Anda di halaman 1dari 10

Hukum perikatan diatur dalam buku III BW yang secara garis besar dibagi atas dua bagian, yaitu

yang pertama perikatan pada umumnya, baik yang lahir dari undang-undang dan yang kedua
adalah perikatan yang lahir dari perjanjian-perjanjian tertentu. Perikatan pada umumnya ini
berlaku juga terhadap perikatan yang lahir dari perjanjian tertentu, seperti jual-beli, sewa-
menyewa, pinjam-meminjam, dan lain-lain.

PERIKATAN-PERIKATAN PADA UMUMNYA

Pasal 1233
Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena perjanjian, maupun karena undang-undang

Pasal ini seharusnya menerangkan tentang pengertian perikatan karena merupakan awal dari
ketentuan hukum yang mengatur tentang perikatan. Namun, kenyataannya pasal ini hanya
menerangkan tentang dua sumber lahirnya perikatan, yaitu :
perjanjian; dan
undang-undang;
Perjanjian sebagai sumber perikatan ini, apabila dilihat dari bentuknya, dapat berupa perjanjian
tertulis maupun perjanjian tidak tertulis. Sementara itu, sumber perikatan yang berupa undang-
undang selanjutnya dapat dilihat dalam Pasal 1352, yakni dapat dibagi atas :
undang-undang saja; maupun
undang-undang karena adanya perbuatan manusia;
Sumber perikatan yang bersumber dari undang-undang karena adanya perbuatan manusia,
berdasarkan Pasal 1353, juga dapat dibagi dua, yaitu :
perbuatan manusia yang sesuai dengan hukum/halal; dan
perbuatan manusia yang melanggar hukum;
Pasal 1234
Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak
berbuat sesuatu.

Pasal ini menerangkan tentang prestasi atau cara pelaksanaan kewajiban, yaitu berupa :
memberikan sesuatu;

1
berbuat sesuatu; dan
tidak berbuat sesuatu;
Berdasarkan tiga cara pelaksanaan kewajiban tersebut, dengan sendirinya dapat diketahui bahwa
wujud prestasi itu dapat berupa :
barang;
jasa (tenaga atau keahlian);
tidak berbuat sesuatu;
Apabila kedua hal tersebut dipadukan, cara pelaksanaan masing-masing wujud prestasi tersebut
adalah sebagai berikut :
Barang dilakukan dengan cara menyerahkan.
Jasa (tenaga atau keahlian) dilakukan dengan cara berbuat sesuatu.
Tidak berbuat sesuatu dengan cara tidak berbuat sesuatu.
BAGIAN KEDUA
Perikatan-perikatan untuk Memberikan Sesuatu

Pasal 1235
Dalam tiap-tiap perikatan untuk memberikan sesuatu adalah termaktub kewajiban debitur untuk
menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang bapak
rumah yang baik, sampai pada saat penyerahan. Kewajiban yang terakhir ini adalah kurang atau
lebih luas terhadap perjanjian-perjanjian tertentu yang akibatnya mengenai hal ini akan ditunjuk
dalam bab-bab yang bersangkutan.

Pasal ini menerangkan tentang perjanjian yang bersifat kensensual (yang lahir pada saat
tercapainya kesepakatan) yang objeknya adalah barang, di mana sejak saat tercapainya
kesepakatan tersebut, orang yang seharusnya menyerahkan barang itu harus tetap merawat
dengan baik barang tersebut sebagaimana layaknya memelihara barang kepunyaan sendiri, sama
halnya dengan merawat barang miliknya yang lain, yang tidak akan diserahkan kepada orang
lain. Kewajiban merawat dengan baik, berlangsung sampai barang tersebut diserahkan kepada
orang yang harus menerimanya. Kewajiban tersebut dapat lebih berat atau kurang berat
tergantung kepada jenis perjanjiaanya.

Pasal 1236

2
Debitur adalah berwajib memberikan ganti biaya, rugi dan bunga kepada kreditor, apabila ia
telah membawa dirinya dalam keadaan tak mampu untuk menyerahkan kebendaannya, atau telah
tidak merawatnya sepatutnya guna menyelamatkannya.

Dalam hal terjadinya perjanjian sebagaimana diatur pada pasal sebelumnya, dan ternyata kreditor
dirugikan karena debitur tidak mampu menyerahkan objek perjanjian atau tidak merawat
sebagaimana mestinya, secara hukum debitur wajib memberikan ganti kerugian kepada kreditor.
Ganti kerugian tersebut dapat berupa biaya, rugi dan bunga, yang masing-masing dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Biaya pada umunya merupakan pengeluaran nyata dan berbentuk uang, yangdikeluarkan oleh
kreditor dalam kaitanyya dengan perjanjiannya dengan debitur tersebut.
Rugi, walupun pada umumnya tidak berupa uang, tetapi dapat dinilai dengan uang.
bunga adalah keuntungan yang diharapkan.
Pasal 1237
Dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan terntentu, kebendaan itu
semenjak perikatan dilahirkan adalah tanggungjawab kreditor. Jika debitur lalai akan
menyerahkannya, maka semenjak saat kelalaian, kebendaan adalah atas tanggungannya.

Pasal ini tampaknya menerangkan tentang pengalihan risiko, dan membebankan risiko kepada
kreditor sejak lahirnya perikatan. Akan tetapi, kalau ketentuan ini diterapkan untuk semua jenis
perjanjian, maka akan bertentangan dengan beberapa ketentuan lainnya karena secara umum
ketentuan tentang risiko mebebankan risiko kepada pemilik barang, sedangkan ketentuan di atas
membebankan risiko bukan kepada pemilik barang karenan barang tersebut belum diserahkan,
tetapi baru dijanjikan untuk diserahkan, jadi hak milik belum beralih, karena beralihnya hak
milik atas suatu benda tergantung pada penyerahannya. Dengan demikian, ketentuan di atas
hanya tepat jika diterapkan dalam perjanjian sepihak atau perjanjian yang hanya membebankan
kewajiban kepada salah satu pihak sehingga orang yang seharusnya menerima barang yang
dijanjikan sudah memikul risiko sejak barang tersebut dijanjikan untuk diserahkan kepadanya.
Sebagai contoh, apabila saya menjanjikan akan memberikan sepeda kepada kepada si Ali dan si
Ali setuju untuk menerimanya, pada saat itu risiko atas sepeda tersebut adalah atas tanggungan si
Ali. Namun, kalau sepeda itu saya janjikan untuk diserahkan pada tanggal 3 Januari 2009, tapi
setelah lewat tanggal tersebut saya belum serahkan, sejak lewat tanggal 3 Januari 2009, risiko
atas sepeda tersebut telah menjadi tanggungan saya.

Pasal 1238

3
Debitur adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah
dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ia menetapkan, bahwa debitur akan
harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.

Pasal ini menerangkan tentang kapan seseorang dianggap wanprestasi dalam suatu perjanjian.
Namun, karena pengertian wanprestasi belum disinggung pada pasal sebelumnya, terlebih dahulu
diterangkan tentang apa yang dimaksud dengan wanprestasi. Seseorang dikatakan wanprestasi,
jika : (1) Tidak melakukan apa yang dijanjikan; (2) melakukan apa yang dijanjikan tetapi
terlambat; (3) Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana mestinya; atau (4)
melakukan apa yang seharusnya tidak boleh dilakukan berdasarkan perjanjian.
Wanprestasi dapat terjadi dengan dua cara, yaitu sebagai berikut :
Pemberitahuan atau somasi, yaitu apabila perjanjian tidak menentukan waktu tertentu kapan
seseorang dinyatakan wanprestasi atau perjanjian tidak menentukan batas waktu tertentu yang
dijadikan patokan tentang wanprestasinya debitur, harus ada pemberitahuan dulu kepada debitur
tersebut tentang kelalaiannya atau wanprestasinya. Jadi pada intinya ada pemberitahuan,
walaupun dalam pasal ini dikatakan surat perintah atau akta sejenis. Namun, yang paling penting
ada peringatan atau pemberitahuan kepada debitur agar dirinya mengetahui bahwa dirinya dalam
keadaan wanprestasi.
sesuai dengan perjanjian, yaitu jika dalam perjanjian itu ditentukan jangka waktu pemenuhan
perjanjian dan debitur tidak memenuhi pada waktu tersebut, dia telah wanprestasi.

Perikatan-perikatan untuk Berbuat sesuatu, atau untuk Tidak Berbuat Sesuatu

Pasal 1239
Tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila debitur tidak
memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban memberikan
penggantian biaya, rugi, dan bunga.

Sama halnya dalam perjanjian untuk menyerahkan atau memberikan sesuatu sebagaimana diatur
dalam Pasal 1236, dalam perjanjian untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu, si debitur
juga diwajibkan untuk membayar ganti kerugian jika dia lalai untuk berbuat sesuatu sebagaimana
yang dijanjikan, atau sebaliknya jika dia berbuat sesuatu padahal hal tersebut dilarang dalam
perjanjian.

Pasal 1240

4
Dalam pada itu kreditor adalah berhak menuntut akan penghapusan segala sesuatu yang telah
dibuat berlawanan dengan perikatan dan bolehlah ia minta supaya dikuasakan oleh hakim untuk
menyuruh menghapuskan segala sesuatu yang telah dibuat tadi atas biaya debitur; dengan tidak
mengurangi hak menuntut penggantian biaya, rugi dan bunga jika ada alasan untuk itu.

Pasal ini tepat untuk diterapkan terhadap perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu, apabila salah
satu pihak melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan berdasarkan perjanjian, pihak
lainnya diberikan dua pilihan hak, yaitu :
Menuntut kepada pihak yang melakukan sesuatu yang bertentangan dengan perjanjian tersebut
untuk meniadakan atau membatalkan apa yang telah dilakukannya; atau
meminta agar dikuasakan oleh hakim untuk meniadakan atau membatalkan apa yang telah
dilakukan oleh pihak yang seharusnya tidak berbuat/melakukan sesuatu tersebut.
Di samping dua hal di atas, pihak yang merasa dirugikan atas kejadian tersebut dapat pula
menuntut ganti kerugian kepada pihak lainnya jika memang ada alasan untuk itu.
Pasal di atas menempatkan pihak yang telah melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan
berdasarkan perjanjian sebagai pihak debitur dan pihak lainnya sebagai kreditor. Status ini
sebenarnya baru terjadi jika pihak tersebut telah melakukan sesuatu yang dilarang dalam
perjanjian atau dia memang telah memperoleh sesuatu dari pihak lain untuk tidak berbuat sesuatu
tersebut.

Pasal 1241
Apabila perikatan tidak dilaksanakannya, maka kreditor boleh juga dikuasakan supaya dia
sendirilah mengusahakan pelaksanaannya atas biaya debitur.
Pasal ini tepat untuk perjanjian ntuk berbuat sesuatu atau perjanjian yang objeknya berupa jasa,
baik yang berupa keahlian maupun hanya tenaga. Apabila pihak yang seharusnya melakukan
sesuatu, tetapi ternyata pihak itu tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan, pihak lain
yang seharusnya menerima jasa tersebut boleh dikuasakan untuk mengusahakan sendiri
pelaksanaan perjanjian tersebut atas biaya pihak yang telah lalai melakukan apa yang seharusnya
dilakukan berdasarkan perjanjian.

Pasal 1242
Jika perikatan itu bertujuan untuk tidak berbuat sesuatu, maka pihak yang mana pun jika berbuat
berlawanan dengan perikatan, karena pelanggaran itu dan karena itu pun saja, berwajiblah ia
akan penggantian biaya, rugi dan bunga.

5
Pasal ini menerangkan bahwa jika suatu perjanjian prestasinya berupa tidak berbuat sesuatu,
siapapun di antara para pihak tersebut berbuat hal yang dilarang dalam perjanjian tersebut, maka
ia wajib membayar ganti kerugian.

Sebagai contoh, jika para pihak berjanji untuk "tidak membuat pagar pembatas pekarangan",
siapapun yang membuat pagar pembatas di antara para pihak tersebut, maka ia wajib membayar
ganti kerugian.

PENGGANTIAN BIAYA, RUGI DAN BUNGA KARENA TIDAK DIPENUHINYA SUATU


PERIKATAN
Pasal 1243
Penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai
diwajibkan apabila debitur setelah dinyatakan lala memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya,
atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya hanya dapat diberikan atau dibuat dalam
tenggang waktu yang telah dilampaukannya.

Pasal ini bermaksud untuk menjelaskan mengapa seseorang dapat dibebani pembayaran ganti
kerugian. Penentuan mulainya penghitungan pembayaran ganti kerugian itu tergantung dari ada
tidaknya jangka waktu yang dijadikan patokan untuk kelalaian salah satu pihak.

Berdasarkan pasal ini, ada dua cara penentuan titik awal penghitungan ganti kerugian, yaitu
sebagai berikut:
Jika dalam perjanjian itu tidak ditentukan jangka waktu, pembayaran ganti kerugian mulai
dihitung sejak pihak tersebut telah dinyatakan lalai, tetapi tetap melalaikannya;
Jika dalam perjanjian tersebut telah ditentukan jangka waktu tertentu, pembayaran ganti kerugian
mulai dihitung sejak terlampauinya jangka waktu yang telah ditentukan tersebut.

Pasal 1244
Jika ada alasan untuk itu, debitur harus dihukum mengganti biaya, rugi dan bunga apabila ia tak
dapat membuktikan, bahwa haltidak atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan
itu, disebabkan karena suatu hal tak terduga, pun tak dapat dipertanggungjawabkan padanya,
kesemuanya itu pun iktikad buruk tidaklah ada pada pihaknya.

6
Pasal ini, walaupun mengenai pembayaran ganti kerugian, juga terkait dengan masalah beban
pembuktian, yaitu apabila terjadi wanprestasi, debitur dihukum membayar ganti kerugian jika ia
tidak dapat membuktikan bahwa terjadinya wanprestasi itu disebabkan oleh keadaan yang tidak
terduga atau di luar kemampuan debitur.

Di samping wanprestasi itu disebabkan oleh keadaan yang tak terduga atau di luar kemampuan
debitur, untuk dibebaskan dari ganti kerugian akibat wanprestasi, debitur pun harus tidak dalam
keadaan beriktikad buruk, dia tetap dibebani untuk membayar ganti kerugian.

Masalah pembebanan pembuktian di sini diletakkan pada debitur sehingga apabila ia tidak dapat
membuktikan alasan-alasan yang dapat membebaskan dari pembayaran ganti kerugian
sebagaimana disebutkan di atas, maka debitur tersebut harus membayar ganti kerugian. Jadi
kreditur tidak perlu dibebani pembuktian untuk dapat menuntut ganti kerugian kepada debitur
yang wanprestasi.

Pasal 1245
Tidaklah biaya, rugi dan bunga, harus digantinya apabila lantaran keadaan memaksa atau
lantaran suatu kejadian tak disengaja debitur beralangan memberikan atau berbuat sesuatu yang
diwajibkan, atau lantaran hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang.

Pasal ini pada dasarnya sama dengan pasal sebelumnya, yaitu menerangkan tentang pembebasan
debitur dalam membayar ganti kerugian jika ia wanprestasi karena adanya suatu keadaan yang
memaksa atau tidak disengaja.

Pasal 1246
Biaya, rugi dan bunga yang oleh kreditor boleh dituntut akan penggantiannya, terdirilah pada
umumnya atas rugi yang telah dideritanya, dan untung yang sedianya harus dapat dinikmatinya,
dengan tak mengurangi pengecualian serta perubahan-perubahan yang akan disebut di bawah ini.

Pasal ini menerangkan tentang jenis kerugian yang dapat dituntut oleh kreditor dari debitur yang
wanprestasi, yang secara garis besar dapat dibagi atas dua macam, yaitu:
Kerugian nyata (berkurangnya harta benda kreditor karena biaya yang telah dikeluarkannya atau
kerusakan barangnya); dan
kehilangan keuntungan yang digharapkan.

7
Pada dasarnya pasal ini hanya menguraikan kembali tentang komponen kerugian yang berupa
biaya, rugi, dan bunga, di mana biaya dan rugi digolongkan sebagai kerugian nyata, sedangkan
bunga digolongkan sebagai kehilangan keuntungan yang diharapkan.

Walaupun demikian, sebenarnya selain bunga, masih ada kehilangan keuntungan yang
diharapkan, yaitu keuntungan yang mungkin diperoleh dalam perdagangan. Hanya untuk
memberikan perlindungan kepada debitur, kehilangan keuntungan yang diharapkan ini harus
dibatasi hanya meliputi keuntungan yang benar-benar di depan mata yang nyata-nyata dapat
diperoleh seandainya debitur tidak wanprestasi.

Pasal 1247
Debitur hanya diwajibkan mengganti biaya, rugi dan bunga yang nyata telah, atau sedianya harus
dapat diduganya sewaktu perikatan dilahirkan, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu
disebabkan karena sesuatu tipu daya yang dilakukan olehnya.

Pasal ini sebagai penegasan tentang pembatasan ganti kerugian yang dapat dituntut dari debitur,
yaitu kerugian yang nyata-nyata telah dapat diperhitungkan pada saat perjanjian tersebut dibuat
oleh para pihak. Seperti halnya iktikad buruk, tipu daya yang dilakukan oleh debitur dapat pula
menjadi penghalang untuk membebaskannya dari pembayaran ganti kerugian.

Pasal 1248
Bahkan jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan karena tipu daya debitur,
penggantian biaya, rugi dan bunga sekadar mengenai kerugian yang dideritanya oleh kreditor
dan keuntungan yang terhilang baginya hanyalah terdiri atas apa yang merupakan akibat
langsung dari tak dipenuhinya perikatan.

Pasal ini sebenarnya memberikan perlindungan kepada debitur, yang walaupun melakukan tipu
daya terhadap kreditor, ganti kerugian yang harus dibayarnya hanya meliputi kerugian langsung
sebagai akibat wanprestasinya debitur.

Perlu diketahui bahwa perlindungan kepada debitur yang melakukan tipu daya di sini, tidak
berlaku dalam penuntutan pidana karena tipu daya merupakan suatu tindak pidana yang diancam
hukuman dalam KUHP sehingga disamping pebayaran ganti kerugian, debitur yang melakukan
tipu daya tersebut dapat pula dihukum penjara jika terbukti di pengadilan bahwa ia telah
melakukan tindak pidana penipuan.

8
Pasal 1249
Jika dalam suatu perikatan ditentukannya, bahwa si yang lalai memenuhinya, sebagai ganti rugi
harus membayar suatu jumlah uang tertentu, maka kepada pihak yang lain tak boleh memberikan
suatu jumlah yang lebih maupun yang kurang dari jumlah itu.

Pasal ini mengatur mengenai suatu perjanjian dengan ancaman hukuman, yaitu apabila dalam
perjanjian itu para pihak memperjanjikan bahwa salah satu pihak yang lalai memenuhi perjanjian
(wanprestasi), ia harus membayar sejumlah uang, yang dalam istilah sehari-hari lazim disebut
denda. Maka, pembayaran denda yang berupa uang tersebut harus dibayar sebesar nilai yang
diperjanjikan, tidak boleh lebih atau kurang.

Pasal 1250
Dalam tiap-tiap perikatan yang semata-mata berhubungan dengan pembayaran sejumlah uang,
pengantian biaya, rugi, dan bunga sekadar disebabkan karena terlambatnya pelaksanaan, hanya
terdiri atas bunga yang ditentukan oleh undang-undang, dengan tidak mengurangi peraturan
perundang-undangan khusus.

Penggantian biaya, rugi dan bunga tersebut wajib dibayar, dengan tidak usah dibuktikannya
suatu kerugian oleh kreditor.

Penggantian biaya, rugi dan bunga itu hanya harus dibayar terhitung mulai dari ia diminta di
muka pengadilan, kecuali dalam hal-hal dimana undang-undang menetapkan bahwa ia berlaku
demi hukum.

Maksud pasal ini adalah bahwa setiap tagihan yang berupa uang, yang pembayarannya terlambat
dilakukan oleh pihak debitur, maka tuntutan ganti kerugian tidak boleh melebihi ketentuan bunga
moratorium (bunga menurut undang-undang) yaitu sebesar 6% per tahun, kecuali kalau ada
undang-undang lain yang memberikan kemungkinan yang berbeda.

Pembayaran ganti kerugian sebesar bunga moratorium tersebut semata-mata digantungkan pada
keterlambatan pembayaran tersebut sehingga kreditor tidak perlu dibebani untuk membuktikan
dasar penuntutan ganti kerugian tersebut.

9
Penghitungan besarnya ganti kerugian tersebut terhitung bukan pada saat utang tersebut tidak
dibayar atau lalainya debitur, melainkan mulai dihitung sejak tuntutan tersebut diajukan ke
pengadilan. Kecuali jika dalam keadaan tertentu undang-undang memberikan kemungkinan
bahwa perhitungan bunga tersebut berlak demi hukum (mulai saat terjadinya wanprestasi).

Pasal 1251
Bunga dari uang pokok yang dapat ditagih dapat pula menghasilkan bunga, baik karena suatu
permintaan di depan pengadilan, maupun karena suatu permintaan khusus, asal saja permintaan
atau perjanjian tersebut mengenai bunga yang harus dibayar untuk satu tahun.

Bunga sebesar 6% sebagaimana diatur pada pasal sebelumnya masih dapat pula berbunga, yaitu
jika bunga moratorium itu pun masih terlambat dibayar oleh debitur, hanya bunga yang berbunga
tersebut dimungkinkan bagi bunga yang harus dibayar untuk satu tahun. Agar pembayaran bunga
atas bunga tersebut dapat dipenuhi, maka dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan
meminta di persidangan atau memperjanjkannya. Perjanjian yang dimaksud adalah semacam
perjanjian dengan ancaman ukuman.

Pasal 1252
Meskipun demikian, penghasilan-penghasilan yang dapat ditagih seperti uang gadai dan uang
sewa, bunga abadi atau bunga selama hidupnya seseorang menghasilkan bunga mulai hari
dilakukannya penuntutan atau dibuatnya perjanjian.
Peraturan yang sama berlaku terhadap pengembalian penghasilan-penghasilan dan bunga yang
dibayar oleh seorang pihak ketiga kepada kreditor, untuk pembebasan debitur.

Bunga-bunga yang disebutkan satu persatu pada pasal ini, berlaku terhitung mulai terjadinya
penuntutan atau sejak dibuatnya perjanjian. Ketetuan tersebut juga berlaku dalam hal terjadi
subrogasi.

10

Anda mungkin juga menyukai