkan terjadinya dispepsia seperti
mengkonsumsi makanan pedas, minuman kafein dan beralkohol
b. Makan dalam porsi kecil tetapi sering dan dianjurkan untuk makan 5-6 kali dalam sehari
c. Menghindari penggunaan atau konsumsi anti nyeri seperti aspirin dan ibu profen. Gunakan
anti nyeri lain yang lebih aman bagi lambung seperti parasetamol
d. Mengontrol stres dan rasa cemas
e. Antasida
f. Penghambat pompa proton (PPI). Golongan obat ini dapat mengurangi produksi asam
g. Penyekat H2 reseptor antagonists (H2RAs)
h. Prokinetik dapat membantu proses pengosongan lambung
i. Antibiotik. Pemberian dilakukan jika dyspepsia disebabkan oleh infeksi
j. Anti-depressants atau anti-anxiety dapat digunakan untuk menghilangkan rasa tidak nyaman
yang disebabkan oleh dispesia dengan menurunkan sensasi nyeri yang dialami
k. Psikoterapi
Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang dilakukan yaitu :
Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa data. Data fokus yang
berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu hati, mual kadang-
kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut kembung, rasa panas di dada
dan perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung secar tiba-tiba). (Mansjoer, 2000).
Menurut Tucker (1998), pengkajian pada klien dengan dispepsia adalah sebagai berikut:
1. Keluhan Utama
Nyeri/pedih pada epigastrium disamping atas dan bagian samping
dada depan epigastrium, mual, muntah dan tidak nafsu makan, kembung,
rasa kenyang
2. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Sering nyeri pada daerah epigastrium, adanya stress psikologis,
riwayat minum-minuman beralkohol
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang lain juga pernah menderita penyakit
saluran pencernaan
4. Pola aktivitas
Pola makan yaitu kebiasaan maakn yang tidak teratur, makan
makanan yang merangsang selaput mukosa lambung, berat badan sebelum
dan sesudah sakit.
5. Aspek Psikososial
Keadaan emosional, hubungan dengan keluarga, teman, adanya
masalah interpersonal yang bisa menyebabkan stress
6. Aspek Ekonomi
Jenis pekerjaan dan jadwal kerja, jarak tempat kerja dan tempat
tinggal, hal-hal dalam pekerjaan yang mempengaruhi stress psikologis dan
pola makan
7. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik head to toe
a. Kulit
Kulit tampak simetris, kebersihan kulit baik, kulit teraba agak lembab,
tidak terdapat lesi atau luka pada kulit, turor kulit kembali ± 2 detik, kulit
teraba hagat dengan suhu 38°C, warna kulit kuning langasat.
b. Kepala dan Leher
Tekstur kepala dan leher tampak simetris, kebersihan kulit kepala baik
tidak terapat ketombe, persebaran rambut merata, warna rambut hitam,
tidak ada benjolan pada kepala, pada leher tidak ada pembeasran kelenjar
tiroid dan kelenjar limfe, leher dapat digerakkan ke kanan dan ke kiri.
c. Penglihatan dan Mata
Struktur mata tampak simetris, kebersiahn mata baik (tidak ada secret
yang menempel paa mata), konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
tidak ada kelainan pada mata seperti strabismus (juling), mata dapat
digerakan kesegala arah, tidak ada kelainan dalam penglihatan, kilen tidak
menggunakan alat bantu penglihatan seperti kacamata
d. Penciuman dan Hidung
Struktur hidung tampak simetris, kebersiahn hidnubg baik, tidak ada
secret didalam hidung, tidak ada peradangan, perdarahan, dan nyeri, fungsi
penciuman baik (dapat membedakan bau minyk kayu putih denga alkohol)
e. Pendengaran dan Telinga
Struktur telinga simetris kiri dan kanan, kebersihan telinga baik, tidak
ada serumyang keluar, tidak ada peradangan, perdarahan, dan nyeri, klien
mengtakan telinganya tidak berdengun, fungsi pendengaran baik(kilen
dapat menjawab pertanyaan dengan bai tanpa harus mengulang
pertanyaan), klien tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
f. Mulut dan Gigi
Struktur mulut dan gigi tampak simetris, mukosa bibir tampak kering,
kebersihan mulut dan gigi cukup baik, tidak terapat peradangan dan
perdarahan pada gusi, lidah tapak bersih dan klien tidak meggunakan gigi
palsu.
g. Dada, Pernafasan dan Sirkulasi
Bentuk dada simetris, frekuensi nafas 20x/menit, tidak ada nyeri tekan
pada dada, klien bernafas melalui hidung, tidak ada terdengar bunyi nafas
tambahan seperti wheezing atau ronchi, CRT kembali ± 3 detik.
h. Abdomen
Struktur abdomen simetris, abdomen tampak datar(tidak ada benjolan),
saat diperkusi terdenagr bunyi hipertimpani.Klien mengatakan perutnya
terasa kembung, saat dipalpasi terdapat nyeri tekan, klien mengatakan nyeri
didaerah abdomen pada bagin atas. Klien mengatakn skala nyerinya 3 dan
seperi disuk-tusuk, serta nyerinya bisa berjam-jam.
Diagnosa Keperawatan
Menurut Doenges (2001) bahwa diagnosa keperawatan yang lazim timbul pada klien
dengan dispepsia.
1. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah
makan, anoreksia.
3. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya
mual, muntah
4. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya
Intervensi Keperawatan
5. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung
Goal : Pasien dapat mengontrol nyeri selama dalam proses keperawatan
Objektif: Nyeri pasien akan berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam dengan kriteria hasil :
1. Melaporkan nyeri berkurang atau hilang
2.Frekuensi nyeri berkurang
3.Lamanya nyeri berlangsung
4.Ekspresi wajah saat nyeri
5.Posisi tubuh melindungi
Intervensi :
a) Kaji tingkat nyeri, beratnya (skala 0-10).
Rasional : Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan
penyembuhan
b) Berikan istirahat dengan posisi semifowler
Rasional : Dengan posisi semi-fowler dapat menghilangkan tegangan abdomen
yang bertambah dengan posisi telentang
c) Anjurkan klien untuk menghindari makanan yang dapat meningkatkan
kerja asam lambung
Rasional :
Mencegah terjadinya perih pada ulu hati/epigastrium
d) Observasi TTV tiap 24 jam
Rasional :
Sebagai indikator untuk melanjutkan intervensi berikutnya
e) Diskusikan dan ajarkan teknik relaksasi
Rasional :
Mengurangi rasa nyeri atau dapat terkontrol
f) Kolaborasi dengan pemberian obat analgesik
Rasional :
Menghilangkan rasa nyeri dan mempermudah kerjasama dengan intervensi
terapi lain
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak
setelah makan, anoreksia.
Goal :
https://www.academia.edu/33840059/LP_DISPEPSIA.docx?auto=download
https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMPSIK/article/.../22061/21350
https://pdfs.semanticscholar.org/.../ac6eab3f088deb89d1f306f3fed..